Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit untuk
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada individu. Ada empat pasang
sinus parasanal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Pansinusitis adalah suatu peradangan atau inflamasi semua sinus paranasal.
Apabila yang terkena lebih dari satu sinus disebut dengan multisinusitis.
Etiologi sinusitis adalah berdasarkan klasifikasinya yang terdiri dari
sinusitis akut, subakut dan kronik. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur, dan berbagai penyebab lainnya, sedangkan sinusitis kronik
disebabkan oleh Polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensiimunologik yang
menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung.
Gejala klinis pada sinusitis terdiri dari gejala subyektif dan gejala objektif.
Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta
gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat
pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke
tempat lain. Gejala obyektif pada sinusitis, tampak pembengkakan pada muka.
Diagnosis sinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi, transiluminasi, dan sinoskopi.
Penatalaksanaan pada sinusitis berdasarkan dengan klasifikasi sinusitis.
Pengobatannya terdiri dari pengobatan medikamentosa dan operasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Pansinusitis

Pansinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Umumnya


disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.
Definisi lain menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan
membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal .Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis.
Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi
sinusitis maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena :
Merupakan sinus paranasal terbesar,
Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus

maxilla hanya tergantung dari gerakan silia


Dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris),

sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla


Ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
II.2 Anatomi
Hidung adalah organ penciuman dan jalan utama untuk udara
masuk dan keluar dari paru. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di
sepanjang superior dan bagian lateral rongga hidung. Sinus-sinus ini
membentuk rongga di dalam tulang wajah yaitu sinus maxillaris, sinus
frontalis, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis.

Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal

a. Sinus Maxillaris
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus
maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial
os maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.
b. Sinus Frontalis
Sinus frontal yang terletak di os frontal. Sinus frontal biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh
tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga
infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resessus frontal. Resessus
frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.
c. Sinus Ethmoidalis
Sinus etmoid berongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang
terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan
letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di
meatus superior.
d. Sinus Sphenoidalis
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri
media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di

sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah


pons.

Gambar 2. Sinus Paranasal

II.3 Fisiologi Sinus Paranasal


a. Sebagai Pengatur Kondisi Udara (Air Conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembapan udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam
ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali
bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara
total dalam sinus.
b. Sebagai Penahan Suhu (Thermal Insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu Keseimbangan Kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya
akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,
sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
d. Membantu Resonansi Suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan


mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonator yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi antara resonansi
suara dan besarnya sinusa pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu Produksi Mukus
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
disbanding dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena
mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
II.4 Etiologi
Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab
sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh
yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan
dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang
ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap
tembakau dan lain-lain. Adapun etiologinya adalah :
Virus
Virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus
yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus.
Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung
dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat
meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis
antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan

adenovirus
Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan
penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain:
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella
cataralis,

Streptococcus

alfa,

Staphylococcus

aureus

dan

Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama


dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik

berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi


mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung
bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri
anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan

Veillonella).
Jamur
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif,
dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur
penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan

Zygomycetes.
II.5 Patofisiologi
Sinus paranasal ditemukan normal steril dalam keadaan fisiologis.
Sekresi yang dihasilkan oleh sinus dialirkan melalui silia melalui ostia dan
keluar melalui rongga hidung. Mukus yang dihasilkan juga mengandung
substansi antimikroba dan zat-zat yang berfungsi untuk mekanisme
pertahanan tubuh. Pada orang normal, laju sekresi selalu menuju ke ostia
yang mencegah adanya kontaminasi pada ruang sinus. Ostium sinus
maksilaris hanya berdiameter 2,5mm, apabila ada edema mukosa sebesar
1-3mm, akan menyebabkan kongesti (dapat disebabkan oleh alergi, virus
iritasi bahan kimia) dan obstruksi dari sekresi sinus. Keadaan ini
menimbulkan tekanan negatif di dalam sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi serosa.
Mukus yang terhambat ini, apabila terinfeksi akan menyebabkan
sinusitis. Ada hipotesa mekanis yang mengatakan bahwa karena rongga
sinus ini berhubungan dengan rongga hidung, maka koloni bakteri dari
nasofaring

dapat

menginfeksi

rongga

sinus.

rhinosinusitis berhubungan dengan 3 faktor, yaitu :

Patofisiologi

dari

1. Obstruksi jalan keluar sekresi sinus.


Obstruksi dari ostia sinus mencegah drainase yang
baik.ostia dapat tertutup oleh pembengkakan mukosa atau karena
penyebab lokal (trauma, rinitis), dapat juga oleh reaksi inflamasi
yang disebabkan oleh penyakit sistemik dan gangguan imunitas.
Obstruksi mekanik yang disebabkan oleh polip hidung, benda
asing, septum deviasi atau tumor juga dapat menyebabkan
obstruksi ostia. Biasanya, batas mukosa yang edematous memiliki
penampilan bergigi, tetapi dalam kasus yang parah, mukus dapat
benar-benar mengisi sinus, sehingga sulit untuk membedakan
prosesalergi dari sinusitis infeksi. Secara karakterisitik, semua
sinus paranasal dan konka yang berdekatan membengkak. Air fluid
level dan erosi tulang tidak ditemukan pada sinusitis alergi ringan,
tetapi pembengkakan mukosa disertai buruknya drainase sinus
dapat dicurigai adanya infeksi sekunder bakteri.
2. Kelainan pada mukosiliar
Drainesa sinus paranasal bergantung

pada

gerakan

mukosiliar, bukan bergantung pada gravitasi. Koordinasi dari sel


epitel kolumner bersilia menyebabkan drainase selalu menuju ke
ostia sinus. Ada beberapa hal yang dapat mengganggu fungsi
mukosilia ini, yaitu berkurang sel epitel bersilia, aliran udara yang
tinggi, virus, bakteri, sitotoksin lingkungan, mediator inflamasi,
udara dingin/kering, jaringan parut, asap rokok, dehidrasi, obat
antihistamin dan antikolinergik, serta kartagener sindrom.
3. Berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.
Adanya kurangnya sekresi atau hilangnya kelembapan pada
permukaan yang tidak dapat terkompensasi oleh kelenjar mukus
dan

sel

goblet

mukus

menjadi

sangat

kental.Berubahnya

konsistensi mukus menjadi lebih kental menyebabkan drainase

menuju ostia berjalan lambat, dan mukus ini akan tertahan untuk
beberapa waktu.
Inflamasi

akut

dari

mukosa

sinus

menyebabkan

hyperaemia, eksudasi cairan, keluar sel PMN dan meningkatnya


akticitas dari kelenjar serosa dan mukus.Tergantung pada virulensi
organisme, daya tahan tubuh host, dan kemampuan dari ostium
sinus untuk drainase. Pada awalnya, eksudat serous lama kelamaan
dapat menjadi purulen. Bahkan pada infeksi yang cukup berat dan
lama,

dapat

menyebabkan

perubahan

pada

mukosa

(hipertrofi/atrofi), silia rusak, pembentukan polip dan destruksi


dinding tulang yang berujung pada komplikasi.
II.5 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Akut
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas.
Gejala subjektif dibagi menjadi gejala sistemik, yaitu demam dan lesu,
serta gejala gejala lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental, post
nasal drip, halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri
di daerah sinus yang terkena, serta kadang disertai nyeri alih ke tempat
lain.
a) Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore. Pada sinusitis
maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar
ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan
depan telinga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk dan batuk iritatif non produktif
b) Sinusitis Ethmoidalis
Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)
seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
menimbulkan selulitis orbita pada anak. Pada dewasa seringkali
bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai
penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala
berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila

mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan


sumbatan hidung.
c) Sinusitis Frontalis
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di
atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan pembengkakan supra orbita.
d) Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital,
di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini
lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya

sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya .


Kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis.
Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
paru seperti bronkitis, bronkiektasis dan yang penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang

tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis


2. Pemeriksaan Fisik
Akut
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata
atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila
ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan
edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid
anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan
pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak
keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan
polip,tumor maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita
harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai. Pada rinoskopi
posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

10

Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama


kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan
pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien
disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika positif
sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung. Pada
pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus

yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal
Kronik
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan
sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat
juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi
posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada sinus
yang terinfeksiakan terlihat suram dan gelap.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas,
pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Pemeriksaan foto
polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling utama
untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur
tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus
paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadangkadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup
ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri
atas berbagai macam posisi antara lain:
a) Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak
pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada
dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak
lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

11

Gambar 3. Gambar posisi Caldwell.

Gambar 4. Gambar foto polos sinusitis maxillaris.

Gambar 5. Air fluid level sinus maxilla posisi Caldwell

12

b) Foto lateral kepala


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di
luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus
maksilaris berhimpit satu sama lain. Pada sinusitis tampak
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen pada
satu atau lebih sinus para nasal , penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

Gambar 6. Gambar foto polos sinusitis frontalis.

Gambar 7. Air fluid level pada Sinus Maxilla (foto lateral)


c) Foto kepala posisi Waters
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap
film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film.Pada
foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada

13

dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat


dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat
menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik

Gambar 8. Gambar foto sinusitis maxillaris posisi waters

d) Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien
menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film.
Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella
turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis
dan dinding posterior sinus maxillaris

Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik
yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan

14

ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus


dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.
Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus
sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan,
maka tampak kelainan pada mukosa berupa penebalan.

Gambar 9. Foto normal CT- Scan

Gambar 10. Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan


gambaran sinusitis maxilla dengan penebalan dinding mukosa di sinus
maxilla kanan
Pansinusitis adalah suatu keadaan dimana terdapat perselubungan pada
seluruh sinus-sinus. Apabila perselubungan masih tetap ada sampai 2-3
minggu setelah terapi konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan.
Hal-hal yang mungkin terjadi pada kasus tersebut, ialah:
o Kista retensi yang luas, pada pemeriksaan CT-Scan terlihat
gambaran air fluid level
o Polip yang mengisi ruang sinus
o Polip antrakoana
o Masa pada kavum nasi yang menyumbat sinus

15

o Mukokel, pada foto polos tampak gambaran radioopak berbatas


tegas berbentuk konveks dengan penebalan dinding mukosa
disekitarnya. Pada mukokel didaerah sinus etmoidalis sukar
dideteksi dengan foto polos, tetapi dapat dideteksi dengan
pemeriksaan CT.
o Tumor

Gambar 11. CT-scan pansinusitis akut bilateral.

Pemeriksaan MRI
MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan
struktur jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus
suspek tumor dan sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam mengevaluasi
sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran
tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu

16

lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang


relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia.
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik
untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural.

Gambar 11. Gambar MRI sinusitis maxillaris dan etmoid kiri.

Pemeriksaan mikrobiologis
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring
biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari
hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung
posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis
dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena.
Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis
bakteri. Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat

harus diketahui benar jenis bakterinya penyebab sinusitisnya.


Sinuskopi
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan
informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang
ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus. Yang
menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu
keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.

II.6 Diagnosis Banding


1. Rinitis alergika
2. Tumor sinus

17

3. Polip nasi
4. Kista sinus
5. Benda asing di rongga hidung.
II.7 Terapi
Tujuan terapi ialah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi dan mencegah akut menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di kompleks ostio-meatal (KOM) sehingga drainase
dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Penatalaksanaan Medis
1) Terapi medikamentosa
Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi
mukosilia dan mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi
virus tidak memerlukan antibiotika. Terapi standart nonantibiotika
diantaranya topical steroid, dan atau oral decongestan, mucolytics,
dan intranasal saline spray. Sedangkan untuk terapi sinusitis akut
bacterial diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empiric.
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau
cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral +
topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin
atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada
perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni
amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi
II, makrolid dan terapi tambahan
2) Drainase
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang
pendek (Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah
yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum
membaik, maka dilakukan pencucian sinus. Untuk sinusitis maxillaris
dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis
ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan
pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam
seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis

18

masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah

radikal.
Penatalaksanaan Bedah
Harus dipertimbangkan penatalaksanaan bedah untuk mempermudah
drainase sinus yang terkena serta mengeluarkan mukosa yang sakit. Hal ini
diperlukan :
o Bila terancam komplikasi
o Untuk menghilangkan nyeri hebat
o Bila pasien tidak berespon terhadapat terapi medis.
1) Pembedahan Radikal
Pembedahan radikal yaitu pengangkatan mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maxillaris
dilakukan operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus ethmoidalis
dilakukan ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung
(intranasal) atau dari luar (ekstranasal). Drainase sekret pada sinus
frontalis dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar
(ekstranasal) seperti dalam operasi Kilian. Drainase sinus sphenoidalis
dilakukan dari dalam hidung (intranasal).
2) Pembedahan Non-Radikal
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskop
Fungsional (BSEF). Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan
daerah kompleks ostiomeatal yang menjadi sumber sumbatan dan
infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali
melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali
normal.

II.8 Prognosis
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki
prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan
telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien

19

membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami


kekambuhan.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007.
2. Pletcher A. Higler,MD. BOIES Buku ajar penyakit THT. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC. 2012
3. Itzhak Brook,MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Diunduh dari
http//emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0156
4. Russell A.Faust, PhD,MD. Development Of The Paranasal Sinuses In
Children. In: Ask The Boogor Doctor. 2010. Diunduh dari
http://www.boogordoctor.com/2012/02/development-of-the-paranasalsinuses-in-children

20

5. Snell Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran Edisi 6.Jakarta


: EGC. 2006
6. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi
Radiodiagnostik Departemen Radiologi FKUI. 2005

Anda mungkin juga menyukai