Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

MENSTRUASI DAN GANGGUAN SIKLUS MENSTRUASI


Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RST Bhakti Wira Tamtama Semarang

Disusun Oleh:
Ainun Nafis Dwi Ramadani
30101206565
Pembimbing:
Letkol CKM dr. Arief Soffanto, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Menstruasi atau haid merupakan suatu kondisi yang dialami oleh setiap perempuan.
Biasanya seorang gadis dikatakan sudah menginjak remaja bila telah mengalami haidnya
yang pertama (disebut dengan menarche). Datangnya haid ini menandakan bahwa fungsi
tubuh seorang perempuan berjalan dengan baik dan normal.
Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh seorang perempuan yang
terjadi secara berkala dan dialami setiap bulannya secara rutin. Hal ini dipengaruhi oleh
hormon reproduksi. Otak melepaskan hormon reproduksi yang memfasilitasi indung telur

untuk melepaskan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini akan
mematangkan sel telur sehingga terjadi menstruasi atau kehamilan bila ada pembuahan.
Pola haid merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai
titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang
7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikitsedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari
ke-2 atau ke-3 dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. (Manuaba, 2008).
Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur 10 16 tahun (Jonesh, 2005).
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus (Sarwono, 2002).
Menurut Bobak, menstruasi atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami
setiap perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat haid adalah pertanda
bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan.
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis,
dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran
reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena
tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun
lama siklus menstruasi (Jones, 2005).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MENSTRUASI
1. Definisi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14
hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus
(Bobak, 2004). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2005), menstruasi adalah
perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi)
endometrium.
2. Fisiologi dan Fase-Fase Menstruasi
Siklus menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarian axis). Hipotalamus
menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin

Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Luteinizing


Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis. Sedangkan
ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron.
Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus menstruasi
disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon yang
dihasilkan oleh ovarium dan hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus
(Prawirohardjo, 2005).

Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya


atas 3 fase pada ovarium, yaitu fase folikular, fase ovulasi, dan fase luteal
(Prawirohardjo, 2005).
a. Fase Folikular
Setiap saat selama siklus, sebagian dari folikel-folikel primer mulai
berkembang. Pada fase ini, terjadi peningkatan hormon FSH untuk membantu
perkembangan dan pematangan folikel. Dengan berkembangnya folikel,
produksi estrogen meningkat dan ini akan memberi efek feedback, yaitu
penekanan produksi hormon FSH. Hanya folikel dengan lingkungan hormonal
tepat untuk mendorong pematangannya yang berlanjut melewati tahap-tahap
awal perkembangan. Folikel yang lain karena tidak mendapat bantuan hormon

akan mengalami atresia. Pada waktu ini, LH juga meningkat untuk membantu
pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah
kadar estrogen dalam plasma meningkat secara signifikan. Selama
pembentukan folikel, seiring dengan pembentukan dan penyimpanan bahan
oleh oosit primer untuk digunakan jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan
penting di sel-sel yang mengelilingi oosit dalam persiapan untuk pembebasan
sel telur dari ovarium (Sherwood, 2009).
b. Fase Ovulasi
Pada saat ovulasi, kadar estrogen perlahan-lahan meningkat dan kemudian
dengan cepat mencapai puncaknya dan akan menyebabkan lonjakan LH pada
pertengahan siklus. Lonjakan LH ini menyebabkan empat perubahan besar
dalam folikel :
1) Menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel.
2) Memicu kembali meiosis di oosit folikel yang sedang berkembang.
3) Memicu pembentukan prostaglandin kerja lokal yang akan memicu ovulasi
dengan mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan
cepat folikel dan menginduksi digesti enzimatik dinding folikel yang akan
menyebabkan pecahnya dinding folikel yang menutupi tonjolan folikel.
4) Menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal.
Lonjakan LH di pertengahan siklus akan mengakhiri fase folikular dan
memulai fase luteal. (Sherwood, 2009).
c. Fase Luteal
Setelah memicu pembentukan korpus luteum, LH merangsang sekresi
berkelanjutan hormon steroid oleh struktur ovarium ini. Di bawah pengaruh
LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron dan estrogen. Kadar progesteron
akan meningkat dan kadar estrogen juga meningkat tetapi tidak sampai
mencapai kadar yang sama ketika fase folikular. Progesteron akan
mendominasi fase luteal dan akan menghambat sekresi LH dan FSH untuk
mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase luteal.
Korpus luteum berfungsi selama kurang lebih dua minggu dan akan
berdegenerasi jika tidak terjadi fertilisasi. Proses degenerasi ini ditandai
dengan

berkurangnya

kapiler-kapiler

darah

dan

menurunnya

sekresi

progesteron dan estrogen. Hilangnya efek inhibisi kedua hormon ini akan
memungkinkan sekresi FSH dan LH kembali meningkat dan akan
mempengaruhi kelompok folikel primer untuk matang kembali dan memulai
kembali fase folikular baru.

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh rangsangan


Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) yang disekresi oleh blastokista yang
tertanam. Hal ini terjadi sampai 9-10 minggu kehamilan dan fungsinya akan
diambil alih oleh plasenta. (Prawirohardjo, 2005).
Sedangkan pada endometrium juga terjadi 3 fase, yaitu fase menstruasi,
fase proliferasi, dan fase sekretorik.
a. Fase Menstruasi
Fase paling jelas, ditandai dengan pengeluaran darah dan sisa endometrium
melalui vagina.Fase ini bersamaan dengan fase folikular ovarium. Saat korpus
luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi, kadar progesteron dan
estrogen menurun tajam, merangsang pembebasan prostaglandin yang
menyebabkan vasokonstriksi vaskular endometrium.
Penurunan distribusi oksigen menyebabkan kematian endometrium beserta
vaskularnya.Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan vaskular ini membilas
jaringan yang mati ke lumen uterus dan hanya menyisakan sebuah lapisan tipis
epitel

dan

kelenjar

yang

nantinya

menjadi

asal

regenerasi

endometrium.Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan


miometrium uterus yang membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium
melalui vagina. Kontraksi yang terlalu kuat akibat produksi prostaglandin
berlebih dapat menyebabkan rasa kram yang disebut dismenorea.
b. Fase Proliferasi
Berlangsung bersamaan dengan bagian akhir fase folikular ovarium.Ketika
darah haid berhenti, endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di
bawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang.Estrogen
memacu proliferasi sel epitel, kelenjar, dan vaskular endometrium. Fase ini
berlangsung dari akhir menstruasi hingga ovulasi, kadar puncak estrogen
memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi.
c. Fase Sekretorik
Berlangsung bersamaan dengan fase luteal ovarium.Setelah ovulasi,
terbentuk korpus luteum baru yang mengeluarkan sejumlah besar progesteron
dan estrogen. Progesteron mengubah endometrium menjadi kaya vaskular dan
glikogen yang mana dipersiapkan untuk implantasi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi


a. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan
oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini
merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara
pemasukan dan pengeluaran berdasarkan pangan yang dikonsumsi (Sunarti,
2004).Menurut Almatsier (2009), status gizi adalah suatu kondisi tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Status Gizi mempunyai peranan penting dalam siklus menstruasi.
Diperlukan paling tidak 22% lemak dan indeks tubuh yang lebih besar dari 19
kg/m2 agar siklus ovulatorik dapat terpelihara dengan normal. (Coad, 2007).
Siklus menstruasi sendiri sangat bergantung pada mekanisme hormonal,
termasuk hormon estrogen yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap mekanisme feedback (Prawirohardjo, 2005). Selain dihasilkan di
ovarium di bawah kontrol hipotalamus, estrogen juga dapat dihasilkan dari

jaringan lemak. Dengan demikian, produksi estrogen juga bergantung pada


berat badan dan komposisi lemak tubuh (Proverawati, 2009).
Obesitas dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi melalui jaringan
adiposa yang secara aktif mempengaruhi rasio hormon androgen dan estrogen.
Pada wanita dengan obesitas terjadi peningkatan produksi estrogen yang
apabila terjadi secara terus-menerus secara tidak langsung akan menyebabkan
peningkatan hormon androgen yang dapat mengganggu perkembangan folikel
sehingga tidak dapat menghasilkan folikel yang matang (Rakhmawati, 2012).
Waryana (2010) dalam Wahyuni (2012) mengatakan bahwa pada keadaan
gizi kurang atau terbatas juga terjadi gangguan fungsi reproduksi dan
perubahan kadar hormon estrogen yang akan mempengaruhi keteraturan siklus
menstruasi. Jappe et al (2014) juga menyatakan bahwa wanita dengan
malnutrisi atau underweight umumnya akibat eating disorder, mengalami
keterlambatan dalam maturitas seksual dan menyebabkan risiko siklus
menstruasi yang tidak teratur. Selain itu, sekresi hormon LH yang terganggu
akibat penurunan berat badan juga akan mengganggu siklus dengan
menyebabkan pemendekan fase luteal (Coad, 2007).
b. Stress
Stress merupakan respons nonspesifik generalisata tubuh terhadap setiap
faktor yang mengalahkan, atau mengancam untuk mengalahkan kompensasi
tubuh untuk mempertahankan homeostasis (Sherwood, 2009).
Respon utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan sistem saraf
simpatis

generalisata

dan

pengaktifan

sistem

CRH-ACTH-kortisol

(Corticotropin- releasing hormone-Adenocorticotropik Hormone) (Sherwood,


2009). Stress akan memicu produksi hormon kortisol yang berlebihan, dimana
hormon ini bekerja mengatur seluruh sistem di dalam tubuh, termasuk sistem
reproduksi. Produksi kortisol yang berlebihan ini akan mempengaruhi
pengeluaran hormon dari korteks adrenal, terutama hormon estrogen yang
nantinya akan mempengaruhi kelancaran siklus menstruasi dan akan memicu
perubahan-perubahan dependen androgen pada wanita (Duchesne, 2013).
Dalam pengaruhnya terhadap sistem menstruasi, stress melibatkan sistem
neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi
wanita. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pada saat terjadi stress,
terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan
aktivasi saraf otonom yang menyebabkan beberapa perubahan, salah satunya

menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, yakni siklus menstruasi yang


abnormal (Pinasti et al, 2012).
c. Olahraga yang Teratur
Beberapa penelitian mengatakan bahwa olahraga yang teratur dapat
mempengaruhi keteraturan siklus menstruasi. Olahraga yang teratur akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada aksis hypothalamus-hipofisis-ovarium
yang akan menyebabkan penekanan sekresi pulsatil GnRH dari hypothalamus.
Penekanan pulsatil GnRH ini juga diyakini akibat penggunaan energi yang
berlebihan yang melebihi pemasukan energi pada orang-orang yang
berolahraga secara teratur. Akibatnya, sekresi LH dan FSH akan berkurang dan
membatasi stimulasi ke ovarium dan produksi estradiol dan mengakibatkan
pemanjangan siklus folikuler dan hilangnya LH peak pada tengah siklus (fase
ovulasi) (Dayanti, 2004).
Olahraga memang memberikan banyak keuntungan, tetapi olahraga yang
berlebihan dapat menyababkan gangguan pada siklus menstruasi. Gangguangangguan yang dapat terjadi, yaitu gangguan keteraturan siklus menstruasi
hingga

amenorea

(tidak

mengalami

menstruasi),

penipisan

tulang

(osteoporosis), perdarahan abnormal, dan infertilitas. Sifat dan tingkat


keparahan gejala tergantung pada beberapa hal, seperti jenis olahraga,
intensitas dan durasi olahraga (Asmarani, 2010).
d. Penyakit yang Berhubungan dengan Sistem Reproduksi
Penyakit reproduksi seperti polycystic ovary

syndrome

(PCOS),

endometriosis, tumor ovarium, dan kanker serviks dapat menyebabkan


perubahan kadar hormon sehingga mempengaruhi keteraturan siklus
menstruasi (Winkjosastro, 2007).
e. Merokok
Siklus menstruasi pada perokok berat cenderung lebih pendek dan lebih
tidak teratur dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (Winkjosastro,
2007).
f. Kelainan Genetik
Kelainan genetik, seperti sindrom cushing, sindrom asherman, sindrom
turner, sindrom testicular feminization dapat menyebabkan terjadinya amenore
primer (Winkjosastro, 2007).
g. Konsumsi Obat-Obatan
Konsumsi kontrasepsi hormonal atau obat-obatan yang meningkatkan kadar
hormon prolaktin dapat menyebabkan perubahan siklus menstruasi. Konsumsi

obat-obatan jenis ini dapat menyebabkan manipulasi siklus menstruasi dan


memaksa tubuh untuk membentuk siklus buatan (Smith, 2000).
B. GANGGUAN SIKLUS MENSTRUASI
1. Definisi Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah menstruasi yang berulang setiap bulan yang
merupakan suatuproses kompleks yang mencakup reproduktif dan endokrin yang
berangkai secara kompleks dan saling mempengaruhi (Sherwood, 2009).
Suzannec (2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks
yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004), Siklus
menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling
mempengaruhi dan terjadi secara simultan.
Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi
yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan
dinamakan hari pertama siklus (Prawirohardjo, 2005).
Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus
menstruasi klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas biasanya
berlangsung selama kurang lebih 7 hari. Lama perdarahan sekitar 3-5 hari dengan
jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc (Bobak, 2005).
Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi
dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika pembuahan
tidak terjadi, maka siklus akan berulang. Jika pembuahan terjadi, maka siklus
terhenti sementara dan sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara
dan melindungi makhluk hidup yang baru terbentuk sampai dapat berkembang
menjadi individu yang dapat berkembang di luar lingkungan ibu (Sherwood,
2009).
2. Gangguan Lama Menstruasi
a. Polimenore atau Epinore
Pada polimenore siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya yaitu terjadi
dengan interval kurang dari 21 hari (Jones, 2002). Perdarahan kurang lebih
sama atau lebih banyak dari biasa. Polimenore dapat disebabkan oleh
gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi
pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena
peradangan, endometriosis, dan sebagainya (Simanjuntak, 2009).
b. Oligomenore

Siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari (Jones,
2002). Perdarahan pada oligomenore biasanya berkurang. Pada kebanyakan
kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik.
Siklus menstruasi biasanya ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang
dari biasanya (Simanjuntak, 2009).
c. Amenore
Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga bulan
berturut-turut. Amenore primer terjadi apabila seorang wanita berumur 18
tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenore
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi tetapi kemudian tidak
dapat lagi (Simanjuntak, 2009). Amenore primer (dialami oleh 5 persen wanita
amenore) mungkin disebabkan oleh defek genetik seperti disgenensis gonad,
yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder tidak berkembang. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kelainan duktus Muller, seperti tidak ada uterus, agenesis
vagina, septum vagina transversal, atau himen imperforata. Pada tiga penyebab
terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge menstruasi tidak dapat keluar
dari traktus genitalis. Keadaan ini disebut kriptomenore, bukan amenore.
Penyebab yang paling umum pada amenore sekunder adalah kehamilan (Jones,
2002).
3. Gangguan Jumlah Darah Menstruasi
a. Hipomenore
Perdarahan haid yang lebih pendek dan atau kurang dari biasa dengan
discharge menstruasi sedikit atau ringan (Jones, 2002). Hipomenore
disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang
gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal. Adanya hipomenore
tidak mengganggu fertilitas (Simanjuntak, 2009).
b. Hipermenore atau Menoragia
Perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal
(lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus,
misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari
biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan
pelepasan endometrium pada waktu haid, dan sebagainya. Pada gangguan
pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan
endometrium

yang

diikuti

dengan

pelepasannya

pada

waktu

haid

(Simanjuntak, 2009). Menoragia mungkin terjadi disertai dengan suatu kondisi


organik uterus, atau mungkin terjadi tanpa ada kelainan yang nyata pada
uterus. Hal ini disebut perdarahan uterus disfungsional, dengan kata lain
disebabkan oleh perubahan endokrin atau pengaturan endometrium lokal pada
menstruasi (Jones, 2002).
Ada pula gangguan menstruasi yang berhubungan dengan adanya gangguan
pada siklus dan jumlah darah menstruasi yaitu metroragia. Pada keadaan ini,
terdapat gangguan siklus menstruasi dan sering berlangsung lama, perdarahan
terjadi dengan interval yang tidak teratur, dan jumlah darah menstruasi sangat
bervariasi. Pola menstruasi seperti ini disebut metroragia. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh kondisi patologik di dalam uterus atau organ genitalia interna.
Perlu bagi dokter untuk mengadakan investigasi lebih lanjut. Investigasi
meliputi histeroskopi dan biopsi endometrium atau kuretase diagnostik (Jones,
2002).
4. Gangguan yang Berhubungan dengan Menstruasi
a. Pre-Menstrual Syndrome (PMS)
Merupakan keluhan-keluhan yang biasanya terjadi mulai satu minggu
sampai beberapa hari sebelum datangnya haid yang menghilang sesudah haid
datang walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti.
Penyebab terjadinya tidak jelas, tetapi mungkin faktor penting ialah
ketidakseimbangan estrogen dan progesteron dengan akibat retensi cairan dan
natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema. Dalam
hubungan dengan kelainan hormonal, pada premenstrual syndrom terdapat
defisiensi luteal dan pengurangan produksi progesterone.
Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial juga memegang
peranan penting. Yang lebih mudah menderita keluhan-keluhan ini adalah
wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan
terhadap faktor-faktor psikologis.
Keluhan terdiri dari gangguan emosional berupa emosional berupa
iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran
dan rasa nyeri pada mammae, dsb. Sedang pada kasus yang berat terdapat
depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala
tersebut di atas (Manuaba, 2002).
b. Dismenorea

Dismenorea adalah nyeri atau rasa sakit yang menyertai menstruasi


sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Nyeri sering
bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah,
dll. Keluhan ini biasanya baru timbul 2 atau 3 tahun sesudah menarche.
Umumnya hanya terjadi pada siklus haid yang disertai pelepasan sel telur.
Kadang-kadang juga pada siklus haid yang tidak disertai pengeluaran sel telur
(disebut siklus anovulatory), terutama bila darah haid membeku di dalam
rahim. Jadi rasa sakit terjadi ketika beku-bekuan itu didorong keluar rahim.
Rasa sakit yang menyerupai kejang ini terasa di perut bagian bawah. Biasanya
dimulai 24 jam sebelum haid datang dan berlangsung sampai 12 jam pertama
dari masa haid. Sesuatu itu semua rasa tidak enak tadi hilang. Derajat rasa
nyerinya bervariasi mencakup ringan (berlangsung beberapa saat dan masih
dapat meneruskan aktivias sehari-hari), sedang (karena sakitnya diperlukan
obat untuk menghilangkan rasa sakit, tetapi masih dapat meneruskan
pekerjaannya), berat (rasa nyerinya demikian beratnya sehingga memerlukan
isirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya).
Sebab dismenorea dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu dismenorea
primer, semata-mata berkaitan dengan aspek hormonal yang mengendalikan
uterus dan tidak dijumpai kelainan anatomis, umumnya dijumpai pada wanita
dengan siklus haid berevolusi. Dismenorea sekunder, rasa nyeri yang terjadi
saat

menstruasi

berkaitan

dengan

kelainan

anatomis

uterus

seperti

endometriosis dan infeksi kronik genitalia interna (Manuaba, 2002).

5. Penyebab Terganggunya Siklus Menstruasi


Penyebab gangguan haid sangat banyak, dan secara sistematis dibagi
menjadi tiga kategori penyebab utama, yaitu:
a. Keadaan Patologi Panggul
1) Lesi Permukaan pada Traktus Genital
- Mioma uteri, adenomiosis
- Polip endometrium
- Hiperplasia endometrium
- Adenokarsinoma endometrium, sarkoma
- Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus
- Kanker serviks, polip
- Trauma
2) Lesi Dalam

- Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi miometrium


- Endometriosis
- Malformasi arteri vena pada uterus
b. Penyakit Medis Sistemik
- Gangguan hemostasis; penyakit von Willebrand, gangguan faktor II, V,
-

VII, VIII, IX, XIII, trombositopenia, gangguan platelets


Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE
Gangguan hipotalamus hipofisis: adenoma, prolaktinoma, stress,

olahraga berlebih
c. Penyakit Uterus Disfungsi
Merupakan gangguan haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada panggul
dan penyakit sistemik. Pada kepustakaan 2008, Fraser dkk menyebut sebagai
perdarahan uterus abnormal-Mechanism Currently Unexplained (MCU) karena
masalah ketepatan arti terminologi perdarahan uterus disfungsi yang masih
diperdebatkan.
Selain ketiga faktor penyebab tersebut bila perdarahan uterus abnormal terjadi pada
perempuan usia reproduksi harus dipikirkan gangguan kehamilan sebagai
penyebab. Abortus, kehamilan ektopik, solutio plasenta perlu dipikirkan karena
juga memberikan keluhan perdarahan. Penyebab iatrogenik seperti penggunaan pil
kontrasepsi, alat kontrasepsi dalam rahim, obat antikoagulasi, antipsikotik, dan
preparat hormon bisa juga menyebabkan perdarahan sehingga harus dipikirkan pula
saat evaluasi perdarahan uterus abnormal.
6. Penanganan Gangguan Siklus Menstruasi
a. Penanganan dengan Medikamentosa Hormonal
1) Estrogen
2) Progrestin
3) Kombinasi Estrogen dan Progrestin
b. Penanganan dengan Medikamentosa Non-Hormon
1) Obat Anti Inflasmasi Non Steroid (NSAID)
2) Antifibrinolisis
c. Penanganan dengan Terapi Bedah
Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada
kegagalan terapi medikamentosa.
C. PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI (PUD)
1. Definisi PUD
Perdarahan uterus disfungsi (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang
terjadi tanpa adanya keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu,
atau kehamilan. PUD dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun anovulasi yang

sebagian besar disebabkan oleh gangguan fungsi mekanisme kerja poros


hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium.
Istilah perdarahan uterus disfungsi telah digunakan sejak lama, tetapi
mempunyai arti yang bervariasi dan berbeda. PUD dapat menunjukkan siklus
ovulasi atau siklus anovulasi. Pada perkembangan terakhir dengan berbagai
pertimbangan istilah PUD diusulkan diganti dengan istilah perdarahan uterus
abnormal-Mechanism Currently Unexplained (MCU). Terminologi dan definisi
tersebut masih membutuhkan diskusi dan debat lebih lanjut agar tercapai
kesepakatan bersama.
2. Gambaran Klinis PUD
PUD menggambarkan spektrum pola perdarahan uterus abnormal yang dapat
terjadi setiap saat dan tidak diduga, yaitu dapat berupa perdarahan akut dan
banyak, perdarahan ireguler, metroragia, menometroragia, oligomenorea, dan
menoragia. PUD dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause,
tetapi paling sering dijumpai pada masa perimenarche dan perimenopause.
3. Penanganan PUD
Penanganan PUD dilakukan untuk mencapai dua tujuan yang saling berkaitan,
yaitu

yang

pertama

mengembalikan

pertumbuhan

dan

perkembangan

endometrium abnormal yang menghasilkan keadaan anovulasi dan kedua


membuat haid yang teratur, siklik dengan volume dan jumlah yang normal. Kedua
tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara menghentikan perdarahan dan mengatur
haid supaya normal kembali. Medikamentosa yang dipakai adalah kombinasi
estrogen dan progrestin.

BAB III
KESIMPULAN
Haid atau menstruasi merupakan ciri khas kematangan biologis seorang
perempuan. Haid merupakan salah satu perubahan siklik yang terjadi pada alat kandungan
sebagai persiapan untuk kehamilan. Setiap perempuan normal akan mengalami haid setiap
bulannya, yang dipengaruhi oleh faktor hormon, enzim , vascular, dan prostaglandin.
Sebelum datangnya haid perempuan akan mengalami sindrom pra-haid yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, yang berupa perubahan-perubahan atau gejala-gejala
fisik maupun mental. Sindrom pra-haid ini berkaitan dengan meningkatnya kadar hormon
setiap bulan, rendahnya kadar gula, kekurangan vitamin, perubahan yang tetap dalam
bichemicals didalam otak yang mempengaruhi mood, kombinasi dari faktor-faktor itu, atau
bukan salah satunya.
Adapun kelainan siklus haid yang terjadi dalam masa reproduksi seperti
polimenorea, oligomenorea dan amenorea masih banyak gangguan haid lainnya yang
sering dirasakan oleh setiap perempuan.

Anda mungkin juga menyukai