Anda di halaman 1dari 9

ILUSTRASI KASUS

Bayi perempuan dirujuk ke RSCM karena lahir dengan usus


terburai di luar rongga perut sejak 3 jam SMRS. Pasien lahir
dengan Sectio Caesaria, cukup bulan, BBL 2.900 gram, AS 8/9.
Pasien merupakan anak ketiga, tidak ada riwayat kelainan
kongenital pada keluarga. Ibu pasien ANC tidak teratur di bidan.
Riwayat sakit dan konsumsi rokok selama kehamilan disangkal.

Pasien dibawa dalam kondisi tampak sakit sedang, suhu 36,8 oC,
pernapasan 48x/menit, nadi 136 x/menit dengan CRT>3. Terlihat
gaster sampai colon transversum terburai tertutup kassa lembab.
Pasien dihangatkan, diberi O2 1 L/menit. Defek abdomen ditutup
dengan urine bag. Pasien diberikan antibiotik, dipasang OGT. Pada
hari ke-2 perawatan dilakukan pemasangan blood bag. Penutupan
defek dilakukan pada hari ke-7 perawatan. Pasca tutup defek
pasien dirawat di PICU, setelah kondisi stabil, pasien dipindahkan
ke ruang rawat bedah anak. Selama perawatan tidak ada
instabilitas suhu, tidak sesak, tidak desaturasi, urine output > 1
cc/kg/jam. Pasien sudah minum per oral dengan toleransi minum
baik. Pasien sudah rawat jalan.

TINJAUAN PUSTAKA
Defek dinding abdomen kongenital merupakan penyakit dengan
spektrum yang luas, termasuk gastroskisis, omfalokel, prune belly
syndrome, dan kelainan lainnya. Perbandingan berbagai jenis
defek dinding abdomen kongenital dapat dilihat pada tabel 1.

Gastroskisis dan omfalokel adalah dua jenis defek dinding


abdomen kongenital yang paling sering ditemukan. 1 Gastroskisis
adalah defek paraumbilikal pada dinding abdomen anterior yang

menyebabkan herniasi visera abdomen di luar rongga abdomen.


Omfalokel adalah defek pada midline dinding abdomen ventral
dimana lapisan otot abdominal, fasia, dan kulit tidak terbentuk,
sehingga visera hanya ditutupi peritoneum dan membran
amnion.

Kedua kelainan ini memiliki etiologi yang berbeda. Gastroskisis


disebabkan oleh insufisiensi vaskular selama pembentukan
dinding abdomen anterior. Sesuai teori ini, salah satu faktor risiko
gastroskisis adalah paparan terhadap zat-zat yang dapat
menyebabkan insufisiensi vaskular selama trimester pertama
kehamilan seperti obat-obatan vasoaktif, asap rokok, narkoba,
dan toksin lingkungan lainnya. Faktor risiko lainnya termasuk usia
ibu muda, status sosioekonomi rendah, ANC yang kurang baik,
serta primigravida. Gastroskisis seringkali disertai atresia
intestinal, yang juga berhubungan dengan insufisiensi vaskular,
ataupun malrotasi. Omfalokel disebabkan oleh gangguan
penutupan lipatan pada usia kehamilan 3-4 minggu. Sesuai
dengan etiologinya, omfalokel seringkali disertai kelainan
kongenital lainnya, terutama pada midline. Sebagian besar
mortalitas pada omfakel berhubungan dengan kelainan penyerta
pada jantung atau kromosom. 1,2

Diagnosis dapat dilakukan pada masa prenatal. Defek dinding


abdomen dapat terdiagnosis selama pemeriksaan ANC melalui
USG pada trimester kedua atau ketiga (sensitivitas 60-75%,
spesifisitas 95%). Pada minggu ke-6 kehamilan terjadi herniasi
fisiologis dari visera. Usus kembali ke dalam rongga abdomen
pada minggu ke-10 sampai ke-12 kehamilan seiring dengan
penutupan dinding abdomen. Gastroskisis dapat terdiagnosis
pada USG mulai minggu ke-12 kehamilan, akan terlihat
hernia free-floatingtanpa kantong dengan insersi korda umbilikalis
yang normal. Visera seringkali edema dan tebal sehingga terlihat
gambaran hiperekogenik berbentuk seperti kembang kol atau
terdapat tepi yang kasar. Gambaran ini dapat dibedakan dengan
omfalokel, dimana terlihat hernia terbungkus kantong dengan
korda umbilikalis pada bagian puncak kantong. 4,5,6 Diagnosis
pascanatal cukup jelas dengan inspeksi defek. 2,7

Manajemen awal dilakukan sesuai prinsip ABC. Dekompresi


lambung penting dilakukan untuk mencegah distensi traktus
gastrointestinal serta aspirasi. Setelah resusitasi berhasil dan
pasien stabil, dilakukan evaluasi defek abdomen. Terdapat
perbedaan dalam manajemen antara kasus gastroskisis dengan
omfalokel.8
Diperlukan perhatian khusus pada pasien dengan gastroskisis
untuk mencegah kehilangan panas dan evaporasi dari visera yang
terekspos
dengan
kontrol
suhu
lingkungan
dan
pemasangan bag menutupi defek. Perlu dilakukan penilaian pada
dasar pedikel vaskular mesenterik usus yang mengalami herniasi,
cegah puntiran dengan mereduksi visera dalam posisi vertikal
dan cegah strangulasi akibat ukuran defek yang terlalu
kecil.1,2 Oklusi vena mesenterik akan menyebabkan edema usus
yang kemudian nyebabkan ileus, menghambat kontraktilitas usus,
serta meningkatkan permeabilitas usus sehingga dapat terjadi
translokasi bakteri dan sepsis. 1,9 Pada omfalokel membran
penutup visera perlu dijaga agar tetap intak dan lembab.
Stabilisasi kantong untuk mencegah trauma. Bila kantong
omfalokel ruptur, visera yang terpapar ditangani seperti
gastroskisis. Jika kondisi pasien dengan omfalokel stabil, perlu
dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan kelainan penyerta. 1,2
Pada gastroskisis dan omfalokel, tujuan utama adalah reduksi
visera yang mengalami herniasi masuk kembali ke dalam

abdomen
dan
untuk menutup fasia serta kulit untuk
menciptakan dinding abdomen yang solid dengan umbilikus yang
relatif normal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi
tergantung pada ukuran dan jenis defek, ukuran bayi serta ada
tidaknya kelainan lain yang berhubungan.8
Sesegera mungkin setelah resusitasi awal dan stabilisasi, pasien
dengan gastroskisis dilakukan operasi untuk penutupan primer
atau pemasangan silo dan reduksi bertahap bila penutupan
primer tidak memungkinkan. Keputusan apakah pasien dapat
mentoleransi
reduksi
tergantung
pada
tekanan
1,2,8
intraabdomen.
Tekanan intra abdomen yang tinggi akan
menyebabkan
gangguan compliance toraks,
menghambat
ekspansi paru, mengganggu aliran balik dan sirkulasi
sistemik.10 Tekanan
intra
abdomen
<
20
mmHg
dan/atau Splanchnic Perfusion Pressure > 43 mmHg intra operatif
berkorelasi dengan kesuksesan penutupan defek tanpa
komplikasi.1,11 Penutupan defek abdomen dilakukan menurut
teknik Robert Gross, dengan pembuatan flap kulit melalui insisi
pada bagian lateral abdomen.12
Pada omfalokel yang relatif kecil, penutupan primer dapat
dilakukan dengan insisi membran omfalokel, reduksi hernia visera
dan penutupan fasia dan kulit. Ketika penutupan primer tidak
dapat dilakukan, salah satu cara konservatif yang dapat dilakukan
adalah mengoles permukaan kantong omfalokel dengan silver
sulfadiazineuntuk merangsang epitelisasi. Setelah epitelisasi
lengkap, dilakukan kompresi dengan plester elastik untuk
mereduksi isi kantong secara gradual, kembali ke rongga
abdomen.13 Untuk omfalokel yang besar dapat juga dilakukan
reduksi bertahap dengan penggunaan Silo bag.2
Pasca operasi, perlu diperhatikan dukungan respirasi, nutrisi,
serta pencegahan infeksi dengan perawatan luka dan
penggunaan
antibiotik.1,2 Pada
anak
jenis
pernapasan
abdominotorakal bersifat dominan, penutupan defek dinding
abdomen akan menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdomen yang kemudian akan mengganggu pernapasan
sehingga ventilator perlu dipasang. Dukungan nutrisi juga

berperan penting. Immediate Enteral Nutrition setelah 24 jam


pasca operasi dapat memacu motilitas usus yang terganggu
akibat edema dan mencegah malnutrisi. 9 Pasien boleh makan per
oral distensi abdomen dan produksi NGT berkurang, serta mulai
ada pasase feses.1
Prognosis pada pasien gastroskisis bergantung pada kondisi
visera yang terekspos, penebalan dinding usus > 3mm, dan
dilatasi usus > 17mm saat lahir berhubungan dengan prognosis
lebih
buruk.14 Pada
pasien
dengan
omfalokel, survival
rate mencapai 70-95% tergantung pada usia kehamilan, ukuran
defek, dan ada tidaknya anomali lain, terutama kelainan jantung
atau kromosom.1 Secara umum, pasien dengan gastroskisis
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
omfalokel. Survival rategastroskisis mencapai 90-95%.2 Pada
jangka
panjang,
pasien
yang
menjalani repairdengan
skin flap berisiko mengalami hernia ventralis.15
PEMBAHASAN
Penanganan
pertama dilakukan
sesuai
prinsip
ABC,
dengan pemberian
oksigen,
pemberian
cairan intravena dan menghambat kehilangan
air
melalui
penguapan dari defek abdomen. Salah satu tindakan yang perlu
dilakukan
sebagai
pertolongan
pertama
adalah
pemasangan urine bag untuk menutup defek abdomen. Bag ini
berfungsi untuk mencegah penguapan berlebihan dan dehidrasi,
mencegah infeksi, serta edema visera. Bag sebaiknya transparan
sehingga kondisi visera dapat dipantau. Pemasangan OGT
dilakukan untuk mencegah aspirasi serta untuk dekompresi agar
tidak terjadi dilatasi usus yang berlebihan, kemudian dapat
dipasang
kateter
urin
untuk
menilai urine outputsebagai
parameter pemantauan status hidrasi pada pasien. Pada pasien
ini ditentukan target rehidrasi adalah produksi urin mencapai 12 cc/kgBB/jam. Setelah resusitasi berhasil, defek dinding
abdomen dapat dievaluasi untuk tindakan selanjutnya.
Setelah pasien stabil, tindakan korektif dapat dilakukan. Pada
pasien
ini dilakukan
pemasangan Blood Bag (sebagai
alternatif Silo
Bag) dalam
posisi
vertikal
untuk

mencegah kinking pada mesenterium serta membantu reduksi


visera ke dalam rongga abdomen. Setelah diperkirakan dapat
dilakukan reduksi visera dengan tekanan intraabdomen yang
tidak terlalu tinggi, dapat dilakukan penutupan defek secara
definitif.
Tujuan utama dalam manajemen operatif pada pasien dengan
gastrokisis adalah mereduksi visera yang mengalami herniasi
agar masuk kembali ke dalam ronggaabdomen dan menutup
fasia serta kulit untuk menciptakan dinding abdomen yang solid
dengan umbilikus yang relatif normal. Setelah dilakukan operasi,
pasien harus dirawat di PICU untuk pemantauan ketat, tanda
vital,
status
hidrasi,
nutrisi
dan
penyembuhan
luka
pascaoperasi. Pada
hari
rawat
ke-7 pascaoperasi, pasien
hemodinamik stabil. Telah dicoba diet enteral dan toleransi
minum baik, produksi OGT jernih, dan produksi feses sudah ada
sehingga pasien sudah dapat rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Klein MD. Congenital defects of the abdominal wall. In: Coran AG, Caldamone A, Adzick NS,
Krummel TM, Laberge JM, Shamberger R (eds). Pediatric surgery. 7th ed. Philadelphia: Mosby;
2012.
Wilson RD, Johnson MP. Congenital abdominal wall defects: an update. Fetal Diagn Ther
2014;19:385-98.
Kumar P. Gastrochisis. In: Kumar P, Burton BK (eds). Congenital Malformations. Chicago:
McGraw-Hill; 2008.
Ragarwal. 2005. Prenatal diagnosis of anterior abdominal wall defect: Pictorial essay. Ind J
Radiol Imag;15:3:361-372
Blazer S, Zimmer EZ, Gover A, Bronshtein M. Fetal omphalocele detected early in
pregnancy: associated anomalies and outcomes. RSNA. 2004;232:191-5.
Grigore M, Iliev G, Gafiteanu D, Cojocaru C. The fetal abdominal wall defects using 2D and
3D ultrasound: Pictorial essay. Med Ultrason. 2012;14(4):341-7.
Hunter A, Soothill P. Gastroschisisan overview. Prenat Diagn 2002;22(10):86973.
Ledbetter DJ. Gastroschisis and omphalocele. Surg Clin N Am 2006;86:24960.
Moore-Olufemi SD, Padalecki J, Olufemi SE, Xue H, Oliver DH, Radhakrishnan RS, et al.
Intestinal edema: effect of enteral feeding on motility and gene expression. J Surg Res. 2009
Aug;155(2):283-92.

10. Chaplunik S, Suk P, Vlcek P, Korbicka J, Veverkova L, Masek M,


et al. Intraabdominal pressure and perfusion of splanchnic organs
following major surgeries in the abdominal cavity. Scripta Medica.
2006 June;79(2):85-92.
11. McGuiden RM, Mullenix PS, Vegunta R, Pearl RH, Sawin R, Azarow
KS. Splanchnic perfusion pressure: a better predictor of safe

primary closure than intraabdominal pressure


gastroschisis. J Pediatr Surg. 2006 May;41(5):901-4.

in

neonatal

12. Gross RE. A new method for surgical treatment of large omphaloceles. Surgery. 1948;24:27792.
13. Blazer S, Zimmer EZ, Gover A, Bronshtein M. Fetal omphalocele detected early in
pregnancy: Associated anomalies and outcomes. 2004. RSNA;232:191-195.
14. Baerg J, Kaban G, Tonita J, Pahwa P, Reid D. Gastroschisis: a sixteen-year review. J Pediatr
Surg. 2003;38(5):7714.
15. Swartz KR, Harrison MW, Campbell JR, Campbell TJ. Ventral hernia in the treatment of
omphalocele and gastroschisis. Ann Surg. 1985 Mar;201(3):347-50.
Posted by General Surgery FKUI at Minggu, Agustus 31, 2014

Anda mungkin juga menyukai