Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Elektrolit merupakan molekul ionisasi yang ditemukan dalam darah,
jaringan, dan sel-sel tubuh. Molekul ini, baik yang bermuatan positif (kation) dan
negatif (anion), mengkonduksi aliran listrik serta membantu keseimbangan pH
dan nilai asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi aliran cairan di
antar dan di dalam sel melalui proses yang dikenal sebagai osmosis; serta
berperan serta dalam fungsi regulasi sistem neuromuskular, endokrin, dan
ekskresi.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Cairan dan elektrolit
merupakan bagian dalam tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi dari
organ tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting dalam proses
hemostasis baik untuk meningkatkan kesehatan maupun dalam proses
penyembuhan penyakit. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam
tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi
yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya,
jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Terdapat beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium,
dan klorida yang secara normal terdapat dalam tubuh. Elektrolit tersebut, yang
juga dikenal sebagai garam tubuh, diperlukan dalam jumlah tertentu di dalam
tubuh. Namun, terkadang kadar elektrolit dapat meningkat atau menurun dalam
keadaan tertentu. Hal ini yang dikenal sebagai gangguan elektrolit.
Gangguan elektrolit merupakan ketidakseimbangan antara garam ionisasi
tertentu (seperti, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) dalam darah. Obatobatan, penyakit kronik, dan trauma (seperti luka bakar, fraktur, dan lain-lain)
dapat menyebabkan konsentrasi elektrolit tertentu dalam tubuh menjadi terlalu
tinggi (hiper-) atau terlalu rendah (hipo-). Jika hal ini terjadi, dapat menghasilkan
ketidakseimbangan atau gangguan elektrolit.
Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa pasien dalam kegawatan
yang kalau tidak dikelola dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian.
Usaha pemulihan kembali volume serta komposisi cairan dan elektrolit tubuh
dalam kondisi yang normal disebut resusitasi cairan dan elektrolit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ion-ion positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium,
berikatan
dengan
fosfor
membentuk
mineral
untuk
dan gigi, regulasi asam basa, regulassi kadar kalsium. Di reabsorpsi dari
usus halus dan banyak ditemukan dari makanan daging, ikan dan susu.
Disekresi dan reabsorpsi melalui ginjal. Pengaturan konsentrasi fosfor
oleh hormon paratiroid dan berhubungan dengan kadar kalsium. Jika
kadar kalsium meningkat akan menurunkan kadar fosfat demikian
sebaliknya. Jumlah normal sekitar 2,5-4,5 mEq/Lt.
6) Keseimbangan Klorida (Cl-)
Klorida merupakan anion utama pada cairan ekstrasel. Klorida
berperan dalam pengaturan osmolaritas serum dan volume darah bersama
natrium, regulasi asam basa, berperan dalam buffer pertukaran oksigen
dan karbondioksida dalam sel darah merah. Disekresi dan direabsorpsi
bersama natrium diginjal. Pengaturan klorida oleh hormon aldosteron.
Kadar klorida yang normal dalam darah orang dewasa adalah 95108mEq/Lt.
7) Keseimbangan Bikarbonat
Bikarbonat berada di dalam cairan intrasel maupun di dalam
ekstrasel dengan fungsi utama yaitu regulasi keseimbangan asam basa.
Disekresi dan direabsorpsi oleh ginjal. Bereaksi dengan asam kuat untuk
membentuk asam karbonat dan suasana garam untuk menurunkan PH.
Nilai normal sekitar 25-29mEq/Lt.
Pengaturan
Fungsi
- Reabsorpsi dan sekresi ginjal
- Pengaturan dan distribusi volume
Aldosteron,meningkatkan cairan ekstrasel
+
Sodium (Na ) reabsorpsi natrium di duktus - Mempertahankan volume darah
- Menghantarkan impuls saraf dan
kolekting nefron
kontraksi otot
Potassium (K ) - Sekresi dan konservasi oleh - Mempertahankan osmolaritas dan
+
ginjal
- Aldosteron
pengeluaran
cairan intrasel
meningkatkan - Transmisi saraf dan impuls elektrik
- Pengaturan transmisi impuls jantung
Insulin
membantu
memindahkan
ke dalam sel
Klorida (Cl-)
Dipertahankan
cairan
Aldosteron
adsorpsi
sodium
- Eksresi dan reabsorpsi oleh - Pembentukan tulang dan gigi
- Metabolisme karbohidrat,lemak,dan
ginjal
-
Paratiroid
hormon protein
- Metabolisme seluler produksi ATP
Pospat (PO43-) menurunkan kadar serum
dengan meningkatkan sekresi dan DNA
- Fungsi otot,saraf,dan sel darah merah
ginjal
- Pengaturan asam-basa
- Pengaturan kadar kalsium
- Eksresi dan reabsorpsi oleh - Buffer utama dalam keseimbangan
Bikarbonat
ginjal
asam-basa
(HCO3)
- Pembentukan oleh ginjal
ditandai
dengan
rusaknya
kemampuan
ginjal
untuk
peningkatan
konsentrasi
natrium
serum
sejalan
dengan
bertujuan
mengembalikan
mencetuskan
vasodilatasi
atau
depresi
pada
pasien
dengan
selalu
mencerminkan
retensi
air
baik
oleh
pada
100mOsm/kg).
kapasitas
pengenceran
Hiponatremia
tanpa
urine
(osmolalitas
abnormalitas
dari
urine
kapasitas
10
dan
siklofosfamid),
dan
SIADH
(Syndrome
of
11
gangguan
fungsi
saraf
dan
kardiovaskular
yang
12
kalium
interkompartemen
diketahui
terjadi
katekolamin
kemungkinan
dalam sirkulasi,
hipotermia.
Perubahan
osmolalitas
konsentrasi
plasma,
ion
dan
hidrogen
melalui aktivasi reseptor 2-adrenergik. Sebaliknya, aktivitas reseptor adrenergik dapat menghambat perpindahan kalium intraseluler. Kadar
kalium plasma sering menurun seiring dengan pemberian 2-adrenergik
agonis yang mengakibatkan meningkatnya uptake kalium oleh otot dan
hati. Selanjutnya, blokade -adrenergik dapat mengganggu pengaturan
beban kalium pada sebagian pasien.
Peningkatan akut dari osmolalitas plasma (hipernatremia,
hiperglikemia, dan pemberian manitol) dilaporkan meningkatkan kadar
13
kalium plasma. Dalam hal ini, perpindahan air keluar dari sel diikuti
dengan perpindahan kalium keluar sel. Ini mungkin merupakan hasil dari
solven drag atau peningkatan kadar kalium intraseluler yang mengikuti
dehidrasi seluler.
Hipotermia dilaporkan dapat menurunkan kadar kalium plasma
sebagai akibat dari uptake seluler. Penghangatan akan membalik
perpindahan dan mengakibatkan hiperkalemia transien jika kalium
diberikan saat hipotermia.
a. Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi saat kadar kalium plasma melebihi 5.5
mEq/L. Hiperkalemia jarang terjadi pada individu normal karena
kapasitas ginjal yang luar biasa untuk mengekskresi kalium. Ketika
intake kalium meningkat, ginjal dapat mengekskresikan sebanyak 500
mEq kalium per hari. Sistem simpatis dan sekresi insulin juga berperan
penting dalam mencegah peningkatan akut kadar kalium plasma.
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh (1) perpindahan kalium
interkompartemen, (2) penurunan ekskresi kalium di urine, dan (3)
peningkatan intake kalium. Peningkatan palsu konsentrasi kalium plasma
dapat terjadi jika terdapat hemolisis sel darah merah pada spesimen darah
(kebanyakan disebabkan torniquet yang lama ketika mengambil darah).
Hiperkalemia Akibat Perpindahan Kalium Interkompartemen
Perpindahan kalium keluar dari sel dapat terlihat pada asidosis,
lisis sel setelah kemoterapi, hemolisis, rhabdomiolisis, trauma masif
jaringan, overdosis digitalis, pemberian arginin hidroklorida, dan blokade
2-adrenergik.
Blokade 2-adrenergik mencetuskan peningkatan kadar kalium
plasma yang terjadi setelah olahraga. Digitalis menghambat Na+K+
ATPase pada membran sel; overdosis digitalis telah dilaporkan
menyebabkan hiperkalemia pada beberapa pasien. Arginin hidroklorida,
yang
digunakan
untuk
mengobati
alkalosis
metabolik,
dapat
14
pada
sistem
renin-angiotensian-aldosteron.
Pasien
dengan
Spironolakton
secara
langsung
mengantagonis
aktivitas
aldosteron di ginjal.
Penurunan ekskresi kalium dapat juga terjadi akibat defek
intrinsik atau didapat pada kemampuan ginjal untuk mengsekresi kalium
pada nefron distal. Defek seperti ini dapat terjadi pada fungsi ginjal yang
normal dan tidak responsif terhadap terapi mineralokortikoid. Ginjal
pasien
dengan
pseudohipoaldosteronisme
menunjukkan
resistensi
15
dengan
hipoaldosterinisme
dapat
diobati
dengan
16
35
mL)
dapat
mengantasonis
efek
kardiovaskuler
dari
uptake
seluler
kalium
dan
dapat
berguna
pada
diindikasikan
pada
pasien
simptomatik
dengan
17
b. Hipokalemia
Hipokalemia ditentukan saat kadar kalium plasma kurang dari 3.5
mEq/L dan dapat terjadi oleh karena: (1) perpindahan kalium
interkompartemen, (2) peningkatan kehilangan kalium, dan (3) intake
kalium tidak adekuat.
Hipokalemia Akibat Perpindahan Kalium Interkompartemen
Hal ini terjadi saat alkalosis, terapi insulin, pemberian 2adrenergik agonis, dan hipotermia. Hipokalemia juga dapat terjadi pada
transfusi sel darah merah beku; di mana sel-sel tersebut kehilangan
kalium saat proses pengawetan.
Hipokalemia Akibat Peningkatan Kehilangan Kalium
Hal ini hampir selalu disebabkan oleh kelainan ginjal dan
gastrointestinal.
merupakan
Pengeluaran
hasil
dari
kalium
diuresis
melalui
atau
ginjal
kebanyakan
peningkatan
aktivitas
disebabkan
oleh
muntah
atau
diare.
Peningkatan
18
19
20
peningkatan
atau
normalnya
kadar
kalsium
(hiperparatiroidisme tersier).
Pasien dengan kanker dapat mengalami hiperkalsemia dengan
atau tanpa adanya metastase tulang. Dektruksi tulang secara langsung
atau sekresi mediator humoral dari hiperkalsemia (substansi seperti-PTH,
sitokin, atau prostaglandin) mungkin berperan pada kebanyakan pasien.
Hiperkalsemia yang berhubungan dengan peningkatan turn-over kalsium
dari tulang dapat dialami oleh pasien dengan kondisi yang lebih jinak
seperti penyakit Paget dan imobilisasi kronik. Peningkatan absorpsi
kalsium dari gastrointestinal dapat menyebabkan hiperkalsemia pada
pasien dengan milk-alkali syndrome (ditandai dengan peningkatan intake
kalsium), hipervitaminosis D, dan penyakit granulomatosa (peningkatan
sensitivitas vitamin D).
Manifestasi Klinik Hiperkalsemia
Hiperkalsemia biasanya menyebabkan anoreksia, mual, muntah,
kelemahan, dan poliuria. Ataksia, iritabilitas, letargi, atau konfusi dapat
dengan cepat berkembang menjadi koma. Hiperkalsemia meningkatakan
sensitivitas jantung terhadap digitalis. Pankreatitis, ulkus peptik, dan
gagal ginjal dapat berkomplikasi menjadi hiperkalsemia.
Pengobatan Hiperkalsemia
Hiperkalsemia simptomatik memerlukan terapi yang cepat. Terapi
awal yang paling efektif ialah rehidrasi diikuti dengan diuresis cepat
(urine output 200300 ml/jam) dengan pemberian infus saline intravena
dan loop diuretic untuk meningkatkan ekskresi kalsium. Terapi diuretik
21
merupakan
kedaruratan
medis
yang
harus
22
23
merupakan
kation
intraseluler
yang
penting,
berfungsi sebagai kofaktor berbagai jalur enzim. Hanya 12% dari total
magnesium tubuh yang disimpan di cairan ekstraseluler, 67% terdapat di
tulang, dan sisanya 31% ada di intraseluler.
Kadar magnesium normal dalam serum adalah 1.72.1 mEq/L.
Sedangkan kebutuhan asupan magnesium ialah 0.20.5 mEq/kgBB/hari.
a. Hipermagnesemia
Peningkatan kadar magnesium plasma hampir selalu berhubungan
dengan kelebihan intake (antasida atau laksatif yang mengandung
magnesium), kerusakan ginjal (GFR < 30 mL/menit), atau keduanya.
Hipermagnesemia iatrogenik juga terjadi selama terapi magnesium sulfat
pada hipertensi gestational yang berpengaruh pada ibu dan janin.
24
Penyebab
lainnya
berupa
insufisiensi
adrenal,
hipotiroidisme,
interval
PR
dan
pelebaran
kompleks
QRS.
sementara
mengantagonis
sebagian
besar
efek
dari
umumnya
berhubungan
dengan
defisiensi
dari
25
ini
diperburuk
oleh
hipokalemia.
Hipomagnesemia
juga
sulfat
asimptomatik
heptahidrat
atau
dapat
diterapi
magnesium
per
oral
oksida)
atau
sering
terjadi
dan
harus
dikoreksi
lebih
dahulu
26
27
a. Hiperkloremia
Kadar
klorida
serum
yang
tinggi
dapat
mengakibatkan
dan
penurunan
filtrasi
ginjal
dapat
menuju
keseimbangan
elektrolit,
cairan,
dan
asam-basa
28
Bikarbonat
terakumulasi
di
cairan
ekstraseluler,
yang
meliputi
koreksi
penyebab
hipokloremia
serta
29
Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena
usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat
badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan
keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau
jantung.
b. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan
kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan
tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang
beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai
dengan 5 L per hari.
c. Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit.
Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan
lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun
padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan
sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
d. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium
30
gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
tubuh,
BAB III
PENUTUP
Elektrolit merupakan substansi berupa ion dalam larutan yang dapat
mengkonduksi muatan listrik di dalam tubuh. Keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sangat esensial untuk menjalankan fungsi normal dari sel dan organ tubuh.
31
Elektrolit yang umumnya diperiksa oleh dokter dengan tes darah meliputi
natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida.
Elektrolit serum meliputi: natrium, elektrolit bermuatan positif yang
membantu keseimbangan cairan dalam tubuh dan berhubungan dengan fungsi
neuromuskular; kalium, komponen utama cairan intraseluler yang membantu
regulasi fungsi neuromuskular dan tekanan osmotik; kalsium, kation yang
mempengaruhi kerja neuromuskular dan membantu pertumbuhan tulang serta
koagulasi darah; magnesium, mempengaruhi kontraksi otot serta aktivitas
intraseluler; klorida, elektrolit bermuatan negatif yang membantu regulasi tekanan
darah.
Terapi
dari
gangguan
elektrolit
tergantung
dari
penyakit
yang
mendasarinya serta jenis elektrolit yang terlibat. Jika gangguan ini disebabkan
oleh kurangnya konsumsi atau intake cairan yang tidak tepat, perubahan
nutrisional dapat dianjurkan. Jika pengobatan seperti diuretik mencetuskan
gangguan elektrolit ini, maka penghentian atau pengaturan terapi obat dapat
memperbaiki kondisi tersebut secara efektif. Terapi penggantian cairan atau
elektrolit, baik melalui oral alatu intravena, dapat mengembalikan penurunan
elektrolit menjadi normal.
Dokter seharusnya berhati-hati dalam pemberian obat yang mempengaruhi
kadar elektrolit serta keseimbangan asam-basa tubuh. Individu dengan penyakit
ginjal, masalah tiroid, dan kondisi lainnya yang dapat mencetuskan gangguan
elektrolit sebaiknya diedukasi tentang tanda dan gejala gangguan elektrolit ini.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Darwis D, Moenajat Y, Nur B.M, Madjid A.S,Siregar P, Aniwidyaningsih W,
dkk, Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit dalam Gangguan
Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi,
Diagnosis dan Tatalaksana, ed. ke-2, FK-UI, Jakarta,2008, hh. 29-114.
2. Ganong W.F, Fungsi Ginjal dan Miksi pada Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi ke-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,2005,hh.
725-756.
3. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008, hh.307-400.
4. Matfin G. and Porth C.M, Disorders of Fluid and Electrolyte Balance In:
Pathophysiology Concepts of Altered Health States, 8th Edition, McGraw
Hill Companies USA, 2009,pp. 761-803.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Managemen of Patiens with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2006; 28:662-689
6. OCallaghan C, Sains Dasar Ginjal dan Gangguan Fungsi Metabolik Ginjal
At a Glance Sistem Ginjal, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2009, hh.
22-68.
7. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A,Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit
pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
8. Scott M.G., LeGrys, V.A. and Klutts J, Electrochemistry and Chemical
Sensors and Electrolytes and Blood Gases In: Tietz Text Book of Clinical
Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th Ed. Vol.1, Elsevier Saunders Inc.,
Philadelphia, 2006, pp. 93-1014.
33
2003; 94.