Anda di halaman 1dari 11

PERBEDAAN KADAR ALBUMIN PRE DAN POST HEMODIALISA PADA

PASIEN CKDDI RSUD SANJIWANI GIANYAR TAHUN 2016


Abstract.Chronic kidney disease is a pathophysiological process with diverse etiology,
resulting in a progressive decline in renal function, and generally end up with kidney
failure. One of the management of patients with chronic kidney disease is to perform
hemodialysis but in other research confirmedthat hemodialysis can also cause
hypoalbuminemia.Hypoalbuminemia in patients with kidney disease who undergo
hemodialysis allegedly associated with the presence of inflammation and malnutrition
in hemodialysis patients.This research was an analytic observation with pre-post test
design thats the patients with chronic kidney disease that undergo hemodialysis in
RSUD Sanjiwani gianyar as a subject. Sample was collected from patients whole blood
that was centrifuged at 4000rpm for 10 minutes to get serum. The level of albumine
serum patients was measuried by using automatic chemistry analyzer with turbidityendpoint method before and after the patients undergo hemodialysis. From the study,
there were 20 patients with aaverage serum albumine level before undergo
hemodialysis is 3, 52 g/dL andaverage serum albumine level after undergo
hemodialysis is 3, 96 g/dL. The difference between albumin level before undergo
hemodialysis and after that were tested using paired sample T-test (p<0,05).There are
significant difference between albumin level before the patients undergo hemodialysis
and after that.
Keywords: chronic kidney disease; hemodialysis; serum albumine levels
Abstrak.Penyakit ginjal dapat menyebabkan hipoalbuminemia akibat dari penurunan
kemampuan filtrasi glomerulus. Salah satu penatalaksanaan pasien dengan Penyakit
ginjal kronik adalah dengan melakukan hemodialisa namun hemodialisa dapat juga
menyebabkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia pada pasien ginjal kronik yang
melakukan hemodialisa terkait dengan adanya inflamasi dan malnutrisi pada pasien
hemodialisa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbeaan kadar albumin pre dan
post hemodialisa pada pasien CKD berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin dana
lama hemodialisa dengan metode observasi analitik pre-post test desaign. Subjek dalam
penelitian ini adalah pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialisa di
RSUD Sanjiwani Gianyar. Kadar albumin serum pasien diukur dari sampel serum
pasien yang didapatkan melalui proses centrifugasi whole blood selama 10 menit

dengan kecepatan 4000rpm, pengukuran dilakukan dengan alat kimia otomatis


menggunakan metode turbidimetri-endpoint. Data kadar albumin dikelompokkan
menjadi dua yaitu sebelum dan sesudah pasien melakukan hemodialisa dan
dikelompokkan berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin dan lama hemodialisa.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan dari 20 pasien hemodialisa dengan rata-rata
kadar albumin serum pasien sebelum melakukan hemodialisa sebesar 3,52 g/dL dan
rata-rata kadar albumin serum pasien setelah melakukan hemodialisa sebesar 3,9 g/dL.
Pasien hemodialisa rata-rata mengalami peningkatan kadar albumin sebesar 0,38 g/dL.
Perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah hemodialisa diuji menggunakan uji T
sampel berpasangan (p<0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar albumin
sebelum hemodialisa dan sesudah hemodialisa.
Kata kunci : chronic kidney disease; hemodialisa; kadar albumin serum
Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ vital

gagal ginjal (Price, Wilson. 2006).

dalam tubuh manusia yang memiliki

Prevalensi penyakit ginjal kronik atau

peranan yang sangat penting, sebagai

disebut juga Chronic Kidney Disease

pengatur volume dan komposisi kimia

(CKD) di Amerika Serikat meningkat

darah dan lingkungan dalam tubuh

setiap tahunnya. Dalam kurun waktu

dengan mengeksresikan zat terlarut dan

1999 hingga 2004, terdapat 16,8 % dari

air secara selektif. Fungsi vital ginjal

populasi penduduk usia di atas 20 tahun

dicapai dengan filtrasi plasma darah

mengalami Penyakit Ginjal Kronik.

melalui

Persentase

glomerolus

diikuti

dengan

ini

meningkat

bila

reabsobsi jumlah zat terlarut dan air

dibandingkan data 6 tahun sebelumnya,

dalam jumlah yang sesuai di sepanjang

yaitu 14,5 % (CDC, 2007).

tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut

Menurut data yang diambil dari IRR

dan air dieksresikan keluar tubuh

yang diterbitkan dalam Annual Report

dengan urine melalui sistem pengumpul

IRR 2012, jumlah pasien gagal ginjal

urin (Price, Wilson. 2006).

kronik di Indonesia mencapai 16.040

Penyakit ginjal kronik adalah suatu

pasien,

proses patofisiologis dengan etiologi

penyakit

yang

mengakibatkan

pasien). Khusus untuk daerah Bali

penurunan fungsi ginjal yang progresif,

jumlah pasien CKD berjumlah 1.723

dan pada umumnya berakhir dengan

pasien.

beragam,

dengan
ginjal

Pasien

etiologi

terbanyak

hipertensi

tersebut

(5.654

merupakan

pasien dengan CKD tahap lima dengan

dari tahun 2011 sampai 2012 sebanyak

jumlah

22% pasien baru dan sebesar 24% untuk

etiologi

paling

banyak

peilonefritis crhonic.

jumlah pasien aktif. Pada tahun 2012

Data yang ditunjukkan dalam Riset

jumlah pasien baru yang menjalani

Kesehatan Dasar tahun 2013, Bali

hemodialisis (cuci darah) mencapai

merupakan salah satu provinsi dengan

19.621 orang dari 15.353 orang pada

prevalensi gagal ginjal kronis yang

tahun 2011 sedangkan jumlah pasien

cukup tinggi sebesar 0,2 %. Pada tahun

aktif dari tahun 2011 yang berjumlah

2013 kabupaten Gianyar merupakan

6.951 orang menjadi 9.161 orang pada

salah satu kabupaten dengan prevalensi

tahun 2012 dan khusus untuk daerah

gagal ginjal kronis yang cukup tinggi

Bali

sebesar 0,2 % setelah Karangasem

menjalani

(0,4%) dan Buleleng (0,3%). Prevalensi

2012).

ini

di

Menurut Suryanto dan Ulya (2007),

dan

hemodialisis digunakan sebagai salah

Bangli yang memiliki prevalensi sama

satu terapi untuk menggantikan fungsi

yaitu

yang

ginjal yang memburuk, akan tetapi

dipublikasikan dalam Profil Kesehatan

penderita yang menjalani hemodialisis

Provinsi Bali 2014 yang bersumber dari

selalu mengalami anemia (80-95%).

Bidang Bina Yan. Rujukan Dinkes

Selain

Prov.Bali 2014, gagal ginjal menempati

merupakan komplikasi yang umum

urutan ke-6 penyakit terbanyak pada

ditemui pada penyakit ginjal kronik.

pasien rawat inap di RSUD di Provinsi

Hasil

Bali.

menunjukkan sebanyak 45 pasien dari

Penatalaksanaan pasien gagal ginjal

108 pasien (41,7%) memiliki kadar

kronik menurut Price dan Wilson (2006)

albumin serum di bawah 4 g/dl.

ditentukan

Menurut

sama

kabupaten

dengan

prevalensi

Jembrana,

Badung

0,2%.

Menurut

berdasarkan

data

laju

filtrasi

terdapat

62.522

hemodialisa

anemia,

yang

rutin

(IRR,

hipoalbuminemia

penelitian

Rivai

Suhardjono,

(2009)

Rahardjo

Susalit

pada pasien gagal ginjal kronik adalah

albumin serum pada pasien gagal ginjal

dengan

hemodialisa.

kronik yang menjalani hemodialisa

IRR,

diduga

Berdasarkan

data

dari

suatu

berkaitan

rendahnya

&

glomerulus. Salah satu penatalaksanaan


melakukan

(2009),

pasien

dengan

kadar

adanya

kegiatan registrasi dari perhimpunan

inflamasi dan malnutrisi pada pasien

nefrologi

hemodialisa.

Indonesia

menunjukkan,

peningkatan jumlah pasien hemodialisa

Dari hasil penelitian Latifah (2012)

yang

dengan responden pasien gagal ginjal

mellitus,

kronis

kronik, dan kanker serta pasien yang

yang

menjalani

hemodialisa

memiliki

diagnosa

penyakit

diabetes

paru

didapat kadar albumin tidak normal

tidak

pada kelompok pasien meninggal yaitu

penelitian.

sebesar 31 orang (62%), sedangkan

Responden

pada kelompok pasien yang hidup lebih

kriteria

banyak yaitu 35 orang (70%). Untuk

diwawancarai

kadar albumin normal pada kelompok

karakteristik umur, jenis kelamin dan

pasien meninggal lebih banyak yaitu 19

lama hemodialisa. Setiap responden

orang (38%) dan pada kelompok pasien

diambil sampel darah vena sebanyak

hidup yaitu 15 orang (30%).

dua

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD


Sanjiwani Gianyar pada tanggal 11
April sampai 30 April 2016. Penelitian
merupakan

penelitian

observasi

analitik dengan pre-post test design dan


pendekatan cross sectional. Populasi
dalam

penelitian

ini

adalahseluruh

pasien dengan gagal ginjal kronis yang


mendapatkan terapi hemodialisa di unit
hemodialisa RSUD Sanjiwani Gianyar
tahun 2016 dengan jumlah sampel
sebanyak 20 responden yang diambil
secara accidental samplingdan telah
memenuhi kriteria inklusi : Pasien gagal
ginjal yang telah menjalani hemodialisis
minimal

menjadi

sampel

yang

telah

memenuhi

inklusi

dan

eksklusi

kali,

untuk

sebelum

menentukan

dan

sesudah

melakukan hemodialisa, sampel darah

Metode

ini

menyetujui

obstruktif

satu

tahun

(pria

ataupun

wanita), pasien berusia 18-70 tahun, dan


bersedia

menandatangani

concent.

Serta

memenuhi

informed

diproses untuk mendapatkan serum


melalui sentrifugasi selama 10 menit
dengan kecepatan 4000rpm. Sampel
serum yang didapat digunakan untuk
mengukur kadar albumin pre dan post
hemodialisa

menggunakan

alat

automated-Chemistry analyer dengan


prinsip turbidimetri-endpoint.
Data hasil pengukuran kadar albumin
diolah

menggunakan

uji

statistik

Kolmogorov-Smirnov

untuk

menentukan distribusi data, apabila data


berdistribusi

normal

dilanjutkan

dengan

berpasangan

untuk

maka

analisis

sampel

T-

menentukan

perbedaan kadar albumin pre dan post


hemodialisa pada pasien CKD.
Hasil dan Pembahasan

kriteria

Hasil wawancara terhadap 20 responden

eksklusi :Pasien gagal ginjal kronis

yang telah memenuhi kriteria inklusi

dan

eksklusi,

didapatkan

distribusi

berdasarkan jenis kelamin, umur, dan


frekuensi hemodialisa sebagai berikut

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin


Tabel 1
Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan Kelomok Umur


Tabel 2
Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan Lama Hemodialisa


Tabel 3
Sebaran Responden Berdasarkan Lama Hemodialisa

Berdasarkan hasil pengukuran kadar albumin pre dan post hemodialisa pada pasien
CKD didapatkan rata-rata kadar albumin pre hemodialisa 3,52 g/dL dengan kadar
terendah 2,46 g/dL dan kadar tertinggi 4,23 g/dL dan rata-rata kadar albumin post
hemodialisa sebesar 3,96 g/dL dengan kadar terendah 3,10 g/dL dan kadar tertinggi 5,04
g/dL. Rata-rata pasien CKD memiliki kadar albumin di bawah normal (3,52 g/dL) dan
setelah melakukan hemodialisa (post HD) pasien CKD memiliki rata-rata kadar albumin
serum sebesar 3,96 g/dL. Perbandingan kadar albumin pre dan post hemodialisa dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1
Grafik Perbandingan Hasil Pengukuran Kadar Albumin
Dari data hasil pengukuran kadar

pada pasien sehingga menekan sintesis

albumin terhadap 20 responden yang

albumin. Selain itu, pada pasien CKD

telah memenuhi kriteria inklusi dan

juga

eksklusi,

menyeluruh

didapatkan

17

responden

terjadi

mikroinflamasi
sehingga

yang
terjadi

mengalami kenaikan kadar albumin

peningkatan penggunaan asam amino

setelah

untuk memproduksi sitokin dan zat

melakukan

hemodialisa

sementara tiga responden mengalami

proinflamasi

penurunan

sintesis

albumin.

hemodialisa. Dilihat dari kadar albumin

albumin

pada

awal (pre HD) yang rata-rata dibawah

melakukan

nilai normal dapat disebabkan karena

disebabkan karena adanya komplikasi

pada pasien CKD mengalami gastritis

setelah melakukan hemodialisa yang

dan ulserasi di saluran cerna sebagai

meliputi hipotensi pasca HD, reaksi

akibat dari penyakit ginjal kronik yang

alergi, infeksi, serta anemia yang dapat

dapat menurunkan penyerapan nutrisi

menimbulkan rasa mual pada pasien.

kadar

albumin

setelah

yang

akan

menekan

Penurunan
responden

hemodialisa

kadar
setelah
dapat

Akibatnya

pasien

cenderung

responden

mengalami

peningkatan

menghindari asupan makanan yang

kadar albumin yang rata-rata kadar

mengandung protein sehingga terjadi

awalnya (pre HD) 3,4 g/dL menjadi 3,7

penurunan sintesis albumin. Pada proses

g/dL (meningkat 0,3 g/dL) atau sebesar

hemodialisa juga dapat terjai inflamasi

8,8% setelah melakukan hemodialisa.

karena setiap tindakan hemodialisa

Dari 8 responden dengan kelompok

dapat

umur 58-70 tahun terdapat 3 responden

menyebabkan

infeksi

lokal

sehingga akan meningkatkan sitokin

yang

dan reaktan fase akut, sehingga terjadi

albumin

peningkatan penggunaan asam amino

tersebut memiliki usia 70 tahun.

untuk memproduksi sitokin dan zat

Dari kadar albumin rata-rata pre HD

proinflamasi

menekan

responden dengan kelompok umur 32-

sintesis albumin.
a. Kadar albumin pre dan post

44 tahun memiliki kadar rata-rata

yang

hemodialisa

akan

berdasarkan

responden
Ditinjau dari

karakteristik

umur
umur

responden, jumlah pasien CKD yang


menjalani hemodialisa pada rentang
usia 32-44 tahun sebanyak 3 responden,
rata rata kadar albumin pre HD pada
kelompok umur ini adalah 3,9 g/dL dan
setelah melakukan terapi hemodialisa
terjadi kenaikan kadar albumin (post
HD) menjadi 4,2 g/dL (meningkat 0,3
g/dL)

atau

sebesar

7,8%.

Untuk

responden kelompok usia 45-57 tahun


sebanyak

responden

mengalami

peningkatan kadar albumin yang ratarata kadar awalnya (pre HD) 3,5 g/dL
menjadi 4,0 g/dL (meningkat 0,5 g/dL)
atau sebesar 11,2% setelah melakukan
hemodialisa.

Untuk

responden

kelompok usia 58-70 tahun sebanyak 8

mengalami

penurunan

dimana

ketiga

kadar

responden

albumin pre HD di atas normal.


Sedangkan responden dengan rentang
usia 45-57 tahun dan kelompok usia 5870 tahun memiliki kadar albumin awal
di bawah normal dan 3 responden
dengan

usia

penurunan

70

tahun

kadar

mengalami

albumin.

Kadar

albumin pre HD yang rendah pada


kelompok responden 45-57 tahun dan
kelompok usia 58-70 tahun sesuai
dengan penelitian Rivai (2009) dimana
terdapat proporsi yang lebih besar
(48%) terjadinya hipoalbuminemia pada
responden dengan usia >50 tahun, yang
juga didukung oleh Leavy et al yang
menyatakan

bahwa

cenderung

mengalami

sintesis

albumin

pada

usia

tua

penurunan

akibat

dari

meningkatnya resiko inflamasi pada


saat

proses

pemasangan

atau

penggunaan akses vaskuler vena sentral

dan pada usia tua (>50 tahun) terdapat

laki-laki dan 7 responden perempuan.

kemungkinan penurunan kemampuan

Dari 13 responden laki-laki terdapat 3

tubuh untuk menyerap nutrisi.

responden yang mengalami penurunan

Sementara 3 responden yang mengalami

kadar albumin post HD. Apabila dilihat

penurunan

setelah

dari rata-rata kadar albumin pre dan

dimana

post HD pada kelompok responden laki-

komplikasi yang umum terjadi meliputi

laki terdapat kenaikan kadar albumin

hipotensi pasca HD, reaksi alergi,

0,29 g/dL (sebesar 8,2%) dari rata-rata

infeksi,

dapat

kadar albumin pre HD 3,55 g/dL

menimbulkan rasa mual pada pasien.

menjadi 3,84g/dL setelah melakukan

Akibatnya

HD. Untuk responden perempuan yang

kadar

melakukan

serta

albumin

hemodialisa

anemia

yang

pasien

cenderung

menghindari asupan makanan yang

berjumlah

mengandung protein sehingga terjadi

keseluruhan mengalami kenaikan kadar

penurunan sintesis albumin. Pada proses

albumin post HD dari rata-rata kadar

hemodialisa juga dapat terjai inflamasi

albumin pre HD 3,46 g/dL menjadi 4,19

karena setiap tindakan hemodialisa

g/dL (mengalami kenaikan 0,73 g/dL)

dapat

lokal

atau sebesar 21%. Dilihat dari nilai rata-

sehingga akan meningkatkan sitokin

rata albumin pre HD pada kedua

dan reaktan fase akut, sehingga terjadi

kelompok

peningkatan penggunaan asam amino

memiliki kadar albumin di bawah

untuk memproduksi sitokin dan zat

normal. Kadar albumin pre HD yang

proinflamasi

rendah

menyebabkan

yang

infeksi

akan

menekan

responden

responden

pada

secara

sama-sama

responden

dapat

sintesis albumin ditambah usia ketiga

disebabkan karena adanya kekurangan

responden yang sudah 70 tahun akan

nutrisi dan inflamasi sebagai efek

menyebabkan

semakin

menurunnya

samping terapi hemodialisa. Inflamasi

sistesis

albumin,

dapat terjadi karena proses pemasangan

tubuh

atau penggunaan akses vaskuler vena

menyerap nutrisi serta meningkatnya

sentral sementara kekurangan nutrisi

kerentanan tubuh mengalami inflamasi.

dapat

b. Kadar albumin pre dan post

makanan

hemodialisa

asupan protein, akibat dari rasa mual

kemampuan
menurunnya

kemampuan

berdasarkan

jenis

disebabkan
yang

karena

berkurang

asupan
terutama

kelamin responden

yang terjadi pada pasien HD, mengingat

Ditinjau dari jenis kelamin responden,

makanan dengan kandungan protein

terdapat 13 responden berjenis kelamin

tinggi cenderung memicu rasa mual

sehingga

responden

memilih

menghindari jenis makanan tersebut.


Responden perempuan memiliki ratarata kadar albumin pre HD yang lebih
rendah

(3,46

g/dL

dibanding

responden laki-laki, terdapat selisih


yang antara kedua responden sebesar
0,1 g/dL. Kadar albumin yang lebih
rendah pada perempuan sesuai dengan
hasil penelitian Leavy et a.,l (2000)
dimana responden perempuan memiliki
kadar

albumin

dibandingkan

lebih

laki-laki

rendah

dikarenakan

metabolisme protein pada perempuan


yang lebih rendah serta kebutuhan
protein perempuan yang lebih rendah
akibat perbedaan masa otot.
Sementara penurunan kadar albumin
post HD pada kelompok responden lakilaki (3 responden). Apabila dikaitkan
dengan penilitian Rivai (2009) yang
mendapatkan hasil tidak ada hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin
dengan status albumin serum pasien,
maka dapat dikatakan penurunan kadar
albumin pada 3 responden laki-laki
diakibatkan faktor lain seperti uisa dan
frekuensi hemodialisa.
c. Berdasarkan lama hemodialisa
Ditinjau dari karakteristik lama
hemodialisa,

dimana

terdapat

responden dengan lama hemodialisa 11,5 tahun dan 12 responden dengan


lama hemodialisa >1,5 tahun. Dari
keseluruhan responden dengan lama HD

1-1,5 tahun terdapat

3 responden

dengan penurunan kadar albumin post


HD, namun apabila dilihat secara
keseluruhan responden dengan lama HD
1-1,5 tahun rata-rata kadar albumin
tetap mengalami kenaikan dari 3,32
g/dL menjadi 3,72 g/dL (kenaikan 0,40
g/dL) atau sebesar 12% sedangkan
untuk responden dengan kelompok lama
HD >1,5 tahun

secara keseluruhan

responden mengalami kenaikan kadar


albumin dari 3,65 g/dL menjadi 4,12
g/dL (kenaikan 0,47 g/dL) atau sebesar
12,8%. Dilihat nilai rata-rata albumin
pre HD pada kelompok responden
dengan lama HD 1-1,5 tahun memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok responden lama HD
>1,5

tahun

meskipun

sama-sama

mengalami kenaikan kadar albumin post


HD.

Apabila

dikaitkan

dengan

penelitian Leavey et al dalam Rivai


(2009)

dimana

responden

frekuensi

menjalani

lamanya

hemodialisa

memiliki hubungan yang bermakna


dengan kadar albumin pasien. Faktor
yang mempengaruhi kondisi tersebut
adalah pasien CKD yang baru memulai
HD rutin cenderung masih memiliki
kadar ureum darah yang cukup tinggi
yang akan mengakibatkan rasa mual
pada pasien selain itu terdapat resiko
pasien masih mengalami gastritis dan
ulserasi pada saluran cerna yang juga

dapat menurunkan nafsu makan dan

hemodialisa dan post hemodialisa pada

asupan nutrisi yang akan mempengaruhi

pasien

sintetis albumin. Selain itu pada pasien

Gianyar dengan nilai asymp.sig 0,001

CKD yang baru menjalani HD rutin

(p<0,05)

terjadi proteinuria akibat residual renal

CKD

di

RSUD

Sanjiwani

function yang cenderung masih dalam

Saran
Kepada peneliti lain disarankan untuk

jumlah besar sehingga menurunkan

menggunakan jumlah sampel yang lebih

kadar albumin serum.

banyak dengan desain penelitian kohort

Simpulan
Berdasarkan analisis statistik dengan uji

atau case control sehingga didapatkan


hubungan

yang

lebih

jelas

dan

antara

paired sample T-tes (uji T sampel

hipoalbuminemia

terapi

berpasangan) diperoleh perbedaan yang

hemodialisa serta faktor-faktor yang

signifikan antara kadar albumin pre

mempengaruhinya.

Anda mungkin juga menyukai