Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain, namun ada beberapa sumber referensi dan rujukan yang sama.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarism.
Mata Ajaran
Tema
Judul Artikel
Peningkatan
Kompetensi
Barang/Jasa
Tanggal
: 10 Oktober 2016
Dosen
Nama
: Rochmat Basuki
NPM
: 1506701256
: ikhwan.007@gmail.com
Telepon
Tanda Tangan
Panitia
SDM
Pengadaan
setiap tahun masih konsisten sebagai salah satu sumber utama kasus korupsi. Hal ini dapat
dilihat dengan data hasil survey dan penanganan kasus korupsi dari Transparansi
Internasional Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menempatkan
mendominasi kasus tindak pidana korupsi dalam beberapa tahun terakhir. Adanya bimtek
pengadaan barang/jasa serta perubahan kebijakan dari manual ke elektronik ternyata tidak
serta-merta mampu menjadikan pengadaan barang/jasa terbebas dari korupsi. Hal ini
menandakan bahwa masih banyak yang harus dievaluasi dari kebijakan pengaturan dan
pengelolaan pengadaan barang/jasa di Indonesia, antara lain evaluasi tentang efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan bimtek dan sertifikasi dalam menurunkan kasus korupsi dalam
pengadaan barang/jasa.
Pelaksanaan bimtek dan ujian sertifikasi ini sebenarnya dapat meminimalisir
terjadinya kasus korupsi pengadaan barang/jasa yang disebabkan kelalaian yang terjadi
karena kurangnya kompetensi teknis yang dimiliki oleh pejabat/panitia pengadaan
barang/jasa. Namun demikian, masih banyak celah yang dapat digunakan oleh oknum SDM
pengadaan untuk mengakali/mengintervensi proses pengadaan barang/jasa. Beberapa faktor
penyebab yang menjadikan celah pengadaan barang dan jasa sebagai ladang subur praktik
korupsi antara lain banyaknya uang yang beredar, tertutupnya kontrak kerja antara penyedia
jasa dan panitia lelang serta banyaknya prosedur lelang yang harus diikuti. Meski tercium
adanya indikasi KKN, namun pembuktiaannya sangat sulit karena sistem administrasi dari
pemberi dan penerima pekerjaan sangat rapi.
Modus korupsi dalam proses pengadaan barang/jasa ini biasanya dilakukan dalam 2
bentuk, yaitu: intervensi yang dilakukan oleh pimpinan pejabat pengadaan barang/jasa, serta
adanya kesepakatan/persekongkolan yang dilakukan antara panitia pengadaan barang/jasa
dengan
pengusaha/penyedia
jasa
untuk
melakukan
kerjasama
yang
saling
rendah mengingat sifat ini merupakan bagian dari soft competency SDM sebagai salah satu
pondasi utama menghindari penyimpangan dan tindak pidana korupsi.
Secara garis besar, terdapat 2 macam kompetensi, termasuk yang berkaitan dengan
pengadaan barang/jasa, yaitu:
1. Kompetensi teknis (hard competency); yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan fungsional pekerjaan terkait teknis pengadaan barang/jasa mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawabanan. Misal: keahlian
dalam penilaian spesifikasi barang, penetapan HPS, dll.
2. Kompetensi manajerial (soft competency); yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan manajerial, integritas, dan membangun interaksi dengan orang lain. Misal:
kemampuan problem solving (pemecahan masalah), leadership (kepemimpinan), dan
communication (hubungan dengan orang lain), dll.
Perpres No 54 tahun 2010 menyebutkan bahwa syarat mutlak bagi PPK dan ULP sebagai
pejabat pengadaan adalah memiliki integritas, disiplin, tanggungjawab, dan memahami
pekerjaan/memiliki kualifikasi teknis, sehingga wajib menandatangani pakta integritas, dan
memiliki sertifikat keahlian barang/jasa. Berdasarkan ketentuan tersebut, pejabat pengadaan
barang/jasa wajib memiliki hard dan soft competency dalam menjalankan tugas panitia
pengadaan barang/jasa.
Namun demikian, persyaratan tersebut dirasakan belum berjalan maksimal
mengingat pola rekruitmen yang dilakukan dalam internal saker pengadaan tersebut tidak
berbasis seleksi integritas dan kompetensi serta biasanya terdapat rangkap pekerjaan yanga
membuat membuat panitia pengadaan rentan untuk melakukan kecurangan. Di sampipng itu,
pelaksanaan bimtek pengadaan barang/jasa dan ujian sertifikasi juga dirassakan lebih banyak
mengukur kemampuan SDM terkait hard competency yang dimiliki dan kurang menanamkan
pelatihan soft competency secara lebih mendalam. Soft competency ini antara lain berupa
kejujuran, integritas, hubungan komunikasi antar personal, mental anti korupsi, dan keimanan
atas agama yang diyakini. Sifat-sifat ini dapat menjadi pondasi yang efektif untuk
mengantisipasi praktik korupsi, baik berupa intervensi dari pimpinan, inisiatif internal untuk
melakukan persekongkolan, maupun penawaran dari peserta pengadaan untuk melakukan
persekongkolan yang dapat mempengaruhi hasil kegiatan pengadaan barang/jasa. Semoga
dengan penanaman soft competency ini, akan mengurangi resiko penyimpangan dan
DAFTAR REFERENSI