Anda di halaman 1dari 35

9

BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN POST OP TUMOR REKTUM
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Tumor adalah gembung bengkak sebagai akibat radang, cidera, neoplasma,
oedema (Ramali, 2000).
Tumor merupakan pertumbuhan sel-sel baru (neoplasma), dimana pembelahan
sel atau mitosis tidak terkendali oleh tubuh dan tidak memiliki fungsi yang berguna
bagi tubuh (Handerson, 1997).
Dan menurut (Sukjardja, 2000) Tumor adalah sel tubuh yang mengalami
perubahan (transformasi), sehingga sifat dan kinetiknya berubah sehingga tumbuhnya
menjadi autonom liar, tidak terkendali dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan
normal.
Menurut Ramali (2000) rectum adalah ujung usus besar sebagai lanjutan usus
besar sigmoid (colon sigmoideum) sampai ke dubur.
Menurut Ramali (2000) biopsy adalah pengambilan jaringan dari penderita
saraf bedah untuk pemeriksaan mikroskopik.
Menurut Sjamsuhidajat (1997) menyatakan kolostomi adalah merupakan
kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara
atau menetap.
Menurut Ramali (2000) colostomy adalah pembuatan mulut colon antefisial
melalui pembedahan dengan menjahitkan dinding usus besar kepada dinding depan
perut lalu menorehnya.

10
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Colostomy Post Biopsy
Tumor Rectum adalah suatu pembuatan colon antefisial melalui pembedahan dengan
menjahitkan dinding usus besar kepada dinding depan perut lalu menorehnya dengan
indikasi dilakukannya pengambilan jaringan massa padat besar lebih dari 2 cm di
daerah poros usus untuk pemeriksaan mikroskopik.
2. Anatomi Fisiologi Rektum
a. Anatomi Rektum

Gambar 1. Anatomi Rektum dan Saluran Anal

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula
dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh
muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang
dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang
rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-sigmoid junction dan 35
cm pada bagian ampula yang terluas. Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan,
mengatur) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Letaknya dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan
os koksigius. Struktur rektum serupa dengan yang ada pada kolon, tetapi dinding yang
berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan lipatan membujur yang
disebut kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus Struktur

11
rektum Bagian sepertiga atas dari rectum, sisi samping dan depannya diselubungi
peritoneum. Di bagian tengah, Hanya sisi depannya yang diselubungi peritoneum. Di
bagian bawah, tidak diselubungi peritoneum sama sekali. Terbagi menjadi dua bagian:
sfingter dan ampula. Memiliki panjang 10-15 cm Ampula pada rectum memiliki
bentuk seperti balon atau buah pir Dikelilingi oleh visceral pelvic fascia. Memiliki
empat lapisan: Mukosa, Submukosa, Muskular, dan Serosa Kolumnalrektal
Membantu dalam kontraksi dan dilatasi pada saluran anal dan otot sfingter rectum.
Terdiri atas sel-sel otot bermukosa yang cukup padat, dan mengandung lebih banyak
pembuluh limfa, pembuluh darah, dan jaringan saraf dari pada sel-sel penyusun
dinding rectum di sekitarnya. Anus adalah bukan pada bagian akhir dari usus besar.
Saluran anal merupakan pipa kosong yang menghubungkan rectum (bagian bawah
akhir dari usus besar) dengan anus dan luar tubuh. Letaknya di abdomen bawah
bagaian tengah di dasar pelvis setelah rektum-Anus manusia terletak di bagian tengah
pantat, bagian posterior dari periotoneum. Struktur anus saluran anal memiliki
panjang sekitar 2-4,5 cm. Saluran anal dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti
cincin yang disebut internal anal sphincters dan external anal sphincters Saluran anal
dilapisi oleh membrane mukosa, Bagian atas saluran anal memiliki sel yang
menghasilkan mucus yang membantu memudahkan ekskret keluar tubuh. Bagian
bawah saluran anal terdiri dari sel epitel berbentuk kubus Saluran anal memiliki
bagian berbentuk lipatan yang disebut anal colums (kolumnal anal) Bagian atas
kolumnal anal membentuk garis anorectal yang merupakan perbatasan antara rectum
dengan anus, Bagian bawah kolumnal anal memiliki garis dentate yang menjadi
penanda dari daerah dimana terdapat sel-sel saluran anal yang bisa berubah dari sel
penghasil mucus menjadi selepitelkubus, Sel-selepitel anus lebih tebal dari yang di

12
saluran anal dan memiliki rambut Ada area perianal yang merupakankulit di sekeliling
anus sejauh 5 cm. Dinding otot anus diperkuat oleh 3 sfingter yaitu :
1. Sfingter ani internus (tidak mengikuti keinginan)
2. Sfingter levator ani (tidak mengikuti keinginan)
3. Sfingter ani eksternus (mengikuti keinginan)
Dinding rektum terdiri atas mukosa, submukosa, dan dua Lapisan muskular
yang kompleet, yaitu sirkuler dalam dan longitudinal luar. Rektum panjang nya
sekltar 12 15 cm dari kolon sigmoid sampai saluran anal sepertiga bagian atas
rektum di tutupi oleh peritoneum di sebelah anterior dan lateral. Sepertiga bagian
tengah rektum di tutupi oleh peritonieum hanya di permukaan anterior nya. Dan,
sepertiga bawah rektum terletak di bawah refleksi peritoneal. Rektum terdiri atas 3
kurva yang berbeda. Tiga lipatan ini memproyeksi kan kedalam lumen sebagai klep
dari houston.
Lapisan jaringan ikat yang tipis dari waldayer adalah lapisan jaringan ikat tipis
rektosakral yang padat, rnulai dari setinggi sakrum keempat hinnga ke anterior lalu
rektum, menutupi sacrum sebelah anterior ke rektum ekstraperitoneal adalah lapisan
jaringan ikat tipis dari Dennonvillers. Ligmen-ligmen lateral dari lapisan jaringan ikat
tipis endopelvis menyokong rektum bagian bawah.

Sisitem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan


darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih) (Syaifuddin, 2006).
Adapun organ yang termasuk dalam sistem perkemihan adalah :

13
1)

Ginjal
Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang
kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra
lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk
ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal
kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjang dari ginjal wanita.

Gambar 2. Potongan koronal melalui ginjal kanan


(Thibodeau, Anatomy and Physicology, 1987).

a) Fungsi ginjal :
(1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin atau
racun.
(2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
(3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh.
(4) Mempertimbangkan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain
dalam tubuh.
(5) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari ureum
protein.
b) Struktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua.

14
Lapisan luar terdiri dari lapisan korteks (subtansia kortekalis), dan
lapisan sebelah dalam bagian medulla (subtansia medularis)
berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis. Masing-masing piramid dilapisi oleh kolumna renalis,
jumlah renalis 15-16 buah.
Garis-garis yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron
yang merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari
glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti satu), ansa henle,
tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla
vateri).

2) Ureter
Menurut Evelyn (2006), ureter terdiri dari 2 saluran pipa, masing
masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria),
panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding abdomen terdiri dari:
a) Dinding luar jaringan ikat (jarinagn fibrosa).
b) Lapisan tengah lapisan otot polos.
c) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik
tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam
kandung kamih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine
melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam
bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih.

15
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia
muskulus psoas dan dilapisi oleh peritoneum. Penyempitan ureter terjadi
pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh limfe berasal dari pembuluh sekitarnya mempunyai saraf
sensorik (Setiaji, 2001).
Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di
belakang peritoneum sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi
oleh fasia subserosa. Vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter
secara oblique, selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan
menyilang arteri iliaka eksterna (Snell, 2006).
Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum
pelvis sepanjang tepi anterior dari insura iskhiadikamayor dan tertutup
oleh speritoneum. Ureter dapat ditemukan di depan arteri hipogastrika
bagian dalam nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan arteri
hemoroidalis media. Pada bagian bawah insura iskhiadika mayor, ureter
agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari vesika
urinaria.
Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan
disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis.
Selanjutnya ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding
vesika urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu
menembus vesika urinaria, dinding atas dan dinding bawah ureter akan
tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk katup
(valvula) dan mencegah pengambilan urine dari vesika urinaria.
Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan

16
berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri
bagian atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam
perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan
selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan
ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga
tempat yang penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu
pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka
diameter 4 mm dan pada saat masuk ke vesika urinaria yang berdiameter
1-5 cm (Suharyanto, 2009).

3)

Vesika Urinaria
Menurut majid (2009), vesika urinaria (kandung kemih) dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
a) Fundus yaitu, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah,
bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi
oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis dan prostat.
b) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c) Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis (Syaifuddin, 2006).
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar
(peritonium), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan
lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Pembuluh limfe vesika urinaria
mengalirkan cairan limfe ke dalam nadi limfatik iliaka interna dan

17
eksterna.

4)

Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
a) Uretra pria
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok kelok melalaui tengahtengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang fubis ke bagian penis panjangnya 20 cm. uretra pada laki-laki
terdiri dari :
(1) Uretra prostatia merupakan saluran terlebar panjangnya 3 cm,
berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari
basis sampai ke apaks dan lebih dekat ke permukaan anterior.
(2) Uretra membranosa Uretra pars membranasea ini merupakan
saluran yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan
mengarah ke bawah dan ke depan di antara apaks glandula
prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus
diagfragma urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di belakang
simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranasea.
Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang mencapai
pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum
arquarta pubis.
(3) Uretra kevernosa Uretra pars kavernosus merupakan saluran
terpanjang dari uretra dan terdapat di dalam korpus kavernosus
uretra, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari pars membranasea
sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus
uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis

18
pubis. Pada keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan
membelok ke bawah dan ke depan. Pars kavernosus ini dangkal
sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi ke belakang.
Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang akan
membentuk fossa navikularis uretra.
Orifisium uretra eksterna merupakan bagian erektor yang paling
berkontraksi berupa sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua sisi bibir
kecil dan panjangnya 6 mm. glandula uretralis yang akan bermuara ke
dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula dan lakuna.
Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus
uretra (glandula pars uretralis). Lakuna bagian dalam epitelium.
Lakuna yang lebih besar dipermukaan atas di sebut lakuna magma
orifisium dan lakuna ini menyebar ke depan sehingga dengan mudah
menghalangi ujung kateter yang dilalui sepanjang saluran.
b) Uretra wanita
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan
miring sedikit ke arah atas, panjangnya 3-4 cm. lapisan uretra wanita
terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapiosan spongeosa
merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai
salura ekskresi. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. uretra ini
menembus fasia diagfragma urogenitalis dan orifisium eksterna
langsung di depan permukaan vagina, 2,5 cm di belakang glans
klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya

19
adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam
orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi.

b. Fisiologi Sistem Perkemihan


Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stress reseptor
yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah kurang lebih 250 cc
sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan
terjadi reflex kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama
terjadi relaksasi spinter internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus dan
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan
kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter internus dihantarkan melalui
serabut-serabut parasimpatis. Kontraksi spinter eksternus secara volunteer
bertujuan untuk mencegah dan menghentikan miksi. Kontrol volunteer ini
hanya dapat terjadi bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra
medulla spinalis dan otak masih utuh . bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf
tersebut maka akan terjadi inkontensia urin (kencing keluar terus-menerus
tanpa disadari) dan retensi urin (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako
lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Toroko lumbar berfungsi
untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritoneum melapis kandung kemih sampai kira-kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri Vesikalis
superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman
dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfalitis
sepanjang arteri umbilikalis.

20

3. Etiologi
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi dari genitalia karena involusi yang
premature dari interstisial testis (Mansjoer, 2002). Pada kebanyakan penderita terdapat
penis yang melengkung kearah bawah yang tampak jelas pada saat ereksi. Ini
disebabkan oleh adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang menyebar melalui meatus
yang letaknya abnormal ke gland penis. Dengan penis yang bengkok maka akan timbul
kesulitan dalam fungsi reproduksi dari penis yang hipospadia tersebut (Hendarwar,
2002).
Hipospadia terjadi karena gangguan perkembangan uretra anterior yang tidak
sempurna sehingga uretra terletak dimana saja sepanjang batang penis sampai
perineum. Semakin proksimal muara meatus maka semakin besar kemungkinan
ventral penis memndek dan melengkung karena adanya chordee. Ada banyak factor
penyebab hipospadia dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab hipospadia
antara lain :
a. Pembesaran tuberkulum kelamin dan perkembangan selanjutnya dari penis dan
uretra tergantung pada tngkat testosteron selama embriogenesis. Jika testis gagal
dalam menghasilkan jumlah yang cukup dari testosterone atau jika sel-sel struktur
genital kekurangan reseptor androgen yang memadai yaitu enzim konversi
androgen-5 alpha-reductase dapat menyebabkan hipospadia. Genetik dan factor
nongenetik terlibat dalam penyebab hipospadia dimana angka kejadian keluarga
dari hipospadia ditemukan pada sekitar 28% pasien.
b. Faktor genetika, terjadi karena sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi patogen yang mengode sinteisi androgen tersebut sehingga ekspresi dari
gen tersebut tidak terjadi. 12% berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila
punya keluarga yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipospadia.

21
50% berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila bapaknya menderita
hipospadia.
c. Faktor hormon, factor hormone androgen sangat berpengaruh terhadap kejadian
hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional.
Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen
akan menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang
diprngaruhi oleh 5 reduktase, ini berperan dalam pembentukan penis sehingga bila
terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan kegagalan pembentukan bumbung
uretra yang disebut hipospadia. Hormon yang dimaksud disini adalah hormon
androgen yang mengatur androgenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena
reseptor hormon androgennya

sendiri didalam tubuh kurang atau tidak ada.

Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
d. Faktor lingungan, biasanya factor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenetik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Pencemaran limbah industri berperan sebagai Endocrin discrupting chemicals
baik bersifat eksogenik maupun anti androgenik seperti polychorobiphenyls,
dioxin, furan, peptisida, organochlorin, alkiphenol polythoxsylates dan phtalites.
Sudah diketahui setelah tingkat independen maka perkembangan genital eksterna
laki-laki selanjutnya dipengaruh oleh estrogen yang dihasilkan testis primitif.
Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau terdapat anti
androgen akan mempengaruhi pembentukan genetalia eksterna laik-laki (Corwin,
2008).

4. Patofisiologi

22
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan
anomali penis yang paling sering. Perkembangan uretra dan ureter dimulai dari usia 8
minggu dan slesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dan penyatuan uretra lipatan
sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dan kanalis funikulus
ektoderm yang tumbuh melalui gland penis untuk menyatu dengan lipatan uretra.
Hipospadia terjadi bila penyatuan di gland tengah tidak lengkap sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral penis (Price, 2006).
Ada berbagai derajat kelainan letak seperti pada glanduar, korona penis,
penoskrotal, perineal. Porposium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
sisi dorsal gland. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura ventral dan penis (Price, 2006).
5. Tanda dan Gejala
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah
yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee,
yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal
ke gland penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus
spongiosum dan tunika dortus walaupun adanya chordee adalah salah satu cara khas
untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia
memiliki chordee (Mansjoer, 2002).

6. Kompilkasi
Kompilkasi yang dapat terjadi pada operasi antar lain :
a. Edema atau pembengkakan yang terjadi akibat reaks jaringan, besarnya dapat
bervariasi, juga bentuknya hematoma atau kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dapat dicegah dengan balut tekan selama 2-3 hari pasca operasi.

23
b. Fistula uretrokutan, merupakan yang terpenting dan ini digunakan sebagai
parameter untuk melihat keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap
ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%.
c. Struktur, pada proksimal anatomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosis.
d. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar dan adanya
stenosis yang menyebabkan dilatasi lanjut.
e. Residual chordee atau rekuren chordee akibat dari rilis chordee yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi saat operasi yang berlebihan di ventral
penis yang sangat panjang.
f. Rambut dalam uretra yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
belangsung atau pembentukkan batu saat pubertas.
7. Dampak Masalah Post Uretroplasty a/i Hipospadia Terhadap Perubahan
Struktur / Pola Fungsi Sistem Tubuh Tertentu Terhadap Kebutuhan Klien
Sebagai Makhluk Holistik.
a. Sistem pernapasan
Pada masa post operasi hari pertama sampai kedua biasanya respirasi meningkat
karena merupakan respon tubuh terhadap nyeri.
b. Sistem pencernaan
Pada saat post operasi pada hari pertama sampai kedua biasanya dipuasakan
sampai kembalinya fungsi usus, biasanya bising usus menurun, peristaltik usus
menurun, terdapat nyeri tekan pada abdomen daerah disekitar luka operasi.
c. Sistem musculoskeletal
Pada masa post operasi klien belum dapat melaksanakan ROM, terjadi kelemahan
ekstremitas atas dan bawah, pemasangan infuse biasanya mengganggu aktivitas
klien, serta klien mengalami kelemahan.
d. Sistem penginderaan
Pada umumnya tidak terdapat gangguan pada sistem ini. Adapun fungsinya akan
terganggu untuk sementara oleh karena efek anastesi dan akan kembali berfungsi
seperti sedia kalakurang lebih dua jam post operasi.
e. Sistem integument
Pada hari pertama sampai kedua luka tertutup verban dan keadaan luka masih
lembab.

24

8. Pemeriksaan Penunjang
a. USG sitem kemih kelamin
b. Pemeriksaan rontgen
c. BNO-IVP, karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Operasi Uretroplasty
Pada tahap ini dilakukan uretroplasty yaitu dibuat insisi pararel pada tiap sisi
uretra ke gland. Lalu dibuat dari kulit dibagian tengah untuk mebentuk uretra, luka
operasi ditutup dengan flat dan kulit prepusium dibagian lateral yang ditarik ke
ventral dan dipermukaan pada garis median (Hendarwar, 2002).
Terdapat banyak teknik yang dapat digunakan untuk uretroplasty, namun
yang akan dibahas adalah teknik MAGPI yang cukup umum digunakan.
MAGPI (Meatal Advancement and Glanulopalsty Incorporated) :
1) Teknik MAGPI ini dapat digunakan untuk pasien dengan hipospadia glanular
distal. Setelah penis terlihat lurus pada saat tes ereksi artificial, insisi sirkumsis
dilakukan. Skin hook diletakkan pada ujung dari saluran uretra glanular lalu
kemudian ditarik kearah lateral. Gerakan ini dapat meningkatkan transverse
band dari mukosa yang nantinya akan diinsisi kongitudinal pada garis tengah.
2) Insisi pada dinding dorsal glanular uretra ini nantinya akan ditutup dengan
jahitan transversal dengan chromic catgut 6-0. Skin hook ditempatkan pada
tepi kulit dari korona pada garis tengah ventral.
3) Dengan traksi distal, ujung gland ditarik kedepan dan dijahitkan pada garis
tengah dengan jahitan subkutikuler. Epitel gland ditutup dengan jahitan
interrupted. Kelebihan kulit dari prepusium dorsal dapat dijahitkan untuk
penutupan kulit.
Secara umum teknik operasi hipospadia terbagi menjadi operasi satu tahap
dan multi tahap. Operasi perbaikan komplikasi fistula dilakukan 6 bulan pasca
operasi ertama setelah menjalani operasi. Orang tua harus dengan seksama

25
memperhatikan instruksi dari dokter bedah yang mengoperasi. Biasanya pada
lubang kencing baru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai
luka betul-betul sembuh dan dapat dialiri oleh air seni. Dibagian supra pubik
(bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk
mengaliri air seni (Corwin, 2008).
Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas dinonaktifkan terlebih
dahulu sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil chordeoctomynya dpat
berfungsi dengan baik, baru setelah itu kateter dilepas. Untuk menilai hasil operasi
hipospadia yang baik selain komplikasi fistula uretroktancus perlu diteliti strem
(pancaran kencing) untuk melihat adanya stenosis striktur dan diventrikal
(Hendarwar, 2002).
10. Perawatan
a.
b.
c.
d.

Rawat luka setelah pembedahan.


Atur posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri.
Pantau tanda-tanda vital.
Berikan penjelasan tentang kondisi pasien.

B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan


Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan dalam bentuk bio, psiko, social dan spiritual yang komperhensif
ditunjukan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun
yang sakit, mencakup seluruh kehidupan manusia. Dimana pelayanan yang diberikan
untuk membantu mengatasi masalah klien untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup
manusia dengan melalui suatu pendekatan yang sistematis (Nursalam, 2001). Pendekatan
proses keperawatan yang digunakan dalam asuhan keperawatan tersebut meliputi
pengkajian data, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
implementasi dan evaluasi hasil (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian

26
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan'data dari berbagai sumber
data yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Tujuan pengkajian adalah memberikan suatu gambaran yang terus menerus
mengenai kesehatan klien. Pengkajian keperawatan terdiri dari tiga tahap yaitu
pengumpulan data, pengelompokan data atau pengorganisasian data, serta menganalisa
dan merumuskan diagnose keperawatan. Pengumpulan data bisa menggunakan
observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dokumentasi dari catatan medis, status klien
dan hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi (Carpenito, 2000).
Pengkajian keperawatan terdiri dari :
a. Pengumpulan data
Pemeriksaan fisik adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pada langka pengkajian data keperawatan klien dengan
meningitis serosa (Carpenito, 2000). Adapun hal yang dilakukan dalam
pengumpulan data :
1) Data biografi yang meliputi :
a)
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status pernikahan, pekerjaan,
alamat, nomor registrasi dan diagnosa penyakit.
a) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
b) Identitas Saudara Kandung
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan klien dan status
kesehatan.
2) Riwayat Kesehatan
b) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Riwayat Masuk Rumah Sakit
Merupakan alasan masuk atau keluhan yang dirasakan sehingga

27
klien dibawa ke rumah sakit, puskesmas atau tempat tempat
pelayanan kesehatan lainnya. Pada umumnya pasien dengan
hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang
tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui
dengan pasti penyebabnya (Brought, 2007).
(2) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian dilakukan.
Keluhan yang dirasakan oleh klien selalu dikaji dengan PQRST.
Keluhan - keluhan yang lazim ditemukan yang berkenaan dengan
post op uretroplasty a/i hipospadia antara lain : nyeri pada luka
bekas post op yang dirasakan pada saat bergerak atau melakukan
aktivitas. Keluhan ini menimbulkan ketidaknyamanan klien atas
kondisi yang dialaminya ( Nancy, 2006).
(3) Riwayat keluhan utama
Dikembangkan dengan menggunakan konsep PQRST mulai dari
adanya keluhan sampai datang ke rumah sakit untuk meminta
pertolongan.
(P) : Provokatif/Paliative, yaitu apa yang menyebabkan bertambah
atau berkurangnya keluhan. Pada penderita hipospadia, nyeri
yang terjadi akibat post op uretroplasty yang dijalani sebelum
masuk rumah sakit.
(Q) : Quality, yaitu bagaimana bentuk atau gambaran berat keluhan,
sejauh mana tingkat keluhan dan seberapa sering terjadi. Pada
hipospadia biasanya keluhan nyerinya berat dan tampak
kesulitan saat berkemih.
(R) : Regional / radiasi yaitu lokasi keluhan yang dirasakan dan
penyebarannya, pada pasien setelah operasi uretroplasty, nyeri
dirasakan didaerah penis.
(S) : Severity of scale, yaitu intensitas keluhan apakah sampai

28
mengganggu atau tidak. Pada penderita hipospadia nyeri
dinilai

berdasarkan skala nyeri berkaitan dengan keluhan

nyeri.
Pengukuran yang dilakukan untuk skala nyeri dapat dilakukan
dengan cara Numerical Rating Scale (NRS). Pasien diminta
untuk memilih angka di antara 0-10. Angka 0 menandakan
tidak nyeri dan 10 menandakan nyeri yang sangat hebat.

Gambar 3. Numerical Rating Scale (Rubrik Kesehatan.


Majalah 1000 guru, 2015)

Selain Numerical Rating Scale, ada beberapa variasi skala lain


yang dapat digunakan dalam pengukuran nyeri, seperti Visual
Analog Scale (VAS) dan Faces Rating Scale (FRS).
Pasien diberikan gambar garis, kemudian diminta untuk
memberi titik pada garis. Semakin ke kiri berarti semakin
tidak nyeri. Sebaliknya, semakin ke kanan, semakin hebat
nyeri yang dialami.

Gambar 4. Visual Analog Scale (Rubrik Kesehatan.


Majalah 1000 guru, 2015)

Pasien yang kesulitan menentukan skala sakitnya dengan VAS


maupun FRS dapat ditunjukkan gambar berisi ekspresi wajah
dari mulai yang paling kiri (tidak nyeri) hingga paling kanan

29
yang berarti nyeri paling hebat.

Gambar 5. Faces Rating Scale (Rubrik Kesehatan.


Majalah 1000 guru, 2015)

(T) : Timing, yaitu kapan waktu mulai terjadinya keluhan dan sudah
berapa lama kejadian ini berlangsung. Pada penderita
hipospadia keluhan seperti nyeri dirasakan hilang timbul
dan tergantung dari aktifitas klien.
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, pernahkah klien menderita penyakit
yang sama atau perlu dikaji apakah klien pernah mengalami penyakit yang
berat atau suatu penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh
dengan

kesehatannya

sekarang.

Biasanya

pasien

dengan

hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung


kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya
sejak lahir (M. Judith, 2010).
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dengan menggunakan genogram tiga generasi, apakah ada anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit seperti klien, penyakit yang
menyertai siapa dan apakah sembuh atau bertambah parah atau
meninggal. Pengkajian terhadap keluarga apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama atau riwayat penyakit keturunan.
e) Riwayat Imunisasi
Meliputi jenis pemberian imunisasi, waktu pemberian imunisasi, dan
reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian imunisasi pada klien anak.

30
f) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
(1) Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik
Tinggi badan yaitu rata-rata todler bertambah tinggi sekitar 7,5
cm pertahun dan rata-rata todler usia 2 tahun sekitar 86,6 cm. Tinggi
badan pada usia 2

tahun adalah setengah tinggi dewasa yang

diharapkan. Berat badan yaitu rata-rata pertambahan berat badan


todler adalah 1,8 2,7 kg pertahun dan rata-rata berat badan todler
usia 2 tahun adalah 12,3 kg.
Lingkar kepala (LK) yaitu pada usia 1 2 tahun ukuran LK

sama

dengan lingkar dada dan total peningkatan LK pada tahun kedua


adalah adalah 2,5.
(2) Perkembangan Motorik
Terbagi dua yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik
kasar yaitu todler berjalan tanpa bantuan pada usia 15 bulan, todler
berjalan menaiki tangga dengan berpegangan pada satu tangan saat
usia 18 bulan dan todler berjalan dengan dua kaki pada usia 30
bulan. Motorik halus yaitu todler membangun menara dua blok dan
mencoret-coret secara spontan, todler (2 tahun) meniru coretan
vertikal dan todler sering menggunakan kata tidak bahkan ketika
bermaksud ya untuk mengungkapkan kebebasannya.
3) Riwayat nutrisi
Yang perlu di tanyakan adalah riwayat menyusui (ASI) dan pola perubahan
nutrisi, pada usia berapa pertama kali klien di berikan susu formula, lama
pemberian susu formula dan pada usia berapa klien di berikan makanan
tambahan, serta jenisnya. Pada anak yang status gizinya buruk atau kurang,
mudah terserang penyakit.
4) Riwayat psikososial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya aktifitas disekitarnya baik ketika di

31
Rumah atau di Rumah Sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli dan lebih
banyak diam akan lingkungan sekitarnya.
Hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat akan
semakin meningkat akibat kondisi klien yang berbeda dengan sebelum sakit.
Klien dan keluarga mungkin akan sering bertanya tentang kondisi yang di
alami klien saat ini dan mengungkapkan kekurangtahuan tentang kondisi
anaknya serta langkah langkah untuk perawatan selanjutnya.
5) Data Psikologis
Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena
perawatan lama di rumah dan perasaan tidak bebas dirumah sakit akibat
hospitalisasi.
Menurut Zaidin (2002) data psikologis mencakup :
a)

Status emosi
Klien menjadi irritable atau emosi yag labil secara tiba-tiba klien menjadi
mudah tersinggung.

b)

Konsep diri
(1) Body image : Sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar
maupun tidak sadar, meliputi : performance, potensi tubuh, bentuk
tubuh serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh.
(2) Ideal diri : persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan
standar pribadi yang terkait dengan cita cita, harapan dan keinginan.
(3) Harga diri : penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan
cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut dengan
ideal diri. Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi
orang lain, dan mendapat penghargaan orang lain.

32
(4) Peran : pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan
individu berdasarkan posisinya di masyarakat.
(5) Identitas diri : kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari
pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri
dan menajdi satu kesatuan yang utuh (Sunaryo, 2004).
c) Pola Koping
Hal apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalahnya adalah
tindakan maladaptive dan kepada siapa klien meminta bantuan atau
menceritakan apabila ada masalah.
6) Riwayat spiritual
Kesulitan untuk melakukan kewajiban sebagai umat beragama karena penyakit
dan aktivitas terbatas, optimisme keluarga terhadap kesembuhan klien semakin
meningkat meskipun pada tahap awal keluarga akan meluangkan waktu yang
banyak untuk mengurus klien. Biasanya keluarga akan mengajarkan klien untuk
lebih mendekatkan diri dengan pendekatan spiritual.
7) Riwayat hospitalisasi
Biasanya sebagaian anak akan mengalami reaksi penolakan untuk di rawat, hal
ini terjadi karena situasi rumah sakit yang tidak sesuai untuk bermaian anak dan
terkesan menakutkan.
8) Aktifitas Sehari-hari
a) Nutrisi
Yang perlu di tanyakan adalah riwayat menyusui (ASI) dan pola perubahan
nutrisi, pada usia berapa pertama kali klien di berikan susu formula, lama
pemberian susu formula dan pada usia berapa klien di berikan makanan
tambahan, serta jenisnya. Pada anak yang status gizinya buruk atau kurang,
mudah terserang penyakit.
b) Eliminasi
Bagaimana pola eliminasi BAB dan BAK apakah perubahan selama sakit
atau tidak. Biasanya anak laki-laki dengan hipospadia akan

33
mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran

urinnya,

bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin


perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi
lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan
disertai oleh peningkatan insiden ISK (Nancy, 2010).
c) Istirahat dan tidur
Bagaimana kebiasaan istirahat klien, apakah ada perubahan selama sakit
atau tidak. Biasanya, pada penderita post op terjadi gangguan istrahat tidur
akibat nyeri post op tersebut.
d) Personal Higiene
Bagaimana kebiasaan mandi klien, perawatan rambut, kuku apakah ada
perubahan selama sakit atau tidak. Kegiatan personal hygiene ini dibantu
oleh perawat atau keluarga.
9) Pemeriksaan fisik
Empat metode yang digunakan
palpasi, perkusi, dan

dalam pemeriksaan fisik adalah inspeksi,

auskultasi. Tehnik ini melibatkan indera penglihatan,

perabaan, pendengaran, dan penciuman (Effendy, 2003).


a) Keadaan umum
: keadaan umum lemah
b) Kesadaran
: komposmetis (sadar penuh)
c) Tanda-tanda vital :
(1) TD
:Biasanya tekanan darah normal
(2) Suhu
: kadang-kadang meningkat
(3) Pernapasan : biasanya cepat
(4) Nadi
: tidak normal
d) Antropometri
Pada pemeriksaan antropometri didapatkan tinggi badan, berat badan,
lengan atas, lingkar kepala, lingkar perut, lingkar dada. Untuk berat badan
biasanya dinilai dengan melihat angka dari Berat badan Ideal (BBI).
Adapun rumus untuk menghitung nilai dari Berat Badan Ideal
(BBI) pada anak usia 1 10 tahun adalah sebagai berikut: Rumus : BBI =
2(n) + 8
Keterangan :
n
= umur
2 dan 8 = nilai konstanta

34
Sedangkan untuk menghitung BMI (Body Mass Index) yaitu
untuk menilai apakah seseorang tergolong kurus, normal, atau overwight,
dimana berat badan (BB) seseorang (kg) dibagi dengan tinggi badan (TB)
pangkat Dua (m2).
Rumus : BMI = (BB) / (TB)2
Keterangan :
(1) BMI < 18.5

= berat badan kurang (underweight)

(2) BMI 18.5 24 = normal


(3) BMI 25 29

= kelebihan berat badan (overweight)

(4) BMI > 30

= obesitas (www.envykorset.com).

e) Pemeriksaan umum yakni pemeriksaan secara persistem dengan cara


inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi meliputi:
(1) Sistem pernapasan
Tidak ada gejala yang ditemukan, pernapasan teratur, penggunaan otototot

bantu pernapasan, tidak adanya

pernapasan cuping hidung,

retraksi dada positif.


(2) Sistem kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan frekuensi denyut nadi, denyut nadi normal,
terdengar bunyi jantung normal (lup-dup) irama jantung teratur, CRT >
2 detik.
(3) Sistem pencernaan
Pada klien dengan hipospadia tidak ditemukan anoreksia, mual,
muntah, kehilangan sensasi pada lidah, kesulitan menelan. Bentuk
bibir simetris, keadaan gigi tampak kotor, tidak ada karies gigi, lidah
nampak kotor, bentuk abdomen datar, bising usus 8 kali/ menit, bunyi
perkusi timpani, tidak ada massa, terdapat luka di daerah abdomen

35
yang belum sembuh, terpasang NGT.
(4) Sistem endokrin
Yang perlu dikaji adalah apakah klien mengalami gangguan pada
sistem endokrin. Biasanya pada klien dengan hipospadia tidak ada
gangguan pada system endokrin seperti pembesaran kelenjar tyroid.
(5) Sistem integumen
Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai dampak
infeksi sistemik. Selain itu turgor kulit baik dan akral teraba hangat.
(6) Sistem musculoskeletal
Pengkajian pada sistem muskuloskletal perlu diarahkan pada
kerusakan motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu dikaji
rentang gerak dari ekstermitas.
(7) Sistem perkemihan
Pada sistem urinaria dapat terjadi distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal, dysuria setelah operasi. Pada kondisi ini
pasien terpasang kateter dan frekuensi berkemih tidak teratur.
(8) Sistem reproduksi
Klien anak dengan hipospadia mengalami lekukan pada ujung penis,
melengkungnya penis kebawah dengan atau tanpa ereksi, terbukanya
uretra pada ventral. Setelah post op, terjadi pembengkakkan penis dan
perdarahan sehingga penis terpasang kateter.
(9) Sistem persyarafan
Pada klien hipospadia tidak terjadi penurunan kesadaran dengan
tingkat kesadaran komposmetis,serta GCS normal.
10) Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium

36
(1)

Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) memungkinkan untuk


mengetahui kadar gula darah sewaktu atau kadar gula darah puasa.

(2)

Peningkatan trombosit terjadi bila terjadi infeksi.

b) Canning/CT Scan untuk menemukan adanya penyempitan pada batang


penis.
c) BNO-IVP untuk menentukan apakah ada kelainan pada ginjal.
11) Pengobatan dan Perawatan
a) Pengobatan
(1) Pengobatan Umum : Tirah baring.
(2) Pengobatan Spesifik : pemberian antibiotik spektrum luas, segera
dilakukan tindakan-tindakan untuk menangani adanya luka bekas post
uretroplasty.
b) Perawatan
(1) Pembersihan atau pergantian verban pada luka post uretroplasty
(2) Tirah baring, biasanya pada pasien post op uretroplasty membutuhkan
posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri.
(3) Pantau TTV, pada umumnya pasien dengan rasa nyeri pasca post op
mempengaruhi pernapasan dan nadi pasien (Smeltzer, 2001).
b. Pengelompokan data
Pengelompokkan data adalah pengelompokkan data-data klien atau
keadaan tertentu di mana klien mengalami permasalahan kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data dikelompokkan
maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dengan
merumuskannya (Nursalam, 2001).
Adapun data-data yang muncul di klasifikasikan dalam data subyektif dan
data obyektif. Data subyektif adalah data yang diungkapkan atau dikeluhkan klien
secara subyektif, sedangkan data obyektif adalah data yang diperoleh dari hasil
observasi atau pengukuran.

37
c. Analisa data
Proses intelektual yaitu kegiatan metabulasi, menyelidiki, mengklasifikasi
dan mengelompokkan data serta mengaitkannya untuk menentukan kesimpulan
dalam bentuk diagnosa keperawatan (Linda, 2000).
Adapun komponen yang ada pada analisa data berupa : symptom, etiologi,
dan problem dimana symptom adalah gejala yang muncul atau data data yang
ditemukan yang telah diklasifikasikan dalam data subyektif dan data obyektif.
Etiologi merupakan penyebab sehingga muncul atau ditemukannya suatu masalah.
Sedangkan problem adalah masalah yang muncul atau ditemukan yang disertai
dengan data data yang menunjang.
Setelah melakukan analisa data, masalah masalah yang muncul
kemudian disusun berdasarkan prioritas masalah dimana untuk menyusun prioritas
suatu masalah keperawatan yaitu berdasarkan masalah yang mengancam jiwa,
masalah aktual, dan masalah resiko atau potensial.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon insasi
(status kesehatan atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) individu atau
kelompok yang perawat dapat membuat intervensi yang pasti demi kelestarian status
kesehatan mengurangi, menghilangkan, atau mencegah perubahan-perubahan (Linda,
2000).
Menurut Carpenito (2000), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
anak dengan post op penyakit Hipospadia adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat proses
pembedahan.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak

38
adekuat.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua
tentang merawat anak sakit.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op yang belum
sembuh.
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tindakan operatif.
f. Perubahan Pola eliminasi urin berhubungan dengan pemasangan kateter
g. Ansietas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang status
kesehatan.
3. Perencanaan/Intervensi
Perencanaan atau intervensi adalah acuan tertulis berbagai intervensi
keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosa keperawatan sehingga
klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya (Depkes RI: 2009).
Tujuan adalah hasil yang diharapkan dari setiap asuhan keperawatan yang
dapat dicapai dalam upaya menggulangi masalah kesehatan klien yang telah
teridentifikasi dalam mengkaji keperawatan. Dalam meneruskan tujuan harus jelas
dengan kriteria yang dapat diukur.
Setelah informasi dan data mengenai klien terkumpul, penjabaran masalahmasalah klien tersebut melalui perencanaan keperawatan dengan susunan sebagai
berikut :
a

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat proses


pembedahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri yang dirasakan klien
hilang atau berangsur-angsur berkurang dengan kriteria :
1) Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2) Klien menunjukan sikap tenang
Intervensi :

39
1)
2)
3)
4)
5)

Kaji tingkat atau skala nyeri


Pantau tanda-tanda vital
Anjurkan klien untuk teknik Relaksasi
Anjurkan teknik ditraksi
Penatalaksanaan analgetik

Rasional :
1)
2)
3)
4)

Respon nyeri merupakan langkah perawat


Kenaikan tanda-tanda vital mengindikasi peningkatan nyeri
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan kelelahan klien
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan

mekanisme kopping.
5) Analgetik membantu untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan klien.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak
adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat
terpenuhi dengan kriteria :
1) Klien menghabiskan porsi makannya.
2) Nafsu makan meningkat
3) Berat badan meningkat
Intervensi :
1) Pantau pola makan klien
2) Anjurkan kepada ibu klien untuk memberikan makanan yang lunak
3) Anjurkan kepada ibu klien untuk memberikan makanan pada klien dengan
porsi sedikit tapi sering.
4) Timbang BB Klien setiap hari
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan yang sesuai
Rasional :
1) Untuk mengetahui asupan nutrisi. Apakah klien menghabiskan makanan yang
diberikan.
2) Untuk memberikan rasa nyaman pada perut dan mudah dicerna oleh usus
3) Untuk memberikan atau menjaga lambung tidak kosong dan melatih usus
4) Untuk mengetahui pemasukan makanan yang adekuat.

40

5) Untuk mengetahui makanan yang harus diberikan dan tidak diberikan.


Defisit perawatan diri : Personal hygiene berhubungan dengan penurunan
kekuatan dan kelemahan fisik..
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat melakukan
perawatan diri dengan baik dengan kriteria :
1) Klien nampak bersih dan rapi
2) Klien dan keluarga mengerti tentang pentingnya kebersihan personal hygiene.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pemahaman klien, berikan penjelasan tentang manfaat perawatan
diri.
2) Berikan bantuan kepada klien dalam melakukan perawatan diri seperti
memotong kuku, mandi, sikat gigi, keramas, dan mengganti pakaian.
3) Anjurkan keluarga klien untuk melakukan perawatan diri setiap hari.
Rasional :
1) Informasi sangat mempengaruhi klien sehingga klien dapat termotivasi untuk
melakukan perawatan diri.
2) Membantu klien dalam melakukan perawatan diri untuk memenuhi
kebutuhannya dan memeberikan rasa nyaman pada klien.
3) Meningkatkan tingkat kemandirian keluarga dalam merawat orang yang sakit
dan dapat memperlancar sirkulasi darah.

41
d

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op yang belum
sembuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi
dengan kriteria :
1) Luka tidak bernanah
2) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Intervensi :
1) Pantau suhu secara teratur. Catat munculnya tanda-tanda klinis dari proses
infeksi
2) Pertahankan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat
3) Lakukan perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptic dan antiseptik.
4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik.
Rasional :

1) Peningkatan suhu merupakan indikasi terjadinya infeksi.


2) Menurunkan resiko terkena infeksi sekunder.
3) Menurunkan resiko terjadinya infeksi.
4) Pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tindakan operatif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak menunjukkan
adanya gangguan citra tubuh dengan kriteria :
1) Body image positif
2) Klien dapat mempertahankan interaksi sosial.
Intervensi :
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Dorong klien mengungkapkan Perasaannya.
3) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
Rasional :

1) Klien dapat menerima keadaan yang terjadi pada dirinya.


2) Klien mampu mengungkapkan perasaan yang dirasakannya selama sakit.
3) Klien dapat mengetahui cara perawatan dan pengobatan penyakitnya
Perubahan Pola eliminasi : urine berhubungan dengan pemasangan kateter
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan
pola eliminasi normal dengan kriteria :
1) Pasien dapat berkemih dengan baik

42
2) Klien dapat berkemih spontan bila kateter dilepas.
3) Warna urine kuning jernih.
Intervensi :
1)
2)
3)
4)
1)
2)
3)
4)
g

Kaji pola berkemih normal pada pasien


Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
Ukur intake dan output cairan
Observasi warna urine , bau dan jumlah urine.
Rasional :
Memonitor pengeluaran urin disertai darah pada kandung kemih.
Menetahui perubahan pola kemih.
Mengetahui pola eliminasi klien
Mengetahui perubahan yang terjadi pada warna, baud an jumlah pengeluaran

urine
Ansietas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
dan proses pengobatan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan klien dan
keluarga berkurang atau hilang dengan kriteria :
1) Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya dan mempunyai cara untuk
mengatasinya.
Intervensi :
1) Anjurkan klien dan keluarga klien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Berikan penjelasan tentang kondisi klien kepada klien dan keluarga
3) Anjurkan dan bantu koping untuk mengatasi masalah
Rasional :
1) Mendukung dan mendorong emosi klien sehingga merasa diperhatikan.
2) Memberikan perasaan tenang klien dan keluarga karena kondisinya dalam
keadaan baik.
3) Membantu memfasilitasi peran sebagi ibu baru sehingga cemas berkurang.

4. Pelaksanaan / Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan/ implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

43
disusun dan ditunjukan pada perawat untuk membuat klien dalam mencapai tujuan
yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam,
2001).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan. Pencegahan penyakit dan

pemulihan (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan
pelaksanaan tindakan keperawatan serta tujuan yang sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisa data, perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2001).

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau ada masalah baru atau mungkin
terdapat data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.

Anda mungkin juga menyukai