Anda di halaman 1dari 6

STATEMENT OF AUTHORSHIP

Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain, namun ada beberapa sumber referensi dan rujukan yang sama.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarism.
Mata Ajaran

: Manajemen Aset dan Pengadaan Barang & Jasa

Tema

: Peningkatan Kompetensi SDM dalam Pengadaan Barang/Jasa

Judul Artikel

: Pentingnya Penanaman Integritas Anti Korupsi sebagai bagian dari


Pelatihan Soft Competency Diklat Pengadaan Barang/Jasa dalam
Usaha

Peningkatan

Kompetensi

Barang/Jasa
Tanggal

: 10 Oktober 2016

Dosen

: Bpk. Reghi Perdana, SH., LLM

Nama

: Rochmat Basuki

NPM

: 1506701256

Email

: ikhwan.007@gmail.com

Telepon

: 0856 177 9817

Tanda Tangan

Panitia

SDM

Pengadaan

Pentingnya Pelatihan Soft Competency dan Penanaman Integritas


dalam Bimtek Pengadaan Barang/Jasa
Sebagai Bagian dari Usaha Peningkatan Kompetensi
Panitia Pengadaan Barang/Jasa
oleh: Rochmat Basuki

Pasca reformasi keuangan negara seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang


Keuangan Negara nomor 17 Tahun 2003, dilakukan pula reformasi kebijakan dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang diharapkan dapat memperbaiki sistem ini ke arah
yang lebih baik mengingat pengadaan barang/jasa merupakan salah satu sumber utama dalam
praktik korupsi di Indonesia. Reformasi pengadaan barang/jasa antara lain diwujudkan dalam
pembentukan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) serta
penetapan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana terakhir kali diubah dengan Perpres No 4 Tahun 2015.
Ketentuan tersebut antara lain mensyaratkan bahwa Pejabat Pengadaan (PPK dan
Anggota Kelompok Kerja ULP) harus memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa
sebagai tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi di
bidang Pengadaan Barang/Jasa. Sertifikasi ini diperoleh setelah dinyatakan lulus ujian
sertifikasi dari LKPP yang didahului dengan mengikuti bimbingan teknis (bimtek) pengadaan
barang/jasa. Tujuan pelaksanaan bimtek ini antara lain untuk meningkatkan kompetensi SDM
sebagai perbaikan sistem dalam pengadaan barang/jasa. Di samping itu, perbaikan sistem
juga dilakukan dengan pembentukan Pusat Layanan Pengadaaan Secara Elektronik (Pusat
LPSE) yang bertugas menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara
elektronik untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan
persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, dan memenuhi
kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan clean and good government
dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Sistem Pengadaan Secara Elektronik saat ini antara
lain dalam bentuk e-Tendering, e-Catalogue, e-Audit, dan e-Purchasing.
Namun demikian, meskipun telah dilakukan langkah-langkah perbaikan dalam
reformasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa tersebut, pengadaan barang/jasa pemerintah
1

setiap tahun masih konsisten sebagai salah satu sumber utama kasus korupsi. Hal ini dapat
dilihat dengan data hasil survey dan penanganan kasus korupsi dari Transparansi
Internasional Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menempatkan

pengadaan barang/jasa masih

mendominasi kasus tindak pidana korupsi dalam beberapa tahun terakhir. Adanya bimtek
pengadaan barang/jasa serta perubahan kebijakan dari manual ke elektronik ternyata tidak
serta-merta mampu menjadikan pengadaan barang/jasa terbebas dari korupsi. Hal ini
menandakan bahwa masih banyak yang harus dievaluasi dari kebijakan pengaturan dan
pengelolaan pengadaan barang/jasa di Indonesia, antara lain evaluasi tentang efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan bimtek dan sertifikasi dalam menurunkan kasus korupsi dalam
pengadaan barang/jasa.
Pelaksanaan bimtek dan ujian sertifikasi ini sebenarnya dapat meminimalisir
terjadinya kasus korupsi pengadaan barang/jasa yang disebabkan kelalaian yang terjadi
karena kurangnya kompetensi teknis yang dimiliki oleh pejabat/panitia pengadaan
barang/jasa. Namun demikian, masih banyak celah yang dapat digunakan oleh oknum SDM
pengadaan untuk mengakali/mengintervensi proses pengadaan barang/jasa. Beberapa faktor
penyebab yang menjadikan celah pengadaan barang dan jasa sebagai ladang subur praktik
korupsi antara lain banyaknya uang yang beredar, tertutupnya kontrak kerja antara penyedia
jasa dan panitia lelang serta banyaknya prosedur lelang yang harus diikuti. Meski tercium
adanya indikasi KKN, namun pembuktiaannya sangat sulit karena sistem administrasi dari
pemberi dan penerima pekerjaan sangat rapi.
Modus korupsi dalam proses pengadaan barang/jasa ini biasanya dilakukan dalam 2
bentuk, yaitu: intervensi yang dilakukan oleh pimpinan pejabat pengadaan barang/jasa, serta
adanya kesepakatan/persekongkolan yang dilakukan antara panitia pengadaan barang/jasa
dengan

pengusaha/penyedia

jasa

untuk

melakukan

kerjasama

yang

saling

menguntungkan. Inisiatif persekongkolan dapat berasal dari pihak pejabat/panitia


pengadaan maupun pihak penyedia barang/jasa sebagai peserta pengadaan barang/jasa yang
selanjutnya mengajukan penawaran kepada pihak lainnya. Persekongkolan ini pada umumnya
dilakukan untuk mendapatkan pembagian keuntungan setelah peserta pengadaan barang/jasa
ditetapkan sebagai pemenang pengadaan barang/jasa. Kedua modus ini dapat terjadi jika
oknum panitia pengadaan barang/jasa memiliki integritas dan mental anti korupsi yang

rendah mengingat sifat ini merupakan bagian dari soft competency SDM sebagai salah satu
pondasi utama menghindari penyimpangan dan tindak pidana korupsi.
Secara garis besar, terdapat 2 macam kompetensi, termasuk yang berkaitan dengan
pengadaan barang/jasa, yaitu:
1. Kompetensi teknis (hard competency); yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan fungsional pekerjaan terkait teknis pengadaan barang/jasa mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawabanan. Misal: keahlian
dalam penilaian spesifikasi barang, penetapan HPS, dll.
2. Kompetensi manajerial (soft competency); yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan manajerial, integritas, dan membangun interaksi dengan orang lain. Misal:
kemampuan problem solving (pemecahan masalah), leadership (kepemimpinan), dan
communication (hubungan dengan orang lain), dll.
Perpres No 54 tahun 2010 menyebutkan bahwa syarat mutlak bagi PPK dan ULP sebagai
pejabat pengadaan adalah memiliki integritas, disiplin, tanggungjawab, dan memahami
pekerjaan/memiliki kualifikasi teknis, sehingga wajib menandatangani pakta integritas, dan
memiliki sertifikat keahlian barang/jasa. Berdasarkan ketentuan tersebut, pejabat pengadaan
barang/jasa wajib memiliki hard dan soft competency dalam menjalankan tugas panitia
pengadaan barang/jasa.
Namun demikian, persyaratan tersebut dirasakan belum berjalan maksimal
mengingat pola rekruitmen yang dilakukan dalam internal saker pengadaan tersebut tidak
berbasis seleksi integritas dan kompetensi serta biasanya terdapat rangkap pekerjaan yanga
membuat membuat panitia pengadaan rentan untuk melakukan kecurangan. Di sampipng itu,
pelaksanaan bimtek pengadaan barang/jasa dan ujian sertifikasi juga dirassakan lebih banyak
mengukur kemampuan SDM terkait hard competency yang dimiliki dan kurang menanamkan
pelatihan soft competency secara lebih mendalam. Soft competency ini antara lain berupa
kejujuran, integritas, hubungan komunikasi antar personal, mental anti korupsi, dan keimanan
atas agama yang diyakini. Sifat-sifat ini dapat menjadi pondasi yang efektif untuk
mengantisipasi praktik korupsi, baik berupa intervensi dari pimpinan, inisiatif internal untuk
melakukan persekongkolan, maupun penawaran dari peserta pengadaan untuk melakukan
persekongkolan yang dapat mempengaruhi hasil kegiatan pengadaan barang/jasa. Semoga
dengan penanaman soft competency ini, akan mengurangi resiko penyimpangan dan

kebocoran uang negara dalam proses pengadaan barang/jasa mengingat pengadaan


barang/jasa berkontribusi besar terhadap penyerapan APBN dan APBD.
Amiiin ya robbal aalamiin. Salam Pengadaan...!! ^_^

DAFTAR REFERENSI

Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. Kajian


Pencegahan Korupsi Pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Jakarta.
http://strategimanajemen.net/2007/09/06/membangun-manajemen-sdm-berbasis-kompetensi/
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-danperbendaharaan/20096-memahami-praktik-praktik-yang-memicu-tindak-pidana-dalampengadaan-barang-dan-jasa-pemerintah
http://www.btrust.or.id/index.php/article-publication/133-18-modus-operandi-kkn-di-sektorpengadaan-barang-jasa
http://www.lkpp.go.id/v3/#/page/3 Sejarah dan latar belakang
http://www.lpse.kemenkeu.go.id/eproc/tentangkami
http://www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan
http://www.ti.or.id/index.php/news/2015/09/23/korupsi-pengadaan-barang-dan-jasa-tertinggi
http://www.ti.or.id/index.php/news/2014/01/08/trend-korupsi-2013-didominasi-pengadaanbarang-dan-jasa
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana terakhir kali diubah dengan Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
keempat Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai