Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Islamic Studies atau Dirasat Islamiyah, ilmu kalam (`ilm al-kalm)
termasuk kajian yang pokok dan sentral. Ilmu ini termasuk rumpun ilmu
ushuluddin (dasar-dasar atau sumber-sumber pokok agama). Begitu
sentralnya kedudukan ilmu kalam dalam Dirasat Islamiyah sehingga ia
menawari, mengarahkan sampai batas-batas tertentu "mendominasi" arah,
corak, muatan materi dan metodologi kajian-kajian keislaman yang lain,
seperti fikih, (al-ahwal al-syakhsyiyah, perbandingan mazdhab, jinayahsiyasah), ushul fiqh, filsafah (Islam), ulum al-tafsir, ulum al-hadist, teori dan
praktik dakwah dan pendidikan Islam, bahkan sampai merembet pada
persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ekonomi dan politik
Islam.
Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebihlebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak
mengatakan tidak siap-ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang
budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh
menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan
bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul,
bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam
alam praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Ajaran Islam, yang sumber ajarannya berasal dari Al-quran dan sunnah
Nabi, diyakini oleh umat Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan
yang diproduksi oleh perputaran zaman. Pada dasarnya Islam itu satu, tetapi
pada kenyataannya bahwa tampilan Islam itu beragam, karena lokasi
penampilannya mempunyai budaya yang beragam, perubahan jaman telah
membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda. Misalnya, ada
komunitas yang senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan,
ada pula yang senang pemerintahan republik. Bahkan, ada yang ingin kembali

ke pemerintah bentuk khilafah Ada yang terikat dengan teks Al-Quran dan
Hadis dalam memahami ajaran Islam.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana Pengenalan Terhadap Kalam Modern dan Kontemporer
2. Bagaimana Syekh Muhammad Abduh
3. Bagaimana Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)
4. Bagaimana Pokok-Pokok Pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh
dan Sayyid Ahmad Khan
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Pengenalan Terhadap Kalam Modern dan
Kontemporer
2. Untuk mengetahui Bagaimana Syekh Muhammad Abduh
3. Untuk mengetahui Bagaimana Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)
4. Untuk mengetahui Bagaimana Pokok-Pokok Pemikiran Kalam Syekh
Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengenalan Terhadap Kalam Modern dan Kontemporer

1. Kalam Modern
Ilmu kalam atau Teologi termasuk salah satu bidang study Islam yang
amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun oleh masyarakat pada
umunya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam
menjelaskan berbagai masalah yang muncul dimasyarakat. Keberuntungan
atau kegagalan seseorang dalam kehidupannya sering di lihat dari sisi
Teologi.Dengan kata lain, berbagai masalah yang terjadi di masyarakat
seringkali dilihat dari sudut teologi.
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ialah Ilmu yang berisi alasan
alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan
menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang
yang menyeleweng dari kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli
Sunnah.1
Namun dalam perkembangan selanjutnya Ilmu Teologi juga berbicara
tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan keimanan serta akibatakibatnya, seperti masalah iman, kufur, musyrik, murtad, masalah
kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya dan
lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan
ilmu ini, teologi juga disebut dengan Ilmu Tauhid, Ilmu Ushulludin, Ilmu
Aqaid, dan Ilmu Ketuhanan.
Dari beberapa pendapat di atas segera dapat diketahui bahwa teologi
adalah adalah Ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah
ketuhanan serta berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan
dalil-dalil

yang

meyakinkan.

Dengan

demikian,

seseorang

yang

mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana cara-cara untuk memiliki


keimanan dan bagaimana pula cara menjaga keimanan tersebut agar tidak
hilang atau rusak.
2. Kalam Kontemporer
Pemikiran kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran
pada masa klasik seperti pemikiran yang dikemukakan berbagai golongan
aliran seperti Khawarij, Jabariyah dan sebagainya yang masih bisa dipakai
sesuai perkembangan zaman yang berlaku dengan pemikiran pada masa
1 Abdul Rozak, 2001. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia) Hal. 47

modern seperti pemikiran Syekh Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal,


dsb. Gabungan pemikiran ini terlahir pada saat umat Islam dalam masa
kemunduran sehingga ketika pemikiran Syekh Muhammad abduh
terpublikasi, banyak orang yang tersadar akan monotonnya perkembangan
pemikiran yang memotivasi dan menimbulkan berbagai perubahan dalam
cara pandang umat Islam.
Pola pikir dan logika yang digunakan dalam ilmu kalam tradiosional
(aqidah, doktrin, dogma) adalah pola pikir deduktive, pola pikir yang
sangat tergantung pada sumber utama (teks). Sejauh yang diketahui bahwa
pola pikir deductive hanyalah salah satu saja daripola pikir yang ada.
Masih ada yang disebut dengan inductive dan abductive. Pola pikir
inductive mengatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari realitas
empiris-historis. Realitas empiris-historis yang berubah-ubah, yang bisa
ditangkap oleh indera dan dirasakan oleh pengalaman dan selanjutnya
diabstraksikan menjadi konsep-konsep, rumus-rumus, ide-ide, gagasangagasan, dalil-dalil yang disusun sendiri oleh akal pikiran.2
Dalam pola pikir inductive tidak ada sesuatu apapun yang disebut ilusif.
Semua yang dikenal oleh manusia dalam dunia konkret ini dapat dijadikan
sebagai bahan dasar ilmu pengetahuan, tidak terkecuali ilmu kalam. Tapi
menurut Amin Abdullah, dalam analisis sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan (history of science) pola pikir deductive dan inductive
dianggap sudah tidak memadai lagi untuk dapat menjelaskan secara cermat
tata

kerja

diperolehnya

ilmu

pengetahuan

yang

sesungguhnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan era abad 20 memunculkan kategori baru


dalam pola pikir keilmuan, yaitu pola pikir abductive. Pola pikir ini lebih
menekankan the logic of discovery dan bukan the logic of justification.
Pengujian secara kritis terhadap apa yang dapat disebut sebagai bangunan
keilmuan, termasuk didalamnya rumusan manuasia tentang keilmuan
agama atau rumusan-rumusan aqidah dapat dikaji kembali validitas dan

2 Abdul Rozak, 2001. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia) Hal. 49

kebenarannya melalui pengalaman-pengalaman yang terus-menerus


berkembang dalam kehidupan praksis sosial yang actual.
Persoalan-persoalan yang dihadapi pada masa sekarang ini lebih
diwarnai oleh isu-isu yang menuntut masalah kemanusiaan secara
universal. Isu seperti demokrasi, pluralitas agama dan budaya, hak asasi
manusia, lingkungan hidup, kemiskinan struktural menjadi tantangan
sekaligus menjadi agenda persoalan yang dihadapi oleh generasi kini. Isuisu tersebut jelas berbeda dengan isu-isu abad tengah dan zaman klasik
yang biasa diangkat dalam kajian kalam dan falsafah Islam klasik.
Ketika dihadapkan kepada isu-isu tersebut pengembangan dan
pembaharuan pemikiran ilmu kalam memang merupakan keniscayan.
Tahapan awal dalam upaya mengembalikan keseimbangan antara bobot
pemikiran ilmu kalam klasik yang bermuatan moralitas normatif dan
tuntutan perkembangan ilmu pengetahan kontemporer yang bersifat
empiris mutlak diperlukan kritik epistemologis yang mendasar.
Selanjutnya upaya rekonstruksi harus menuju sebuah format teologi
yang bisa berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran yang
berjalan saat ini.3
Untuk itu objek kajian ilmu kalam klasik yang bersifat transendentspekulatif, seperti pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan, yang relevansinya
kurang jelas dengan kehidupan masa kini harus diganti dengan kajian yang
lebih aktual, seperti hubungan Tuhan dengan manusia dan sejarah, korelasi
antara keyakinan agama dengan pemeliharaan keadilan dan masih banyak
lagi aspek lain. Bahkan Hassan Hanafi, seorang filosuf Muslim
kontemporer secara radikal melontarkan tentang perlunya diupayakan
pergeseran wilayah pemikiran yang dahulu hanya memusatkan perhatian
kepada persoalan-persoalan ketuhanan (teologi) ke arah paradigma
pemikiran yang lebih menelaah dan mengkaji secara serius persoalan
kemanusiaan (antropologi).
Begitu pula sumber kebenaran ilmu kalam kontemporer, tidak hanya
terpusat pada wahyu dan dataran konsep yang dipikirkan tapi secara
3 Nasution, Harun, Dr, Prof. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan
Gerakan. (Jakarta: PT Bulan Bintang) Hal. 171

metodologis harus menerima masukan dari produk barbagai disiplin


keilmuan

kontemporer.[30]

Nancy Murphy, seorang ahli

teologi

mengatakan bahwa teori koherensi sebagai kriteria kebenaran dalam kajian


teologi (Teologi Islam, pen.) klasik, pada ilmu kalam kontemporer bukan
lagi

satu-satunya

pilihan

epistemologis

Para

penganut

modernis

mengasumsikan bahwa individu merupakan seorang yang cakap sama


halnya dengan yang lain untuk membentuk berbagai kepercayan dan
mengucapkan bahasa (pembimbing bagi lainnya). Pengetahuan dan bahasa
masyarakat hanyalah semata-mata koleksi dari individu-individu. Akan
tetapi dalam priode posmodernism, komunitas memainkan sebuah aturan
yang sangat penting. Komunitas ilmuanlah yang memutuskan kapan
berbagai fakta dipandang telah menyimpang secara serius. Komunitas
harus menetapkan dalam hal apa perubahan dilaksanakan dan bagaimana
ia dilakukan. Aturan-aturan permainan bahasa dimana seorang terlibat
secara pribadi di dalamnya dan menentukan apa yang semestinya
dikatakan atau tidak dikatakan adalah sesuatu yang semestinya mendapat
perhatian. Pendek kata, bahasa dan apa yang diketahui merupakan praktekpraktek yang tidak pernah lepas dari tradisi, keduanya adalah prestasi
komunitas.4

B. Syekh Muhammad Abduh


Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah di lahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten AlBuhairah,Mesir, pada tahun 1849 M. Beliau berasal dari keturunan
bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang
suka meberi pertolongan. Kekerasan yang ditetapkan penguasa-penguasa
Muhammad Ali alam memungut pajak menyebabkan penduduk pindah-

4 Nasution, Harun, Dr, Prof. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan
Gerakan. (Jakarta: PT Bulan Bintang) Hal. 173

pindah tempat untuk menghindarinya. Abduh mulai dilahirkan dalam kindisi


yang penuh kecemasan ini.
Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tatan tempat ini
menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Akan tetapi, sistem pembelajaran
di sana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun di sana, ia
memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani, seperti saudara-saudara
atau kerabatnya. Waktu kembali ke desa, ia di nikahkan saat ia berumur 16
tahun. Semula ia berkekas untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi akhirnya
kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak
mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin AlAfghani. Atas jasanya, Abduh berkata, ia telah membebaskanku dari penjara
kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbingku menuju ilmu
pengetahuan.5
Setelah merampungkan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh
melanjutkan studi Al-Azhar pada bulan februari 1866.
Pada tahun 1871, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) tiba di Mesir. Saat
itu, Abduh menjadi mahasiswa Al-Azhar. Kehadirannya di sambut Abduh
dengan

menghadiri

pertemuan-pertemuan

ilmiyahnya.

Untuk

yang

selanjutnya, ia menjadi murid kesayangan Al-Afghani.


Lalu, Afghani yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang sosial
dan politik. Artikel-artikel pembaruannya banyak dimuat di surat kabar AlAhram di Kairo.
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada pada tahun 1877 dengan
gelar alim, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, kemudian da Dar Ulum dan
di rumanhya. Tak lama kemudian Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun
1879 karena dituduh mengadakan gerakan penenyangan terhadap Khadewi
Taufiq, Abduh juga di pandang ikut campur di dalamnya, di buang di Kairo.
Pada tahun 1880 ia di peroleh kembali ke ibu kota kemudian di angkat
menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir, Al-Waqai AlMishriyah. Pada waktu bersamaan, kesadaran nasional Mesir mulai tampak.

5 Abdul Rozak, 2001. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia) Hal. 89

Di bawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu membuat artikel-artikel


tentang ugernes nasionl Mesir di samping berita-berita resmi.
Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh
ketika itu masih memimpin surat kaar Al-Waqai dituduh terlibat dalam
revolusi besar tersebut, sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk
mengasingkannya selama tiga tahun dengan memberi hak kepadanya untuk
memilih tempat pengasingannya, Ia pun memilih Suriah. Dia menetap selama
satu tahun. Kemudian ia menyusul gurunya, Al-Afghani yang ketika itu
berada di Paris.
Di sana mereka menerbitkan surat kabarAl-Urwah Al-Wutsqa pada tahun
1884. Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak menghendaki
kebebasan berfikir dan modern .
Pendapatnya mulai mengarah juga kepada para fukaha yang masih
memperselihkan masalah furuiyyah. Yang bertujuan mendirikan Pan Islam
serta menentang penjajah Barat, khususnya Inggris.
Pada Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar terseut ke inggris untuk
menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir.[8]
Tahun 1899, Abduh di angkat menjadi multi Mesir. Kedudukan tinggi iu di
pegangnya ia meniggal dunia tahun 1905.6

C. Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)


Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut
kterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi MuhammadSAW.
Melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi adalah pembesar istana pada
zaman Alamghir II (1754-1759). Sejak kecil, beliaumendapat didikan
tradisional dalam pengetahuan agama, disamping juga belajar bahasa Arab
dan bahasa Persia.beliau orang yang rajin membaca buku dalam berbagai
ilmu pengetahuan.
Pada waktu berusia 18 tahun ia bekerja di Serikat India Timur.
Pengaruhnya beliau di Serikat India Timur khususnya di dunia Islam diakui
6 Nasution, Harun, Dr, Prof. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan
Gerakan. (Jakarta: PT Bulan Bintang) Hal. 179

cukup besar. Beliau pengliham utama kebangkitan orang Islam di masa abad
19, langsung atau tidak langsung beliau berperan dalam pengorganisasian
beberapa gerakan masa dan gerakan reformis diseluruh umat Islam. Di
dalamnya termasuk gerakan modernis dan khalikah di india, gerakan
nasionalis dan modernis di Mesir, gerakan persatuan dan kemajuan di Turki.
kemudian ia bekerja pla sebagai hakim. Pada tahun 1846, ia pulang kembali
ke Delhi dan mempergunakan kesempatan itu untuk belajar.
Di Delhi ia dapat melihat langsung peninggalan-peninggalan kejayaan
islam dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuka muslim, seperti Nawab
Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan, Hakim Mahmud Khan, Nawab
Aminuddin. Semasa Delhi ia mulai mengarang, karangan yang pertama yaitu
Asar As-Sanadid.
Pada tahun 1855, ia pindah ke Bijnore,di tempat itu juga ia tetap
mengarang buku-buku penting tentang islam di India. Pada saat melihat
keadaan rakyat Delhi, Sayyid Ahmad Khan sempat berpikir untuk
meninggalkan India menuju Msir, tepai ia sadar untuk memperjuangkan umat
islan Iindia menjadi maju.
Berusaha untuk menjadi

terjadinya

kekerasan.

Usahanya

dalam

pendidikakan untuk bangsa India sangat besar karena pada tahun 1861, ia
mendirikan sekolah Inggris di Murabadad. Hingga akhir hayatnya ia
mementingkan pendidikan umat Islam India. Pada tahun 1878, ia juga
mendirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental College (MAOC) di
Aligarh yang merupakan karyanya yang paling bersejarah dan berpengaruh
untuk memajukan umat Islam India.
Membentuk All India Muhammadan Educational Conference yang
bertujuan untuk memajukan pendidikan Islam di bidang kaum muslim.
Sebagai pemikir Islam di bidang Pendidikan, banyak karya tulis yang di
hasilkannya seperti tafsir Alquran 6 jilid, Tabyin al-Kalam 1862 tentang
bible dan Asbab Baghawat i-Hind 1858 dan Essai and the life of Muhammad
1870 (biografi Nabi Muhammad).

Hingga akhir ayatnya beliau selalu mementingkan pendidikan umat Islam


India40) dan meninggal dunia pada tahun 1989.7
D. Pokok-Pokok Pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh dan Sayyid
Ahmad Khan
1. Pemikiran-pemikiran Kalam Muhammad Abduh
a. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran
Abduh, sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu:
Membebaskan akal pemikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang
menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagai mana haknya
salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3 Hijriah), sebelum timbulnya
perpecahan yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, AlQuran.
Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam
percakapan resmi di kantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisantulisan media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan
ummat Islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub,
kondisi ummat Islam saat ini dapat digambarkan sebagian suatu
masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapt pintu ijtihad,
mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah atau mengistibnat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan
hasil karya pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal
(jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas dasar kedua fokus pikiran nya itu, Muhammad Abduh
memberikan peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution
menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang
lebih tinggi kepada akal daripada Mutazilah. Menurut Abduh akal
dapat mengetahui hal-hal berikut ini:
1) Tuhan dan sifat-sifatnya
2) Keberadaan hidup diakhirat
7 Gibb, H.A.R. 2005. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein, (Jakarta:
Rajawali press) Hal. 110

10

3) Kebahagiaan jiwa diakhirat bergantung pada upaya mengenal tuhan


danberbuat baik, sedangkan kesengsaraanya bergantung pada sikap
tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat
4) Kewajiban manusia mengenal tuhan
5) Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat
untuk kebahagiaan diakhirat
6) hukum-hukum mengenai kewajiban itu.
Dengan memperhatikan perbandingan Muhammad Abduh tentang
peranan akal diatas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu
baginya adalah sebagai penolong (al-mumin). kata ini pergunakan
untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia.
Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan
kehidupan alam akhirat. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar
prinsip-prinsip umum yang dibawanya. Menyempurnakan akal tentang
tuhan dan sifat-sifatnya. Dan mengetahui cara beribadah serta berterima
kasih pada Tuhan. dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi
sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan
pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan
salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak
didasarkan pada akal. Islam, kata nya, adalah agama yang pertama kali
mengikat

persaudaraan

antara

akal

dan

agama.

Menurutnya,

kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal, wahyu


yang dibawa nabi tidak mungkin bertententangan dengan akal. Kalau
ternyata keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat
penyimpangan

dalam

tataran

interpretasi

sehingga

diperlukan

interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.


Bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga
mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang
ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya,
ia bukan manusia lagi, tetapi mahluk lain. Manusia dengan akalnya
mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya.
Kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya

11

sendiri, dan

selanjutnya mengwujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada


dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai
kebebasan dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan
kemauan, faham perbuatan yang dipaksakan manusia atau Jabariyah
tidak sejalan dengan pandangan hidup Muhammad Abduh. Manusia,
menurutnya, mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam
memilih, namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut orang
yang mengatakan manusia mempunyai kebesan mutlak sebagai orang
b.

yang angkuh.8
Sifat-Sifat Tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Adapun mengenai
sifat itu termasuk asensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa
hal itu terletak di luar kemampuan menusia. sungguhpun demikian,
Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat
bahwa sifat termasuk asensi Tuhan walaupun tidak secara tegas

c.

mengatakannya.
Kehendak Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh
melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi
kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan
kepada manusia dalam mengwujudkan perbuatan -perbuatannya.
Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi oleh Sunnatullah yang telah
ditetapkannya. Didalamnya terkandung arti bahwa Tuhan dengan
kemauan-Nya

d.

sendiri

telah

membatasi

kehendak-Nya

dengan

Sunnatullah Sunnatullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.


Keadilan Tuhan
Karena memberi daya besar kepada akal dan kebebasan manusia,
Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau
alam ini bukan hanya dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi juga dari
segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam

8 Gibb, H.A.R. 2005. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein, (Jakarta:
Rajawali press) Hal. 126

12

ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan


Tuhan yang tidak membawa mamfaat bagi manusia. Adapum masalah
keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari segi kemaha
sempurnaan-Nya, tapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat
ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidak
e.

adilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.


Antrofomorfisme
Karena Tuhan termasuk kedalam alam rohani, rasio tidak dapat
menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani. Abduh,
yang memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak
mungkin asensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh
mahluk dialam ini. Kata-kata wajah, tangan, duduk sebaginya mesti
difahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab
kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Quran
bearti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy bearti pengetahuan.
Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan

f.

yang bersifat rohan

itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata

kepalanya dihari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa


orang yang percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada suatupun
dari mahluk yang menyerupai tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan
tak

dapat

digambarkan

ataupun

dijelaskan

dengan

kata-kata.

Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-orang


g.

tertentu diakhirat.
Perbuatan Tuhan
Karena pendapat ada perbuatan tuhan yang wajib, Abduh sefaham
dengan Mutazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi tuhan untuk

berbuat apa yang terbaik buat manusia.9


2. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Beliau mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di
Mesdir, setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al-Afghani dan
kembali dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang
9 Gibb, H.A.R. 2005. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein, (Jakarta:
Rajawali press) Hal. 128

13

dikemukakannya, terutama tentang akal yang mendapat penghargaan


tinggi dalam pandangannya. Meskipun demikian, sebagai penganut ajaran
Islam yang taat dan pecaya akan kebenaran wahyu, beliau berpendapat
bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas.
Keyakinan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan beliau percaya
bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan
perbuatan. Ini berarti bahwa beliau mempunyai faham yang sama dengan
faham Qadariyah. Menurutnya, beliau telah dianugerahi Tuhan berbagai
macam daya, diantaranya adalah daya berfikir berupa akal, dan daya fisik
untuk merealisasikan kehendaknya. Karena kuatnya kepercayaan terhadap
hokum alam dan kerasnya mempertahankan konsep hokum alam, beliau
dianggap kafir oleh sebagian umat Islam. Bahkan ketika dating ke India
pada tahun 1869, Jamaluddin Al-Afghani menerima keluhan itu. Sebagai
tanggapan atas tuduhan tersebut, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang
berjudul Ar-Radd Ad-Dahriyah (Jawaban Bagi Kaum Materialis).10
Sejalan dengan faham Qadariyah yang dianutnya, ia menentang keras
faham aklid. Beliau berpendapat bahwa umat Islam India mundur karena
mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Selanjutnya beliau
mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat atau nature
(sunnatullah) bagi setipa makhluk-Nya yang tetap dan tidak pernah
berubah, Menurut beliau, Islam agama agama yang paling sesuai dengan
hokum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Quran
adalah firman-Nya maka sudah tentu keduanya seiring sejalan dan tidak
ada pertentangan.
Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan akal dan hukum alam,
beliau tidak mau pemikirannya tergantung otoritis Hadist dan Fiqh. Segala
sesuatu diukurnya dengan kritis rasional. Beliau pun menolak semua yang
bertentangan dengan logika dan hokum alam. Beliau hanya mau
mengambil Al-Quran sebagai pedoman bagi Islam, sedangkan yang lain
hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting.Alasan penolakan
beliau terhadap Hadist adalah karena Hadist berisi moralitas sosial dari
10 Ahmad, Muhammad, 1997. Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia) Hal. 247

14

masyarakat Islam pada abad pertama atau kedua sewaktu hadist tersebut
dikumpulkan. Sedangkan hokum Fiqh, menurut beliau adalah berisi
moralitas masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya mazhab-mazhab.
Beliau menolak taklid dan membawa Al-Quran untuk menguraikan
relevansinya dengan masyarakat baru pada zaman itu.11
Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap taklid, beliau
memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihat baru untuk menyesuaikan
pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi masyarakat
yang senantiasa mengalami perubahan.12

11 Ahmad, Muhammad, 1997. Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia) Hal. 249
12 Ahmad, Muhammad, 1997. Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia) Hal. 253

15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, banyak pendapat
mengenai ilmu kalam modern. Diantaranya pendapat Muhammad Abduh
yaitu mendasarkan ilmu kalam modern kepada akal seperti kaum
mutazilah.Sehingga pemuka-pemuka kalam modern lainnya setuju dan
sependapat dengannya.Ia banyak mengemukakan tentang tuhan.
Pemikiran kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran klasik
yang masih relevansi dan sesuai dengan perkembangan zaman dengan
pemikiran modern yang baru dikemukakan oleh para tokoh-tokoh guna
memberikan kontribusi bagi kemajuan umat Islam yang semakin lemah dan
kurang termotivasioleh karena kemudnduran yang dialami umat Islam.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sadar masih jauh dari kesempurnaan
dan masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam materinya, bahasa yang
tidak baku maupun penyampaian isi makalah. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan dan menghargai kritik dan saran dari pembaca.

16

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, 2001. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia)


Nasution, Harun, Dr, Prof. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah
Pemikiran Dan Gerakan. (Jakarta: PT Bulan Bintang)
Gibb, H.A.R. 2005. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun
Husein, (Jakarta: Rajawali press)
Ahmad, Muhammad, 1997. Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia)

17

MAKALAH
iii

Disusun Oleh :
Dosen Pengempuh :
18

AKULTAS HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) BENGKULU
2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................

B. Rumusan Masalah...............................................................................

C. Tujuan..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A.

Pengenalan Terhadap Kalam Modern dan Kontemporer.................

B.

Syekh Muhammad Abduh................................................................

C.

Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)...................................................

D.

Pokok-Pokok Pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh dan


Sayyid Ahmad Khan...........................................................................

10

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................

19

17

B. Saran....................................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
ii

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu,

Penulis

20

21

Anda mungkin juga menyukai