Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap mahluk hidup di dunia ini
mengalami proses penuaan. Pada manusia proses penuaan sebenarnya terjadi sejak
manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Setelah kurang lebih 30 tahun
lamanya ovarium berfungsi menghasilkan telur dan hormon-hormonnya terutama
estrogen dan progesterone, maka pada usia sekitar 45-55 tahun fungsinya akan menurun.
[1]

Berkurangnya fungsi ovarium tersebut berlangsung secara berangsur-angsur antara 4-5

tahun. Pada masa ini, ovarium tidak lagi peka terhadap rangsangan dari otak, sehingga
telur tidak dapat berkembang menjadi matang. Dengan demikian jarang terjadi ovulasi
dan akhirnya berhenti. Produksi estrogen makin lama semakin berkurang sehingga haid
pun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Menopause merupakan salah satu fase
dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause, reproduksi seorang wanita
berhenti dan terjadilah sejumlah perubahan fisiologis. Sebagian disebabkan oleh
berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan. Banyak
wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut. Gejala dan
keluhan tersebut biasanya akan menghilang dengan sendirinya. Walaupun tidak
menyebabkan kematian, namun gangguan tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari. [2]

I.2 EPIDEMIOLOGI
Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun. Pada negara-negara
Industri, rata-rata wanita mengalami menopause yaitu pada usia 51 tahun. Terdapat
sedikit variasi usia pada beberapa negara namun biasanya tidak jauh dari 51 tahun. Usia
menopause dapat menurun pada wanita yang merokok, nulipara, ataupun wanita dengan
tingkat sosioekonomi rendah. [2]

1.3

Tujuan
1. Mengetahui Fisiologi Menopause
2. Mengetahui penanganan terhadap keluhan wanita menopause

2.3 SYMPTOMS

Gambar 4
A. Perubahan pola haid
Gejala paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari
pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan
dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai
contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia 2030 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh

memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari
akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause
kejadian oligomenorea meningkat.
Perdarahan tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal
atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus
luteum. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya
perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang
disebabkan oleh siklus anovulasi, kemudian menjadi sedikit. Beberapa wanita
dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari
spotting, siklus haid yang memendek dan perdarahan yang banyak memberikan
kesan secara subyektif wanita tersebut selalu berdarah.
Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal
selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara
siklus haid bukanlah hal yang normal. Apabila ditemukan perdarahan makan
harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti biopsi endometrium
B. Keluhan vasomotorik
Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul tiba-tiba disertai
keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali muncul pada malam hari atau
menjelang pagi, dan lambat laun juga akan dirasakan pada siang hari. Keluhan
vasomotor dapat terjadi baik pada kadar estrogen rendah, normal, maupun tinggi.
Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan
kepala. Kulit di daerah tersebut akan terlihat kemerahan. Meskipun terasa panas,
suhu badan tetap normal. Semburan panas ini akan diikuti sakit kepala, perasaan
kurang nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan hormon adrenalin. Selain itu terjadi pula penurunan sekresi hormon
noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperatur
sedikit meningkat dan timbul perasaan panas. Akibat vasodilatasi dan keluarnya
keringat, terjadi pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang wanita akan
merasa kedinginan. Rata-rata lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat
berfluktuasi antara beberapa detik sampai satu jam. Beberapa kali semburan panas

muncul per harinya dapat berbeda pada setiap individu. Pada keadaan berat,
semburan panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali per hari. Semburan panas
dan berkeringat yang muncul pada malam hari dapat menyebabkan gangguan
tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Munculnya keluhan semburan panas
akan diperberat dengan adanya stress, alkohol, kopi, dan makanan minuman
panas.
C. Keluhan somatic
Estrogen memicu pengeluaran endorfin dari susunan saraf pusat.
Kekurangan estrogen menyebabkan pengeluaran endorfin berkurang, sehingga
ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau wanita
peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau mengeluh nyeri pada
daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan otot merupakan keluhan yang
paling sering dikeluhkan wanita usia peri/pascamenopause. Pemberian TSH dapat
menghilangkan keluhan tersebut.
Pemberian estrogen dan progesterone dapat memicu pengeluaran
endorfin, dan endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga
mudah terjadi obstipasi. Pada fase luteal dimana kadar estrogen rendah, wanita
mudah terkena diare. Selain itu, stress juga dapat menimbulkan berbagai jenis
keluhan. Stress meningkatkan pengeluaran endorfin, dan zat ini memicu
pengeluaran ACTH. endorfin dan ACTH berasal dari precursor yang sama yaitu
Propiomelanocortin (POMC), yang banyak ditemukan didalam nucleus arkuatus.
POMC ini merupakan suatu peptida. Dari peptida ini terbentuklah endorfin di
hipotalamus dan ACTH serta lipotropin di hipofisis bagian depan. endorfin
dapat meningkatkan nafsu makan sehingga selama pemberian TSH banyak wanita
mengeluh berat badannya bertambah.

10

D. Keluhan psikologi
Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat, terutama
terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang.
Dengan demikian, tidak heran apabila terjadi penurunan sekresi steroid seks maka
timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif. Akibat
kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause, timbullah keluhan
seperti depresi, mudah tersinggung, cepat marah, dan merasa tertekan. Penyebab
depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin di otak. Estrogen
menghambat

aktivitas

enzim

monoamin

oksidase

(MAO).

Enzim

ini

mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan


estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO.
E. Gangguan Tidur
Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa
perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik
atau sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur diataranya:
- susah untuk jatuh tidur
- terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur
- bangun lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali
Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius, mengakibatkan
kelelahan,

insomnia,

depresi,

iritabilitas

dan

ketidakmampuan

untuk

berkonsentrasi. Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor estrogen


telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian menunjukkan bahwa
11

wanita yang diberi estrogen equin konjugasi memiliki periode rapid eye
movement yang lebih panjang dan tidak memerlukan waktu lama untuk tidur.
F. Gangguan seksual
Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun maka
frekuensi gangguan seksual meningkat. Akibat berkurangnya hormon estrogen,
aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel epitel vagina
menjadi tipis dan mudah cedera. Gejala dari gangguan seksual antara lain :
berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni, dan vaginismus.
G. Gangguan urogenital
- Ovarium
Pada usia > 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsional
bertambah, yang mencapai puncaknya pada usia 40-45 tahun. Pada usia ini
tidak jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah menopause
akan berkurang dimana stroma ovarium akan menjadi fibrotic.
-

Uterus
Begitu memasuki usia premenopause, panjang kavum uteri mulai berkurang.
Pasca menopause terjadi involusi miometrium, sehingga apabila terdapat
mioma uteri maka akan mengalami regresi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
estrogen dalam darah. Endometrium menjadi atrofi dan ketebalannya <5 mm.
Dinding pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh. Hal inilah yang
menjelaskan mengapa kadang terjadi perdarahan pada wanita menopause.

Serviks
Pada usia perimenopause, serviks juga mengalami proses involusi, serviks
berkerut, serta epitelnya menipis. Kelenjar endoservikal juga atrofi sehingga
lendir serviks berkurang. Kekurangan estrogen tidak begitu berpengaruh
terhadap epitel serviks dibandingkan terhadap epitel vagina.

Vulva
Involusi vulva terjadi karena usia tua, sedangkan atrofi, hilangnya turgor, dan
elastisitas sangat dipengaruhi oleh estrogen. Pada pascamenopause, rambut

12

pubis mulai berkurang, labia mayora dan klitoris mengecil, dan introitus
vagina menjadi sempit dan kering. Kulit vulva menjadi atrofi, lemak subkutan
berkurang, terjadi perubahan dalam pembentukan epitel. Pasien akan
mengeluh gatal, nyeri, dan sepertinya ada benda asing di vagina. Gatal yang
kronis sulit diobati, dan menyebabkan perasaan tidak nyaman.
-

Vagina
Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan rugae. Epitel
vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke vagina
berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan hubungan seks
menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal, serta kering pada
vagina. Begitu wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina meningkat
dan pascamenopause pH vagina akan terus meningkat hingga mencapai nilai
5-8. Vagina mudah terinfeksi dengan tikomonas, kandida albikan, stafilokokus
dan streptokokus, serta bakteri coli dan gonokokus.

saluran kemih
Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel uretra dan
berkurangnya aliran darah ke jaringan. Dengan adanya perubahan ini
menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus dari otot polos uretra dan
detrusor vesika dan mengganggu mekanisme kerja jaringan-jaringan ikat.
Akibatnya pada usia tua mudah terjadi kelemahan pada dasar panggul dan
berpengaruh terhadap integritas sistem neuromuscular.
Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nikturi, rasa ingin berkemih
hebat, atau urin yang tertahan, sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa
uretra. Iritabel vesika dan urge inkontinensia juga berhubungan dengan atrofi
dari uretra dan mukosa vesika, sedangkan stress inkontinensia lebih erat
kaitannya dengan perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler dan
jaringan ikat.

H. Gangguan organ lain


- Kulit
Kulit terdiri dari dua lapisan, bagian luar yaitu epidermis dengan keratinosit
dan melanositnya, dan bagian dalam yaitu dermis yang mengandung kolagen
tinggi. Kolagen dan serat elastin berperan untuk mempertahankan stabilitas
13

dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan yang
dapat menyimpan air dalam jumlah besar. Estrogen mempengaruhi terutama
kadar kolagen, jumlah proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Estrogen
mempengaruhi aktivitas metabolic sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran
darah. Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atrofi,
menyebabkan

berkurangnya

sintesis

kolagen,

dan

meningkatkan

penghancuran kolagen. Tulang dan kulit merupakan organ yang kandungan


kolagennya cukup banyak. Hilangnya kandungan kolagen kulit pada wanita
pascamenopause mencapai rata-rata 2% per tahun dan pada lima tahun
pertama dapat mencapai 30%. Kehilangan kolagen ini berjalan parallel dengan
hilangnya massa tulang.
-

Mulut, hidung, dan telinga


Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan pada
mulut dan hidung. Selaput lendir menjadi berkerut, aliran darah berkurang,
terasa kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur juga
mengalami perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi keluhan
tersebut.

Payudara
Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan progesterone.
Kekurangan

estrogen

mengakibatkan

involusi

payudara.

Pada

pascamenopause, payudara mengalami atrofi, terjadi pelebaran saluran air


susu, dan fibrotic. Saluran air susu yang melebar ini berisi cairan, salurannya
menjadi lebar, timbul laserasi, dan payudara terasa sakit. Kelainan jinak pada
payudara berupa fibrosistik mastopatia merupakan kelainan yang paling sering
dijumpai, dan kejadiannya meningkat dengan meningkatnya usia. Pada
sebagian wanita, kelainan tersebut disertai dengan mastodini (nyeri payudara)
yang disebabkan oleh penumpukan cairan, sehingga volume payudara
bertambah. Pada sepertiga wanita dengan fibrosistika mastopatia terjadi
pengeluaran secret dari putting susu. Galaktorea dapat terjadi sampai awal
menopause dan kadar prolaktin tidak jarang normal. Fibrosistika mastopatia

14

merupakan perubahan fibrotic atau sistik pada jaringan payudara yang secara
histologis dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
1. stadium I. Displasia jinak dari parenkim. Tidak ditemukan proliferasi
epitel intraduktal, fibrotic stroma sedang, mulai pengerasan jaringan,
mastodinia prahaid
2. stadium II. Displasia jinak dari parenkim dengan proliferasi epitel
intraduktal, tidak ditemukan sel atipik, jaringan fibrotic bertambah
banyak, terbentuk kista dan pengerasan, dan mastodini
3. stadium III. Displasia parenkim, dengan proliferasi epitel intraduktal,
dengan atipik sedang, jaringan fibrotic dominan, tumor fibrotic kistik.
I. Osteoporosis
Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya massa
tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang
mudah patah. Setelah mencapai puncak massa tulang peak bone mass pada usia
antara 25 sampai 35 tahun, lambat laun tulang akan mengalami penyusutan 0,30,5 % per tahun. Pada wanita yang memang memiliki massa tulang yang rendah
dibandingkan laki-laki, penyusutan massa tulang terjadi lebih awal. Patah tulang
meningkat pada wanita usia > 45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang
baru meningkat pada usia > 75 tahun. Penyusutan massa tulang akibat kekurangan
estrogen terlihat pertama kali pada spongiosa sedangkan pada tulang trabekula
belum terlihat penyusutan.
Penyusutan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
resorpsi tulang dan formasi tulang. Osteoklas menyebabkan penghancuran tulang
sedangkan osteoblas membangun tulang. Pada osteoporosis terjadi aktivitas
berlebihan oleh osteoklas. Estrogen menghambat aktivitas osteoklas dan dengan
sendirinya menghambat resorpsi tulang dan secara bersamaan estrogen
mengaktifkan osteoblas, sehingga laju penggantian tulang menjadi normal.
Estrogen bekerja baik secara langsung melalui reseptor yang berada di tulang
maupun secara tidak langsung dengan bantuan sitokin dan faktor pertumbuhan.
Estrogen memicu pengeluaran kalsitonin dan membantu kerja paratiroid hormon
terhadap tulang. Estrogen meningkatkan aktivitas 1 alfa-hidroksilase di ginjal,
yang mengubah vitamin D yang tidak aktif menjadi vitamin D3 bentuk aktif,
15

sehingga resorpsi kalsium melalui usus meningkat, dan akibat peningkatan aliran
darah ke otot, nyeri otot dan sendi berkurang.
J. Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan
perempuan. Infark miokard jarang ditemukan pada wanita muda, tetapi meningkat
tajam setelah menopause. [2] Berdasarkan penelitian epidemiologic terbukti bahwa
kekurangan estrogen sangat berperan pada terjadinya iskemik. Estrogen memiliki
sifat antioksidatif, sehingga pada kekurangan estrogen oksidasi LDL oleh radikal
bebas di intima meningkat. Akibatnya, terjadi pembentukan sel-sel busa dalam
jumlah besar. Proses pembentukan ini dipicu oleh kadar LDL serum yang tinggi
dan peningkatan pembentukan molekul pelekat oleh endotel, sehingga
mempermudah migrasi monosit dan makrofag. Kekurangan estrogen juga
menurunkan HDL. Padahal HDL sangat penting dalam mencegah penyakit
jantung koroner. HDL menstabilkan prostasiklin, berperan sebagai vasodilator,
menghambat reaksi radang endotel, bekerja antioksidatif, mengurangi aktivitas
koagulatorik, dan menekan proliferasi sel-sel otot polos. Kekurangan estrogen
menyebabkan disfungsi endotel yang terlihat dari berkurangnya produksi dan
pengeluaran zat yang memiliki sifat vasodilator yaitu NO dan prostasiklin.
Akibatnya terjadi penyempitan arteri, resistensi pembuluh darah meningkat, dan
aliran darah berkurang. Kerusakan endotel menyebabkan spasme pembuluh darah.
Asetilkolin dan serotonin yang pada endotel normal memiliki sifat vasodilator,
pada disfungsi endotel akan menyebabkan vasokonstriksi atau spasme arteri.
Akibatnya, terjadi aktivasi trombosit dan pengeluaran zat seperti tromboksan yang
memiliki efek vasokonstriksi sehingga meningkatkan resiko penyakit iskemik. [3]
2.4 DIAGNOSIS
A. Penilaian sendiri
Harus ditanyakan kapan seorang wanita pertama kali merasakan gejala-gejala
menopause. Hal ini harus berdasarkan persepsi mereka dengan adanya
kekhawatiran akibat perubahan pada tubuh mereka.
B. Gejala
Gejala klimakterik terutama merupakan keluhan vasomotor seperti hot flashes dan

16

keringat malam. Gejala lain adalah akibat berfluktuasinya kadar hormon estrogen
dan progesteron seperti vaginal dryness, keinginan seksual yang berubah,
inkontinensia urine, depresi, ketegangan syaraf dan iritabilitas serta gangguan
tidur.
C. Riwayat medis dan riwayat keluarga
1. Usia menopause orang tua
Faktor genetic tampaknya menjadi faktor predisposisi bagi wanita untuk
mengalami menopause lebih cepat. Pada penelitian ditemukan bahwa wanita
dengan riwayat keluarga yang mengalami menopause sebelum usia 46 tahun
beresiko tinggi untuk terjadi menopause yang lebih cepat.
2. Status histerektomi
Wanita dengan conservation ovarium pada histerektomi mengeluh adanya
gangguan vasomotor lebih banyak, vaginal dryness, dan keluhan lain
dibandingkan dengan wanita yang tidak menjalani histerektomi.
D. Tanda fisik
1. Indeks maturasi
Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap indeks
pematangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara pengambilan
sel pada batas atas dan sepertiga tengah dinding samping vagina
menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan pengecatan dengan tehnik
Papanicolaou kemudian persentase dari sel parabasal, intermediat dan
superfisialis dihitung. Meskipun indeks maturasi berubah secara bermakna
setelah terapi pengganti estrogen, diagnosis tidak dapat membandingkan
indeks maturasi dengan karakteristik siklus haid.
2. pH vagina
Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,0- 7,5)
dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya penurunan
kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara langsung dengan kertas pH
pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat diakibatkan oleh berubahnya
komposisi dari sekresi vagina yang menyertai atropi.

17

3. Ketebalan kulit
Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal, pembentukan kolagen, dan
asam hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit bertambah. Selama
klimakterik, berkurangnya kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi
tipis dan atrofi.
E. Uji laboratorium
1. Pengukuran FSH
Pengukuran

kadar

plasma

FSH

telah

dilakukan

untuk

mencoba

mengidentifikasi wanita perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH yang


tinggi menunjukkan telah terjadi menopause yang terjadi pada ovarium.
Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi FSH dari
kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari meningkatkan
produksi FSH untuk mencoba merangsang ovarium menghasilkan estrogen
lebih banyak.
2. Estradiol
Penelitian melaporkan bahwa wanita dengan early perimenopause (perubahan
dalam frekuensi siklus) kadar estradiol premenopause terjaga sedangkan pada
perimenopause lanjut (tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita
postmenopause

terjadi penurunan secara bermakna dari kadar estradiol.

Estradiol dapat diukur dari plasma, urine dan saliva. Seperti halnya FSH,
kadar estradiol mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause.

2.5 PENATALAKSANAAN
Semua wanita harus memahami bahwa pemberian Terapi Sulih Hormon
(TSH) bukan bertujuan untuk memperlambat menopause atau untuk mencegah
agar tidak tua, melainkan bertujuan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah keluhan ataupun penyakit akibat kekurangan estrogen. Seorang wanita
harus memahami untung rugi penggunaan TSH dan penggunaannya pun harus

18

berdasarkan indikasi yang jelas. Wanita yang direkomendasikan untuk diberikan


TSH adalah :
-

semua wanita, tanpa kecuali, yang ingin menggunakan TSH untuk pencegahan
semua wanita yang memiliki resiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis,

dan kanker usus


semua wanita dengan keluhan klimakterik
Penyakit yang sedang dialami pasien dan riwayat penyakit keluarga
sangat penting untuk mengenal faktor-faktor resiko yang mungkin ada.
Pemeriksaan yang secara umum dilakukan adalah tekanan darah, berat badan,
tinggi badan, pemeriksaan ginekologik, palpasi payudara sampai pemeriksaan
mamografi, palpasi kelenjar tiroid, dan papsmear. Sedangkan pemeriksaan
yang dilakukan berdasarkan indikasi adalah uji kehamilan, uji progesterone,
kadar hormon progesterone, estradiol, FSH dan prolaktin, USG transvaginal,
dilatasi dan kuretase, metabolisme karbohidrat dan lemak, hemostasis,
osteodensitometer, dan fungsi kelenjar tiroid.

Bila akan mulai dengan TSH, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
A. Jelaskan kegunaan TSH. Berikan informasi terutama terhadap :
- lamanya TSH yang harus digunakan.
- Dapat terjadi perdarahan
- Pemberian TSH dapat menimbulkan beberapa efek samping
- Hubungan TSH dengan kanker payudara.
B. Pemeriksaan dasar
Pada saat pasien datang, perlu dilakukan pemeriksaan seperti :
- pemeriksaan panggul : perlu diketahui ada tidaknya mioma uteri. TSH
-

memicu pertumbuhan mioma uteri


palpasi payudara : adanya benjolan pada payudara merupakan indikasi mutlak
untuk dilakukan mamografi/ USG payudara dan kalau perlu dilanjutkan
dengan biopsy. Kecurigaan akan kanker payudara merupakan kontraindikasi

pemberian TSH.
Pemeriksaan tekanan darah : hipertensi bukan merupakan kontraindikasi
pemberian TSH, tetapi pasien memerlukan pengawasan dan TSH diberikan

bersamaan dengan obat antihipertensi.


Pemeriksaan densitometer tidak mutlak dilakukan dan lebih diutamakan bagi
pasien dengan faktor resiko osteoporosis

19

C. Tindak lanjut
Satu bulan kemudian pasien diminta datang untuk mengetahui hasil pemberian
TSH dan kemungkinan munculnya efek samping. Perdarahan bercak umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama pemberian TSH dan lambat laun akan hilang. Bila
pada bulan pertama tidak ada masalah maka pasien diminta datang 3 bulan
kemudian. Lalu pasien diminta untuk datang rutin setiap 6 bulan
2.5.1 Kontraindikasi Pemberian TSH
Kontraindikasi untuk estrogen :
Kanker payudara
Kanker payudara merupakan kontraindikasi absolut untuk estrogen. Riwayat
kanker payudara dalam keluarga bukan merupakan kontraindikasi pemberian
TSH, asalkan pasien berada dibawah pengawasan dokter dan dapat melakukan
kontrol secara rutin.

Perdarahan dari vagina yang belum diketahui penyebabnya. Kanker endometrium


merupakan kontraindikasi absolut untuk estrogen.

Kerusakan hati yang berat.


Porfiria. Merupakan gangguan salah satu enzim yang diperlukan untuk sintesis
heme pada pembentukan hemoglobin. Estrogen dapat memberikan efek negatif
terhadap enzim ini.

Menderita penyakit tromboemboli

Kontraindikasi untuk progesterone

Meningioma. Pasien dengan meningioma boleh diberi estrogen saja

Pemberian Estrogen saja sebagai TSH


Pada wanita yang telah diangkat rahimnya cukup diberi estrogen saja, tidak perlu
dikombinasikan dengan progesterone. [5] Pemberian estrogen saja pada wanita yang masih
memiliki rahim meningkatkan resiko kanker endometrium, sehingga pada wanita yang
belum diangkat rahimnya, estrogen harus selalu dikombinasikan dengan progesterone.
Estrogen diberikan secara kontinyu. Pada pasien yang tidak tahan terhadap efek samping

20

dari progesterone, maka pasien bisa diberikan estrogen saja namun dengan dosis rendah
dan setiap 3-6 bulan dilakukan pengawasan ketebalan endometrium dengan USG. Berikut
terdapat jenis estrogen, dosis, dan cara pemberiannya.
Oral

Transdermal
Semprotan hidung
Vaginal krem
Intramuskuler

17- estradiol
Estradiol valerat
Estrogen equin konjugasi
Estriol
Estropipete
Estradiol (plester)
Estradiol (gel)
Estradiol hemihidrat
Estriol
Estradiol
Estradiol valerat

1-2 mg
1-2 mg
0.3 0.625 mg
1-4 mg
0.625- 1.25 mg
0.05-0.1 mg
0.5-1 mg
150-450 ug
0.5 mg
0.025 mg
4 mg

Pemberian Gestagen saja sebagai TSH


Gestagen saja sangat jarang digunakan sebagai TSH karena memang kebanyakan keluhan
klimakterik jangka panjang atau jangka pendek disebabkan oleh kekurangan estrogen.
Pada umumnya gestagen diberikan bersamaan dengan estrogen. Namun bagi wanita yang
memiliki kontraindikasi pemberian estrogen atau bagi wanita yang tidak tahan terhadap
estrogen akan diberikan gestagen saja. Tibolon, yang merupakan sediaan turunan
noretinodrel merupakan alternatif bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen atau
pemberian estrogen merupakan kontraindikasi. Tibolon memiliki sifat estrogenic,
progestogenik, dan androgenic, serta sangat efektif menghilangkan keluhan vasomotorik.
Tibolon memiliki pengaruh yang sangat sedikit terhadap payudara dan endometrium.
Berikut terdapat jenis gestagen, dosis, dan cara pemberiannya.
Oral

Progesterone
Medroksiprogesteron asetat
Klormadinon asetat
Siproteron asetat
Medrogeston
Didrogesteron
Levonorgestrel
Noretisteron (sintetik)
Norgestrel (sintetik)
Dienoges (sintetik)

200-300 mg
5-10 mg
2 mg
1 mg
5 mg
10-20 mg
0.075 mg
0.7-1 mg
150 ug
2 mg

21

Transdermal

Noretisteron

Intrauterine

(sintetik)
Levonorgestrel

asetat 0.25 mg
0.02 mg

Pemberian Estrogen-Progesteron Sekuensial


Pemberian secara sekuensial adalah pemberian estrogen secara kontinyu dan gestagen
secara sekuensial. Pemberian secara sekuensial diutamakan pada wanita yang masih
menginginkan datangnya haid setiap bulan. Ada beberapa cara pemberian seperti :
a. cukup diberikan estrogen saja 3 minggu kemudian 1 minggu istirahat. Masa
istirahat ini untuk melihat ada tidaknya keluhan. Bila keluhan hilang maka dosis
b.
c.
d.
e.

dapat diturunkan
pemberian estrogen selama 4 minggu, ditambah progesterone pada hari ke 1-14
pemberian estrogen hari 1-21 dan ditambah progesterone hari ke 10-21
pemberian estrogen selama 4 minggu dan ditambah progesterone hari ke 12-25
pemberian estrogen hari 1-14 dilanjutkan pemberian progesterone hari ke 15-21

Pemberian Estrogen-Progesteron Kombinasi Secara Kontinyu


Wanita pascamenopause umumnya tidak menyukai perdarahan lucut (withdrawal
bleeding) sehingga pemberian estrogen-progesteron kombinasi secara kontinyu
merupakan pilihan yang tepat. Tujuan pemberian cara ini adalah agar terjadi amenorea.
Karena gestagen diberikan terus menerus maka tidak terjadi proliferasi endometrium.
Dosis harian gestagen yang dianjurkan baik pada pemberian secara sekuensial maupun
kontinyu kombinasi adalah sebagai berikut :
Gestagen
Medroksi

Sekuensial
progesterone 10 mg

asetat
Didrogesteron
Siproteron asetat
Progesteron
Levonorgestrel
Noretisteron

10-20 mg
1 mg
300 mg
0.075 mg
0.7-1 mg

Kontinyu Kombinasi
2.5 mg
10 mg
1 mg
100 mg
0.030 mg
1.35 g

22

Apabila timbul perdarahan bercak maka dapat diatasi dengan meningkatkan dosis
gestagen. Namun bila setelah 9 bulan pengobatan atau setelah peningkatan dosis masih
saja terjadi perdarahan maka perlu dicari tahu penyebab terjadinya perdarahan. Apabila
timbul perdarahan banyak maka perlu dilakukan kuretase dan pemeriksaan PA untuk
menyingkirkan keganasan. Bila hasil PA menunjukkan hyperplasia maka pengobatan
dilanjutkan dengan pemberian progesterone dengan dosis 2x50 mg selama 3 bulan.
Setelah 3 bulan dilakukan kuretase ulang, bila sembuh pengobatan dilanjutkan selama 3
bulan lagi untuk mencegah residif. Bila ternyata kambuh lagi maka sebaiknya
pertimbangkan histerektomi. [3]
2.5.2 Terapi tambahan
Terdiri dari diet dan olahraga. Sebagian besar pasien dengan sindroma
klimakterium mengalami hipokalsemia, hiperkolesterolemia serta memiliki risiko
terjadinya kanker endometrium. Untuk mencegah hipokalsemia, perlu intake
kalsium 1.000-1.500 mg/hari (setara dengan 1 liter susu perhari), olahraga rutin.
Pemberian preparat estrogen selama
beberapa tahun akan menurunkan kejadian patah tulang 50-60% dan mencegah
penyakit kardiovaskuler 45-50%.5,6

23

BAB III
KESIMPULAN
Menopause merupakan salah satu fase kehidupan normal seorang wanita. Pada
masa menopause, reproduksi seorang wanita berhenti dan terjadi sejumlah perubahan
fisiologis. Perubahan fisiologis ini memang tidak mematikan namun dapat mengganggu

24

kualitas hidup sehari-hari. Menopause sendiri adalah masa berhentinya haid yang
permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium dan terjadi sesudah 12 bulan
berturut-turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologis atau fisiologis lain
yang nyata. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun dengan rata-rata usia
wanita mengalami menopause yaitu usia 51 tahun.
Terdapat istilah klimakterik yaitu periode peralihan dari fase reproduksi menuju
fase usia tua (senium). Klimakterik ini dibagi menjadi pramenopause, perimenopause,
menopause, dan pascamenopause. Pada wanita yang mengalami menopause, biasa terjadi
perubahan-perubahan fisiologis seperti perubahan pola haid, keluhan vasomotor, keluhan
somatic, keluhan psikis, gangguan tidur, gangguan seksual, gangguan urogenital,
osteoporosis, dan penyakit kardiovaskular. Untuk mendiagnosis menopause dapat
dilakukan uji laboratorium seperti pengukuran FSH dan estradiol.
Terapi yang dapat diberikan untuk wanita menopause yaitu Terapi Sulih Hormon
namun pemberian terapi ini bukan bertujuan untuk memperlambat menopause melainkan
untuk mencegah dan mengurangi keluhan ataupun penyakit akibat kekurangan estrogen.

REFERENSI

1. Zieve, David. Menopause. PubMedHealth. September 2011.

25

2. Baziad, Ali. Menopause dan Andropause. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Juni 2003.
3. Shuster, Lynne T. Premature Menopause or Early Menopause. NIHPA. February
2011.
4. Hickey M, Davison S, Elliot J. Hormone Replacement Therapy. BMJ. 2012; Feb
16;344:e763.
5. Soewondo, Pradana. Menopause, Andropause dan Somatopause Perubahan
Hormonal Pada Proses Menua dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010. Hal 2078-2082.
6. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Sebelum Kehamilan dan Hormon-Hormon
Perempuan dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Penterjemah: dr. M.
Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. Hal
1069-1085.
7. Sherwood, Lauralee. Sistem Reproduksi dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal 810-870.
8. Noerpramana, NP. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehidupan dalam Ilmu
Kandungan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
Hal 92-110.
9. Martaadisoebrata D. dkk. Menopause dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Obstetri dan Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin. Bagian II Ginekologi.
Bandung: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran,
RSUP dr.Hasan Sadikin. 1997. Hal 47-53.
10. Ganong, W. F. Gonad: Perkembangan & Fungsi Sistem Reproduksi dalam Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2003. Hal 428-470.
11. Shuster, Lynne T. et al. Premature Menopause or Early Menopause: Long-Term
Health Consequences. Maturitas 65.2 (2010): 161. PMC. Web. 3 May 2015.

26

12. Loho MF, Wantania J. Gangguan Pada Masa Bayi, Kanak-Kanak, Pubertas,
Klimakterium, dan Senium dalam Ilmu Kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. Hal 186-196.
13. Suherman, SK. Estrogen dan Progestin, Agonis dan Antagonisnya dalam
Farmakologi dan Terapi. Ed Ke 5. Jakarta : Dept Farmakologi dan Terapeutik
FKUI. 2007. Hal 455-467.
14. Burbos N, Morris EP. Menopausal symptoms. BMJ Clinical Evidence. 2011.

27

Anda mungkin juga menyukai