Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SECSIO CESARIA
A. Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita

1. GENITALIA EKSTERNA

a. Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada
dinding vagina.
b. Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis.
Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
c. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena.
Homolog embriologik dengan skrotum pada pria.
Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora.
Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada
commisura posterior).
d. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel

rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung


serabut saraf.
e. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior
vagina.
Homolog embriologik dengan penis pada pria.
Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh
darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
f. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital.
Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum,
introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus
Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa
navicularis.
g. Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa
robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau
fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan
bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen
imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan
darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.
h. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian
kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam
4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan
dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang
elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus
haid.

Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,


untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus
urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior,
posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.
Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di
sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap
stimulasi orgasmus vaginal.
i. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan
diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda,
m.constrictor urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina.
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

2. GENITALIA INTERNA

a. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa).
Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan

nutrisi konseptus.
Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan
pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan.
Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri.
b. Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri
dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen
dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina
yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri
externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar
mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum).
Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah
ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa
serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung
glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam,
peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks
dipengaruhi siklus haid.
c. Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat
pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke
dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta
dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri,
menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormonhormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan
fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita
(gambar).
d. Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum
cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium,
ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina,
ligamentum rectouterina.

e. Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca
interna, serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis.
f. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang
tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan
transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan
sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta
pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan
ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya
(gambar).
g. Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter
uterotuba pengendali transfer gamet.
Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi
implantasi di dinding tuba bagian ini.
Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada
ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi
menangkap ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan
ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.
h. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada
usus).
i. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai
jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari
korteks dan medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel
menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar
epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel,
progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan

dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae.


Fimbriae menangkap ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi
dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

B. Konsep dasar
1. Definisi
Seksio Sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat diatas 500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh (intact), (Winkjosastro. 2000)
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/konsep-seksiosesarea.html)
2. Jenis jenis Seksio Sesarea
a) Abdomen (Seksio sesarea abdominalis)
1) Seksio sesarea transperitonealis :
Seksio sesarea klasik (Corporal)
Dilakukan dengan cara membuat sayatan memanjang pada
korpus

uteri kira kira 10cm.


Kelebihan :
- Mengeluarkan janin lebih cepat
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :

uteri

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal

Untuk persalinan selanjutnya sering terjadi rupture

spontan
Seksio sesarea ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (Low Service Transversal) kira kira
10cm.
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Perdarahan berkurang dibandingkan dengan cara klasik
- Kemungkinan rupture uteri spontan sangat kecil
Kekurangan :

Luka dapat melebar kekiri, kekanan sehingga


menyebabkan arteri uterine putus sehingga
mengakibatkan perdarahan lebih banyak
2) Seksio sesarea ekstraperitonealis
Dlakukan tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal
3) Vagina (Seksio sesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat
dilakukan sebagai berikut :
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3) Sayatan huruf T (T-incision)
Berdasarkan jenis-jenis seksio sesarea diatas, para tim medis lebih
sering
menggunakan jenis seksio sesarea profunda, karena jenis ini lebih
sering dan
lebih tepat digunakan untuk pasien seksio sesarea.
3. Indikasi
Indikasi seksio sesarea dibagi menjadi dua factor :
a. Faktor Janin
1) Janin terlalu besar
Berat janin sekitar 4000 gram, menyebabkan janin susah keluar
dari jalan lahir

2) Gawat Janin
Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita
hipertensi

atau kejang rahim. Apabila persalinan sulit melalui

vagina, maka akan

dilakukan seksio sesarea

3) Letak Lintang
Posisi bayi yang melintang atau letak kepala bayi tidak sesuai
seperti kepala tidak berada dibagian bawah atau jalan lahir atau
posisi terbalik antara kaki dengan kepala
4) Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosepalus
5) Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan
gawat darurat pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan
persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan solution
plasenta
6) Kelainan tali pusat

Ada dua kelainan tali pusat yang bia terjadi yaitu prolaps tali
pusat dan terlilit tali pusat
b. Faktor Ibu
1) Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau
wanita usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki
penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung, kencing
manis dan eklampsia
b) Disproporsi tulang panggul/CPD/CFD
Ukuran lingkar panggul ibu dengan lingkar kepala janin tidak
sesuai, maka akan dilakukan seksio sesarea
c) Persalinan sebelumnya dengan operasi
Klien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya tidak
dianjurkan melahirkan secara normal jika persalinan dilakukan
kurang dari 2 tahun, karena karena beresiko luka operasi
sebelumnya belum sembuh optimal
d) Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan
ini

menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju

adalah distosia
e) Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini atau ketuban pecah sebelum waktunya atau
ketuban pecah premature adalah keluarnya cairan dari jalan lahir
atau vagina sebelum proses persalinan.
Ketuban pecah premature yaitu pecahnya membrane khorio
amniotic

sebelum onset persalinan atau disebut juga

premature rupture of membrane


4. Fase penyembuhan luka post op seksio sesarea
a) Fase Inflamasi
Berlangsung selama 1 sampai 4 hari. Respons vaskular dan
selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami cedera.
Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet
terbentuk dalam upaya untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini
berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh
vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan
vasokonstriksinya karena norepinefrin dirusak oleh enzim
intraselular. Juga, histamin dilepaskan, yang meningkatkan
permeabilitas kapiler.
Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah
seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air

menembus spasium vaskular selama 2 sampai 3 hari,


menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.
b) FaseProliperatif
Berlangsung 5 sampai 20 hari. Fibroblas memperbanyak diri dan
membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel
epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini
berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi
bagi jaringan granulasi yang baru. Setelah 2 minggu, luka hanya
memiliki 3% - 5% dari kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan,
hanya 35% - 59% kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari
70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin,
terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang
terlibat dalam penyembuhan luka.
c) Fase Maturasi
Berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan tahunan.
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggalkan
luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen
menyusun kedalam posisi yang lebih padat.
(Smeltzer, 2002)
5. Penatalaksanaan Post Operasi Seksio Sesarea
a) Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntikkan
intramuscular yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan
untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara
serupa 10mg morphin. Jika ibu berukuran kecil, dosis mepedivin
yang diberikan adalah 50mg, dan nika berukuran besar dosis yang
paling tepat adalah 100mg mepedivin
b) Tanda vital
Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling
sedikit 4 jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah
darah yang hilang dan fundus uteri serta pengukuran suhu badan
harus diperiksa pada saat dini
c) Terapi cairan dan diet
Karena selam 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka
pemberian cairan infuse harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia dan
dehidrasi
d) Mobilisasi
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk
membantu jalannya penyembuhan. Penderita miring kekiri dan

kekanan sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah penderita


sadar. Latihan pernafasan dilakukan sambil tidur terlentang, sedini
mungkin setelah sadar
e) Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan
luka. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari keempat post
partum. Pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka
f) Nutrisi yang adekuat
Nutrisi yang adekuat, terutama memperbanyak makan makanan
yang mengandung tinggi protein dapat membantu mempercepat
proses penyembuhan luka
6. Komplikasi
a) Infeksi Peurpural
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, sepertin kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti
peritonitis, sepsis, dsb
b) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa tim bul pada waktu pembedahan jika
cabang cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia uteri
c) Luka kandung kemih, emboli paru, dan keluhan kandung kemih
bila reperitonialisasi telalu tinggi
d) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan yang
mendatan

Asuhan Keperawatan Post Operasi pada Seksio Sesarea


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005).
Pada tahap pengkajian keperawatan mencakup dua langkah, yaitu
pengumpulan data primer dan data sekunder kemudian analisis data
sebagai dasar untuk diagnose keperawatan.
Adapun hasil pengkajian yang ditemukan pada klien dengan Seksio
Sesarea berdasarkan rencana keperawatan maternal/bayi (Doenges &
Moorhouse, 2001) yaitu :
a. Pengkajian dasar data klien
Tinjau ulang catatan pranatal dan intraoperatif dan adanya indikasi
untuk
b. Sirkulasi

kelahiran ceksio sesaria

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.


c. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran.
Mungkin mengekspresikan ketidak mampuan untuk menghadapi
situasi baru.
d. Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat dan bising
usus tidak ada, samar atau jelas.
e. Makan atau cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
f.

Neorosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spinal

epidural.
g. Nyeri/ketidanyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyaman dari berbagai sumber misalnya
trauma bedah, insisi dan nyeri penyerta, distensi kandung kemihabdomen, efek-efek anestesi. Mulut mungkin kering.
h. Pernapasan
Bunyi paru jelas dan vesikular.
i.

Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.
Jalur parenteral, bila digunakan paten dan sisi bebas eritema, bengkak
dan nyeri

tekan.

j. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang
dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
k. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) : mengkaji
perubahan dari kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan

darah pada pembedahan. Urinalisis : kultur urin, darah, vaginal, dan


lokhia.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah
kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat dapat bertanggung
gugat (Doenges & Moorhouse, 2001).
Menurut Doenges dan Moorhouse (2001) dikatakan bahwa diagnosa
keperawatan pada klien melahirkan Seksio Sesarea adalah :
b.

Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan prosedur

pembedahan,
efek-efek anetesi, efek-efek hormonal, distensi kandung
kemih/abdomen.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, trauma jaringan atau
kulit rusak, penurunan Hb malnutrisi.
e.

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan truma /diversi


mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan atau penigkatan
aliran plasma ginjal), efek-efek anestesi.

a. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri, krisis situasi,


ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan maternal dan janin
h Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
penurunan aliran balik vena,perubahan tahanan vaskuler sistemik
3. Intervensi
Intervensi perawat adalah respons perawat terhadap kebutuhan
perawatan kesehatan dan diagnosa keperawatan klien (Potter & Perry,
2005).
Adapun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Seksio
Sesarea menurut Doenges dan Moorhouse (2001) adalah sebagai
berikut :

a. Perubahan (ikatan) proses keluarga berhubungan dengan


perkembangan transisi, peningkatan anggota keluarga, krisis
situasi.
Kriteria Hasil :
1)

Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan.

2)

Mendemostrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang tepat.

3)

Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir

dengan tepat.

Intervensi :
Mandiri
1. Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh, dan memeriksa
bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir. Bantu sesuai
kebutuhan.
R: Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik
untuk

ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara

emosional

menerima isyarat satu sama lain yang memulai

kedekatan dan proses


pengenalan
2. Berikan kesempatan pada ayah atau pasangan untuk menyentuh
dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi sesuai
kemungkinan situasi.
R: Memberikan kesempatan untuk ibu, memvalidasi realitas situasi
dan bayi

baru lahir pada waktu diman aprosedur dan

kebutuhan fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya


3. Perhatikan pengungkapan/perilaku yang menunjukkan kekecewaan
atau kurang minat/kedxekatan.
R: Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan
diantisipasi, memerlukan penyatuan anak baru kedalam keluarga
yang ada
4. Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan singkat segera bila
kondisi ibu/bayi baru lahir memungkinkan.
R: Meningkatkan kesatuan keluarga, dan membantu sibling
memulai proses

adaptasi positif terhadap peran baru dan

memasukkan anggotan baru


kedalam struktur keluarga
5. Berikan informasi, sesuai kebutuhan, tentang keamanan dan kondisi
bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan.
R: Membantu pasangan untuk memproses dan mengevaluasi
informasi yang

diperlukan, khususnya bila periode pengenalan

awal telah lambat


Kolaborasi
6. Siapkan untuk dukungan/evaluasi terus menerus setelah pulang,
misalnya pelayanan perawatan berkunjung.

R: Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai


proses

pengenalan awal orang-tua bayi yang memerlukan

pemecahan setelah pulang


b. Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, efek-efek anastesi, efek-efek hormonal, distensi
kandung kemih/abdomen
Kriteria Hasil :
1. Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
nyeri atau ketidaknyamanan dengan tepat
2. Mengungkapkan berkurangnya nyeri
3. Klien tampak rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat

Intervensi :
Mandiri
1. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, perhatikan
isyarat/verbal dan non verbal.
R: Klien mungkin todak secara verbal melaporkan nyeri dan
ketidaknyamanan secara langsung
2. Evaluasi tekanan darah dan nadi, perhatikan perubahan perilaku.
R: Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat
3. Perhatikan adanya nyeri tekan uterus dan adanya/karekteristik nyeri
penyerta, perhatikan infus oksitosin pasca operasi.
R: Selama 12 jam pertama pascapartum, kontraksi uterus kuat dan
teratur, dan ini berlanjut selama 2-3 hari berikutnya
4. Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab
ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.
R: Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi
nyeri dengan ansietas
5. Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan
gosokan punggung, anjurkan teknik relaksasi dan distraksi.
R: Merileksasikan otot, dan mengalihkan perhatian dari sensasi
nyeri
Kolaborasi
6. Beri analgesic tiap 3-4 jam, berlanjut dari rute iv atau im sampai ke
rute oral.
R: Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis
dan
meningkatkan mobilitas
7. Tinjau ulang penggunaan anlgesik yang dikontrol pasien sesuai
indikasi.
R: Analgesik yang dikontrol pasien memberikan penghilang nyeri
cepat tanpa

efek amping atau over dosis

c. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan efek-efek


anastesi tromboemboli dan trauma jaringan
Kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan factor resiko


2. Bebas dari komplikasi
Intervensi :
Mandiri
1. Pantau tekanan darah, nadi, suhu, catat keadaan kulit, perubahan
perilaku, perlambatan pengisian kapiler/sianosis.
R: Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan terjadinya atau
berlanjutnya hipertensi
2. Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan.
R: Luka Basah dan merembes menunjukkan terjadinya komplikasi
3. Perhatikan kateter dan jumlah aliran lokhea dan konsistensi fundus.
R: Aliran lokhea dan tonjolan uterus mengakibatkan peningkatan
aliran dan
kehilangan darah
4. Pantau masukan cairan dan halauran urine.
R: Urine yang mengandung darah atau bekuan menunjukkan
kemungkinan trauma kandung kemih
5. Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor-faktor
yang mempredisposisikan klien pada komplikasi. Catat kadar Hb
dan kehilangan darah operatif.
R: Meningkatkan aliran balik vena, mencegah efek-efek teratogenik
pada

kehamilan selanjutnya

Kolaborasi :
6. Pantau Hb, Ht pasca operasi, bandingkan dengan kadar praoperasi
R: Klien dengan ht 33% atau lebih besar dan peningkatan plasma
berkenaan dengan kehamilan dapat mentoleransi kehilangan darah
actual sampai 1500ml tanpa kesulitan
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungna dengan prosedur
invasive dan tau peningkatan pemajanan lingkungan, trauma
aringan atau kulit rusak, penurunan Hb malnutrisi
Kriteria hasil :
Menunjukkan luka bebs dari drainase purulen dengan tanda awal
penyembuhan, uterus lunak/nyeri tekan aliran
Intervensi :
Mandiri
1. Kaji status nutrisi klien
R: Anemia dan malnutrisi lebih rentan terhadap infeksi pasca
partum dan dapat memerlukan diet khusus
2. Inspeksi balutan abdominal terhadap rembesan atau eksudat
R: balutan steril yang menutup luka membantu melindungi luka dari
cedera dan kontaminasi
3. Inspeksi sekitar infuse terhadap eritema atau nyeri tekan
R: Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka
4. Tinjau ulang Hb/Ht prenatal, perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan klien pada infeksi pasca operasi
R: Anemia, diabetes dan persalinan lama sebelum kelahiran sesarea
meningkatkan resiko infeksi dan perlambatan penyembuhan

5. Dorong masukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C, dan
zat besi
R: Mencegah dehidrasi dan memaksimalkan volume sirkulasi dan
aliran urin
e. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan truma /diversi
mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan atau
penigkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anestesi
Kriteria hasil :
1. Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah
pengangkatan kateter
2. Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih
Intervensi :
Mandiri
1. Perhatikan dan catat jumlah, warna, dan konsentrasi drainase urin
R: Oliguria mungkin disebabkan oleh kelebihan kehilangan cairan,
ketidakadekuatan penggantian cairan, atau efek-efek
antidiuretik dari infuse oksitosin
2. Berikan cairan per oral; misalnya 6 sampai 8 gelas per hari bila
tepat
R: Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal dan membantu
mencegah stasis pada kandung kemih
3. Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih setelah
pengangkatan kateter
R: Adanya kateter indwelling mempredisposisikan kien pada
masuknya bakteri dan ISK
4. Gunakan metode-metode intuk memudahkan pengangkatan kateter
setelah berkemih
R: Klien harus berkemih dalam 6-8 jam setelah pengangkatan
kateter, masih

mungkin mengalami kesulitan pengosongan

kandung kemih secara


lengkap
5. Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah
efek-efek anestesi berkurang
R: Melakukan latihan kegel perhari meningkatkan sirkulasi ke
perineum,

membantu memulihkan dan menyembuhkan tonus

otot dan menurunkan stress


Kolaborasi
6. Pertahankan infuse intravena sesuai indikasi
R: Mengganti kehilangan dan mempertahankan aliran
ginjal/haluaran urine
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri, krisis
situasi, ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan maternal
dan janin
Kriteria hasil :

a)
b)

Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan klien dan janin


Tampak benar-benar rileks
Intervensi
Mandiri :
1. Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan system
pendukung
R: Makin klien merasakan ancaman, makin besar tingkat ansietas
2. Pastikan apakah prosedur direncanakan atau tidak direncanakan
R: Pada kelahiran sesarea yang tidak direncanakan, klien/pasangan
biasnya tidak mempunyai waktu untuk persiapan secara psikologis
atau fisiologis. Bahkan bila direncanakan, kelahiran sesarea dapat
membuat ketakutan klien/pasangan karena ancaman fisik actual
pada ibu dan bayi yang berhubungan dengan prosedur dan
pembedahan itu sendiri
3. Tetap bersama klien dan tetap tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan
empati
R: Membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal, dan
mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan
4. Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin
R: Memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir dan
membantu

membawa ancaman yang dirasakan/actual kedalam

perspektif
5. Dukung/arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan
R: Mendukung mekanisme koping dasar dan otomatik,
meningkatkan kepercayaan diri dan penerimaan, dan menurunkan
ansietas
g. Resiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan

aliran darah ke plasenta,kerusakan janin

keriteria hasil:
1) Menunjukan denyut jantung janin (DJJ) dalam batas normal
2) Memanisfestasikan variabilitas normal pada strip pemantau
3) Bebas dari deselerasi variable lambat atau lama
Intervensi
Mandiri :
1.Perhatikan adanya pada ibu factor-faktor yg secara negatif
mempengaruhi
sirkulasi plasenta dan oksigenasi janin.
R: Penuruna volume sirkulasi atau vasospasme dalam plasenta
menurunkan
ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
2.Lanjutkan pemantauan DJJ,perhatikan perubahan denyut per denyut
atau
deselerasi selama dan setelah kontraksi

R: Distres janin dapat terjadi,karena hipoksia;mungkin


dimanisfestasikan
dengan penurunan variablilitas,deselerasi lambat,dan takikardia
yg diikuti
dengan bradikardia.(catatan :infeksi dari pecah ketuban
meningkatkan DJJ)
3.Perhatikan adanya variable deselerasi;perubahan posisi klien dari sisi
ke sisi.
R:Kompresi tali pusat diantara jalan lahir dan bagian presentasi
dapat
dihilangkan dengan perubahan posisi.
4.Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.
R: Distres janin pada presentasi verteks dimanifestasikan dengan
kandungan
mekanium,yg merupakan akibat dari respons vagal pada hipoksia.
5.Auskultasi jantung janin bila becah ketuban
R: Prolaps terlihat atau samar dari tali pusat pada tidak adanya
dilihat serviks
penuh dapat memerlukan kelahiran sesaria
Kolaborasi:
6.Berikan lead internal,dan pemantauan janin elektronika sesuai
indikasi.
R: Memberikan pengukuran lebih akurat dari respons dan kondisi
janin.
7.Bantu dokter dengan peninggian verteks,bila diperlukan.
R: perubahan posisi dapat menghilangkan tekanan pada tali pusat.
h. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan penurunan aliran balik ,perubahan tahanan vaskuler
sistemik
Keriteria Hasil :
1) Tetap normotensif,dengan kehilangan darah kurang dari 800 ml.
Intervensi
Mandiri :
1. Kaji terhadap dehidrasi atau kelebihan kehilangan cairan
intrapartal.
R: kehilangan cairan mengarah pada penurunan volume sirkulasi
dan curah
Jantung.
2. Pantau pernapasan,tekanan darah (TD) dan nadi,selama dan
setelah pemberian anestesia.
R: Hipotensi adalah efek samping.yg diantisipasi dari anesthesia
regional
(mis.,blok sadel atau anesthesia spinal)karena anestesia ini
merelakskan

otot polos dalam dinding vascular,mempengaruhi volume


sirkulasi dan
menurunkan perfusi plasenta.
3. Hapus cat kuku pada jari /ibu jari.
R: Memungkinkan visualisasi yang jelas dari dasar kuku untuk
pengkajian
status sirkulasi.
4. Tempatkan handuk atau penyokong di bawah panggul kanan klien.
R: Menggeser uterus dari vena kava inferior dan meningkatkan
aliran balik

vena.kompersi yang disebabkan oleh obstruksi vena

kava inferior dan

aorta oleh uterus gravid dalam posisi telentang

dapat menyebabkan
penurunan curah jantung sebanyak 50%.
5. Perhatikan perubahan perilaku atau status mental,atau sianosis
membran mukosa.
R: Definisi oksigen dimanifestasikan pertama kali dengan
perubahan status
mental,selanjutnya sianosis.
Kolaborasi:
6. Berikan suplemen oksigen melalui kanula nasal,sesuai indikasi.
R: Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan ibu dan janin.
7. Lakukan penginfusan I.V.larutan elektrolit,berikan bolus,sesuai
indikasi.
R: Meningkatkan volume sirkulasi :sebagai rute untuk pemberian
obat darurat
pada saat kejadian komplikasi.
4.Evaluasi
Evaluasi adalah Proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan(Potter
& Perry,

2005). Evaluasi dibagi menjadi dua jenis yaitu Evaluasi Sumatif

dan Evaluasi

Formatif. Evaluasi sumatif adalah hasil yang telah di dapat

dari pengamatan,observasi, tindakan yang telah dilakukan berupa obyektif,


analisa dan perencanaan atau planning kepada klien. Evaluasi Formatif
adalah Terdiri dari respon pasien setelah dilakukan tindakan dan respon
obyektif dari tindakan perawat. Evaluasi pada klien dengan seksio sesarea
meliputi :
Hasil yang diharapkan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Keluarga mulai menerima anggota baru dengan baik


Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
Cedera tidak terjadi
Infeksi teratasi
Klien dapat BAK dengan normal tanpa pemggunaan kateter
Ansietas teratasi
Tidak terjadi pertukaran gas
Resiko penurunan curah jantung tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irena. M. (2004), Perawatan Maternitas dan Ginekologi. Jakarta : EGC


Doenges & Moorhouse. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi.Jakarta :
EGC
Wiknjosastro Hanifa. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Potter & Perry. 2005. Fundamental keperawatan vol.2 edisi.4. Jakarta : EGC
http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/konsep-seksio-sesarea.html
http://cungkringgendut.blogspot.com/2011/02/perbedaan-efektifitas-aktif.html

Anda mungkin juga menyukai