Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AGAMA

MUHAMMAD SALMAN ALFARIZI


NIM : B1D016181
SNT-32

UNIVERSITAS MATARAM
2016/2017

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh
ajaran Islam bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam
ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena
ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Quran dan as
Sunnah telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya
bermunculan aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bidah. Selain itu, kasus-kasus
kriminalitas yang semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu
cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku
umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang
membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut
agar kita tidak tersesat dan tetap berada di jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur
tersebut yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil
esensi dari ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat
di dunia dan di akhirat.

2. Rumusan Masalah
Makalah ini terfokuskan pada empat masalah yang akan dibahas penulis yaitu
:

Apakah pengertian Aqidah?

Apakah pengertian Syariah?

Apakah pengertian Akhlaq ?

Apa kedudukan akhlaq pada manusia ?

3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas,


maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat mempelajari aqidah.

Untuk mengetahui pengertian syariah, serta karakteristiknya di dalam


Islam.

Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara pembentukan akhlaq.

BAB II

PEMBAHASAN
1. Aqidah
A. Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata Aqoda, Yaqidu, AqdanAqidatan yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh.
Sedangkan secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan
tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah
adalah kepercayaan yang menghujam atau tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan
oleh hati dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh
yang tidak tercampur oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan
aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh
dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari
padanya.Adapun aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis
yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai
dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil
bagi

manusia,

sama

halnya

dengan

nilai

dirinya

sendiri,

bahkan

melebihinya.Sedangkan Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai


sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan
jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
B. Upaya Memperkokoh Aqidah
Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan
keimanan kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama.
Rukun ini sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita
untuk mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula
tentang Allah SWT.
C. Fungsi dan Sumber Aqidah
Ibaratnya, Aqidah adalah dasar atau pondasi mendirikan bangunan.
Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kuat dan kokoh
pondasi dibuat. Kalau dasar/pondasi lemah, bangunan itu akan roboh dan ambruk.
Tak ada bangunan tanpa dasar/pondasi.

Dalam ajara Islam, Aqidah-Akhlaq-Syariah (Ibadah dan Muamalah),


tidak bisa dipisahkan, satu sama lain saling terkait.
Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti memiliki akhlaq yang
mulia, melaksanakan ibadah sebagaimana tuntunan dan bermuamalah sebaimana
di syariatkan Allah SWT. Juga, jika seseorang berakhlaq mulia, pasti ia kuat
aqidahnya, ibadahnya dan bermuamalahnya-pun bagus dan seterusnya.
Sumber Aqidah Islam adalah Al-Quran dan as Sunnah. Artinya apa saja
yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al Quran dan oleh Rasulullah SAW
dalam as Sunnahnya, wajib di imani (diyakini dan diamalkan).
2. Syariah
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup
aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris).
Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam
tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan
tujuan dari syariah itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :

Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan


Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan
Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa

Mu'amalah,

yang

membahas

hubungan

horisontal

(manusia

dan

lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis


besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.

Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :

Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59) menjauhi
bid'ah (perkara yang diada-adakan)

Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram
(7 :33, 156-157), maka :
Tinggalkan yang subhat (meragukan)
ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan
bertele-tele

Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan


menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan

Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam


syariah (3:103, 8:46).

Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar


ma'ruf nahi munkar.
A. Perbedaan Syariah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syariah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh
memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syariah.
Keduanya ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara
keduanya.
Berikut ulasannya, Syariah terdiri dari dua bagian yaitu:
a. Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
b. Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya
(binatang dan tumbuhan).
Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti paham dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syariah yang terdiri dari
ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki
pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah
adalah Aturan yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan
hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni.
B. Ibadah dan Muamalah dalam Kehidupan Manusia

Syariah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka mendapatkan


ridha Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya
Syariat Islam kepada manusia juga memiliki tujuan yang sangat mulia. Pertama,
memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap
orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, Tidak ada paksaan dalam
memeluk agama Islam (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan
mutlak untuk memilih, ...Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir (QS. Al Kahfi,
18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat menghormati dan menghargai hak setiap
manusia, bahkan kepada kita sebagai mumin tidak dibenarkan memaksa orang-orang
kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan kebenaran-Nya adalah
kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan seolah-olah kita
butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh
keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman
seseorang.
Yang kedua, melindungi jiwa. Syariat

Islam sangat melindungi

keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat,
contohnya hukum qishash. Di dalam Islam dikenal ada tiga macam
pembunuhan, yakni pembunuhan yang disengaja, pembunuhan yang tidak
disengaja, dan pembunuhan seperti disengaja. Hal ini tentunya dilihat dari sisi
kasusnya,

masing-masing

tuntutan

hukumnya

berbeda.

Jika

terbukti

suatu pembunuhan tergolong yang disengaja, maka pihak keluarga yang


terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati
atau membayar Diyat(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda
dengan kasus pembunuhan yang tidak disengaja atau yang seperti disengaja,
di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar Diyat (denda)
sebelum qishash. Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan
perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah SWT: Dan dalam
qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa (QS. Al Baqarah, 2:179).

Yang ketiga, perlindungan terhadap keturunan. Islam sangat melindungi


keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum Dera seratus kali bagi pezina
ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina
muhshon (suami/istri, duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (An Nuur, 24:2). Ditetapkannya
hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan.
Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan
siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa
akan semrawutnya kehidupan ini.
Yang keempat, melindungi akal. Permasalahan perlindungan akal ini sangat
menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw
menyatakan, Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal),
maka tiadalah agama baginya. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan
benar mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa
menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas
dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi
lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum
Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan
akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu
kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal
tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan
baik dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat
mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang
membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk
memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan
segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman atau apa pun yang dihisap misalnya,
yang dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang diharamkan oleh Islam
adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas minuman air anggur

yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar adalah,
setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90
Allah SWT menyatakan, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (QS. Al Maaidah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk,
berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan,
karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Yang kelima, melindungi harta. Yakni dengan membuat aturan yang jelas
untuk bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan
menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri. Laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al Maa-idah, 5:38). Juga peringatan keras
sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan harta milik orang
lain dengan zalim, Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka
akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa,
4:10).
Yang keenam, melindungi kehormatan seseorang. Termasuk melindungi
nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan
fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu
betapa luar biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk
atau Dera delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan
kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman: Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan
mereka itulah orang-orang yang fasik (QS. An Nuur, 24:4). Juga dalam firman-

Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik,


yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat.
Dan bagi mereka azab yang besar (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan keras pula
untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing terhadap
sesama mumin (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang ketujuh, melindungi rasa aman seseorang. Dalam kehidupan
bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan. Allah SWT berfirman: Yang telah memberi makanan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS. Al
Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam
menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan kudeta
terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam dengan cara yang
Islami. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau
dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah,
5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi
Saw menyatakan, Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah
maka penggallah lehernya.
3. Akhlaq
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jamanya
adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq
berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq
(pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan
prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika
tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari
pengertian etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau norma

prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur
hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak
Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah
laku yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan as Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara
menurut Imam Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh
oleh seseorang sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari
penciptaan dirinya.
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul
al-madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat
terbagi menjadi dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah
SWT dan akhlaq terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan
Allah, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq
terhadap manusia terdiri dari akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri
sendiri, akhlaq terhadap keluarga, terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan
hubungan antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap
benda mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna.
Ajaran tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut
Hadis Nabi yaitu Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
A. Urgensi Akhlaq
Akhlak mendapat kedudukan yang tinggi di dalam Islam, hal ini dapat
dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Islam telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama Islam
diturunkan. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Aku diutus hanyalah
semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia (HR Malik).
Sesungguhnya realisasi akhlak yang mulia merupakan inti risalah Nabi
Muhammad saw.

2. Islam menganggap orang yang paling tinggi darajat keimanannya ialah


mereka yang paling mulia akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan Orang-orang
beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan
manusia yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya
(hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi). Selain itu
terdapat juga hadist yang artinya :
Sesungguhnya seseorang yang berakhlak baik akan mendapatkan derajat orang yang
bangun malam (beribadah), dan puasa pada siang harinya. Jadi, Kemuliaan akhlak
menunjukkan kesempurnaan iman. Kemuliaan akhlak pada akhirnya akan
mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda,
Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah ketaqwaan kepada
Allah SWT dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan manusia
masuk neraka adalah mulut dan kemaluan. (hadits hasan, diriwayatkan oleh
Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
3. Islam telah mentakrifkan Addin dengan akhlak yang baik. Dalam hadist
telah

dinyatakan

bahwa

telah

bertanya

kepada

Rasulullah

SAW. Apakah Addin itu ? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik Ini berarti bahwa
akhlak itu dianggap sebagai rukun Islam samalah keadaannya dengan wukuf
dipandang Arafah dalam bulan Haji.Berdasarkan sabda Rasulullah SAW
tersebut, Haji itu (amal haji) ialah wukuf diPadang Arafah, Wukuf di padang
Arafah adalah dianggap sebagai salah satu rukun amal haji, demikian juga
keadaannya pada akhlak.
4. Di dalam Islam, akhlak yang baik merupakan amalan utama yang dapat
memberatkan neraca amal baik di akhirat kelak. Hal ini dinyatakan dalam
hadist Rasulullah SAW yang artinya : Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam
timbangan selain akhlak yang baik (Shahih Jami). Dari hadist tersebut kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa timbangan amal baik kita diakhirat dapat
ditambah beratnya dengan akhlak yang baik. Selain itu, akhlak dan takwa
sama

kedudukannya

dari

sudut

ini,

yang

mana

kedua-duanya

merupakan perkara paling berat yang diletakkan dalam neraca akhirat. Selain
itu, Rasulullah pernah bersabda, Kebajikan itu adalah akhlak yang baik (HR
Muslim). Jadi, akhlak yang mulia adalah inti dari suatu kebajikan.

5. Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa mereka yang berjaya memenangi kasih
sayang Rasulullah SAW pada hari akhirat ialah orang yang paling baik
akhlaknya. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda Yang paling aku kasihi di
antara kamu dan yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat adalah orang
yang paling baik akhlaknya di antara kamu.
6. Keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah keberadaannya sebagai
manusia yang memiliki akhlak tinggi, mulia dan agung. Akhlak ini dimiliki
Beliau SAW semenjak belum menjadi nabi dan rasul, sebagaimana
pernyataan Ummul Mukminin Khadijahra, Demi Allah, Dia tidak akan
menghinakanmu selamanya, demi Allah, engkau menyambung hubungan
silaturrahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, membantu yang tidak berpunya,
menyuguhkan penghormatan untuk tamu dan membantu mereka yang terkena
musibah (HR Bukhari). Selain itu terdapat juga dalam firman Allah Surah
Al-Qalam ayat 4 Sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang luhur. Walau
begitu Beliau SAW tetap sering berdoa Tuhanku, tunjukilah aku akhlak yang
paling baik.
7. Syiar-syiar ibadah Islam di antaranya dimaksudkan untuk menggapai akhlak
yang mulia. Shalat misalnya, dimaksudkan untuk mentarbiyah dan mendidik
manusia agar berhenti dari segala perbuatan keji dan munkar (QS AlAnkabut: 45). Ibadah puasa dimaksudkan untuk menggapai tingkatan taqwa
(QS Al-Baqarah: 183). Berkaitan dengan ibadah puasa ini, Rasulullah SAW
bersabda, Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu (bohong),
maka tidak ada keperluan bagi Allah swt terhadap puasa seseorang yang hanya sekadar
meninggalkan makan dan minum (HR Bukhari). Zakat, infak dan sedekah, di
antara rahasianya adalah untuk menyucikan dan membersihkan jiwa dari berbagai sifat
buruk dan tercela (QS At-Taubah: 103). Sedangkan ibadah haji difardhukan oleh
Allah agar orang yang beribadah haji terlatih untuk tidak berkata kotor, tidak
berbuat fasik, dan tidak banyak berdebat kusir (QS Al-Baqarah: 197).
B. Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber
akhlaq adalah Al-Quran dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan

masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mutazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara (Al-Quran dan as Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai
baik?tidak lain karena syara menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain karena Syara menilainya demikian.
C. Akhlak Dalam Kehidupan Manusia

1. Akhlak kepada Allah


a. Mensyukuri nikmat Allah (QS Al-Baqarah, 2: 52)

Artinya: kemudian sesudah itu Kami maafkan


kesalahanmu, agar kamu bersyukur.
b. Malu berbuat dosa (QS An Nahl: 19)

Artinya: dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa
yang kamu lahirkan.
c. Allah sebagai tempat pengharapan (QS Al Huud: 56)

Artinya : Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan


Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun[723] melainkan Dia-lah
yang memegang ubun-ubunnya[724]. Sesungguhnya Tuhanku di atas
jalan yang lurus[725]."
[723] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk
Allah yang bernyawa.

[724] Maksudnya: mengusainya sepenuhnya.


[725] Maksudnya: Allah selalu berbuat adil.
2. Akhlak kepada diri sendiri
Beberapa cara memperbaiki diri :
Taubatun nashuha (QS At Tahrim: 8)
Muroqobah: senantiasa merasa dalam pengawasan Allah (QS Al-Baqarah:
235)

Muhasabah: evaluasi diri (QS Al Hasyr: 18)

Mujahadah: bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (QS Al ankabut: 69, QSYusuf:


53)

3. Akhlak kepada orang lain


Taat dan patuh kepada orang tua. QS Lukman: 15, Harus taat dan
patuh pada orang tua, namun jika orang tua memaksa berbuat jahat,
kita tidak boleh mengikuti.
4. Akhlak kepada masyarakat
Amar maruf nahi munkar.
Menyebarkan rahmat dan kasih sayang.
5. Akhlak kepada lingkungan
Mengelola dan memelihara lingkungan hidup.
Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi, perbedaan antara aqidah, syariah, dan akhlak adalah aqidah yang
merupakan pegangan seorang muslim dalam meyakini dan mengimani Allah
SWT dan Islam. Syariah sebagai jalan, aturan, dan tindakan konkret berupa
ibadah kepada Allah SWT setelah meyakini dan terbentuknya aqidah yang benar.
Akhlak adalah perilaku, kebiasaan, dan budi pekerti sebagai aplikasi aqidah dan
syariah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik

dalam

bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat


mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan
makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai