Anda di halaman 1dari 32

KEGAWATDARURATAN PENYAKIT MATA

Kegawatdaruratan (emergency) di bidang oftalmologi (penyakit mata) diklasifikasikan menjadi itiga


macam, yaitu:
1. Sangat gawat,
2. gawat, dan
3. semi gawat.
Berikut ini akan kami uraikan secara singkat dan padat.
1. Sangat Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "sangat gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan
yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit. Terlambatsebentar saja dapat mengakibatkan
kebutaan.Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah: luka bakarkimia
(luka bakar kerena alkali/basa dan luka bakar asam)
2. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukanpenegakan
diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu ataubeberapa jam.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:
1. Laserasi kelopak mata
2. Konjungtivitis gonorhoe
3. Erosi kornea
4. Laserasi kornea
5. Benda asing di kornea
6. Descemetokel
7.Tukak kornea
8. Hifema
9. Skleritis
10. Iridosiklitis akut
11. Endoftalmitis
12. Glaukoma kongestif
13. Glaukoma sekunder
14. Ablasi retina (retinal detachment )
15. Selulitis orbita
16. Trauma tembus mata
17. Trauma radiasi
1

3. Semi Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "semi gawat" adalah keadaan atau kondisi pasienmemerlukan pengobatan
yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu.Adapun keadaan atau kondisi pasien
yang termasuk di dalam kategori ini adalah:
1. Defisiensi (kekurangan) vitamin A.
2. Trakoma yang disertai dengan entropion.
3. Oftalmia simpatika
4. Katarak kongenital
5. Glaukoma kongenital
6. Glaukoma simpleks
7. Perdarahan badan kaca
8. Retinoblastoma (tumor ganas retina)
9. Neuritis optika / papilitis
10. Eksoftalmus (bola mata menonjol keluar) atau lagoftalmus(kelopak mata tidak dapat menutup sempurna).
11. Tumor intraorbita
12. Perdarahan retrobulbar

TRAUMA MATA
Trauma okuli sering terjadi, walaupun terdapat sistem pelindung mata. Ketika terjadi TO
maka harus segera mendapat penanggulangan untunk mencegah infeksi dan kerusakan mata
lebih lanjut.
Yang dapat ditanggulangi oleh dokter umum :
1) Abrasi dan benda asing di kornea
2) Trauma kimia
3) Robekan konjungtiva atau palpebra

T
R
A
U
M
A

AaP T K
K T eT . e
or
L.se r s a t
u aeu u
kA
a
arnab
p
m
de
sp
umfeer
k
e k r oa
mota /
k s u
aksr m
p uo b d
ria l m e
np
a r
kes d
o
a a
r
eaoi
n
r
pn l fi
s
ae i
i
k
l
a
a

a r r
/ k rs

jun
d a ji
e a n
n
to
r
r n n
ii e
s
a ds i
iee o a
pr l
a e fi
t r s
i
aa

a
n n
a

oa

o
n a
a
ls

a t
f

a
o

af

a
t

r
n

i
i
i

O
K
U
L
I
LUKA BAKAR (TRAUMA) KIMIA
1) DEFINISI
Merupakan salah satu keadaan kedaruratanoftalmologi karena dapat menyebabkan
cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia
pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik
yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan
memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Trauma kimia
biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma pada
mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia
yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam
bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.

2) ETIOLOGI
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam
bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia
3

dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai
pH > 7.
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan
tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga
trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran
sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat
enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble
complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium,
yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadangkadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan
proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan
trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea
yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka
tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian
superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.

Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam

Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam


Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih,
asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang
menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar
kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat,
pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.
Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki
dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran
dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.Trauma basa akan memberikan iritasi
ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma
5

basa

ini

mengakibatkan

suatu

kegawatdaruratan.

Basa

akan

menembus

kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia
basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.

Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali

Gambar Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali


Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang
tinggi alkali akan mengakibatkansafonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane
sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali.
Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea
atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat
edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel
6

diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi
gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi
perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya
terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik
mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan
berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini
memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun,
shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.

3) PATOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang
timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi

pembuluh darah pada limbus.


Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi

permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan
perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi

glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.


Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris

dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk

memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.


Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:


Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem cell limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang
baru.

4) KLASIFIKASI
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang
ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan
prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan
iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah
limbus (superfisial dan profunda).
Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari
1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan
sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis sangat
buruk)
Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan
konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa, dan tekanan intra okular.

Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 410

5) DIAGNOSIS

Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.

Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora, blefarospasme,
dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera terjadi
penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa,
kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun
sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.
Anamnesis
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas
pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat
kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan
dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset
dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai
adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi
akibat ledakan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah
terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal
sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan
pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus
untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra
okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel
yang menetap dan berulang.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata
secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH
normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
9

mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.

Gambar 5 Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH7

6) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis
trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma
okular

adalah

memperbaiki

penglihatan,

mencegah

terjadinya

infeksi,

mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan
kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera
mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya
dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin
baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,larutan natrium bikarbonat 3%, dan
antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak
lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang
konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat
pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara
konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
10

Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi reepitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air
mata buatan).
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti
steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma
kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian
steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan
menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan
di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1%
ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan
luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat
10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid
(diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif
untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan
ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier
fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi.
Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk
mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
Pembedahan
11

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,


mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks.

7) KOMPLIKASI
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:

a) Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
kornea dan penglihatan terganggu.

b) Kornea keruh, edema, neovaskuler


c) Sindroma mata kering
d) Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan.
Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak
traumatik.

e) Glaukoma sudut tertutup


f) Entropion dan phthisis bulbi
Semakin banyak jaringan epitel perilimbus serta pembuluh darah sklera dan
konjungtiva yang rusak ----indikasi progosis semakin buruk

Gambar Simblefaron

12

Gambar Phthisis bulbi

8) PROGNOSIS
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi
pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.

KONJUNGTIVITIS GONORRHOE
Disebut juga konjungtivitis purulenta, yang disebabkan N. Gonorrhoeae.
Terjadi biasanya terinfeksi karena menggosok mata dengna jari-jari, handuk, atau saputangan
yang terkontaminasi oleh sekret urethra yang terinfeksi
Pada bayi, infeksi didapatkan langsung pada waktu lahir dari jalan lahir ibu
Pengobatan
1) Isolasi penderita
2) Lokal :
a. Irgasi tiap jam dg larutan KMnO4/10000 atau larutan NaCl fisiologis
b. Tetes mata sulfanamid tiap kali setelah irigasi
c. Salf mata sulfasetamid sehari 2x
3) Sistemik :
13

a. Prokain penicillin G IM
Komplikasi
Dapat menyebabkan kornea ulser

ABRASI KORNEA
Merupakan kehilangan epitel kornea
Dapat dilihat dengan tes fluoresence (+)
Gejala :
a. Rasa nyeri sewaktu mata dan palpebra digerakkan
b. Blefarospasme
c. Lakrimasi
d. Visus menurun atau normal
Tindakan :
Midriasil 1%, salep mata antibiotika, mata ditutup dengan perban
BENDA ASING PADA KORNEA
Ex : karena serbuk gelas, kayu, besi, dll
Dapat menyebabkan penurunan visus, dan muncul injeksi
Tindakan :
Pakai anetesi lokal loidokain 2% untuk mengeluarkan benda asing pada kornea (jarum steril)
Setelah keluar, teteskan midriasil 1%, salep mata antibiotika, mata ditutup dengan perban
KONTROL : setiap hari untuk mencari tanda-tanda infeksi sampai luka sembuh sempurna
JANGAN BERI KORTIKOSTEROID!!
LASERASI PALPEBRA
Laserasi partial-thickness di palpebra yang tidak mengenai tepi palpebra dapat diperbaiki
secara bedah sama seperti laserasi kulit lainnya
Laserasi full-thickness palpebra yang mengenai batas palpebra harus diperbaiki hati-hati
untuk mencegah penonjolan tepi palpebra dan trikiasis

ULKUS KORNEA
merupakan defek pada epitel dan telah mencapai bagian stroma. Ulkus tersebut dapat
menyebabkan pembentukan parut yang menjadi penyebab kebutaan dan gangguan
penglihatan. Oleh karena itu, harus di diagnosis dini dan pengobatan segera
Faktor pencetus :
1) Luka kornea
2) Dakriosistitis
3) Infeksi konjungtiva
4) Gang. Nutrisi kornea (paralisis trigeminus)
5) Lagoftalmus, dll
Gejala Subjektif :
a. Mata merah
b. Penglihatan menurun
c. Sakit mata (ringan-berat)
d. Fotofobia
14

e. Kadang kotor
Gejala objektif :
a. Infiltrat kornea, disertai hilangnya sebagian jaringan (tes fluoresence +)
b. Keruh pada kornea
c. Injeksi siliar
Pengobatan :
1) Perbaiki konstitusi pasien
2) Hilangkan faktor pencetusnya
3) Obati ulkus
a. Tetes mata atropin 0,5-1% atau skopolamin
b. Antibiotik yang sesuai (tetes/salep)
4) Kompres hangat selama setengah jam (beberapa kali sehari)
5) Jika ulkus bersih + superfisial = diperban
jika ulkus sekret banyak dan purulen + tidak diperban

HIFEMA
Adalah timbunan darah di dalam bilik mata depan.
Terjadi akibat trauma tumpul yangmerobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gejala :
a) Sakit mata, disertai epifora dan blefarospasme
b) Penglihatan sangat menurun
Pengobatan :
1) Pasien dirawat dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30o pada bag.kepala
2) Beri koagulasi
3) Beri steroid tetes
4) Mata ditutup
Biasanya hifema akan hilang sempurna (7 hari)
Komplikasi :
a) Glaukoma sekunder
b) Kebutaan jika ada siderosis bulbi

SKLERITIS
Skleritis merupakan peradangan pada sklera yang jarang terjadi.
Penyebab :
1) Penyakit kolagen : RA, SLE, dll
2) Penyakit granulomatosis : TB, syphilis, lepra
3) Penyakit metabolik : Gout, RHD
15

4) Infeksi : herpes simpleks, herpes zooster


5) Lain-lain : trauma asam/alkali, luka bakar termal, trauma tembus
6) Tidak diketahui

IRIDOSIKLITIS (UVEITIS ANTERIOR)


1) DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera.
Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai
badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut
iridosiklitis atau uveitis anterior.
2) KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis
yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan
uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.
3) ETIOLOGI
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme
atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks.
Etiologi uveitis dibagi dalam :
Berdasarkan spesifitas penyebab :
a. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit
yang spesifik.
b. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang
masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi
pada traktus uvea.
Berdasarkan asalnya:\
a. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,
ataupun iatrogenik.
b. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen
lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.
4) PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi
atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma
16

tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat
toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).
Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan
hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya
mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood
Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam
humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare,
yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang
berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam
COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan
berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic
precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1.

Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen


yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2.

Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus
dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat
menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut
sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula
terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil
tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel
radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris
ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola
mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa
menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat
timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di
17

dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh
bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat
pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi
ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama
yang mengenai badan silier.
5) MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien
uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata
dapat ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah
siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat
flare di bilik mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau
hipopion. Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat
pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan
otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi
katarak komplikata. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma
sekunder. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan
edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran
belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton
fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel
pada permukaan iris).
6) PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan dapat diberikan secara :
a. Lokal
Midriatika
Midriatika yang sering digunakan adalah atropine sulfas, digunakan karena bekerjanya
cepat dan DOA nya lama. +/- 2 minggu. Efeknya adalah :
o Mengurangi kongesti pada tempat peradangan
o Menyebabkan midriasis, sehingga mencegah sinekia posterior
o Menyebabkan relaksasi otot sfingter pupil dan otot siliar, sehingga
mengistirahatkan mata

18

Steroid

Antibiotic
Mata ditutup
b. Sistemik
Steroid dosis tinggi yang kemudian di tapering off
Antibiotic yang sesuai etiologi
Istirahat

ENDOFTALMITIS
Merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau
bedah, atau endogen akibat sepsis.
Berbentuk radang supuratif dalam bola mata, sehingga akan membentuk abses di badan kaca
(vitreous body) .

GLAUKOMA
1. Definisi
Suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular yang berpotensi
progresif yang dapat menyebabkan optic neuropathy dan gangguan penglihatan.
2. Faktor Resiko
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko
lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:
- Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
- Penyakit hipertensi
- Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
- Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
- Ras tertentu
- TIO tinggi
- Miopi
- Obat steroid
- Kecelakaan/ operasimatasebelumnya
- Umur lebih 45 tahun
3. Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma sendiri adalah :

19

Glaukoma primer, dimana penyebabnya timbul glaukoma tidak diketahui, yang


dibagi atas 2 bentuk : glaucoma sudut terbuka/glaukoma simpleks dan glaukoma sudut
tertutup/glaukoma sudut sempit.

Glaukoma sekunder, dimana glaukoma timbul akibat kelainan didalam bola mata,
yang dapat disebabkan (kelainan lensa, katarak immature, hipermatur dan dislokasi
lensa; kelainan uvea, uveitis anterior; trauma, hifema, inkarserasi iris; pasca bedah,
blokade pupil, goniosinekia)

Glaukoma Kongenital, terbagi menjadi kongenital primer (dengan kelainan


kongenital lain) dan infantil (tanpa kelainan kongenital lain).

Glaukoma Absolut Glaukoma asolut merupakan stadium akhir glaukoma


(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan gangguan fungsi lanjut.

Klasifikasi Glaukoma:
I. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
A. Idiopatik
1. Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2. Glaukoma tekanan normal
B. Akumulasi material yang menimbulkan obstruksi jalinan trabekula
1. Pigmentary glaucoma
2. Exfoliative glaucoma
3. Steroid-induced glaucoma
4. Inflammatory glaucoma
5. Lens-induced glaucoma
a. Phacolytic
b. Lens-particle
c. Phacoanaphylactic glaucomas
C. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1. Posner-Schlossman (trabeculitis)
2. Traumatic glaukoma (angle recession)
3. Chemical burns
D. Peningkatan tekanan vena episklera
1. Sindrom SturgeWeber
2. tiroidopati
20

3. tumor Retrobulbar
4. Carotid-cavernous fistula
5. thrombosis sinus cavernosus
II. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
A. Blok pupil
1.

Glaukoma

primer

sudut

tertutup

mekanismecampuran)
2. Glaukoma dicetuskan lensa
a. Fakomorfik
b. Subluksasi lensa
c. Sinekia posterior

Inflamasi
Pseudofakia
Iris-vitreous

B. Anterior displacement of the iris/lens


1. Aqueous misdirection
2. Sindrom iris plateu
3. Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4. kista dan tumor iris dan korpus silier
5. kelainan koroid-retina
C. Obstuksi membran dan jaringan
1. glaukoma neovaskuler
2. glaukoma inflamasi
3. pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu
III. Kelainan perkembangan bilik mata depan
A. Glaukoma primer congenital (buftalmos)

21

akut,

subakut,

kronik,

B. Glaukoma berhubungan dengan gangguan pertumbuhan mata


1. Aniridia
2. AxenfeldRieger syndrome
3. Peters anomaly
4.

Patofisiologi
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melaluipupil ke

kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior(COA) melalui
pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekulamenuju kanal Schlemms dan
disalurkan ke dalam sistem vena.7 Gambar darialiran normal cairan aqueus dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Aliran normal humor aqueus7


Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:4
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkanpengeluaran pada
jalinan trabekular normal (glaukoma hipersekresi).
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik matabelakang ke bilik
mata depan (glaukoma blokde pupil).
22

c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu (glaukoma simpleks, glaukoma sudit tertutup,
glaukoma sekunder akibat goniosinekia).
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, dan
kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun (gambar 2A).
Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnyatrabekulum oleh iris perifer, sehingga
aliran cairan melalui pupil tertutup danterperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris
mencembung ke depan. Halini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum. 8
(gambar 2B).

Gambar 2. (A) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut terbuka, (B) Aliranhumor aqueus
pada glaukoma sudut tertutup8
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cupoptik. Efek dari
peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya peningkatan tekanan
tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup,Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80
mmHg, mengakibatkan iskemik iris,dan timbulnya edem kornea serta kerusakan saraf optik.
Pada glaukoma primersudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan
kerusakan selganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.7
5. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut terbuka) dapat
tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat terjadi, sehingga
dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup,
peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikangejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan.
23

a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi tingginya TIO dan
apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secaraumum, TIO dalam rentang 20-30
mmHg biasanya menyebabkan kerusakandalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilanganpenglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah
retina.
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan olehsel-sel
endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut suduttertutup), kornea menjadi
penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
c. Nyeri.
Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
d. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optikmenimbulkan

kerusakan

dari

serabut

saraf

retina

yang

biasanya

menghasilkankehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium akhirkehilangan


lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski visuspasien masih 6/6 (gambar
4).

Gambar 4. Penglihatan tunnel vision pada penderita Glaukoma.6


e. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupapenggaungan dan degenerasi papil
saraf optik.
f. Oklusi vena
g. kesulitan melihat benda dekat
h. penglihatan buram mendadak atau intermitten
i. Kesulitan melihat objek bergerak
j. Adaptasi gelap-terang buruk
24

k. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-anak
dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

6.

Penatalaksana

Terapi
Kerusakan serabut saraf akibat glaucoma irreversibel,
Prinsip terapi menurunkan TIO dengan obat atau operasi untuk mempertahankan
kondisi yang ada,
Tujuan menurunkan TIO adalah mengurangi progresifitas kerusakan serabut saraf dan
defek lapang pandang,
Early finding.
Medikamentosa
Mengurangi produksi aquous humor
Carbonic anhydrase inhibitor
acetazolamide 250 mg 4xsehari p.o,
dorzolamide eye drop 3x sehari
Beta-adrenergic antagonist:
beta-blocker (timolol maleat 0.25-0.5%) 2x/hr
betaxolol 0.25% - 0.5% 2x/hr.
Adrenergic agonist:depefeprine0.5% - 2% 2x/hr.
Antiglaukoma lainnya
Parasympathomimetic agents:
pilocarpin eye drop 2-4%, 2-6 x / hari
carbachol 0.75% digunakan setelah ops katarak operation
Latanoprost: meningkatkan aliran uvea sklera
Hyperosmotic fluid
glycerol 50% 1-2 ml/kg bb, diminum sekaligus
manitol 20% perinfus pre operasi, 1.5-3 ml/kg bb.
Indikasi bedah glaukomasimplek
25

TIO tidak terkontrol dg terapi maksimal


Kerusakan diskus optic progresif dan defek lapang pandang
Intoleransi obat
Tidak dapat membeli obat
Tidak dapat control teratur
7.

Prognosis
Diagnosis dini dan tepat,
TIO terkontrol dengan obat-obat/ bedah,
Kesadaran pasien untuk cek TIO dan pemberian obat-obat,
Penemuan kasus diantara keluarga glaukoma.

ABLASIO RETINA
Ablasio retina ( retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
batang dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih melekat
erat dengan membran Burch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan khoroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan
titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Retina adalah selembar tipis
jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga
posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan
korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang
dari koroid atau sel epitel pigmen mengakibatkan gangguan nutrisis retina dari pembuluh
darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang
menetap.
Dikenal 3 bentuk ablasi retina :
1. Ablasi retina regmatogenosa
2. Ablasi retina eksudatif
3. Ablasi retina traksi.
Terapi yang dilakukan pada ablasi retina regmatogenosa dan ablasi retina eksudatif adalah
dengan operatif, sedangkan pada Ablasi retina traksi berdasar etiologinya.

26

NEURITSIS OPTIK
1) DEFINISI
Neuritis optik adalah istilah-istilah umum yang menandakan peradangan atau
demielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit. Neuritis optikus merupakan
salah satu penyebab umum kehilangan penglihatan unilateral pada orang dewasa
2) KLASIFIKASI
Neuritis optikus berdasarkan kategori klinik dan pemeriksaan oftamoskopis terbagi
menjadi papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis mengarah kepada lesi anterior yang mana
diskus menjadi membengkak dan hiperemis, sedangkan neuritis retrobulbar menunjuk kepada
lesi saraf yang akut dan tidak ditemukan adanya gambaran fundus yang abnormal.
3) ETIOLOGI
1.
2.
3.
4.

5.

6.

7.
8.

27

Penyebab neuritis optic :


Idiopatik
Multiple sklerosis
Penyakit demielinisasi
a. Sklerosis multiple
b. Sindrom demielinisasi jarang lainnya seperti neuromielitis optikus
Infeksi virus
a. Neuritis optikus virus (morbili, mumps, cacar air, influenza)
b. Ensefalomyelitis pascainfeksi
c. polirad Poliradikuloneuronitis (sindrom Guellain Barre)
d. Mononukleosis infeksiosa
e. Herpes zoster
Perluasan lokal penyakit peradangan
a. Sinusitis
b. Penyakit intrakranium : meningitis, ensefalitis.
c. Penyakit orbita : selulitis, vaskulitis
d. Penyakit intraokular : korioretinitis, endoftalmitis, iridoksiklitis
Infeksi dan peradangan sistemik
a. Sifilis
b. Tuberculosis
c. Criptococcusis
d. Coccicarditis infektif
e. Endocarditis infekstif
f. Sarcoidosis
Nutrisi dan metabolik
a. Diabetes melitus
b. Defisiensi vitamin B12, beri-beri, pellagra
Toksik
a. Ambliopia tembakau-alkohol
b. Logam berat: arsen, timbal, talium.

c. Obat: etambutol, isoniazid, streptomisin, disulfiram, digitalis, kloramfenikol,


klorokuin, klorpropamid, hidroksikuinolin berhalogen.
d. Metanol
9. Atrofi difus herediter
a. Penyakit Leber
b. Atrofi optikus dominan (juvenilis)
c. Atrofi optikus resesif (infantil)
d. Penyakit herododegeneratif
e. Anomali saraf optikus
10. Penyakit vaskular
a. Arteritis temporalis
b. Arterioskeloris (neuropati optikus iskemik anterior): diabetes mellitus,
hipertensi.
c. Poliarteritis nodusa
d. Penyakit takasayu
11. Penyakit neoplastik
a. Infiltrasi langsung saraf optikus, leukemik, atau maligna.
b. Neuropati tekanan: tumor, penyakit mata tiroid
c. Sindrom paraneoplastik
12. Trauma
13. Terapi radiasi
4) GEJALA DAN TANDA
Gejala :
a. Hilangnya penglihatan pada satu atau dua mata lebih dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Hilangnya penglihatan dapat dideteksi dengan :
1. visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60), dan berat ( 20 / 70)
2. hilangnya penglihatan warna
3. berkuranagnya persepsi dari intensitas sinar
4. pandangan berkabut atau visus yang kabur
5. kesulitan membaca
6. adanya bintik buta
7. fenomena pulfrich (gangguan persepsi objek yang bergerak)
b. Kaburnya penglihatan dalam beberapa menit atau beberapa jam. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan hal ini termasuk :
Gangguan afektif
Latihan
Unthoffs syndrom (29%)
Menstruasi (8 %)
Meningkatnya penerangan / cahaya (3 %)
Makanan (2 %)
Merokok (0,8 %)

28

Unthoffs syndrome merupakan hilangnya visus sementara waktu yang terjadi secara
intermiten yang terjadi di skeloris multipel dan neuropati optik. Sindroma ini juga
dapat dicetuskan oleh stres emosional, perubahan cuaca, menstruasi, cahaya,
makanan, merokok. Patofisiologi dari Unthoffs syndrome belum diketahui, walaupun
adanya hambatan hantaran hingga peningkatan pada suhu tubuh atau perubahan pada
kadar elektrolit darah dapat dipercaya memegang peranan penting.
c. Sakit
Biasanya dijumpai pada 63 % kasus. Sakit pada mata dapat ringan bahkan sampai
berat. Berdasarkan pengalaman, rasa sakit ini dinyatakan dengan sakit yang tumpul pada
retrobulbar atau rasa sakit yang tajam pada mata jika mata digerakkan atau di raba. Pada
19 % pasien, sakit dapat didahului hilangnya visus, dalam 7 hari. Biasanya berlangsung
24-28 jam sebelum bersamaan dengan hilangnya visus. Sakit yang menetap lebih dari 1014 hari jarang ditemukan. Jika didapati, diagnosis haruslah dipertimbangkan kembali.
Tidak ada hubungan yang nyata antara rasa sakit dengan keparahan hilangnya visus atau
gambaran fundusnya (papilitis versus retrobulbar optik neuritis).
d. Gangguan lapang pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapang pandang adalah tipe defek visual yang
sering ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang dilaporkan, termasuk
skotoma sentrosekal, kerusakan gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendong saraf
yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer
saja. Setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapang pandang yang normal.
e. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral walaupun mata tersebut
buta. Umumnya, bagaimanapun defek atau kerusakan aferent pupil dikarakteristikan

29

dengan susahnya atau hilangnya konstriksi pada penyinaran langsung, hal ini didapati
pada mata yang ipsilateral. Tes dengan lampu senter yang berayun adalah metode
sederhana untuk mendeteksi hal ini.
Tanda dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskop :
Diskus optikus biasanya normal (44%) pada stadium awal dan stadium lanjut batas
diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus
bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati pada
retina dengan perangkat lampu hijau merah.

Papilitis dimana diskus menjadi bengkak dan hiperemis. Pada tahap awal di
karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit

hiperemis.
Tajam penglihatan mata terlihat adanya defek pupil Marcus Gunn.
Sel-sel vitreous posterior mungkin dapat terlihat.

Gambar

3.

Neuritis

optikus

5) TERAPI
Pengobatan kausal neuritis tergantung etiologinya. Untuk membantu mencari
penyebab neuritis optikus biasanya dilakukan pemeriksaan foto sinar X kanal optik,
30

sela tursika atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala. Pada sifilis maka
diindikasikan untuk pemberian anti sifilis. Pembersihan fokal infeksi adalah hal yang
penting. Pengobatan neuritis, papilitis maupun neuritis retrobulbar, adalah sama yaitu
kortikosteroid

atau

adenokortikotropin

hormon

(ACTH).

Bersama-sama

kortikosteroid diberikan antibiotik untuk menahan infeksi sebagai penyebab. Selain


dari pada itu diberikan vasodilatansia dan vitamin.

DAFTAR PUSTAKA

1) Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.


2) Kumpulan kuliah Ilmu Penyakit Mata. Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung.1993
3) Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann;1994.
31

4) Vaughan D, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum Ed 17.Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit


BU. General Ophthalmology 17th Ed.Jakarta: Widya Medika; 2000..
5) American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 4 Agustus 2011.http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
6) Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New
York. 2006.

32

Anda mungkin juga menyukai