Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

Hal
Skenario.................................................................................................2
Klarifikasi Istilah....................................................................................3
Identifikasi Masalah...............................................................................4
Analisis Masalah....................................................................................5
Kerangka Konsep.................................................................................13
Learning Objectives.............................................................................14
Berbagi Informasi.................................................................................15
Kesimpulan..........................................................................................29
Saran.....................................................................................................29
Daftar Pustaka......................................................................................31

Skenario 1
KAKEK TIDAK JELAS MELIHAT
Seorang laki-laki usia lanjut datang ke puskesmas karena mata kanannya
kabur. Dia sudah mengeluh pandangannya kabur sejak 1 tahun yang lalu tanpa
rasa sakit atau merah pada matanya. Hasil pemeriksaan menunjukkan mampu
melihat cahaya dan membedakan warna. Dokter menyarankan dirujuk ke rumah
sakit untuk dilakukan tindakan operatif spesalis mata.

BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH

1.

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
2.1 Mengapa mata kanan pasien terlihat kabur ?
2.2 Mengapa pasien tidak merasakan mata sakit dan kemerahan ?
2.3 Mengapa pasien mampu melihat cahaya dan warna ?
2.4 Apa hubungan keluhan dengan usia ?
2.5 Mengapa dokter merujuk ke spesialis mata ?
2.6 Apa saja penyebab gangguan penglihatan ?
2.7 Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang yang dibutuhkan ?
28 .Apa saja tindakan operatif yang diperlukan untuk pasien ?

BAB III
ANALISA MASALAH
3.1.

Penyebab Penglihatan Mata Pasien Kabur


Menurut Ilyas et al (2010) yang menyebabkan penglihatan mata menjadi

kabur adalah adanya kekeruhan pada lensa yang menyebabkan terganggunya


refraksi mata. Asbury & Riordan-Eva (2000) menyatakan bahwa pada kondisi
tersebut penglihatan mata tidak dapat melewati media refraksi secara normal
karena terhalang oleh lensa yang keruh, sehingga menyebabkan penurunan
visus yang membuat penglihatan menjadi kabur.

Gambar 1 dibawah

memperlihatkan penglihatan normal yaitu pada kondisi kornea yang bening


(tidak keruh), sehingga obyek terlihat jelas (tidak kabur).

Gambar 1. Mekanisme melihat normal pada kornea yang bening


Penyebab terjadinya kekeruhan pada lensa adalah :
1) Protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami
koagulasi, sehingga dapat menumpuk dan menyebabkan kekeruhan
pada lensa
2) (2) akibat adanya hidrasi (panambahan cairan) lensa (Vaughan,
2000).

Bapak tersebut tidak bisa melihat dengan jelas bisa diakibatkan oleh :
1) Presbiopi
5

Hilangnya kemampuan untuk melihat benda yang jauh dan


kecil.
2) Floaters
Bintik kecil yang menggantung dimata yang menyebabkan
penglihatan tidak jelas.
3) AMD (Age-related Muscular Degeneration)
Penyakit yang akan mengakibatkan kurangnya ketajaman
mata dan fokus penglihatan.
4) Catarct
Adanya timbunan protein pada lensa yang mengakibatkan
kekeruhan. Pandangan bisa menjadi kabur dan berasap.
5) Diabetic eye disease
Merupakan komplikasi dari Diabetes Miletus dan menjadi
penyebab utama kebutaan. Bentuk yang paling umum
adalah Retinophaty Diabetic yang terjadi pada penderita
diabetes, terjadi bila ada kerusakan pembuluh darah kecil di
retina.
6) Glaucoma
Merupakan kelompok penyakit yang merusak serabut
nervus optikus dan menyebabkan hilangnya penglihatan
bahkan kebutaan. Biasanya dikaitkan dengan tekanan
intraokular yang tinggi pada bola mata dan mempengaruhi
penglihatan perifer.
7) Mata kering
Ketika mata tidak
Bertambahnya
Usiabisa menghasilkan air mata dengan
sempurna atau baik atau air mata cepat menguap akibat
konsistensi yang buruk. (Gerhard K. Lang. 2000)
Lensa Keruh

Menghalangi Cahaya Masuk Retina


Mekanisme Mata Kabur :

Bayangan Semu Ke Retina

Otak Menginterpretasikan sebagai bayangan berkabut


6

Pandangan Mata Kabur

(Vaugan, 2000)
Pandangan mata kabur tanpa disertai rasa sakit
Pandangan mata yang kabur tanpa disertai dengan rasa nyeri
merupakan suatu tanda adanya gangguan pada lensa pasien. Selain itu
gejala lain yang dialami pasien apbila ada gangguan pada lensa yaitu
adanya kekeruhan pada lensa, distorsi, dislokasi dan anomaly geometri
(Zarab,2006).
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm.
Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan
korpus ciliaris. Di anterior lensa terdapat humor aquaeus, disebelah
posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah membran yang semipermeabel
(sedikit lebih permiabel dari pada kapiler) yang menyebabkan air dan
elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat selapis tipis epitel supkapsuler.
Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia
laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar
dan kehilangan elastisitas (Muril AC,2004).

Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan
nya di antara seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium
lebih tinggi pada lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf
pada lensa. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya nyer pada gangguan
yang terjadi pada lensa (Vaugan & Asbury,2000)
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukuran terkecil dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil
sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya
yang berjarak dekat m.ciliaris berkontrasi sehingga tegangan zonula
berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus siliaris,
zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada retina dikenal
dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya usia
(Vaughan & Asbury,2000).

Gambar 2. Lapisan lensa


3.2.

Mata Pasien Tidak Mengalami Rasa Sakit dan Merah


Mata bapak tersebut tidak merah dan tidak sakit karena tidak
mempengaruhi sensor saraf afferen. Untuk presepsi rasa nyeri pada daerah
mata. Sensor jaras nyeri pada mata berasal dari nervus V atau nervus
trigeminus cabang opthalmica. Kelainan yang terjadi yang mempengaruhi

mata bapak tersebut pada media refrakternya bisa akibat media refrakter
yang tidak jernih ataupun daya akomodasi yang berkurang. Beberapa
penyakit mata yang terjadi mungkin adalah
a. Degeneratif
b. Inflamasi
c. Congenital
d. Traumatic
e. Neoplasma
Kelainan pada mata bapak tersebut mungkin adalah degeneratif.
(Gerhard K. Lang, 2000)
3.3.

Mata Pasien Masih Mampu Melihat Cahaya dan Membedakan


Warna
Mengingat bahwa mata pasien masih mampu melihat cahaya dan dapat
membedakan warna, maka nampaknya katarak yang diderita pasien masih
pada stadium insipen, dimana kekeruhan masih tidak teratur dan berupa
bercak-bercak sehingga masih banyak terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa yang dapat melihat cahaya dan membedakan warna (Ilyas et al.,
2010).

3.4. Hubungan antara usia pasien dengan keluhan yang dirasakan


Hubungan

gangguan

penglihatan

akibat

katarak

sangat

erat

hubungannya dengan usia pasien yang lansia. Dimana menurut Vaughan,


Asbury & Riordan-Eva (2000) dan Wu, Lim & Sadda (2006) faktor risiko
terjadinya katarak adalah usia diatas 50 tahun, keadaan sosial ekonomi
rendah, sering terpapar sinar ultraviolet, kolesterol tinggi, kadar protein dan
albumin tubuh rendah, perokok, penderita DM, konsumsi alkohol, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
Lebih lanjut Shinha, Kumar & Titiyal (2009) menyatakan bahwa
semakin meningkatnya usia maka semakin tinggi asam karbon, asam lemak,
asam linolenat, dimana zat-zat tersebut dapat menumpuk pada lensa yang
dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
Sedangkan menurut Hodge., Whitcher & Satarino (1995) pada usia lanjut
yaitu diatas 50 tahun dapat terjadi perubahan pada lensa yang pada akhirnya
membuat kekeruhan yang meliputi :

a) Kapsul, menebal dan kurang elastis, mulai presbiopia, bentuk lamel


kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular
b) Epitel, makin tipis, sel epitel pada ekuator bertambah besar dan
berat, bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
c) Serat lensa, lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel,
sinar UV lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, korteks tidak berwarna
karena kadar asam. askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi,
sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
d) Pada orang usia lanjut akan mengalami penurunan penglihatan yang
disebabkan oleh presbiopi. Presbiopi akibat menurunnya daya
akomodasi dari lensa. Dengan penuaan, lensa juga dapat menjadi
lebih berat dan lebih tebal. Dilanjut dengan pertumbuhan sel sel
jaringan ikat yang membuat lensa mengeras dan mengkompresi
nukleus, sehingga disebut nuclear sclerosis. Selain itu protein pada
lensa juga akan mengalami modifikasi dan agregasi seiring dengan
penuaan. Protein pada lensa ini dapat merubah warna menjadi coklat
dari kuning. Sehingga mempengaruhi transparansi dan index
refraktif dari lensa.
e) Nuclear sclerosis dan perubahan warna ini adalah proses fisiologia.
Faktor lain yang terkait usia adalah berkurangnya devinitas dari sel
epitel sari lensa. Meskipun berkurangnya devinitas sel epitel dari
lensa ini bukan merupakan akibat dari apoptosis, namun
berkurangnya sel epitel berpengaruh pada pembentukan jaringan ikat
dan

hemostatis

lensa,

hal

ini

menyebabkan

berkurangnya

transparansi dari lensa. (AAO, 2011)

3.5. Penyebab Gangguan Penglihatan


Gangguan penglihatan bisa diakibatkan oleh :
a) Presbiopi
Hilangnya kemampuan untuk melihat benda yang jauh dan kecil.
b) Floaters
Bintik kecil yang menggantung dimata yang menyebabkan
penglihatan tidak jelas.
c) AMD (Age-related Muscular Degeneration)
10

Penyakit yang akan mengakibatkan kurangnya ketajaman mata dan


fokus penglihatan.
d) Catarct
Adanya timbunan protein pada lensa yang mengakibatkan
kekeruhan. Pandangan bisa menjadi kabur dan berasap.
e) Diabetic eye disease
Merupakan komplikasi dari Diabetes Miletus dan menjadi
penyebab utama kebutaan. Bentuk yang paling umum adalah
Retinophaty Diabetic yang terjadi pada penderita diabetes, terjadi
bila ada kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
f) Glaucoma
Merupakan kelompok penyakit yang merusak serabut nervus
optikus dan menyebabkan hilangnya penglihatan bahkan kebutaan.
Biasanya dikaitkan dengan tekanan intraokular yang tinggi pada
bola mata dan mempengaruhi penglihatan perifer.
g) Mata kering
Ketika mata tidak bisa menghasilkan air

mata

dengan

sempurna/baik atau air mata cepat menguap akibat konsistensi


yang buruk (Gerhard K. Lang. 2000)
3.6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Menurut pemeriksaan fisik meliputi :
a) Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan
koreksi terbaik serta menggunakan pinhole
b) Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
c) Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact,
aplanasi atau Schiotz
d) Jika TIO dalam dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil
cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat
derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien
e) Funduskopi pada kedua mata
2. Pemeriksaan Penunjang
a) B-scan, jika pole posterior tidak dapat terlihat.
b) A-scan, sebelum dilakukan ekstraksi katarak
c) CT scan orbita, untuk mengetahui adanya fraktur, benda asing, atau
kelainan lain.
11

d) Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi


katarak.
e) Retinometri untuk mengetahui ketajaman penglihatan setelah operasi.
(Vaughan, Asbury & Riordan-Eva, 2000)

12

BAB IV
KERANGKA KONSEP

BAB V
LEARNING OBJECTIVES
5.1 Bagaima pembagian usia ?
5.2 Jelaskan secara lengkap tentang katarak ?

13

14

BAB VI
BERBAGI INFORMASI
6.1.

Pembagian Usia
Menurut Depkes RI (2009) pembagian usia dapat dikategorikan seperti

yang tercantum pada Tabel 1 dibawah ini :


Tabel 1. Klasifikasi Usia
Kategori
Masa balita
Masa kanak-kanak
Masa remaja awal
Masa remaja akhir
Masa dewasa awal
Masa dewasa akhir
Masa lansia awal
Masa lansia akhir

Usia (tahun)
05
5 - 11
12 - 16
17 - 25
26 - 35
36 - 45
46 - 55
56 - 65

Masa manula

> 65

Sumber : Depkes RI (2009)


6.2.

Katarak

a. Definisi
Katarak berasal dari Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun. Sehingga definisi katarak adalah kekeruhan lensa yang
mengarah kepada penurunan ketajaman visual dan/atau cacat fungsional yang
dirasakan oleh pasien (Vaughan, Asbury & Riordan-Eva, 2000; AOA, 2004).

Gambar 3. Kekeruhan lensa pada katarak


b. Etiologi

15

Menurut Vaughan, Asbury & Riordan-Eva (2000), James, Chew & Bron
(2006), Shinha, Kumar & (2009) serta Mutiarasari & Handayani (2011) banyak
hal yang dapat menjadi penyebab katarak, antara lain:
Pada katarak kongenital, pada bayi baru lahir terjadi karena keadaan ibu saat
kehamilan yang terinfeksi Torch. Kebanyakan adalah karena rubela yang
dapat menembus barier plasenta bahkan dapat hidup di dalam vesikel lensa

sampai 3 tahun.
Pada karak juvenil, terjadi pada anak-anak usia 3 bulan sampai 9 tahun yang

disebabkan oleh gangguan perkembangan lensa


Pada katarak senilis, umumnya katarak terjadi karena proses penuaan.
Dimana semakin meningkatnya usia maka semakin tinggi asam karbon, asam
lemak, asam linolenat, sehingga zat-zat tersebut dapat menumpuk pada lensa

yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.


Penggunaan obat-obat tertentu juga dapat menyebabkan perubahan lensa
mata yang memicu terjadinya katarak, seperti kortikosteroid, phenothiazine,

obat-obat miotikum, amiodaron, dan obat statin


Adanya trauma juga dapat menyebabkan terjadinya katarak
Penyakit-penyakit sistemik seperti pada diabetes adanya penimbunan sorbitol
dan fruktosa di dalam lensa sehingga mengurangi kejernihan lensa, kelainan

metabolik, dermatitis atopik, sindrom sistemik (Down, Lowe),


Pengaruh lingkungan seperti radiasi UV dan pengaruh kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol

c. Klasifikasi

Menurut Vaughan, Asbury & Riordan-Eva (2000) dan Ilyas et al. (2010)
katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Katarak kongenital, dimana kekeruhan pada sebagian lensa sudah didapatkan
pada waktu lahir. Katarak terjadi sebelum atau segera setelah lahir (bayi
kurang dari 3 bulan). Dikenal 5 tipe katarak kongenikal yaitu : (1) katarak
lamelar atau zonular; (2) katarak polaris poeterior; (3) katarak polaris
anterior; (4) katarak inti/nuklear; dan (5) katarak sutural.
2) Katarak juvenil, terjadi pada anak-anak usia 3 bulan sampai 9 tahun.
3) Katarak senilis, katarak yang paling umum terjadi dimana 95% kejadian
katarak merupakan katarak senilis. Katarak ini ada hubungan dengan
bertambahnya usia (usia lebih 60 tahun). yang berkaitan dengan proses
16

ketuaan yang terjadi di dalam lensa. Dikenal 3 tipe katarak senil yaitu : (1)
katarak nuklear; (2) katarak kortikal; dan (3) katarak kupuliform.
Katarak senilis terdiri atas beberapa stadium yaitu :.

Katarak insipien, stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian
lensa yang masih jernih.

Katarak intumesen, stadium ini kekeruhan lensa disertai pembengkakan


lensa akibat lensa menyerap air.

Katarak matur, stadium katarak yang telah mengenai seluruh bagian lensa.

Katarak hipermatur, katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar


dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil, berwarna kuning dan kering
serta terdapat lipatan pada kapsul lensa.

4) Katarak traumatik, terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma


tajam/trauma tumpul, adanya benda asing dalam mata. Waktu untuk
perkembangan katarak traumatik dapat bervariasi darin hitungan jam hingga
tahunan.
5) Katarak toksik, katarak setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu
(penggunaan kortikosteroid, obat untuk pengobatan glaucoma jangka
panjang). Merupakan katarak yang jarang terjadi.
6) Katarak asosiasi, penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Hipoparatiroid,
Down Syndrom dan Dermatitis atopic dapat menjadi faktor resiko bagi
individu untuk perkembangan katarak ini.
7) Katarak komplikata, katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis
pigmentosa, glaucoma dan retinal detachment.
Adapun menurut Khurana & Khurana (2014) berdasarkan morfologisnya
katarak dapat dibagi atas :
1) Katarak kapsular, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa, dapat berupa
katarak kapsular anterior dan katarak kapsular posterior. Katarak kapsular
dapat disebabkan oleh usia, uveitis yang berhubungan dengan sinekia
posterior, obat-obatan, radiasi, dan trauma.
2) Katarak subkapsular, adalah katarak yang melibatkan bagian superfisial
korteks atau tepat di bawah kapsul lensa dapat berupa katarak subkapsular
anterior dan katarak subkapsular posterior. Katarak subkapsular posterior
17

dapat terjadi akibat usia, radiasi, konsumsi steroid, diabetes, myopia berat
dan degenerasi retina. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi bersamaan
dengan katarak subkapsular posterior dan dapat disebabkan oleh jejas lokal,
iritasi, uveitis dan radiasi.
3) Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan
merupakan katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan
oleh usia dan diabetes. Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan nukleus
sehingga lebih mudah menjadi sangat terhidrasi akibat ke tidak seimbangan
elektrolit, yang secepatnya akan mengarah ke kerusakan serat korteks lensa.
4) Katarak nuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa.
Katarak nuklear disebabkan oleh faktor usia. Katarak nuklear merupakan
sklerosis normal yang berlebihan atau pengerasan dan penguningan nukleus
pada usia lanjut.
5) Katarak supranuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian korteks lensa
yang paling dalam, tepat di atas nukleus lensa.
6) Katarak polar, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial
korteks lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan
katarak polar posterior. Katarak polar biasanya terdapat pada katarak
kongenital atau karena trauma sekunder.
7) Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak
muncul bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu tipe
saja tetapi akan dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa yang lain
juga mengalami degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan katarak telah
lanjut dan perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien dengan katarak
gabungan akan memiliki gejala penurunan visus.

d. Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) katarak merupakan
penyakit gangguan penglihatan yang paling banyak ditemukan (Resnikoff,
Pascolini, Mariotti & Pokharel, 2008) seperti tercantum pada Gambar 2.

18

Gambar 4. Persentase kejadian penyakit mata di dunia


Disamping itu katarak juga merupakan penyakit mata yang paling banyak
meyebabkan kebutaan (WHO, 2012)

Gambar 5. Distribusi penyebab kebutaan global tahun 2010


Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan adanya 10%
orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka
yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun
(Resnikoff, Pascolini, Mariotti & Pokharel, 2008).

Adapun AOA (2004)

melaporkan bahwa di Amerika Serikat pada 1.000 orang usia 65 tahun terdapat
141 orang yang memiliki katarak.
Katarak yang terjadi akibat usia lanjut bertanggung jawab atas 48% kebutaan
yang terjadi di dunia. Kelayakan bedah katarak di beberapa negara belum
memadai, sehingga katarak tetap menjadi penyebab utama kebutaan. Bahkan di

19

mana ada layanan bedah yang tersedia, pengelihatan rendah yang terkait dengan
katarak masih dapat dijumpai, sebagai hasil dari lamanya menunggu untuk
operasi, takut dioperasi dan hambatan untuk dioperasi seperti biaya serta
kurangnya informasi (WHO, 2006).

Gambar 6. Prevalensi katarak seluruh provinsi di Indonesia tahun 2013


Begitupun di Indonesia katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan
terbanyak. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara
1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22% penderita katarak yang dioperasi
berusia di bawah 55 tahun. Prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,8%, adapun
prevalensi per provinsi hasil Riskesdas 2013 seperti tercantum pada Gambar 4,
tertinggi 3,7% di Provinsi Sulawesi Utara dan terendah 0,9% di Propinsi DKI
Jakarta (Infodatin Kemenkes, 2014).

20

e. Patogenesis
Menurut Shinha, Kumar

& Titiyal (2009) patogenesis katarak adalah

tergantung kepada etiologinya maupun faktor resiko yang menyertainya, sehingga


patogenesis katarak secara umum dapat dirangkai sebagai berikut :

21

Gambar 6. Patogenesis katarak


e. Manifestasi Klinis
Menurut Vaughan, Asbury & Riordan-Eva (2000) serta James, Chew & Bron
(2006) secara umum manifestasi klinis dan gejala khas yang ada pada penyakit
katarak adalah :

Silau atau fotofobia (sensitif pada cahaya), ini terjadi terutama pada katarak
posterior subkapsular. Pemeriksaan silau (test glare) dilakukan untuk
mengetahui derajat gangguan penglihatan yang disebabkan oleh sumber

cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandangan pasien.


Padangan kabur atau berawan, dikarenakan lensa yang berubah keruh
Halo, pasien biasanya merasakan adanya lingkaran pelangi (fenomena halo)

sebelum hilangnya penglihatan


Diplopia monokular, terjadi perubahan nuklear di lapisan dalam nukleus lensa
sehingga muncul daerah pembiasan multipel di tengah lensa, hal ini lah yang

menyebabkan terjadinya diplopia monokular.


Second sight atau presbiopi, pada penderita katarak seringkali terjadi second

sight yaitu pandangan ganda jika melihat dengan satu mata


Sulit melihat pada malam hari
Membutuhkan cahaya terang untuk membaca atau ketika beraktifitas
Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat

22

f. Faktor resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh
antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor
ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan dan pekerjaan yang
berdampak langsung pada status sosial ekonomi, sering terpapar sinar ultraviolet,
kolesterol tinggi, kadar protein dan albumin tubuh rendah, perokok, penderita
DM, konsumsi alkohol, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Vaughan, Asbury & Riordan-Eva, 2000; Wu, Lim & Sadda, 2006).

Gambar 7. Faktor resiko ekstrinsik katarak


g. Komplikasi

23

Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan
uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang
menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi, sedangkan uveitis
adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Vaughan, Asbury & Riordan-Eva,

2000).
h. Penegakkan Diagnosis
Menurut Vaughan, Asbury & Riordan-Eva (2000), AOA (2004) dan
Kohnen & Koch (2010) penegakkan diagnosis dilakukan dengan :
1) Anamnesis, meliputi riwayat kesehatan pasien yaitu :
Keluhan utama,

seperti penurunan ketajaman penglihatan, silau dan

sebagainya
Riwayat kesehatan dahulu, apakah pasien pernah mengalami cedera mata

atau infeksi mata? Penyakit apa yang terakhir diderita pasien? Apakah
menderita DM, merokok atau konsumsi alkohol?
Riwayat kesehatan sekarang

Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien


mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah
ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau
perifer?
Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakeknenek
2) Pemeriksaan Fisik
Menurut pemeriksaan fisik meliputi :
Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan

koreksi terbaik serta menggunakan pinhole


Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi

atau Schiotz
Jika TIO dalam dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup

24

lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat derajat


kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien
Funduskopi pada kedua mata
3) Pemeriksaan Penunjang
B-scan, jika pole posterior tidak dapat terlihat.
A-scan, sebelum ekstraksi katarak
CT-scan orbita, adanya fraktur, benda asing, atau kelainan lain.
i. Penatalaksanaan
Menurut Vaughan, Asbury & Riordan-Eva (2000), Ilyas et al. (2010) dan
Kohnen & Koch (2010) penatalaksanaan katarak hanya dapat diatasi melalui
prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan
operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh
ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun,
aldose reductase inhibitor diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak
gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya
agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak adalah ekstraksi lensa. Berikut ini
akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
1) Intra Capsuler Cataract Extraction (ICCE). Tindakan pembedahan dengan
mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di
dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi
korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada
keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat populer. ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40
tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang
dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.
2) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE). Tindakan pembedahan pada
lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau

25

merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda,
pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap
badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid
macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat
melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3) Phakoemulsifikasi. Phakoemulsifikasi maksudnya membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin Phaco akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa intra okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis
padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan
lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti
itu.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita
memerlukan lensa penggant untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara
sebagai berikut :

Kacamata afakia yang tebal lensanya


Lensa kontak
Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada
saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.

Perawatan Pasca Bedah

26

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi


biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi
dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau
mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan
dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama
pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca
operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian.
Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien dapat melihat dengan baik mellaui lensa intraokuler sambil
menantikan kacamata permanen (Vaughan, Asbury & Riordan-Eva, 2000). Selain
itu juga akan diberikan obat untuk :

Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul

benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan
perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan

yang tidak sempurna.


Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk

mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.


Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

j. Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah
katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart (Vaughan, Asbury & Riordan-Eva, 2000; Kohnen &
Koch, 2010).
k. Pencegahan
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata,

27

tidak merokok, melindungi mata dari sinar matahari, mengonsumsi makanan yang
dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buahbuahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak nabati, sayuran hijau,
kacang-kacangan, kecambah, telur dan susu yang merupakan makanan dengan
kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi (Vaughan, Asbury &
Riordan-Eva, 2000)

28

BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Pada orang dewasa atau pada orang lanjut usia, kelainan pada mata
lebih banyak terjadi jenis kelainan degeneratif yang berkaitan dengan
menurunnya fungsi penglihatan akibat usia. Beberapa penyakit seringkali
adalah komplikasi dari penyakit lain yang mendasari seperti hipertensi,
diabetes maupun kelainan metabolik yang lain. Pada orang yang sudah
lanjut usia, kelainan pada pengligatan yang bukan didasari dari penyakit
lain adalah presbiopi. Presbiopi disebabkan karena menurunnya fungsi
otot siliaris yang mengatur kekuatan akomodasi dari lensa. Pada skenario
ini, penyakita sistem penglihatan degeneratif yang terjadi adalah katarak
jenis senile atau katarak yang terkait usia. Katarak menyebabkan
degenerasi protein dalam lensa sehingga protein mengalami perubahan
warna dan koagulasi yang mengakibatkan lensa menjadi keruh atau tidak
jernih. Hal ini menjadi ciri utama katarak yaitu menurunnya sistem
penglihatan disertai dengan pandangan mata yang kabur dan berkabut. Hal
ini dapat diketahui dari anamnesis dan langkah penegakan diagnosis
selanjutnya adalah pemeriksaan fisik eksternal mata untuk melihat kondisi
lensa. Katarak dapat disembuhkan dengan operasi pembedahan dan
pengangkatan lensa, atau pembersihan dari selaput yang menjadi penyebab
kekeruhan lensa.

7.2. Saran
Dalam tutorial diharapkan agar tutor mampu membimbing
mahasiswa agar mencapai semua learning object maupun tujuan
pembelajaran yang harus dicapai dalam suatu pokok bahasan. Diharapkan
tutor sudah berkoordinasi apa saja yang harus dicapai sehingga pada tiaptiap kelompok tutorial mencapai hasil yang sama atau mendapat materi
yang sama minimal seperti apa yang harusnya dipelajari oleh mahasiswa

29

sehingga, saat ujian seperti MCQ terutama SOCA mahasiswa dapat


menjawab setiap soal yang diberikan.

30

DAFTAR PUSTAKA
AAO, 2011. Basic and Clinical Science Course; External Disease and Cornea.
Lifelong Education for the Ophhalmologist.
AOA. (2004). Care of The Patient with Cataract. St. Louis, USA : American
Optometric Association
Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B., Taim, H., Saman H.H., Simarmata, M. & Widodo,
P.S. (2010). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Penerbit Sagung Seto.
Ilyas,Sidarta.2014.Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima. Jakarta.FK UI
Infodatin Kemenkes. (2014). Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
James, B., Chew, C. Bron, A. (2006). Lecture Notes : Ophthalmology. Bandung :
Penerbit Erlangga.
Kohnen, T. & Koch, D.D. (2010). Cataract and Refractive Surgery. Berlin,
German : Springer.
Lang, Gerhard K., 2000. Ophthalmology. New York: Thieme Stuttgart.
Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo
C.R, et all. (2004). Optometric clinical practice guideline. American
optometric association: U.S.A
Mutiarasari, D. & Handayani, F. (2011). Katarak juvenil. Inspirasi, XIV, 37-42.
.
Resnikoff, S., Pascolini, D., Moriotti, P.S., & Pokharel, P.P. (2008). Global
magnitude of visual impartment cause by uncorrected refractive error in
2004. Bulletin of WHO, 86(1), 63-70.
.
Shinha, R. & Kumar, C. & Titiyal, J.S. (2009). Etiopathogenesis of cataract.
Indian Journal of Opthamology, 27, 245-249.
Vaughan, D.G., Asbury, T. & Riordan-Eva, P. (2000). Oftalmologi Umum. Jakarta
: Widya Medika.

31

WHO. (2006). Prevention of Blindness and Deafness. Available data on blindness,


update 2006. Geneva, Switzerland : World Health Organization.
WHO. (2012). Blindness : Vision 2020 The Global Initiative for The
Elimination of Avoidable Blindness. Geneva, Switzerland : World Health
Organization.
Wu, Z., Lim, J.I. & Sadda, S.R. (2006). Axial length: a risk factors for
cataractogenesis. Annals Academy Medicine, 35, 416-419
Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all. (20052006). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section 11.
American Academy of Oftalmology : San Francisco.

32

Anda mungkin juga menyukai