Anda di halaman 1dari 4

Gaya Belajar Orang Dewasa

DePorter, Reardon & Singer-Nouri (2000), membedakan gaya belajar berdasarkan modalitas yang
dominan pada seorang peserta yang terdiri dari 3 (tiga) gaya, yaitu:
1.
2.
3.

Visual yaitu tipe orang yang lebih mudah menyerap materi pelajaran apabila melihat
langsung materi tersebut.
Auditif yaitu tipe orang yang lebih mudah menyerap materi pelajaran apabila mendengar
langsung materi tersebut.
Kinestetik yaitu tipe orang yang lebih mudah menyerap materi pelajaran apabila mencoba
langsung materi tersebut.
Dalam proses pelatihan, diharapkan para peserta dapat belajar pengetahuan dan keterampilan yang
baru. Tetapi setiap peserta memilikigaya belajar yang berbeda seperti auditory, visual atau kinesthetic
(VAK).

Peserta yang belajar dengan cara membaca atau melihat adalah gaya visual.
Peserta yang belajar dengan cara mendengarkan adalah gaya audio atauauditory.
Peserta yang belajar dengan cara melakukan sesuai adalah gayakinesthetic.
Untuk mengetahui gaya belajar sesuai prinsip orang dewasa, maka dapat dilakukan melalui penilaian
diri (self assessment) tentang gaya belajar Auditory, Visual dan Kinesthetic (VAK).
Semua orang memiliki gaya belajar yang berbeda. Beberapa lebih biasa belajar melalui pendengaran,
yang lain melalui penglihatan; beberapa orang lebih suka latihan melalui praktek. Penelitian De Porter
mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan, 50%
dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari
yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%. Sementara itu, Kerucut Edgar Dale
menunjukkan bahwa seseorang belajar melalui penglihatan 75%, pendengaran 13% dan lainnya
12%. Pengalamanpembelajaranyang efektifmenggabungkan berbagai gayabelajar,latihan-latihan,
presentasi dan diskusi dengan berbagai aktivitas untuk membantu peserta merefleksikan pada apa
yang sedang mereka pelajari dan berbagai cara penerapannya.
Metode Active Learning
Ada banyak metode pembelajaran yang menekankan pada pendekatan pelatihan aktif (active
training). ASTD (2000) merumuskan bahwa Active training is an appropriate learning in which the
participants are actively engaged in the learning process through activities and structured experiences
facilitates by the trainer.
Berikut ini beberapa contoh metode dan teknik pelatihan aktif yang lazim digunakan baik secara
sendiri atau bervariasi dalam kegiatan pelatihan dan pembelajaran bagi orang dewasa.

1.

Ice Breaker & Energizer


Ice Breaker & Energizer sebenarnya bukan termasuk metode pembelajaran yang sesungguhnya.
Kegiatan ini merupakan aktivitas yang menyenangkan dan kadang-kadang menggunakan gerakan fisik
untuk menciptakan suasana lingkungan pembelajaran yang sesuai. Kegiatan ini membantu individu
untuk berinteraksi dan menciptakan suatu perasaan kelompok. Permainan, musik dan latihan fisik
digunakan untuk membantu mempererat hubungan antar peserta dan menghindari kejenuhan. Ice
Breaker & Energizer dapat digunakan sesuai waktu, pada awal atau setengah jalan dalam suatu
pelatihan atau lokakarya.

2. Matching/Diad
Teknik matching/diad (berpasangan) merupakan teknik belajar partisipatif yang melibatkan dua orang
yang berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Teknik ini cocok dilakukan untuk keakraban,
khususnya kalau peserta belum saling mengenal. Peserta akan lebih mengenal satu sama lain dan
lebih akrab, serta mengurangi hambatan komunikasi antara peserta.
Langkah-langkah:

1) Fasilitator meminta peserta untuk mencari seorang pasangan dari antara peserta yang lain. Kalau
dilakukan pada tahap pembinaan keakraban, sebaiknya peserta mencari pasangan yang belum
dikenal.
2) Fsilitator memberikan daftar pertanyaan yang harus ditanyakan secara bergantian, misalnya:
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, minat, kegemaran, latar belakang keluarga, alasan mengikuti
pelatihan. Agar lebih menarik, dapat ditanyakan pengalaman yang lucu atau berkesan. Hasil
wawancara disusun secara tertulis berdasarkan urutan pertanyaannya.
3) Setelah selesai saling mewawancarai, masing-masing peserta diminta memperkenalkan
pasangannya kepada kelompok. Cara memperkenalkannya dapat diselingi dengan humor, nyanyian,
deklamasi.
4) Fasilitator memberikan komentar setelah setiap peserta melaporkan hasil wawancaranya.
Sebaiknya komentar yang diberikan secara santai dan tidak sampai menyakiti hatii.

3. Brainstorming
Brainstorming (curah pendapat) adalah teknik yang dipakai untuk menghimpun gagasan dan
pendapat untuk menjawab masalah tertentu, dengan cara mengajukan pendapat atau gagasan
sebanyak-banyaknya. Curah pendapat dilakukan dalam kelompok yang pesertanya memiliki latar
belakang yang berbeda-beda. Kegiatan curah pendapat lebih ditekankan untuk menghasilkan
pendapat atau gagasan yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat.
Langkah-langkah:
1) Fasilitator menyusun pertanyaan-pertanyaan yang terkait. Sebagai contoh, fasilitator menanyakan
apa yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan.
2) Fasilitator mengajukan pertanyaan tersebut kepada peserta. Kemudian fasilitator memberikan
waktu 2-3 menit kepada setiap peserta untuk memikirkan jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
Peserta hanya perlu menyampaikan pendapatnya, tidak boleh mengkritik atau menyela pendapat
orang lain.
3) Fasilitator mencatat pendapat atau gagasan itu di papan tulis atau pada kertas (flipchart) yang
disediakan, atau menunjukkan seorang peserta untuk melaksanakan tugas tersebut.
4) Sesudah peserta diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya, peserta diberi kesempatan
untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas. Setiap pendapat akan ditulis di papan tulis atau
kertas yang sudah disediakan. Fasilitator memberi batasan waktu untuk melakukan kegiatan ini,
misalnya 5 atau 10 menit.
5) Sesudah waktu habis, pendapat atau gagasan yang terkumpul dapat dikelompokkan berdasarkan
kategori-kategori tertentu untuk mengambil kesimpulan.

4.

Diskusi Kelompok Kecil

Kelompok kecil terdiri dari 2 4 orang. Kelompok ini dapat terdiri dari orang-orang yang memiliki
minat dan keahlian yang homogen atau heterogen. Pemilihan kelompok homogen atau heterogen
ditentukan oleh tugas yang diberikan atau masalah yang dihadapi. Jika tugas yang diberikan masih
dalam tahap penjajakan lebih baik kelompok homogen, dan jika memerlukan pemikiran yang meluas
lebih kelompok heterogen. Setiap kelompok dapat membahas pokok pikiran atau topik bahasan
tertentu. Dalam kelompok kecil, peserta dapat mengungkapkan gagasan atau pendapat tentang
masalah yang dibahas.
Langkah-langkah:

1) Sebelum diskusi, fasilitator mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan topik atau
masalah yang akan dibahas.
2) Fasilitator menyusun uraian suatu topik dan masalah yang berupa pernyataan, atau uraian pendek
dalam bentuk cerita. Pada akhir uraian, fasilitator melontarkan masalah, baik dalam bentuk
pertanyaan maupun dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Perlu
pula dicantumkan batasan waktu yang disediakan untuk membahas topik itu.
3) Fasilitator menjelaskan topik yang akan dibahas, tujuan pembahasan dan cara-cara diskusi secara
demokratis, serta mendorong semua peserta untuk ikut terlibat secara aktif.
4) Fasilitator menyarankan peserta membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang. Dapat pula
ditunjuk seorang peserta menjadi pemimpin, dan penulis.
5) Fasilitator membagikan uraian topik serta tugas atau masalah yang harus dijawab oleh kelompok,
dan mempersilakan peserta melakukan diskusi. Fasilitator mengingatkan kelompok bahwa hasil
diskusi akan dilaporkan dalam kelompok atau peserta yang lain. Fasilitator perlu mengingatkan
peserta waktu yang disediakan untuk melakukan diskusi.
6) Fasilitator perlu sesekali menghampiri kelompok yang sedang berdiskusi, dan memperhatikan
proses diskusi. Fasilitator perlu memberikan arahan atau mengingatkan kembali topik yang dibahas
kalau pembicaraan menyimpang. Fasilitator perlu membatasi komentar yang diberikan. Penelitian
menunjukkan bahwa semakin sedikit komentar atau arahan yang diberikan fasilitator, semakin hidup
pembahasan yang dilakukan. Komentar dari fasilitator hanya diberikan kalau pembahasan sudah
cukup jauh menyimpang, atau kalau ada satu orang peserta yang mendominasi pembicaraan.
7) Kalau waktu habis dan pembahasan belum selesai, fasilitator perlu menawarkan tambahan waktu.
Tambahan waktu sebaiknya tidak diberikan terlalu banyak, karena akan mengganggu kegiatan. Pada
waktu persiapan, fasilitator perlu memikirkan dan merencanakan alokasi waktu ini dengan cermat.
8) Sesudah pembahasan kelompok kecil, fasilitator meminta setiap kelompok untuk membagikan hasil
diskusi dalam kelompok besar. Fasilitator dapat memimpin diskusi kelompok besar tersebut.
9) Fasilitator bersama peserta membahas dan menyimpulkan hasil-hasil diskusi kelompok kecil,
sehingga menghasilkan kesimpulan bersama.
10) Fasilitator memberi kesempatan bagi peserta untuk mengevaluasi proses diskusi dan hasilnya,
baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Hal ini akan memberikan kesempatan
peserta untuk merenungkan kembali proses belajarnya dan mengambil pelajaran yang penting dari
kegiatan itu.

5.

5. Praktik Lapangan

Praktik lapangan adalah teknik yang digunakan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan dalam
menerapkan pengetahuan dan keterampilan, dengan mempraktikkan di lapangan atau dalam
kehidupan nyata, dalam pekerjaan atau tugas yang sebenarnya. Teknik ini sangat tepat digunakan
untuk membina dan meningkatkan kemampuan peserta dengan menerapkan pengetahuan dan
keterampilannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan nyata.
Langkah-langkah:
1) Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi kebutuhan belajar yang dapat dijadikan dasar untuk
menyusun rencana praktik lapangan.
2) Atas dasar kebutuhan belajar itu fasilitator bersama peserta menyusun rencana praktik lapangan.
Rencana ini mencakup tujuan praktik lapangan, lokasi, keahlian atau keterampilan yang akan
diterapkan, rangkaian kegiatan yang akan dilakukan, orang-orang yang terlibat, fasilitas dan alat-alat,
dana, jadwal dan waktu kegiatan.

3) Fasilitator menugaskan peserta untuk menjajaki obyek yang akan dikunjungi, untuk menyampaikan
informasi dan mengindentifikasi informasi yang berhubungan dengan lapangan untuk dijadikan
masukan menyempurnakan rencana pelaksanaan di lapangan.
4) Fasilitator membantu peserta dalam melaksanakan praktik lapangan, dengan kegiatan antara lain:
Mengarahkan dan memotivasi peserta untuk melakukan tugas dan kegiatan sebagaimana tercantum
dalam rencana
Melakukan monitoring, supervisi dan evaluasi pelaksanaan praktek lapangan
5) Selesai di lapangan, peserta menyusun laporan pelaksanaan.
6) Peserta mendiskusikan proses, hasil dan pengaruh praktik lapangan.
7) Fasilitator bersama peserta melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pelaksanaan praktik
lapangan.

6. Self Evaluation
Self evaluation (evaluasi diri) secara khusus dipakai untuk mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran. Penggunaan teknik ini menuntut keseriusan dari peserta. Evaluasi diri dilakukan
dengan menjawab pernyataan-pernyataan yang sudah disediakan pada lembaran khusus. Evaluasi ini
dapat dilakukan untuk menghimpun pendapat peserta antara lain terhadap proses pembelajaran,
bahan belajar, kinerja, dan pengaruh kegiatan belajar yang dirasakan oleh peserta. Evaluasi ini juga
dapat digunakan untuk mengetahui pendapat peserta tentang perubahan pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang dirasakan setelah mengikuti kegiatan pelatihan dibandingkan dengan
sebelum mengikuti kegiatan pelatihan.
Langkah-langkah:
1) Fasilitator menyusun lembaran tertulis yang berisi daftar pernyataan pendapat peserta.
2) Fasilitator menyebarkan lembaran itu pada waktu yang bersamaan kepada para peserta untuk
selanjutnya diisi oleh peserta.
3) Setelah jawaban-jawaban itu dihimpun dan diolah, fasilitator bersama peserta mendiskusikan hasil
evaluasi. Hasil diskusi dijadikan bahan untuk perbaikan atau pengembangan program kegiatan
pembelajaran.
4) Fasilitator bersama peserta melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil penggunaan teknik ini.

Referensi
Piscurich, Beckschi & Hall (2000), The ASTD Handbook of Training Design and Delivery, New
York: McGraw Hill.
Lawson,K.(2006), The Trainer 2nd Ed. Pfeiffer:San Francisco.
Tamat, Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik Tamat, Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik ke
Andragogik. Jakarta: Pustaka Dian.

Anda mungkin juga menyukai