Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kekayaan hayati di dunia tidak tersebar seragam, daerah tropis umumnya merupakan
tempat hidup berbagai jenis spesies dalam jumlah yang besar dibandingkan daerah lain. Secara
efisien dan efektif diperlukan target dalam usaha konservasi dengan mengetahui di mana pusat
keanekaragaman hayati yang dijadikan tingkatan prioritas secara nasional maupun internasional.
Dalam skala global, secara sederhana dapat diidentifikasi daerah target yang dimaksud dengan
membuat penilaian (scoring) antar negara yang memiliki kekayaan spesies yang tinggi.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati
yang tinggi dan merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan perlu dilestarikan melalui
perlindungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan, seperti diamanatkan dalam UU Nomor 5
Tahun 1994 Tentang Keanekaragaman Hayati, yang meliputi konservasi, pemanfaatan
berkelanjutan atas komponen keanekaragaman hayati, serta akses dan pembagian keuntungan
yang adil.
Sebagai kader bangsa, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan tentang
keanekaragaman hayati dan nilai pentingnya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian
mahasiswa akan memiliki kepekaan untuk menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan
keanekaragaman hayati Indonesia secara berkelanjutan.
2. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud keanekaragaman hayati ?
2. Bagaimana tingkat keanekaragaman hayati ?
3. Bagaimana nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati ?

3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari keanekaragaman hayati
2. Mengetahui tingkat keanekaragaman hayati
3. Mengetahui nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati

II. PEMBAHASAN

1. Pengertian keanekaragaman hayati


Menurut Soemarwoto (1994) Keanekaragaman hayati atau biodiversity, adalah semua
kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai
materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup.
Termasuk didalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme
yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan
lainnya.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi. Wilayah tropis memiliki
keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika
semakin jauh dari ekuator. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari
miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains.
Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri,
protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan
menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan
eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar
angkasa (Salim, 1986)
2. Tingkat keanekaragaman hayati
1. Keanekaragaman hayati tingkat gen
Supardi

(1994)

Menyatakan

keanekaragaman

pada

tingkatan

gen

merupakan

keanekaragaman yang paling rendah. Gen adalah faktor pembawa sifat yang terdapat di dalam
kromosom. Kromosom terdapat di dalam inti sel. Keanekaragaman gen ditunjukkan, antara lain,
oleh variasi bentuk dan fungsi gen. Misalnya, pada manusia, ada gen yang mengontrol bentuk
wajah, warna rambut, jenis kelamin, warna kulit, dan golongan darah. Hal ini memungkinkan
adanya variasi manusia yang ada di dunia ini. Coba kalian amati wajah teman-teman kalian satu
kelas, apakah ada yang memiliki wajah sama? Pasti terdapat perbedaan di antara mereka
walaupun ada yang kembar
Meskipun masih dalam satu spesies, penampakan buah jeruk berbeda satu dengan
lainnya. Jadi, di dunia tidak ada satu jenis makhluk hidup yang sama persis bentuk dan ukuran

maupun warnanya. Perbedaan ini disebabkan adanya keanekaragaman gen. Gen adalah materi
yang mengendalikan sifat atau karakter. Jika gen berubah, sifat-sifat pun akan berubah. Sifatsifat yang ditentukan oleh gen disebut genotipe. Ini dikenal sebagai pembawaan. Perbedaan gen
tidak hanya terjadi antarjenis. Di dalam satu jenis (spesies) pun terjadi keanekaragaman gen.
Dengan adanya keanekaragaman gen, sifat-sifat di dalam satu spesies bervariasi yang dikenal
dengan istilah varietas. Misalnya, ada varietas padi PB, rojo lele, dan varietas padi tahan wereng
(coba sebutkan yang lain). Demikian juga dengan adanya berbagai varietas bunga, mangga,
jeruk, anjing, dan burung. Sekilas penampakan antarvarietas itu sama karena masih tergolong
spesies yang sama. Akan tetapi, setiap varietas memiliki gen yang berbeda sehingga
memunculkan sifat-sifat khas yang dimiliki oleh tiap-tiap varietas itu (Indrawan, 2007)
2.2.2. Keanekaragaman hayati pada tingkat spesies atau jenis
Wijayani (2013) Menyatakan bahwa untuk mengetahui keanekaragaman hayati tingkat
jenis pada tumbuhan atau hewan, dapat diamati, antara lain ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk
dan ukuran tubuh, warna, kebiasaan hidup dan lain-lain. Sebagai contoh dalam suku kacangkacangan, antara lain; kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau dan kacang buncis. Di antara
jenis kacang-kacangan tersebut dapat dengan mudah dibedakan, karena diantara jenis tersebut
ditemukan ciri-ciri yang berbeda antara ciri satu dengan yang lainnya. Misalkan ukuran tubuh
atau batang (ada yang tinggi dan pendek); kebiasaan hidup (tumbuh tegak, ada yang merambat),
bentuk buah dan biji, warna biji, jumlah biji, serta rasanya yang berbeda. Sebagai contoh hewan
adalah suku Felidae. Walaupun hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku
Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan sifat yang mencolok. Misalnya,
perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya.
2.2.3. Keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem
Keanekaragaman pada tingkat ekosistem terjadi akibat interaksi yang kompleks antara
komponen biotik dengan abiotik. Interaksi biotik terjadi antara makhluk hidup yang satu dengan
yang lain (baik di dalam jenis maupun antarjenis) yang membentuk suatu komunitas, sedangkan
interaksi biotik-abiotik terjadi antara makhluk hidup dengan lingkungan fisik, yaitu suhu, cahaya,
dan lingkungan kimiawi, antara lain, air, mineral, dan keasaman. Dengan beraneka ragamnya
kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati, terbentuklah keanekaragaman ekosistem. Tiaptiap ekosistem memiliki keanekaragaman makhluk hidup tertentu pula. Misalnya, ekosistem

padang rumput, ekosistem pantai, ekosistem hutan hujan tropik, dan ekosistem air laut. Tiap-tiap
ekosistem memiliki cirri fisik, kimiawi, dan biologis tersendiri. Flora dan fauna yang terdapat di
dalam ekosistem tertentu berbeda dengan flora dan fauna yang terdapat di dalam ekosistem yang
lain (Nunung, 2012)
2.3. Nilai keanekaragaman hayati
Menurut Tim penyusun bahan ajar PLH (2009) keanekaragaman hayati memiliki nilai
yang sangat tinggi untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Dengan mengetahui potensi dari
nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, diharapkan kita mampu melakukan kegiatankegiatan pemanfaatan secara lestari untuk mempertahankan kekayaan sumber daya hayati.
Nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut antara lain:
2.3.1. Produk pestisida alami
Banyak tumbuhan tropis menghasilkan bahan kimia. Masyarakat lokal telah menemukan
banyak tumbuhan berguna sebagai racun atau obat-obatan. Chrysanthemum pertama kali
digunakan seabad lalu di Timur Tengah untuk obat kutu. Bijinya mengandung purethrin. Telah
dipergunakan untuk sampo obat kutu, dan obat semprot serangga di rumah dan obat nyamuk
bakar. Tuba.(Deris) dipergunakan untuk meracun ikan, mengandung rotenone. Pohon mamba
(Azadirachta Indica) sebagai sumber insektisida (azadirachtin) (Tim penyusun bahan ajar, 2009)
2.3.2. Obat-obatan
Potensi untuk menemukan senyawa obat-obatan pada organisme liar sangat besar dan
memberikan salah satu alasan untuk konservasi biodiversitas. Ini terutama di hutan tropis.
Sesungguhnya industri farmasi lebih tergantung pada produk alami. Kurang lebih seperempat
obat-obatan yang beredar diambil secara langsung dari tumbuhan. Kurang lebih 121 obat-obatan
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, termasuk morfin, codeine, quinine, atropine, dan digitalis.
Namun, kurang dari 1% tumbuhan hutan tropis telah diuji sebagai sumber obat-obatan (Tim
penyusun bahan ajar, 2009)
Tumbuhan liar telah mengembangkan mekanisme pertahanan kimiawi selama jutaan
tahun. Bahan kimia yang dikembangkan adalah racun yang sangat spesifik yang menyerang
herbivora. Meskipun bahan kimia ini sering beracun, kadang-kadang bila diberikan dengan dosis

dan cara yang tepat, atau diubah sifat kimiawinya, dapat dipergunakan untuk obat. Beberapa
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat antara lain kumis kucing (sakit kencing batu dan
ginjal), jambu batu (diare), salam (darah tinggi), kunir (maag, hepatitis), tapak dara (kanker dan
diabet) (Tim penyusun bahan ajar, 2009)
2.3.3. Pupuk
Penelitian yang dilakukan baru-baru ini telah berhasil mengidentifikasi spesies bakteria
dari lautan dalam yang mampu menambat nitrogen, mengonservasinya menjadi bentuk yang
dapat dipergunakan sebagai pupuk (Tim penyusu bahan ajar, 2009)
2.3.4. Bahan baku rumah tangga industry
Serat misal ulat sutera, pelapis (coating) misal lak Adesif, Casein protein dan tanin telah
dipergunakan secara intensif sebagai lem industri. Biopolimer terutama polimer seperti plastik
telah dihasilkan dari bakteri dan secara teoritis dapat dihasilkan oleh tanaman. Sehingga senyawa
kimia ini dapat diproduksi dengan menumbuhkan tanaman tertentu. Minyak dari fosil dapat juga
disintesis dari produk tanaman. Enzim beberapa bakteri yang hidup pada sumber air panas dapat
hidup pada suhu setinggi 113 oC dan mungkin berguna dalam produksi enzim yang stabil pada
suhu tinggi (misal untuk mesin cuci) (Tim penyusun bahan ajar, 2009)
2.3.5. Manfaat lingkungan
Organisme liar melakukan fungsi-fungsi lngkungan yang vital dan kita mengalami
kesulitan untuk melakukannya sendiri. Kelelawar menyerbuki sukun, jambu biji, durian,
kaliandra dsb. Mikroorganisme mendekomposisi sampah dan serasah. Cacing tanah membalik
tanah dan menjaga aerasi. Bakteri tanah merubah nitrogen menjadi pupuk nitrat tumbhan
menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, sehingga mengurangi pemanasan global
karena CO2. Semua manfaat ini adalah gratis dan biasanya diterima apa adanya (taken for
granted) dan baru disadari kalau tidak memberikan manfaat lagi (Tim penyusun bahan ajar,
2009)
Bioremediasi

(fitoremediasi)

mengacu

kepada

penggunaan

organisme

untuk

membersihkan limbah beracun. Beberapa spesies tumbuhan yang hidup alami dalam tanah
dengan kandungan metal berat yang tinggi telah mengembangkan mekanisme biokimiawi untuk

mengekstrasi metal ini dari tanah dan mengakumulasi dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan
tumbuhan (Tim penyusun bahan ajar, 2009)

III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keanekaragamn hayati atau biodiversity, adalah semua kehidupan di atas bumi ini baik
tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya
dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya kelimpahan
dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat
baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya. Keanekaragaman hayati
dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai
organisme tingkat tinggi, yaitu keanekaragaman hayati tingkat gen, keanearagaman hayati
tingkat jenis, dan keanekaragaman hayati tingkat ekosistem.
Keanekaragaman hayati memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keberlangsungan kehidupan
manusia. Nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati antara lain sebagai pemasok makanan
(baik hewan maupun tumbuhan), produk pestisida alami, obat-obatan, pupuk, bahan baku rumah
tangga/industri, dan dapat dimanfaatkan di lingkungan.
3.2. Saran
Sebagai

kader

bangsa,

mahasiswa

perlu

dibekali

dengan

pengetahuan

tentang

keanekaragaman hayati dan nilai pentingnya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian
mahasiswa akan memiliki kepekaan untuk menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan
keanekaragaman hayati Indonesia secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Indrawan, M. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan obor Indonesia
Nurhayati, N. 2012. Biologi berbasis pendidikan karakter. Bandung: Yrama widya
Salim, E. 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.
Supardi. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung : Alumni
Soemarwoto, O. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Penerbit
Djambatan.
Tim Penyusun Bahan Ajar PLH. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang: UNNES
Press.
Wijayani, S. 2013.Biologi. Yogyakarta: Amara Books

Anda mungkin juga menyukai