DIABETES MELITUS
1. Diabetes Mellitus
1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai
organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2010).
Diabetes
Mellitus
adalah
sindrom
klinis
yang
ditandai
dengan
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala kalsik DM + Glukosa plasma puasa 126 mg/dL
Puasa di artikan pasien ak mendapat kalori tambahan seikitnya 8 jam
3. Jika keluhan klasik tidak ditemukan, maka dilakukan tes TTGO. Kadar
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL. Kadar glukosa plasma
puasa 126 mg/dL, maka tergolong diabetes militus.
Cara Pelakanaan TTGO (WHO, 1994)
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiaaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pmeriksaaan, minu air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu
5 menit
d. Berpuasa
kembali
sampai
pengambilan
sampel
darah
untuk
mengakibatkan
defisiensi
sekresi
insulin.
Defisiensi
insulin
menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari
lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam
darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti
misalnya di jaringan otot rangka, dan menurunkan penggunaan glukosa oleh
tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan sekresi dari beberapa gen yang
diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen
glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor
glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adipose (Ozougwu et al,
2013; Shahab, 2006).
Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita
DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan
sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel . Secara normal, kondisi
hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM
Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan
hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi
dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis
diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi
somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan
terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang
pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi
insulin.
Kondisi
hiperinsulinemia
juga
dapat
mengakibatkan
DM Tipe 2
dan
remaja, 40 tahun
Ringan
diagnosis
Kadar insulin darah
Berat badan
Biasanya kurus
Pengelolaan
yang Terapi
disarankan
2. Hipertensi
2.1. Definisi Hipertensi
olahraga
insulin,
diet, Diet,
olahraga,
glikemik oral
hipo-
Hipertensi atau sering disebut dengan tekanan darah tinggi termasuk salah
satu penyakit pembuluh darah (vascular disease). Definisi hipertensi menurut
Ganong (2010), Guyton (2014), WHO (2013) and JNC VIII adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah didalam arteri diatas 140/90 mmHg
pada orang dewasa dengan sedikitnya tiga kali pengukuran secara berurutan.
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar BSH (British
Society of Hypertension) secara manual dengan menggunakan alat yang disebut
sphygmomanometer air raksa. Selain itu, pengukuran tekanan darah juga bisa
dilakukan dengan menggunakan tensimeter digital yang telah dikalibrasi. Kedua
alat tersebut mengukur tekanan darah yang dinyatakan dalam satuan mmHg.
Tekanan darah dapat diukur setelah pasien duduk tenang selama 5 menit. Pada
saat pemeriksaan lengan disangga dan tensimeter diletakkan setinggi jantung.
Manset yang dipakai harus disesuaikan sedikitnya melingkari 80% lengan atas
(Dharmeizar, 2012).
Pada pemeriksaan tekanan darah yang diukur adalah tekanan darah sistolik
dan diastolik. Tekanan Darah Sistolik (TDS) yaitu tekanan ketika jantung
berkontraksi dan memompa darah. Sedangkan tekanan diastolik yaitu tekanan
ketika jantung relaksasi dan darah masuk kedalam jantung (Dharmeizar, 2012).
2.2 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi primer (hipertensi esensial) dan hipertensi sekunder. Hampir lebih dari
90-95% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Hipertensi primer adalah
hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui (Guyton & Hall, 2014). Belum
ada teori yang jelas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Namun,
faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang
monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi
essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi
keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi genetik yang
dapat
diidentifikasi,
maka
dengan
menghentikan
obat
yang
Tekanan
(mmHg)
Normal
< 120
< 80
Pre Hipertensi
120 - 139
80 89
Stadium I
140 - 159
90 99
Stadium II
160
100
Sumber : National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI), 2013
Gambaran Klinis
Sebagian besar hipertensi terjadi tanpa disertai tanda dan gejala yang pasti.
Kadang-kadang nyeri kepala, pusing, rasa lelah dianggap sebagai gejala non
spesifik dari hipertensi. Namun demikian, gejala-gejala tersebut tidak jarang juga
terjadi pada orang dengan tekanan darah normal (normotensi) (Ganong, 2010).
Ketidakpastian tanda dan gejala menyebabkan hipertensi diketahui saat
pemeriksaan screening rutin atau ketika penderita memeriksakan komplikasinya.
Komplikasi hipertensi berpotensi mematikan, meliputi infark miokard, gagal
jantung kongestif, stroke trombotik dan hemoragik, gagal ginjal dan ensefalopati
hipertensif. Oleh sebab itu, hipertensi mendapat sebutan The Silent Killer
(Ganong, 2010).
2.3 Patogenesis Hipertensi
Patogenesis hipertensi sangat kompleks dan multifaktorial. Faktor-faktor tersebut
meliputi peningkatan resistensi vaskular perifer, peningkatan curah jantung,
peningkatan volume darah, peningkatan kekentalan/viskositas darah stimulasi hormon
dan neural serta elastisitas pembuluh darah (Ganong, 2010)
Mekanisme dasar hipertensi ditentukan oleh curah jantung (cardiac output) dan
tahanan vaskular perifer (peripheral vascular resistance). Hipertensi terjadi jika curah
jantung dan tahanan vaskuler perifer meningkat. Curah jantung ditentukan oleh dua
faktor yaitu arus balik vena (venous return) dan kontraksi otot jantung. Sedangkan
tahanan vaskuler perifer ditentukan oleh aktivitas vasokonstriktor dan vasodilator.
Pada hipertensi kronis dapat terjadi hipertrofi vaskuler yang akan mempengaruhi
tahanan vaskuler (Purnomo, 2007).
Diuretik
Golongan Tiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Termasuk dalam golongan diuretik
kuat antara lain furosemid, bumetanid, dan asam etakrinat. (Gunawan, 2007).
Diuretik, terutama golongan thiazid, adalah obat lini pertama untuk
kebanyakan pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan
untuk mengontrol tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan.
Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: thiazid, loop,
agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
Diuretik bekerja meningkatakan eskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Selain mekanisme tersebut,
beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek
hipotensi. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstitial dan di
dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks
kalsium (Nafrialdi, 2007).
2.4.4
sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya
sesudah infark miokard akut). -blocker lebih efektif pada pasien muda dan
kurang efektif pada pasien usia lanjut.
Beberapa jenis -blocker
1. Kardioselektif
Yang termasuk jenis kardioselektif seperti acetabutol, atenolol, betaxolol,
bisoprolol, metaprolol biasa, dan metaprolol lepas hambat.
2. Nonselektif
Yang termasuk jenis non selektif yaitu nadolol, cartelol, labetalol,
penbutolol, timolol, propanolol, dan pindolol.
Obat golongan -blocker dapat menyebabkan efek samping berupa
hipotensi ortostatik, retensi cairan pada tubuh, bradikardia, blokade AV, hambatan
nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard. Oleh karena itu obat
golongan ini dikontraindikasikan pada keadaan bradikardia. Efek sentral berupa
depresi dan halusinasi dapat terjadi pada pemakaian obat jenis labetalol dan
karvedilol. Efek samping obat golongan -blocker terhadap rongga mulut yaitu
angioedema.
2.4.6
pembuluh darah dan miokard. Calcium channel blockers dibagi kedalam dua
golongan:
1. Hidropiridin
Nifedipine, nikardipin, isradipine, felodipine dan amlodipine termasuk
dalam golongan ini. Bekerja dengan cara menurunkan resistensi perifer tanpa
penurunan fungsi jantung yang berarti dan relatif aman dalam kombinasi dengan
-blocker.
2. Non-Hidropiridin
Verapamil dan diltiazem termasuk dalam golongan ini. Efek samping
akibat penggunaan obat golongan antagonis kalsium adalah hipotensi, iskemia
miokard, sakit kepala, muka merah yang terjadi karena vasodilatasi arteri
meningeal, edema perifer dan gagal ginjal kongestif. Sementara efek sampingnya
pada rongga mulut yaitu terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement),
xerostomia ,dysgeusia, ulser, angioedema, dan reaksi likenoid.
2.4.7
digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Secara umum
ACE-inhibitor dibedakan atas dua kelompok:
a. Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril.
b. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril,
benazapril, dan fosinopril.
ACEI merupakan obat lini pertama untuk hipertensi. ACEI bekerja dengan
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin
II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron. ACEI
juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang
menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI,
tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering
dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI secara efektif mencegah dan meregresi
hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi perangsangan langsung oleh
angiotensin II pada sel miokardial (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
permukaan gigi dan mengakibatkan gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.
iii. Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa
menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita
Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang
kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh
jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur
penderita diabetes.
iv. Rasa mulut terbakar
terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada
diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai
substrat kariogenik. Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu
gigi, substrat , kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui
bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi,
dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur
dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan
dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.
b.
Xerostomia
Gambar 1. Ulser
Reaksi Likenoid
Pemakaian obat-obatan dapat menjadi penyebab terjadinya reaksi likenoid.
Secara klinis, sering terdapat sedikit sekali tanda-tanda untuk membedakan reaksi
likenoid yang ditimbulkan akibat obat-obatan dengan liken planus. Etiologi
likenoid diyakini berasal dari respon immune abnormal yang diperantarai sel-T
dalam sel-sel epitel basal yang dikenali sebagai benda-benda asing karena adanya
antigenitas permukaan selnya. Penyebab rusaknya sel basal yang diperantarai
immun ini tidak diketahui. Karena itu, tidak diketahui apakah reaksi likenoid
mewakili suatu proses penyakit tunggal atau berkaitan dengan penyakit yang
memiliki penampilan klinis yang sama.
Pada lesi likenoid terdapat white striae atau papula seperti liken planus,
lesi dapat terlihat ulseratif dengan adanya rasa peka terhadap rasa sakit serta
lokasi yang paling sering adalah mukosa bukal dan gingival cekat, namun daerah
lain dapat dikenai.Reaksi likenoid dapat bersifat unilateral.
Gambar 5. Angioedema
Sindroma Mulut Terbakar (SMT)
SMT didefenisikan sebagai gejala dan karakteristik rasa sakit dan rasa
terbakar pada salah satu atau beberapa struktur rongga mulut dengan atau tanpa
adanya perubahan klinis di rongga mulut. Beberapa penyakit pada mukosa oral
yang mempunyai gejala seperti rasa sakit atau rasa terbakar adalah virus herpes
simplex, liken planus, stomatitis, kandidiasis, dan xerostomia.
Gangguan ini ditandai dengan adanya rasa terbakar atau rasa gatal pada
ujung dan lateral lidah, bibir, dan palatum anterior, dan terkadang dikaitkan
dari
dysgeusia
adalah
dengan
menghilangkan
faktor
penyebabnya. Jika dysgeusia terjadi karena kerusakan saraf yang permanen maka
dysgeusia tidak bisa diobati.
DAFTAR PUSTAKA
C.L.,
D.Pharm.Helping
patients
with
dry
mouth.
<http://drymouthpump.com/blog/?p=28> (23 Agustus 2010) Lynch MA,
Brightman VJ, Greenberg MS. 9th ed. Philadelphia: JB Lippincott
Publishing Co. Ltd; 1994. Burket's oral medicine: Diagnosis and
treatment
Sulistia Gunawan.
Baru,2007:341-60
Farmakologi
dan
terapi.Edisi
5.Jakarta:Gaya