Telentang, tengkurap, atau miring? Seringkali kita bertanya-tanya manakah posisi tidur yang
terbaik untuk si kecil. Atau di lain waktu, kita justru kebingungan karena orangtua atau kerabat
menganjurkan hal yang berbeda-beda dengan alasan yang berlainan juga. Padahal menurut
dr.Ayu Partiwi, Sp.A, MARS, dari RS.Bunda, Jakarta, setiap posisi memilki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing juga.
Sampai usia 3 bulan, bayi akan tidur telentang. Perkembangan motoriknya belum mampu
membuatnya tidur dalam posisi lain, tanpa bantuan Anda. Kelemahan tidur telentang adalah
bayi akan mudah terbangun, namun risikonya mengalami apnea atau berhenti bernapas akan
berkurang. Juga, posisi tidur ini mengurangi risiko terjadinya SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome atau sindroma kematian bayi secara mendadak). Lebih tenang untuk Anda juga, kan?
Bagaimana dengan posisi tidur yang lain? Tengkurap membuat bentuk kepala bayi lebih bagus
dan ia pun tidur lebih lama (karena lebih sedikit bergerak!). Sayangnya posisi tidur ini akan
membuat bayi di bawah usia 1 tahun lebih berisiko mengalami SIDS. Juga, ada teori yang
menyebutkan, tidur tengkurap bisa membuat bayi menghirup kembali udara yang telah
dihembuskan.
Apa solusinya? Jika Anda ingin si kecil tengkurap karena takut kepalanya tidak bulat sempurna
lagi (peang), lakukan dalam pengawasan Anda serta dibatasi dalam jangka waktu tertentu saja
atau ketika bayi terjaga. Sementara bila bayi tidur miring? Ia akan sering menggulingkan
tubuhnya, sehingga akhirnya kembali ke posisi tengkurap juga.
KOMPAS.com Kekhawatiran akan terjadinya Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) atau
sindrom kematian mendadak pada bayi membuat orangtua ragu menidurkan bayi kecilnya dalam
posisi tengkurap. Sebenarnya, SIDS tak akan terjadi jika kondisi bayi selalu terpantau. Jadi,
jangan takut menengkurapkan bayi sekalipun usianya belum sebulan.
Dengan sering ditengkurapkan, bayi belajar mengembangkan kekuatan leher, punggung, dan
otot-otot bagian atas lainnya. Kurang lebih di usia 4 bulan, kebanyakan bayi telah mampu
menopang kepala dan lehernya menghadap depan.
Jika sudah menguasai kemampuan tersebut dengan baik, tidak lama dari itu mengangkat tubuh
ini meningkat, dia mulai bisa membalikkan badan, menggeser dan akhirnya mampu
menggulingkan badan dari posisi tengkurap, telentang, lalu tengkurap lagi dan seterusnya.
Pentingnya latihan tengkurap telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Misalnya yang
dilakukan oleh Klinik Wichita di Newton, Amerika Serikat, yang kemudian dipublikasikan di
Archieves of Pediatric and Adolescent Medicine.
Penelitian membuktikan, bayi yang lebih banyak tidur telentang jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk bisa berguling di usia 4 bulan daripada bayi yang biasa ditidurkan
tengkurap.
Hal yang sama diakui oelh Glenn Doman (ahli terapi otak). Menurutnya, untuk mempermudah
bayi bergerak, maka bayi harus diletakkan di lantai, tentu saja yang bersih dan aman, dengan
posisi tengkurap agar dia bisa menghabiskan waktunya sebanyak mungkin menggerakkan tangan
dan kakinya untuk bergeser maju.
Sebaliknya, Doman mengatakan, bayi dalam posisi telentang ibarat kura-kura dalam posisi
terbalik. Ia sulit menggunakan leher dan anggota tubuhnya untuk belajar menopang tubuh dan
bergerak maju atau munjur.
Selain baik bagi perkembangan sensor motorik (kemampuan indra dan gerak), tengkurap juga
membuat tidur bayi jadi lebih pulas. Refleks moro (refleks pada bayi baru lahir yang terlihat
seperti gerak terkejut) seringkali membuat bayi terjaga dan menangis.
Efek refleks kejut yang tak terkontrol itu dapat dikurangi dengan tidur tengkurap. Alasannya,
dada dan tangan bayi bersentuhan dengan permukaan tempat tidurnya sehingga menimbulkan
rasa aman. Manfaat lain, tidur tengkurap mencegah terjadinya kepala gepeng atau peyang.
Selanjutnya, bayi yang telah mampu tengkurap sendiri akan lebih mudah meraih kemampuan
motorik kasar yang lebih kompleks, yaitu berguling, merangkak, berdiri, hingga berjalan.
Bayi sebaiknya diberi kesempatan untuk tengkurap sekitar 30 menit dalam sehari. Bagilah dalam
beberapa kali kesempatan. Kalau pun bayi sudah merasa tak nyaman dengan posisi tengkurap,
bantu ia mengubah posisinya menjadi telentang atau gendonglah.
Hanya, untuk bayi prematur, posisi tidur tengkurap tidak disarankan karena fungsi organ
tubuhnya yang belum matang. Tentunya saja bayi kecil yang ditengkurapkan harus selalu dalam
pengawasan. (Nakita/Gazali)
Posisi bayi tengkurap banyak mengundang kontroversi. Adakah keuntungannya? Atau lebih
banyak bahayanya?
Menyangkut posisi tidur bayi, American Academy of Pediatrics (AAP) menyimpulkan bahwa
posisi terlentang tetap merupakan yang paling aman. Dengan posisi terlentang, terbukti bahwa
sindrom kematian mendadak pada bayi (SIDS) dapat berkurang secara drastis. Walaupun
memang dengan posisi terlentang, kekurangannya adalah adanya perubahan bentuk kepala si
bayi.
Namun begitu, posisi bayi tengkurap tetap memiliki banyak keuntungan.
4. Tengkurapkan bayi Anda di atas bola besar dengan terus dipegang bagian
punggung dan pantatnya. Anda bisa memaju-mundurkan bola tersebut
perlahan-lahan
Selama bayi Anda dalam posisi ini, teruslah mengajaknya berbicara dan bermain, agar ia tidak
merasa kesal. Awasi juga anak-anak yang lain, jangan sampai mencelakai si kecil.
Jika ia tertidur dengan posisi tengkurap, jangan biarkan ia sendirian dan tidak terawasi.
Balikkanlah badannya agar ia tidur dengan posisi terlentang.
FOTO: BIRTH.COM.AU
TabloidNova.com - Merangkak merupakan fase pertama yang menandakan bayi sampai pada
tahap mobilitas dan melawan gravitasi. Namun, bukan hanya itu, lho, makna dari merangkak.
Faktanya, fase merangkak pada bayi justru tak bisa dianggap sepele.
Saat bayi melewati salah satu fase tumbuh kembang, misalnya langsung bisa berdiri tanpa
melewati fase merangkak, kerap dianggap sebagai kebaikan karena tumbuh kembangnya pesat.
Padahal yang terjadi justru sebaliknya.
Saat anak langsung bisa berdiri tanpa menjalani fase merayap lalu merangkak, itu justru
membuat perkembangannya tak lancar dan mengakibatkan beberapa kerugian di kemudian hari.
Pasalnya, merangkak adalah salah satu tonggak sistem koordinasi dalam tubuh, ujar Irene F.
Mongkar, pakar stimulasi anak, saat menjadi pembicara dalam talkshow Periode Emas Siapkan
Anak ke Masa Depan sebagai bagian rangkaian acara Prenagen Pregnancy Educational Journey
di Trans Luxury Hotel Bandung, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, anak harus diberi stimulasi untuk merayap kemudian merangkak sejak bayi
mulai bisa tengkurap. Merayap adalah fase saat buah hati tengkurap dan menggeserkan tubuhnya
dengan bertumpu pada perut, sementara merangkak terjadi saat bayi bergerak bertumpu pada
tangan dan kaki.
Fase merangkak pada bayi pun harus dilakukan dengan benar. Bayi bukan sembarang bergerak
maju atau mundur dalam posisi tengkurap semata, melainkan harus diperhatikan koordinasi
antara kaki dan tangannya, Irene menjelaskan. Pada sebuah kesempatan, ia meneliti gerakan
merangkak pada bayi. Ternyata, mayoritas bayi tidak merangkak dengan benar sehingga
stimulasi koordinasinya pun tak sempurna.
Merangkak yang benar adalah saat tangan kanan bergerak ke depan, diikuti oleh kaki kiri yang
melangkah, begitu pun sebaliknya saat tangan kiri merengkuh ke depan, kemudian kaki kanan
yang bergerak. Jika bayi merangkak seperti ini berarti koordinasi tubuhnya sudah baik dan
benar.
Annelis Brilian
FOTO: NURTUREDBYDESIGN
TabloidNova.com - Percaya, dong, jika dikatakan ikatan orangtua-anak merupakan ikatan
paling kuat dari semua hubungan yang ada di dunia ini. Namun berdasarkan riset yang
mengikutsertakan lebih dari 100 studi dan 14.000 anak dikatakan, 2 dari 5 anak tumbuh dengan
kurangnya kasih sayang (secure attachment ) dari orangtua mereka.
Anak-anak yang kurang kasih sayang cenderung melakukan hal buruk di sekolah dan menderita
depresi dibandingkan anak-anak yang mendapatkan cukup kasih sayang dari orangtuanya. Susan
M Ludington, RN, PhD, direktur eksekutif United States Institute for Kangaroo Care,
mengatakan, ada cara mudah membentuk secure attachment pada anak.
Selalu membangun interaksi dengan anak selama masa pertumbuhan mereka, tegas Susan.
Yang dimaksud Susan adalah dengan kerap memberikan anak pelukan kangguru. Berikut
Sembilan manfaat pelukan kangguru yang bisa membantu membangun hubungan baik antara
Anda dan anak.
peneliti Pelukan Kanguru, Gene Cranston Anderson, PhD, RN, yang juga profesor emeritus
keperawatan di Case Western Reserve University, Cleveland, mengatakan, Untuk membuat
ikatan keduanya semakin kuat, bisa dibantu dengan pelukan kangguru.
Mencegah Depresi Postpartum
Berbagai penelitian menunjukkan, perawatan kangguru mengurangi depresi postpartum. Menurut
MCN: The American Journal of Maternal/Child Nursing, aktivitas adrenal axis ibu yang negatif
dipengaruhi oleh melahirkan, dan kontak kulit-ke-kulit dapat mengaktifkan jalur untuk
meminimalkan risiko depresi. Plus, oksitosin yang dilepaskan (saat berpelukan) dapat
mengurangi kecemasan dan mempromosikan hubungan, serta mengurangi risiko lainnya akibat
melahirkan.
Ester Manulang/Fit Pregnancy