BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
2.1.
Epidemiologi
Lebih dari 13 juta orang Amerika mengalami gangguan tiroid, dan lebih
2.2.
Hormon Tiroid
Fisiologi
Hormon tiroid Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) merupakan
hormon penting bagi metabolisme selular, pertumbuhan, dan diferensiasi beberapa
organ, khususnya otak. Tiroksin (T4) yang merupakan produk utama yang
disekresikan oleh kelenjar tiroid, memerlukan asupan iodine agar dapat disintesis.
Sekresi hormon tiroid diregulasi / diatur oleh aksis hipotalamus hipofisis tiroid
(HPT). Tyroid-stimulating hormone (TSH) dan thyrotropin-releasing hormone
(TRH) merupakan bagian dari aksis yang meregulasi sekresi hormon tiroid.
Dalam sirkulasi, T4 berikatan utamanya dengan protein plasma, yaitu thyroxinebinding globulin, transthyretin (TTR), albumin, dan lipoprotein. Triiodotironin
2
(T3) merupakan hormon tiroid yang paling aktif secara biologis karena afinitas /
kemampuannya untuk berikatan dengan reseptor hormon tiroid (TH) 10 kali lipat
lebih tinggi dibanding T4. T3 berasal dari deionisasi T4. (3)
T3 dan T4 mempengaruhi sintesis protein dan DNA, berat badan, denyut
jantung, tekanan darah, laju respirasi, kekuatan otot, proses tidur, fungsi seksual,
dan fungsi mental seperti kemampuan kognitif, afektif, dan stabilitas mood. (7)
Gejala
Diaforesis
Intoleransi panas
Oligomenore
Hipotiroidisme
Intoleransi dingin
Menoragi
Hiperparatiroidisme
Mual
Lemah otot (proksimal)
Nyeri abdomen
Tanda
Eksoftalmus
Takikardia
Aritmia (pada orang tua)
Tremor
Goiter
Refleks lambat
Miksedema
Hipertensi
Hipoparatiroidisme
Spasme otot
Paresthesia
Pergerakan choreiform
Tanda Chvostek
Tanda Trousseau
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah keadaan dimana terdapat kadar TSH yang tinggi
dan fT4 yang rendah. (6, 8) Hipotiroidisme dapat digolongkan kedalam
hipotiroidisme primer atau sekunder. Hipotiroidisme primer terjadi karena : 1)
Defek pada biosintesis hormon akibat tiroiditis Hashimoto atau tiroiditis autoimun
(paling sering terjadi), bentuk tiroiditis lainnya (tiroiditis akut, tiroiditis subakut),
defisiensi iodine endemik, atau terapi obat antitiroid (hipotiroidisme goitrus); dan
2) defek kongenital atau hilangnya jaringan tiroid fungsional akibat terapi
hipertiroidisme, termasuk terapi iodine radioaktif atau operasi reseksi kelenjar
tiroid. Sedangkan hipotiroidisme sekunder disebabkan oleh : 1) Stimulasi tiroid
oleh hipotalamus yang tidak adekuat (penurunan sekresi TRH) atau oleh hipofisis
(penurunan sekresi TSH), atau 2) Resistensi perifer terhadap hormon tiroid.
Hampir semua kasus hipotiroidisme merupakan kasus primer akibat kurangnya
produksi hormon tiroid dan terapi penggantian hormon yang tidak adekuat. (5, 6)
Hipotiroidisme subklinis
Hipotiroidisme subklinis didefinisikan sebagai keadaan asimptomatik
dimana konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam sirkulasi normal, namun serum TSH
sedikit meningkat. Keadaan ini merupakan jenis hipofungsi tiroid ringan. 20-50%
pasien penderita hipotiroid subklinis akan mengalami hipotiroid klinis dalam
waktu 4 hingga 8 tahun kemudian. (6, 8)
2.3.
pada TBG.
Antibodi : Autoantibodi yang berperan dalam penyakit tiroid termasuk
thyroid-stimulating antibodies (TSAb), TSH receptor-binding inhibitory
immunoglobulin (TBII), antithyroglobulin antibodies (Anti-Tg Ab) dan
antithyroid peroxidase antibody (Anti-TPO Ab). Peningkatan kadar Anti-TPO
A ditemukan pada hampir semua kasus tiroiditis Hashimoto dan pada sekitar
2.4.
Gejala Klinis
Gejala Umum
Gejala hipotiroid merupakan kebalikan dari gejala hipertiroid. Penderita
akan mengalami perlambatan laju metabolisme, merasa kelelahan, kekurangan
energi, mengalami pertambahan berat badan, dan anhedonia. Rambut mereka
menjadi kering, rapuh, dan tipis, suaranya menjadi kecil, bernada rendah, dan
serak. Respon emosional terhambat, konsentrasi memburuk, dan proses mental
melambat. Juga terjadi gangguan memori. Komplikasi hipotiroid termasuk
percepatan terjadinya penyakit jantung atherosklerotik, seperti angina pectoris,
infark myokard, dan gagal jantung kongestif. (8, 10, 11)
Gejala Psikiatri
Beberapa karakteristik awal progresi gejala hipotiroid termasuk anxietas
dan perlambatan mental progresif yang disertai dengan penurunan memori jangka
pendek, defisit bahasa, serta penurunan kemampuan belajar. (4) Pasien penderita
hipotiroid dapat mengalami gejala psikosis, disfungsi kognitif, dan depresi. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Whybrow et al pada tahun 1969, dikatakan
bahwa pada hipotiroidisme yang telah berlangsung lama, gangguan fungsi
kognitifnya akan tetap ada bahkan setelah dilakukan terapi penggantian hormon
tiroid. (6) Pasien yang menderita hipotiroidisme berat juga dapat mengalami
psikosis yang disertai dengan paranoid dan delusi. (10)
Pasien dengan hipotiroidisme subklinis juga dilaporkan mengalami
peningkatan anxietas dan irritabilitas, penurunan kecepatan proses informasi,
penurunan efektifitas fungsi eksekusi, kemampuan belajar yang buruk, serta
penurunan vitalitas dan aktifitas jika dibandingkan dengan orang normal. (4)
riwayat personal atau keluarga yang menderita gangguan psikiatri, dan telah
mendapatkan tiroksin lebih dari 150 mcg/hari. Selain itu, pasien yang dirawat inap
dengan hipotiroidisme memiliki resiko dirawat kembali karena depresi dan
gangguan bipolar yang lebih besar jika dibandingkan dengan pasien kontrol. (12)
Aktifitas kelenjar tiroid dan aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid (HPT)
penting dalam patofisiologi, perjalanan klinis, serta tarapi gangguan bipolar (BD).
Ciri disfungsi tiroid pada gangguan afektif telah diketahui sejak lama.
Abnormalitas yang paling umum didapatkan termasuk ciri hipotiroid klinis atau
subklinis (yaitu kadar tiroksin rendah), serta peningkatan kadar thyrotropin
(thyreotropic stimulating hormone TSH). Pada 25-30% pasien dengan gangguan
afektif unipolar dan bipolar selama periode akut, didapatkan adanya penurunan
respon terhadap pemberian thyreotropin releasing hormone (TRH) berupa
penurunan sekresi TSH. Larsen et al. menemukan adanya hubungan negatif antara
intensitas gejala mania dan depresi serta penurunan respon TSH terhadap TRH.
Gangguan sistem imun juga memiliki peranan penting dalam patogenesis BD. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan penemuan antibodi tiroid (anti-TPO)
pada pasien yang menderita gangguan bipolar jika dibandingkan dengan populasi
kontrol. (13)
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat insidens disfungsi
tiroid yang tinggi pada wanita dan pada pasien yang menderita gangguan bipolar
rapid cycling (RCBD). Pada RCBD, didapatkan kelainan aksis HPT,
hiporitoidisme, peningkatan kadar TSH, respon TSH abnormal terhadap TRH,
serta peningkatan kadar antibodi. Hipotiroidisme pada gangguan bipolar
merupakan faktor resiko terjadinya RCBD, dan defisiensi hormon tiroid relatif
pada pasien BD merupakan predisposisi terjadinya rapid cycling. Pada beberapa
kasus, abnormalitas tiroid akan terjadi segera setelah dimulainya terapi lithium. (13)
6)
7)
8)
9)
tipe II di otak
Memicu respon TSH berlebih terhadap TRH
Mengubah responsifitas selular terhadap tiroksin
Mempengaruhi ekspresi gen reseptor hormon tiroid
Memicu proses autoimun yang menyebabkan tiroiditis (khususnya jika
perubahan tersebut telah ada sebelum dimulainya terapi lithium), kinetik
2.5.
Terapi
Secara umum, tujuan terapi hipotiroidisme adalah untuk mengoreksi
pengobatan tersebut seumur hidupnya. Tampakan dan tingkat aktifitas fisik dan
mental biasanya akan membaik secara bertahap seiring dengan peningkatan kadar
hormon tiroid. (10, 11) Indikasi suplementasi levotiroksin termasuk: hipotiroidisme
klinis, pembesaran kelenjar signifikan, tanda-tanda jelas yang mengarah ke
hipotiroidisme subklinis, gangguan bipolar rapid cycling, serta efektifitas lithium
yang buruk. Disarankan untuk memulai suplementasi levotiroksin dosis rendah
(25-75 mg/hari) jika kadar TSH > 10 mu/l, namun juga dapat diberikan pada
kadar TSH yang lebih rendah. Selama pemberian levotiroksin, terapi lithium tidak
boleh dihentikan atau mengubah dosis lithium kecuali jika konsentrasi serum
lithium melebihi batas terapeutik. (13)
Pada kasus hipotiroidisme kongenital akibat defisiensi dari salah satu
enzim yang terlibat dalam sintesis tiroksin, akan terjadi retardasi perkembangan
umum yang disertai dengan lethargi dan puffy appearance. Gejala-gejala tersebut
dapat diringankan dengan pemberian terapi penggantian hormon tiroksin seumur
hidup. (15)
Pasien psikiatri yang menderita hipotiroid subklinis, khususnya dengan
respon inkomplit terhadap terapi psikotropik, harus diterapi dengan hormon tiroid
bahkan jika konsentrasi tiroksin dan TSH dalam batas normal. (4)
Status hormon tiroid memegang peranan penting dalam terapi gangguan
afektif. Pada depresi, konsentrasi tiroksin awal yang lebih tinggi dihubungkan
dengan efek obat antidepressan yang lebih baik. (13)
Pada kasus depresi resisten (penyakit unipolar atau bipolar) dimana pasien
menderita depresi berat yang tidak berespon atau hanya berespon parsial terhadap
terapi antidepressan standar, dapat dicoba terapi hormon tiroid bahkan jika pasien
tidak mengalami hipotiroid; misalnya dengan pemberian liothyronine. (13, 16)
2.6.
Prognosis
Kesempatan kembalinya fungsi sistem saraf normal akan berkurang
tepat, biasanya memiliki tingkat penyembuhan yang tinggi (80%) khususnya jika
diterapi secepat mungkin setelah onset hipotiroidisme. Sebaliknya, pasien
hipotiroid yang telah mengalami gejala selama 2 tahun jarang menunjukkan
perbaikan fungsi mental. (11)
11
BAB III
Kesimpulan
12
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
13