Disusun Oleh:
Ainun Nafis Dwi Ramadani
30101206565
Pembimbing:
Letkol CKM dr. Arief Soffanto, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Menstruasi atau haid merupakan suatu kondisi yang dialami oleh setiap perempuan.
Biasanya seorang gadis dikatakan sudah menginjak remaja bila telah mengalami haidnya
yang pertama (disebut dengan menarche). Datangnya haid ini menandakan bahwa fungsi
tubuh seorang perempuan berjalan dengan baik dan normal.
Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh seorang perempuan yang
terjadi secara berkala dan dialami setiap bulannya secara rutin. Hal ini dipengaruhi oleh
hormon reproduksi. Otak melepaskan hormon reproduksi yang memfasilitasi indung telur
untuk melepaskan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini akan
mematangkan sel telur sehingga terjadi menstruasi atau kehamilan bila ada pembuahan.
Pola haid merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai
titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang
7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikitsedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari
ke-2 atau ke-3 dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. (Manuaba, 2008).
Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur 10 16 tahun (Jonesh, 2005).
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus (Sarwono, 2002).
Menurut Bobak, menstruasi atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami
setiap perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat haid adalah pertanda
bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan.
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis,
dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran
reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena
tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun
lama siklus menstruasi (Jones, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MENSTRUASI
1. Definisi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14
hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus
(Bobak, 2004). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2005), menstruasi adalah
perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi)
endometrium.
2. Fisiologi dan Fase-Fase Menstruasi
Siklus menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarian axis). Hipotalamus
menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin
akan mengalami atresia. Pada waktu ini, LH juga meningkat untuk membantu
pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah
kadar estrogen dalam plasma meningkat secara signifikan. Selama
pembentukan folikel, seiring dengan pembentukan dan penyimpanan bahan
oleh oosit primer untuk digunakan jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan
penting di sel-sel yang mengelilingi oosit dalam persiapan untuk pembebasan
sel telur dari ovarium (Sherwood, 2009).
b. Fase Ovulasi
Pada saat ovulasi, kadar estrogen perlahan-lahan meningkat dan kemudian
dengan cepat mencapai puncaknya dan akan menyebabkan lonjakan LH pada
pertengahan siklus. Lonjakan LH ini menyebabkan empat perubahan besar
dalam folikel :
1) Menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel.
2) Memicu kembali meiosis di oosit folikel yang sedang berkembang.
3) Memicu pembentukan prostaglandin kerja lokal yang akan memicu ovulasi
dengan mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan
cepat folikel dan menginduksi digesti enzimatik dinding folikel yang akan
menyebabkan pecahnya dinding folikel yang menutupi tonjolan folikel.
4) Menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal.
Lonjakan LH di pertengahan siklus akan mengakhiri fase folikular dan
memulai fase luteal. (Sherwood, 2009).
c. Fase Luteal
Setelah memicu pembentukan korpus luteum, LH merangsang sekresi
berkelanjutan hormon steroid oleh struktur ovarium ini. Di bawah pengaruh
LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron dan estrogen. Kadar progesteron
akan meningkat dan kadar estrogen juga meningkat tetapi tidak sampai
mencapai kadar yang sama ketika fase folikular. Progesteron akan
mendominasi fase luteal dan akan menghambat sekresi LH dan FSH untuk
mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase luteal.
Korpus luteum berfungsi selama kurang lebih dua minggu dan akan
berdegenerasi jika tidak terjadi fertilisasi. Proses degenerasi ini ditandai
dengan
berkurangnya
kapiler-kapiler
darah
dan
menurunnya
sekresi
progesteron dan estrogen. Hilangnya efek inhibisi kedua hormon ini akan
memungkinkan sekresi FSH dan LH kembali meningkat dan akan
mempengaruhi kelompok folikel primer untuk matang kembali dan memulai
kembali fase folikular baru.
dan
kelenjar
yang
nantinya
menjadi
asal
regenerasi
generalisata
dan
pengaktifan
sistem
CRH-ACTH-kortisol
amenorea
(tidak
mengalami
menstruasi),
penipisan
tulang
syndrome
(PCOS),
Siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari (Jones,
2002). Perdarahan pada oligomenore biasanya berkurang. Pada kebanyakan
kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik.
Siklus menstruasi biasanya ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang
dari biasanya (Simanjuntak, 2009).
c. Amenore
Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga bulan
berturut-turut. Amenore primer terjadi apabila seorang wanita berumur 18
tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenore
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi tetapi kemudian tidak
dapat lagi (Simanjuntak, 2009). Amenore primer (dialami oleh 5 persen wanita
amenore) mungkin disebabkan oleh defek genetik seperti disgenensis gonad,
yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder tidak berkembang. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kelainan duktus Muller, seperti tidak ada uterus, agenesis
vagina, septum vagina transversal, atau himen imperforata. Pada tiga penyebab
terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge menstruasi tidak dapat keluar
dari traktus genitalis. Keadaan ini disebut kriptomenore, bukan amenore.
Penyebab yang paling umum pada amenore sekunder adalah kehamilan (Jones,
2002).
3. Gangguan Jumlah Darah Menstruasi
a. Hipomenore
Perdarahan haid yang lebih pendek dan atau kurang dari biasa dengan
discharge menstruasi sedikit atau ringan (Jones, 2002). Hipomenore
disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang
gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal. Adanya hipomenore
tidak mengganggu fertilitas (Simanjuntak, 2009).
b. Hipermenore atau Menoragia
Perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal
(lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus,
misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari
biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan
pelepasan endometrium pada waktu haid, dan sebagainya. Pada gangguan
pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan
endometrium
yang
diikuti
dengan
pelepasannya
pada
waktu
haid
menstruasi
berkaitan
dengan
kelainan
anatomis
uterus
seperti
olahraga berlebih
c. Penyakit Uterus Disfungsi
Merupakan gangguan haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada panggul
dan penyakit sistemik. Pada kepustakaan 2008, Fraser dkk menyebut sebagai
perdarahan uterus abnormal-Mechanism Currently Unexplained (MCU) karena
masalah ketepatan arti terminologi perdarahan uterus disfungsi yang masih
diperdebatkan.
Selain ketiga faktor penyebab tersebut bila perdarahan uterus abnormal terjadi pada
perempuan usia reproduksi harus dipikirkan gangguan kehamilan sebagai
penyebab. Abortus, kehamilan ektopik, solutio plasenta perlu dipikirkan karena
juga memberikan keluhan perdarahan. Penyebab iatrogenik seperti penggunaan pil
kontrasepsi, alat kontrasepsi dalam rahim, obat antikoagulasi, antipsikotik, dan
preparat hormon bisa juga menyebabkan perdarahan sehingga harus dipikirkan pula
saat evaluasi perdarahan uterus abnormal.
6. Penanganan Gangguan Siklus Menstruasi
a. Penanganan dengan Medikamentosa Hormonal
1) Estrogen
2) Progrestin
3) Kombinasi Estrogen dan Progrestin
b. Penanganan dengan Medikamentosa Non-Hormon
1) Obat Anti Inflasmasi Non Steroid (NSAID)
2) Antifibrinolisis
c. Penanganan dengan Terapi Bedah
Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada
kegagalan terapi medikamentosa.
C. PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI (PUD)
1. Definisi PUD
Perdarahan uterus disfungsi (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang
terjadi tanpa adanya keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu,
atau kehamilan. PUD dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun anovulasi yang
yang
pertama
mengembalikan
pertumbuhan
dan
perkembangan
BAB III
KESIMPULAN
Haid atau menstruasi merupakan ciri khas kematangan biologis seorang
perempuan. Haid merupakan salah satu perubahan siklik yang terjadi pada alat kandungan
sebagai persiapan untuk kehamilan. Setiap perempuan normal akan mengalami haid setiap
bulannya, yang dipengaruhi oleh faktor hormon, enzim , vascular, dan prostaglandin.
Sebelum datangnya haid perempuan akan mengalami sindrom pra-haid yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, yang berupa perubahan-perubahan atau gejala-gejala
fisik maupun mental. Sindrom pra-haid ini berkaitan dengan meningkatnya kadar hormon
setiap bulan, rendahnya kadar gula, kekurangan vitamin, perubahan yang tetap dalam
bichemicals didalam otak yang mempengaruhi mood, kombinasi dari faktor-faktor itu, atau
bukan salah satunya.
Adapun kelainan siklus haid yang terjadi dalam masa reproduksi seperti
polimenorea, oligomenorea dan amenorea masih banyak gangguan haid lainnya yang
sering dirasakan oleh setiap perempuan.