TINJAUAN PUSTAKA
: Plantae
Divisio
: Spermstophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L.
2.2 Selu
ulosa
2.2.1 Peengertian Selulosa
S
Selulosa merupakaan salah sattu jenis poliisakarida yaang tersusun dari moleekul glukossa dalam
bentuk rantai panjaang tidak bercabang
b
yyang mirip dengan
d
amilosa. Bagaiimanapun, unit-unit
u
dari gluukosa dalam
m selulosaa terikat paada ikatan -1,4-ikataan glikosidiik. Isomer tidak
membenntuk gulunggan seperti isomer , teetapi selarass dalam barris paralel ooleh ikatan hidrogen
h
Hal ini yyang menyebabkan
diantaraa kelompokk hidroksill pada ranttai yang berdekatan.
b
selulosaa tidak dapaat larut dalaam air, mem
mberikan strruktur kaku ke dindingg sel kayu, dan
d serat
yang leebih tahan terhadap
t
hiidrolisis darripada pati. Reaktivitaas selulosa bbergantung
g kepada
strukturrnya. Untukk memodifiikasi struktuur selulosa,, kisi ikatan
n hidrogen harus dihaancurkan
dengan cara pembeengkakan attau pemutussan. Struktu
ur selulosa dapat
d
dilihatt pada Gam
mbar 2.1.
Hemiselulosa
Lignin
Ekstrak
Kayu keras
43-47
25-35
16-24
2-8
Kayu Lunak
40-44
25-29
25-31
1-5
Sisal
73
14
11
Tongkol Jagung
45
35
15
Batang Jagung
35
25
35
Kapas
95
aplikasi plastik yang mirip dengan aplikasi selulosa asetat. Metil selulosa dapat larut dalam
air dan dipakai sebagai bahan pengental makanan dan sebagai bahan dalam beberapa perekat,
tinta, dan formulasiformulasi proses akhir tekstil dan sebagai bahan pengemulsi (misalnya,
dalam catcat lateks). Hidroksil propil selulosa yang diapit antara dua film yang tidak larut
dalam air akhirakhir ini telah di pakai dalam pembuatan botolbotol yang dapat terdegradasi
(degradable). Ketika film luar terkelupas, hidroksi propil selulosa segera larut yang dengan
demikian mengurangi masalah sampah padat yang biasanya dikaitkan dengan botolbotol
yang tidak dapat di daur ulang (Stevens, 2001).
Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama
pada tangkai, batang, dahan, dan semua bahan kayu. Selnya hidup di dalam jaringan
kolenkim. Selulosa juga terdapat pada biji kopi dan serat kulit kacang. Selulosa pada daun,
pembuluh xylem dan floem akan terletak berdampingan dan jaringannya tersusun pada tulang
daun. Meskipun susunan jala yang tampak pada daun, kedua jaringan ini akan disatukan
dalam berkasberkas yang direkatkan oleh pektin dan selulosa. Selulosa pada hewan tingkat
rendah terdapat di dalam organisme primitif, seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri,
misalnya pada bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang
diproduksi sebagai hasil proses fermentasi dalam substrat air kelapa dengan menggunakan
bakteri Acetobacter xylinum. Kelebihan selulosa yang dihasilkan dari nata de coco adalah
tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa (Saxena, 1995).
Pembentukan kompleks yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu2+ dan amonia
menjelaskan gejala larutnya selulosa dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia.
Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas dan yang lazim
dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian membuat polimer itu
menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan tipis) setelah selulosa
dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi.
Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa karena (i) tidak banyak pelarut
untuk selulosa, (ii) selulosa sangat cenderung terombak selama proses, dan (iii) cukup rumit
menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acapkali dipilih ialah
menitratkan selulosa dengan cara tak merusak dan massa molekul nisbi bagi selulosa didapat
dari nitratnya. Dengan cara itu diperoleh massa molekul nisbi selulosa kapas sekitar satu juta
(Coed, 1991).
Pada serat selulosa tanaman, selulosa memberikan sebuah keadaan amorf, tetapi juga
terasosiasi dengan fase kristalin diantara inter- dan intramolekular ikatan H yang mana
selulosa tidak meleleh sebelum mencapai degradasi termal. Selulosa tergabung pada serat
yang mana paralel terhadap yang lainnya, dilingkupi dengan lignin dan hemiselulosa. Sifat
yang terkandung pada selulosa antara lain sifat mekanik yang baik, densitas yang rendah, dan
kemampuan terurai (Zimmerman et al, 2005), tergantung pada sifat selulosa yang ditujukan.
Ada beberapa tipe dari selulosa (I, II, III, IV, dan V) dan tipe I menunjukkan sifat mekanik
yang baik dan diterima dengan baik karena selulosa tipe I memiliki sebuah orientasi rantai
paralel, sementara selulosa tipe II memiliki rantai anti paralel (Mandal, 2011).
Penggunaan difraksi elektron dan kombinasi sinar x, serta difraksi neutron
menyatakan bahwa alpa selulosa mempunyai unit triklinik dan terutama selulosa yang berasal
dari bakteri serta alga. Beta selulosa mempunyai unit monoklonik dan terdapat dalam
selulosa yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi seperti jenis kapas (Horri et al, 1987).
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Selulosa alfa : selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau
larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 1500. Selulosa dipakai sebagai
penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa beta : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat
dengan DP 15 90 dan juga dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi DP nya kurang dari 15
-selulosa merupakan selulosa yang mempunyai kualitas paling tinggi (murni).
Material yang mengandung -selulosa > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak (Setiawan, 2010).
Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan
adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basaamina. Sifat termal selulosa yaitu temperatur transisi gelas selulosa dengan kisaran 200230oC (Goring, 1963) yang dekat dengan dekomposisi termal yaitu 260oC.
Hidrolisis asam merupakan proses utama yang digunakan dalam memproduksi
nanokristal selulosa, dimana susunan blok kecil dilepaskan dari serat selulosa. Selulosa terdiri
dari daerah amorf dan daerah kristalin. Daerah amorf memiliki densitas lebih rendah
dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika selulosa diberikan perlakuan dengan
menggunakan asam keras maka daerah amorf akan putus dan melepaskan daerah kristalin.
Sifat dari nanokristal selulosa bergantung pada berbagai faktor, seperti, sumber selulosa,
waktu reaksi, suhu, dan jenis asam yang digunakan untuk proses hidrolisis. Asam sulfat dan
asam klorida sering digunakan dalam produksi nanokristal selulosa, namun dispersabilitas
dari nanokristal selulosa yang diperoleh dari kedua jenis asam ini berbeda, karena
kelimpahan dari gugus sulfat pada permukaan, nanokristal selulosa yang diperoleh dari
hidrolisis menggunakan asam sulfat dapat terdispersi dengan mudah di dalam air sementara
nanokristal selulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam klorida tidak
terdispersi dengan mudah, dan suspensi larutan cenderung terflokulasi (Peng, 2011). Akan
tetapi, Paoko et al (2007) menyebutkan bahwa hidrolisa asam pada perlakuan kimia akan
menghasilkan mikrofibril selulosa dengan aspek rasio (panjang/diameter) yang rendah,
dimana aspek rasio sangat berperan pada kekuatan mekanik terutama jika mikrofibril selulosa
digunakan pada pembuatan biokomposit.
Xiang et al (2006), menyatakan bahwa perendaman selulosa dengan H2SO4 65% akan
menyebabkan struktur selulosa menjadi amorf. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sofiyanto (2008) perendaman pada H2SO4 menyebabkan selulosa terbakar sehingga
dilakukan penurunan kadar hingga 45%. Penurunan kadar dilakukan secara bertahap dengan
parameter penampakan fisik yang ditimbulkan. Pada saat perendaman pada kadar 50% dan
55% penampakan yang timbul hitam. Hal tersebut diperkirakan masih terjadi reaksi
pembakaran oleh H2SO4 pada selulosa tongkol jagung karena konsentrasi yang terlalu tinggi.
2.3 Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah istilah untuk rentang teknologi, teknik, dan proses yang menyangkut
manipulasi materi pada tingkat molekul (kelompok atom), sistem-sistem yang memiliki
sedikitnya satu dimensi fisik dalam rentang 1-100 nanometer. Sesuai dengan namanya,
nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer,
atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari
pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi apabila
molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan dihasilkan sifat-sifat
baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi
sehingga teknologi ini disebut nanoteknologi (Mustar, 2011).
Nanoteknologi berkecimpung mulai dari penggabungan atom atau ion menjadi
molekul untuk membentuk struktur dalam orde nanometer yang berguna untuk menghasilkan
barang-barang dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja nanoteknologi melakukan juga
proses-proses seperti reaksi kimia untuk membentuk zat cair atau padat seperti keramik,
polimer, dan logam yang diatur
(dimanipulasi) sedemikian rupa sehingga menghasilkan sifat-sifat kimia atau fisika yang
baru. Bahkan lebih jauh lagi nanoteknologi mengkombinasikan semua zat padat seperi
keramik, logam, dan polimer untuk membentuk material baru yang tidak ada di alam.
Material baru ini menjadi material campuran dua atau tiga bahan dan dinamakan
komposit.
Bila
struktur
dari
bahan-bahan
campuran
terbentuklah nanokomposit.
Nanoteknologi akan memberikan keuntungan dimasa sekarang maupun dimasa
mendatang. Beberapa manfaat nanoteknologi antara lain:
a. Nanoteknologi dapat mengurangi masalah polusi karena dengan kemajuan nanoteknologi
akan menyebabkan berkurangnya penggunaan bahan bakar pada teknologi transformasi.
Hal ini terjadi karena nanoteknologi akan menemukan produk baru yang ringan tetapi
sangat kuat sehingga dapat menggantikan baja jadi berat kendaraan yang berkurang akan
mengurangi penggunaan bahan bakar minyak 10-20% per kilometer.
b. Penggunaan nanofilter akan mampu menyaring debu-debu yang berukuran dibawah
orde 1 mikron.
c. Pembuatan berbagai barang industri berbasis nanoteknolgi akan memerlukan bahan
yang sangat sedikit namun kualitasnya sama dengan atau lebih dari produk konvensional.
d. Solar cell yang efisiensinya tinggi akan ditemukan lewat nanoteknologi. Solar cell
ini memiliki
efisiensi
tinggi
dan
Mikroserat maupun nanoserat merupakan bagian dari selulosa dengan diameter 5-50
nanometer dan panjang beberapa milimeter yang dikonfirmasikan oleh daerah nanokristal dan
daerah yang tidak terbentuk. Kondisi hidrolisis asam dikendalikan dengan pemisahan
beberapa bagian kristal dengan modulus keelastisan 150 GPa, dimana lebih tinggi dari Sglass (85 GPa) dan serat Aramid (65 GPa) (Samir et al, 2004).
Nanoselulosa dapat menjadi inovasi polimer dalam penelitian dan aplikasi. Struktur
supramolekul yang luar biasa dan karakteristik produk yang luar biasa, molekul yang tinggi
dan kristalinitas selulosa yang tinggi dengan kadar air hingga 99% sehingga nanoselulosa
memerlukan perhatian yang tinggi di bidang aplikasi selulosa (Kramer et al, 2006).
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi selulosa nanoserat yang
telah dilaporkan sampai sekarang. Selulosa nanoserat telah disintesis dari Acetobacter
xylinum melalui hidrolisis enzimatik. Selulosa nanoserat dibuat dari selulosa mikrokristalin
(MCC) dengan penerapan homogenizer bertekanan tinggi (20.000 psi). Ukuran dari serat
selulosa tergantung pada beberapa faktor seperti sumber selulosa, perlakuan kimia, dan
fisika yang dilakukan. Secara umum metode yang sering dan luas digunakan dapat dilihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Dimensi dari Serat Selulosa Melalui Beberapa Metode dan Sumber
yang Berbeda( Frone, 2012)
Sumber
Metode yang
digunakan
Kimia bunyi
(sono-chemical)
Diameter
serat (L/d)
21 5 nm
Pulp kayu
Kimia bunyi
(sono-chemical)
23 4 nm
Filson et
al, 2009
MCC
Homogenisasi
tekanan
tinggi(20.000
psi)
Hidrolisis asam
28-100 nm
Lee et al,
2009
10 nm
Bondenson
et al, 2006
Mikrokristal
selulosa kayu
MCC
Gambar
rujukan
Filson et
al, 2009
Selulosa
bakteri
Hidrolisis asam
12,5 nm
Rumput
Perlakuan basa,
asam, dan
mekanik
12-20 nm
Grunert
dan
Winter ,
2002
Pandey et
al, 2010
Diantara aplikasi yang potensial untuk nanoselulosa mungkin dapat disebutkan seperti
kertas, kardus, bionanokomposit pada pembungkus makanan, kosmetik, kesehatan, peralatan
optik, farmasi, kimia dengan dispersi dan emisi Penggunaan nanokristal selulosa pada
pembuatan nanokomposit menjadi kelas baru yang sangat menarik untuk dikembangkan
karena menghasilkan sifat yang unik pada beberapa sektor industri (Souza et al, 2010).
Favier et al (1995) juga melaporkan penggunaan nanokristal selulosa digunakan
sebagai penguat pada pembuatan nanokomposit dengan menggunakan
poli styreneco-butil
selulosa, tetapi struktur molekul dari selulosa tidak berubah. Sebuah klasifikasi yang sesuai
untuk pelarut selulosa dibagi kedalam 5 bagian yaitu:
1. Sistem Pelarut NMMO
Perkembangan paling pesat terjadi pada tahun 1980-an dengan proses yang didasarkan
pada sistem pelarut N-metilmorfolina-N-oksida (NMMO) monohidrat. Karena N-O dipole
yang kuat, kombinasi NMMO dengan air dapat melarutkan selulosa biasanya sebagai
monohidrat (sekitar 13 % air) pada 100oC tanpa aktivasi atau derivatisasi sebelumnya.
Selain itu, larutan dengan kandungan selulosa yang tinggi mencapai 23% dapat dihasilkan
dengan mendispersikan selulosa konvensional dengan NMMO dengan kandungan air yang
tinggi (sekitar 50%) dan kemudian penghilangan air dengan sistem vakum sampai selulosa
tidak larut. cara ini merupakan sistem pelarut yang ramah lingkungan. Sistem pelarut
langsung mengarah pada kelas baru dari serat selulosa buatan manusia dengan nama
umum Lyocell. Serat Lyocell menunjukkan kualitas kinerja yang lebih baik, tetapi proses
Lyocell mengalami stabilitas panas yang tidak terkendali dari sistem NMMO/selulosa/H2O
, biaya penguapan yang tinggi (biaya energi), dan kecenderungan yang tinggi untuk
fibrilasi serat Lyocell,
NMMO/H2O/DETA telah terbukti menjadi sistem pelarut termodinamika yang baik untuk
selulosa dan sesuai untuk selulosa dari berbagai sumber. Sebuah larutan yang terdiri dari
32,6% NMMO, 10% H2O, dan 57,4% DETA dapat melarutkan selulosa pada suhu kamar,
dan temperatur yang sedikit lebih tinggi (40oC) pada awal proses pelarutan akan
menyebabkan waktu pelarutan yang lebih pendek.
2. Sistem Pelarut LiCl/DMAc
Sekitar tahun 1980 ditemukan bahwa N,N-dimetil-asetamida (DMAc) yang mengandung
lithium klorida (~ 8-9% berat) dapat melarutkan selulosa. Sistem ini menunjukkan potensi
yang besar pada selulosa dalam sintesa organik, serta untuk tujuan analisis karena pelarut
tidak berwarna dan penghancuran berhasil tanpa atau setidaknya dengan degradasi
diabaikan bahkan dalam kasus polisakarida dengan berat molekul tinggi sebagai bahan
katun atau selulosa bakteri. Kandungan selulosa dalam larutan dapat mencapai 15% berat,
sedangkan LiCl adalah 5-9% berat setelah pelarutan selama 6 jam pada 100oC. Selulosa
dengan berat molekul tinggi dapat larut dan waktu pelarutan dapat dipersingkat jika suhu
awal proses pelarutan adalah 150oC dan sistem didinginkan perlahan-lahan. Secara empiris
ditentukan parameter polaritas solvatochromic untuk sistem selulosa / LiCl /DMAc
menunjukkan bahwa kemampuan untuk menjaga selulosa dalam larutan karena interaksi
klorida-selulosa yang sangat kuat. Interaksi klorida-selulosa memberikan kontribusi
sekitar 80% terhadap interaksi dipole-dipole antara DMAc dan selulosa, sedangkan
interaksi spesifik Li+ (DMAc)n-selulosa menyumbang sekitar 10%.
3. Sistem Pelarut berbasis Logam Cair
Sistem Larutan encer dari sejumlah kompleks logam telah ditemukan untuk melarutkan
selulosa. Pelarut yang paling terkenal dari kelompok ini adalah kupri hidroksida dalam
amonia berair, yang sering disebut cuoxam. Selulosa dapat dilarutkan ke tingkat molekuler
dalam cuoxam, dan yang paling efektif adalah ikatan koordinasi dari kompleks logam
dengan gugus hidroksil terdeprotonasinya pada C2 dan C3 posisi dari AGU pada rantai.
Namun, cuoxam memiliki beberapa kelemahan diantaranya rantai selulosa mudah
terdegradasi, warna biru tua, dan kekuatan pelarutan yang terbatas pada derajat
polimerisasi DP < 5000. Ion logam seperti Cu2+, Ni
2+
, Cd2+, Fe
2+
digunakan untuk membentuk kompleks dengan etilendiamin (en) dan ligan polidentat lain
dan semua reagen ini memberikan larutang yang jelas, yang menunjukkan kelarutan penuh
pada selulosa. Sejumlah pelarut kompleks logam cair, seperti larutan air dari Ni-tren dan
Cd-tren (tren = tris (2-aminoetil) amina), telah diproduksi, dan pelarutan sejumlah besar
sampel, bahan katun, berbagai selulosa pulp, dan selulosa bakteri telah dipelajari. Kedua
pelarut ini menunjukkan sifat larutan
melarutkan bahan katun dan selulosa bakteri pada derajat polimerisasi tertinggi (DP =
9700).
4. Sistem Pelarut Ion Liquid
Suhu kamar ion liquid ( ILS ) baru-baru ini telah mendapat perhatian yang signifikan
karena
rentang cair luas, dan kurangnya tekanan uap yang telah mendorong peneliti untuk
mengeksplorasi reaksi kimia tersebut. Ion liquid (IL) 1-butil-3 methylimidazoliumklorida
(BMIMCl) dapat digunakan sebagai pelarut untuk selulosa non derivatif. Telah terbukti
bahwa ILS menggabungkan anion dari akseptor ikatan hidrogen yang kuat yang paling
efektif, terutama bila digabungkan dengan pemanasan gelombang mikro, sedangkan ILS
mengandung anion yang tidak terkoordinasi, termasuk (BF4)- dan (PF6)-. Baru-baru ini,
sebuah IL baru, 1-alil-3-methylimidazolium klorida (AMIMCl) telah digunakan untuk
esterifikasi pada selulosa.
5. NaOH/ Sistem pelarut urea berair
Sebuah sistem pelarut yang telah dikembangkan untuk selulosa adalah NaOH/larutan urea
yang didinginkan terlebih dahulu pada suhu -12oC. Pelarutan selulosa dapat dicapai dengan
cepat (sekitar 5 menit) pada suhu kamar (dibawah 20oC) dan larutan yang dihasilkan tidak
berwarna dan transparan. Menariknya, selulosa dengan berat molekul yang relatif tinggi tidak
dapat dilarutkan dalam pelarut tanpa pendinginan pendahuluan sampai -12oC atau
penambahan urea. Hasil dari
13
merupakan sistem pelarut yang baik dari selulosa dengan proses non derivat. Penambahan
urea dan suhu yang rendah memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan pelarutan
selulosa karena suhu yang rendah menghasilkan kompleks yang besar dan stabil terkait
dengan selulosa, NaOH, urea, dan H2O melalui ikatan hidrogen yang dapat menghancurkan
secara efektif ikatan hidrogen pada selulosa sehingga menjadi larutan berair. Serat
mulltilapisan telah berhasil diperoleh dari selulosa ganja menggunakan mesin uji coba.
Selulosa ganja bisa tetap dalam keadaan cair untuk jangka waktu lama (lebih dari seminggu)
pada temperatur sekitar 0-5oC. Sistem pelarut ini telah terbukti menjadi proses pembuatan
serat yang ekonomis dan ramah lingkungan pada skala industri. Selain itu, sistem berair dari
NaOH/tiourea dan LiOH/urea telah digunakan secara cepat untuk melarutkan selulosa, dan
kelarutan lebih besar dibandingkan NaOH/urea (Lu, 2009)
2.6 Komposit
Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi antara dua material atau lebih yang
berbeda bentuk, komposisi kimia, dan tidak saling melarutkan antar material. Material yang
satu berfungsi sebagai penguat dan material yang lain berfungsi sebagai pengikat untuk
menjaga kesatuan unsur-unsurnya. Sedangkan penggabungan dua atau lebih material dengan
pengisi (filler) dari bahan-bahan alami disebut dengan biokomposit. Dalam penyusunan
komposit, salah satu material penyusun dapat ditentukan fraksi volume untuk mendapatkan
sifat akhir yang diinginkan. Secara umum terdapat dua kategori material penyusun komposit
yaitu matriks dan penguat.
Keunggulan bahan komposit adalah dapat memberikan sifat-sifat mekanik terbaik
yang dimiliki oleh komponen penyusunnya. Keuntungan penggunaan material komposit
adalah:
1. Bobotnya yang ringan jika dibandingkan dengan material logam, tetapi memiliki kekuatan
yang hampir sama
2. Tahan korosi
3. Ekonomis
difusi atom-atom permukaan dari komponen komposit yang terjadi pada suhu tinggi
(Winarta, 2012).
Adapun pembagian komposit berdasarkan bentuk penguatnya yaitu
1. Komposit partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai
penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriknya.
2. Komposit serat merupakan komposit yang terdiri dari serat dan matrik dimana fungsi serat
sebagai penopang kekuatan dari komposit sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit
tergantung dari serat yang digunakan. Jenis komposit serat dapat terbagi atas :
(a) Continous fiber composite (komposit diperkuat serat kontinu)
(b) Woven fiber composite (komposit diperkuat dengan serat anyaman)
(c) Chopped fiber composite (komposit diperkuat serat pendek/acak)
(d) Hybrid composite (komposit diperkuat serat kontinyu dan serat acak)
3. Komposit lapis (laminates composite) merupakan komposit yang terdiri dari dua lapis atau
lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya mempunyai karakteristik sifat
sendiriberdasarkan jenis matrik yang digunakan komposit ini terbagi atas :
a. Komposit matrik logam (metal matrix composites/MMC) merupakan salah satu jenis
komposit yang memiliki matrik logam seperti aluminium sebagi matriknya dan
penguatnya dengan serat seperti silikon karbida
b. Komposit matrik keramik (ceramic matrix composites/CMC) merupakan komposit
yang menggunakan keramik sebagai matriknya
c. Komposit matrik polimer (polymer matrix composites/PMC) merupakan komposit
yang mengguankan polimer sebagai matriknya (Jones,1975)
2.7 Nanokomposit
Nanokomposit dikategorikan dalam nanoteknologi apabila komposit yang dihasilkan
merefleksikan keunggulan nanomaterial yaitu kinerja yang meningkat secara signifikan.
Dikatakan nanokomposit karena salah satu komponen yang digunakan memiliki ukuran
berkisar 1-100 nm. Nanokomposit merupakan bidang yang cukup baru di Indonesia bahkan
di dunia sekalipun, apalagi nanokomposit yang seluruhnya terbuat dari bahan terbarukan.
Prinsip dari pembuatan nanokomposit ini adalah berkat ikatan-ikatan yang terjadi
antara atom C, O, dan atom lainnya. Karena ikatan sudah dilakukan mulai dari bentuk nano,
maka akan menghasilkan suatu material yang lebih kuat pada saat menjadi material yang
berukuran besar (tampak oleh mata). Nanokomposit digunakan pada plastik, dipelopori oleh
pabrik mobil General motor dan Toyota. Plastik akan lebih tahan gores, ringan-kuat sehingga
mengurangi biaya bahan bakar, umur pemakaian lebih panjang. Industri transportasi akan
dapat menarik keuntungan dari penggunaan nanokomposit ini. Nanokomposit dapat
meningkatkan ketahanan dan permeabilitas sehingga bagus untuk penggunaan pengemas
makanan dan minuman. Selain itu nanokomposit juga dapat dipergunakan untuk mengurangi
kemudahan plastik untuk terbakar. Nanokomposit dilapisi dengan butyl rubber membuat bola
tenis lebih memantul dan tahan lama (Subiyanto, 2010 ).
kuat terletak pada penggunaan bio-nanokomposit yang mana nanofiller digunakan sebagai
pengguat. Kelimpahan, dapat diperbaharui, hidropilik alami dan sifat mekanik yang baik
sehingga selulosa adalah sumber serat yang utama untuk penyiapan dari bio-nanokomposit
(Gea et al, 2010).
Polikaprolacton telah banyak digunakan dalam bidang medis seperti yang dilaporkan
oleh Hasanah (2009) menyatakan bahwa penggunaan PCL dilakukan karena PCL merupakan
polimer sintetik yang bersifat biodegradable untuk pengungkung obat atau sebagai media
transplantasi pada sistem jaringan karena memiliki permeabilitas obat dan sifat mekanik yang
baik. Penggunaan polimer biodegradable ini memiliki banyak keuntungan karena dapat
didegradasi oleh proses hidrolisis di dalam tubuh (Gunatillake, 2003)
Selain dibidang medis, PCL juga digunakan dalam pembuatan plastik biodegradable
seperti yang dilaporkan oleh Lee (2007), hasil menunjukkan bahwa penanaman plastik
selama 3 bulan di dalam tanah menimbulkan lubang kecil pada permukaan plastikyang
mengindikasikan adanya aktifitas mikroorganisme terhadap kanji sagu/PCL.
2.9 Ultrasonifikasi
Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan gelombang ultrasonik yaitu gelombang
akustik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz (Suslick, 1988). Ultrasonik bersifat nondestructive dan non-invasive sehingga dapat dengan mudah diadaptasikan ke berbagai
aplikasi (McClements, 1995). Menurut Kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode
ekstraksi ultrasonik adalah untuk mempercepat proses ekstraksi. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian Cameron et al (2006) tentang ekstraksi pati jagung yang menyebutkan rendemen
pati jagung yang didapat dari proses ultrasonik selama 2 menit adalah sekitar 55,2-67,8 %
hampir sama dengan rendemen yang didapat dari pemanasan dengan air selama 1 jam yaitu
53,4%. Dengan penggunaan ultrasonik proses ektraksi senyawa organik pada tanaman dan
biji-bijian dengan menggunakan pelarut organik dapat berlangsung lebih cepat. Dinding sel
dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik sehingga kandungan yang ada didalamnya
dapat keluar dengan mudah (Mason, 1990).
dan TGA sekaligus dan bisa juga diadaptasi untuk analisis kromatografi gas dan/atau
spektrometri massa terhadap produk-produk degradasi yang terjadi.
Thermogravimetry ditentukan dari berat bahan yang hilang melalui DSA dan DSC
yang akan ditunjukkan sebagai suatu reaksi endotermik atau eksotermik ketika dekomposisi
terjadi. Analisis termal memiliki beberapa bagian penting dalam prosesnya :
a. Data termal dipengaruhi oleh panas yang spesifik, konduktivitas termal, panas peleburan,
dan kebanyakan dari titik lebur dari logam murni seperti Au, Pb, Sn, dan lain-lain sering
digunakan sebagai standar umtuk kalibrasi data dalam bentuk DSA/DSC
b. Perubahan fase solid-fase liquid (seperti titik lebur) atau fase liquid-fase uap (titik didih)
c. Perubahan struktur transisi solid-solid dimana terjadi perubahan struktur yang berupa
reaksi endotermik/eksotermik
d. Stabilitas termal untuk material atau bahan polimer
e. Dekomposisi termal, termogravimetri digunakan untuk pembelajaran stoikiometri dari
dekomposisi termal dari sampel
f. Analisis kualitatif (identifikasi)
g. Pengendalian kualitas yang berkaitan dengan kemurnian. Metode analisis termal disini
digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian dari sampel atau bahan (Dodd, 1987).
terang. Semua elektron memiliki energi yang sama dan memasuki spesimen secara normal
ke permukaannya selebaran elektron ini dapat disususn menggunakan lensa magnetik untuk
membentuk pola bintik-bintik; masing-masing bintik sesuai dengan jarak atom tertentu. Pola
ini kemudian dapat menghasilkan informasi mengenai orientasi, susunan atom, dan fase pada
bidang yang diperiksa (Voutou and Stefanaki, 2008)
(2.1)
Selama perubahan bentuk,dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak
x 100 %
(2.2)
keterangan :
l0 = panjang specimen mula-mula (mm)
l = panjang spesimen saat putus (mm)
= Kemuluran (%)
(Wirjosentono, 1995)
2.13 Inframerah
Dua variasi instrumental dari spektroskopi IR yaitu metode dispersif yang lebih tua, dimana
prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR, dan metode Fourier transform (FT)
yang lebih akhir yang menggunakan prinsip interferometri. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR
mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan
karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan
memanipulasi spektrum. Instrumeninstrumen dispersif modern juga telah dilengkapi dengan
mikrokomputer-mikrokomputer untuk penyimpanan dan manipulasi spektrum.
Spektrum-spektrum dispersif dari sebagian besar polimer impor komersial telah
dicatat oleh karenanya identifikasi kualitatif zat-zat yang tidak diketahui seringkali bisa
diselesaikan melalui perbandingan. Ini mencakup polimer-polimer yang memiliki stereokimia
atau distribusi rangkaian monomer yang bervariasi, karena perbedaan demikian biasanya
menghasilkan spektrum-spektrum yang berbeda, dimana spektrum-spektrum komparatif tidak
tersedia, pengetahuan ke struktur polimer bisa diperoleh melalui pertimbangan yang wajar
terhadap pita-pita absorpsi gugus fungsional atau dengan membandingan spektrum dengan
spektrum senyawa-senyawa model berat molekul rendah yang siap terkarakterisasi dengan
struktur yang mirip. Lepas dari perbedaan-perbedaan yang diharapkan dalam daerah tekukan
C-H aromatik (650-900 cm-1) yang timbul dari cincin-cincin benzena para-disubstitusi versus
monosubstitusi, spektrum-spektrum tersebut cukup sebanding.
FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitianpenelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan
ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini memudahkan penelitian-penelitian reaksireaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang
sangat kecil mempermudah kopling instrumen FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis
bagian-bagian sampel polimer yang sangat terlokalisasi (Stevens, 2001).
Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat parubahan
dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dimana alat yang biasa
digunakan adalah SEM.
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data
atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya
sekitar 20 m dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala
tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.
Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan
oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan
diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan
struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan
menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam kedalam suatu disket (wirjosentono,
1996).
SEM berbeda dengan mikroskopi electron transmisi (TEM) dalam hal bahwa suatu
berkas insiden elektron yang sangat halus di-scanmenyilang permukaan sampel dalam
sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang
terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar
katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan
yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas
pemakainannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat
mengenai topologi
permukaan dengan resolusi sekitar 100 . Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian
disperse-dispersi pigmen dalam sel, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam
polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan
perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah
polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuhnya (Stevens, 2001).