Anda di halaman 1dari 13

2.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sensitivitas Mikroba
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik atau
sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat
terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat menunjukkan pada
kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas
antimikroba akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode
kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya metode
merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas
antimikroba (Djide, 2008).
uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri
terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas
antibakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan
mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang
rendah. uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan
bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas
antibakteri. Seorang ilmuan dari perancis menyatakan bahwa metode difusi agar dari prosedur
Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini
adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat
sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona
hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri.
Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri
tersebut semakin sensitif (Gaman, dkk. 1992).
2.2. Antibiotik
Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya metode sintetik, bagaimanapun
dihasilkan pada modifikasi dari definisi ini dan antibiotic saat ini megarah pada bahan yang

diproduksi oleh mikroorganisme , atau bahan yang sama (yang diproduksi keseluruhan atau
sebagian oleh sintetis kimia), yang dimana ada konsentrasi yang rendah menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain (hugo, 2004).
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan mikroorganisme yang membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.Antibiotik banyak digunakan dalam
pengobatan penyakit. Namun demikian tidak semua antibiotic dapat digunakan dalam
pengobatan penyakit. Sebelum diberikan sebagai pengobatan, sebaiknya ditentukan dahulu
antibiotic mana yang paling ampuh untuk mengobati penyakit. Cara yang lazim digunakan untuk
engetahui keampuhan antibiotic adalah antibiogram atau uji kepekaan antibiotic terhadap
pathogen penyebab penyakit ( Bibiana, 1994).
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum atau kisaran kerja mekanisme
aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan
spectrum atau kisaran kerjanya antibiotic dapat dibedakan menjadi antibiotic berspektrum sempi
(narrow spectrum) dan antibiotic berspektrum luas ( broad spectrum). Berdasarkan mekanisme
aksinya antibiotic dibedaka menjadi lima, yaitu antibiotic dengan mekanisme menghambat
sintesis dinding sel, perusakan membrane plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan
sintesis asam nukleat, dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2007).
Penggunaan antibiotik secara kombinasi ( dua antibiotic yang digunakan secara bersamasama) dapat saling mempengaruhi kerja dari masing-masing antibiotic. Kombinasi antibiotic
tersebut dapat bersifat antagonis, dimana antibiotic yang satu bersifat mengurangi atau
meniadakan khasiat antibiotic kedua. Kombinasi antibiotic dapat pula bersifat sinergis, yaitu
penggunaan antibiotic secara kombinasi yang menyebabkan timbulnya efek teraupetiknya yang
lebih besar dibandingkan bila antibiotic tersebut diberikan secara sendiri-sendiri. (Pratiwi, 2007).
2.3. Mekanisme Kerja Antibiotik Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme
Bakteri dapat mewujudkan ketahanan terhadap obat antibakteri melalui berbagai mekanisme.
Beberapa spesies bakteri memiliki ketahanan terhadap antimikroba. Pada kasus tersebut, semua
strain dari spesies bakteri yang juga tahan terhadap semua anggota kelas-kelas antibakteri.
Dalam kasus yang terpenting adalah kasus resistensi yang diperoleh, di mana populasi awalnya
rentan bakteri menjadi resisten ke agen antibakteri dan berkembang biak dan menyebar di bawah

tekanan selektif penggunaan agen yang. Beberapa mekanisme resistensi antimikroba dapat
segera menyebar ke berbagai genera bakteri (Tenover, 2006).
Kekuatan antibiotik terhadap pertumbuhan mikroorganisme terdapat dalam mekanisme kerja
antibiotik antara lain:
1.

Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba

Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis ensim atau
inaktivasi ensim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis.
Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin.
Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis
peptidoglikan. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi
bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Di dalam
sel terdapat sitoplasma dilapisi dengan membran sitoplasma yang merupakan tempat
berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Bakteri
gram positif struktur dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek.
Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi
lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel
bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan
lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein (Gupte, 1990).
Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada
gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis
komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang
menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram
positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel
dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah
pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan
relatif sedikit, sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Kegiatan kedua enzim ini harus
seimbang satu sama lain untuk menjaga agar sintesis tetap normal (Gupte, 1990).

Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan antibiotik pengganggu


sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim
racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida. Vankomisin bekerja pada
stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu
menghambat transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding sel luar
bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan memberi ketahanan terhadap
tekanan osmotik. Struktur dinding sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, sehingga
antibiotik yang mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai toksisitas
selektif sangat tinggi. Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang sangat
berharga (Gupte, 1990).
2.

Antibiotik mengganggu membran sel mikroba

Dinding sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan
dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan
berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara
tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan
dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu
fungsinya akan sangat lethal terhadap sel (Gupte, 1990).
Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu
antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik polyene
(amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang
dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama
pembentukan membran, dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis
(Gupte, 1990).
Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai ion dphores yaitu senyawa
yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel,
misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada
fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada
gram positif yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada
fungi tetapi tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan

dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya(Gupte,
1990).
Secara in vitro polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah
mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat
digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik.
Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting
di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar. Diduga
struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas
selektif relatif kecil dibanding antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam
penggunaan sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi toksisitasnya dapat
digunakan secara topikal (Gupte, 1990).
3.

Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba

Sel mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu mensintesis protein yang
berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA, gangguan sintesis protein
akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini mempunyai daya
antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin,
tetrasiklin, kloramphenikol, novobiosin, puromisin. Penghambatan biosintesis protein pada sel
prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat menghentikan pertumbuhan dan
pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali
setelah antibiotik berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai aktivitas bakterisida.
Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan sitotoksik (Gupte, 1990).
Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik terhadap
sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai
toksisitas relatip kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat biosintesis
protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom 50s.
Streptomisin berikatan dengan ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh
tRNA, sehingga terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan
bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Pertumbuhan sel kebanyakan tergantung
pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis
protein dan enzim (Gupte, 1990).

Jenis-jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada
sintesis protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau
RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme
kegiatan seperti ini pada umumnya kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel
mamalia. Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga
penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang sifat sitotoksiknya masih
dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangatkuatdalam
menghambatpertumbuhan, maka antimikroba dengan mekanisme seperti ini sering digunakan
sebagai anti-tumor (Gupte, 1990).
Antimikroba yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme
kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain: Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA,
seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin. Antimikroba mempengaruhi
transkripsi, seperti aktinomisin, kromisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin.
Antimikroba mempengaruhi pembentukan aminoacyltRNA, seperti borrelidin. Antimikroba
mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol, streptomisin, neomisin, kanamisin,
karbomisin, crytromisin, linkomisin, fluidic acid, tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi
sintesis protein dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan diantara mereka
banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi antara sel bakteri dan sel
eukariot berbeda, maka mungkin mereka memperlihatkan toksisitas selektif (Gupte, 1990).
4.

Antibiotik mengganggu metabolisme sel mikroba

Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi
yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya (Gupte, 1990).
2.4. Resistensi Bakteri
Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba atau antibiotic
tertentu. Resisten tersebut dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi spontan
(resisten kromonal) dan resisten karena adanya factor R pada sitoplasma (resistensi
ekstrakrosomal) atau resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten atau factor R atau
plasmid R atau plasmid (resisten silang) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat

resisten terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetic atau no-genetik (Djide,
2008).
Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan antibiotic yang
tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak
teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga
untuk mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut , maka cara pemakaian
antibiotic perlu diperhatikan ( Djide , 2008).
Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotic. Penentuan ini
biasanya dilakukan dalam Laboratorium pengontrol dibawah pengawasan instansi pemerintah,
misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam
farmakope dari tiap egara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium
pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan. Penentuan
kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Irianto, 2006) :
1.

Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menghambat pertumbuhan


( Minimal Inhibitory Concentration, MIC)

2.

Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap organism yang belum
diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah sakit, dan penting untuk
melakukan terapi.
2.5. Dasar Pemeriksaan Uji Kepekaan Mikroba

1.

Merupakan metode yang langsung mengukur aktifitas satu atau lebih antimikroba terhadap
inokulum bakteri

2.

Merupakan metode yang secara langsung mendeteksi keberadaan mekanisme resitensi spesifik
pada inokulum bakteri

3.

Merupakan metode khusus untuk mengukur interaksi antara mikroba dan antimikroba
2.6. Metode Uji Kepekaan Mikroba
Kemampuan antimikroba dalam melawan bakteri dapat diukur menggunakan metode yang
biasa dilakukan yaitu :

A.

Metode konvensional : dilusi (agar atau kaldu), difusi dan Etest

B.

Uji kepekaan komersial

A. Metode konvensional
1.

Metode dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan yaitu teknik dilusi perbenihan cair dan teknik

dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba
dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites.
Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
di sebut dengan MIC (minimal inhibitory concentration). Nilai MIC dapat pula dibandingkan
dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan tubuh lainnya untuk mendapatkan
perkiraan respon klinik.
Dilusi perbenihan cair
Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada prinsipnya
pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan
lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml.
Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam
satuan g/ml, konsentrasi bervariasi tergantung jenis dan sifat antibiotik. (misalnya cefotaxime
untuk uji kepekaan terhadap Streptococcus pneumonia, pengenceran tidak melebihi 2 g/ml,
sedangkan untuk Escherichia coli pengenceran dilakukan pada 16 g/ml atau lebih).
Secara umum untuk penentuan MIC pengenceran antimikroba dilakukan penurunan
konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 g/ml) konsentrasi terendah
yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas baik dilihat secara visual atau alat
semiotomats dan otomatis, disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum/ MIC (minimal
inhibitory concentration).
Dilusi agar

Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan ditambahkan kedalam agar,
sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah pengeceran ditambah satu perbenihan
agar untuk kontrol tanpa penambahan antibiotik , konsentrasi terendah antibiotik yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang di uji. Kondisi untuk uji
kepekaan teknik agar dilusi terdapat pada lampiran 2. Salah satu kelebihan metode agar dilusi
untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik dilusi
perbenihan cair.
Penentuan MBC dari MIC perbenihan cair
Dasar penentuan antimikroba secara invitro adalah MIC (minimum inhibition
concentration) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan konsentrasi
terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari
pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan kaldu. Sedangkan MBC adalah
konsentrasi terendah antimikroba yang dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang
ditentukan. Agar antimikroba efektif pada MIC atau MBC. Sedapat mungkin mencapai tempat
infeksi. Absorpsi obat dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi
pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat terjadinya infeksi
Penentuan

konsentrasi

minimum

antibiotik

yang

dapat

membunuh

bakteri / minimum bactericidal concentration(MBC) dilakukan dengan menanam bakteri pada


perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian diinkubasi semalam pada
37C. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi pada agar .
Contoh MBC:
Misalnya pada konsentrasi antibiotik 0 g/ml,1 g/ml dan 2 g/ml menunjukkan banyak
pertumbuhan bakteri.
Pada konsentrasi 4 g/ml,8 g/ml,16 g/ml masih menunjukkan pertumbuhan bakteri tapi
jumlah koloninya semakin sedikit
Pada konsentrasi antibiotik 32 g/ml ,64 g/ml, pada konsentrasi 32 g/ml tumbuh 8 koloni
bakteri, sedangkan pada 64 g/ml tidak tumbuh, sehingga MBC (minimum bactericidal
concentration) adalah 64 g/ml.
Keuntungan dan kerugian metode dilusi:

Dengan teknik dilusi memungkinkan penentuan kualitatif dan kuantitatif dilakukan bersamasama.MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi petunjuk
penggunaan antimikroba .Kerugiannya metode ini tidak efisien karena pengerjaannya yang
rumit, memerlukan banyak alat-alat dan bahan serta memerlukan ketelitian dalam proses
pengerjaannya termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang bervariasi.
2.Metode difusi
Cakram kertas, yang telah dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba, ditempatkan pada
media yang telah ditanami organism yang akan di uji secara merata. Tingginya konsentrasi dari
antimikroba

ditentukan oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organism uji dihambat

penyebarannya sepanjang difusi antimikroba (terbenuk zona jernih disekitar cakram), sehingga
bakteri tersebut merupakan bakteri yang sensitif terhadap antimikroba. Ada hubungan
persamaan yang hampir linear (berbanding lurus) antara log MIC, seperti yang diukur oleh
metode dilusi dan diameter zona daya hambat pada metode difusi.
Hasil dari tes kepekaan, mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam dua atau lebih
kategori. Sistim yang sederhana menentukan dua kategori yaitu sensitif dan resisten. Meskipun
klasifikasi tersebut memberikan banyak keuntungan untuk kepentingan statistik dan
epidemiologi, bagi klinisi merupakan ukuran yang terlalu kasar untuk digunakan. Dengan
demikian hasil dengan 3 klasifikasi yang biasa digunakan, (sensitif, intermediate, dan resisten)
seperti pada metode Kirby-Bauer. Terapi antimikroba idealnya berdasarkan penentuan bakteri
penyebab dan antimikroba sesuai yang sensitif terhadap bakteri tersebut.
Pembacaan hasil pada metode Difusi didasarkan pada zona radikal dan zona irradikal .
zona radikal adalah suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya
pertumbuhan bakteri . sedangkan zona irradikal adalah suatu daerah yang menunjukkan
pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotic , tetapi tidak dimatikan.
Pengobatan secara empiris biasanya dimulai sebelum ada hasil laboratorium
mikrobiologi, ketika pengobatan harus dilakukan sebelum penyakit menjadi bertambah parah .
efektifitas antimikroba bervariasi tergantung lokasi infeksi, kemampuan antimikroba mencapai
sumber infeksi dan kemampuan bakteri untuk menahan atau menginaktifasi antimikroba.
Beberapa antimikroba dapat bertindak sebagai bakterisidal (benar-benar membunuh bakteri)

sedangkan yang lain bertindak sebagai bakteriostatik (mencegah bakteri berkembang biak),
dengan demikian sistem imun hospes mempengaruhi kepekaan terhadap bakteri tersebut..
Di laboratorium klinik, uji kepekaan lebih banyak digunakan metode cakram difusi. Pada
metode ini inokulum bakteri ditanam secara merata pada permukaan agar. Cakram antimikroba
diletakkan pada permukaan agar dan dibiarkan berdifusi ke dalam media sekitarnya. Hasilnya
dilihat zona hambat antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri. Ukuran zona jernih tergantung
kepada kecepatan difusi antimikroba, derajat sensitifitas mikroorganisme dan kecepatan
pertumbuhan bakteri. Zona hambat cakram antimikroba pada metode difusi berbanding terbalik
dengan MIC. Semakin luas zona hambat, maka semakin kecil konsentrasi daya hambat minimum
MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan terhadap diameter zona hambat yang
berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat ditentukan kategori resisten, intermediate atau
sensitif terhadap antimikroba uji.
B.

Uji kepekaan Metode komersial


Pada dasarnya metode komersial merupakan penggabungan metode konvensial dilusi dan difusi
dan keakuratan metode komersial ini dievaluasi dengan cara membandingkan dengan metode
konvensional. Media perbenihan , kondisi lingkungan disesuaikan dengan standar metode
konvensional dan ujuan dari metode tetap sama seperti metode konvensional, hanya pengerjaan
dan cara penggunaan alatnya yang lebih praktis, dimana pencapaian tujuan bervariasi tergantung
pada:
Susunan bakteri dan komposisi antimikroba yang digunakan
Tingkat otomatisasi dalam penanaman, inkubasi, interpretasi dan pelaporan
Metode yang digunakan untuk mengukur hambatan pertumbuhan bakteri
Kecepatan memperoleh hasil
Akurasi
Jenis-jenis Metode komersial :

1.

Metode mikrodilusi perbenihan cair (broth microdilution methods)


Secara umum metode ini didesain untuk menrima inokulum dan diinkubasi pada kondisi sesuai
petunjuk penggunaan, biasanya untuk pembacaannya memerlukan alat semiotomatis.

2.

Agar dilusi derivatif (agar dilution derivations)

Pada metode ini telah disediakan perbenihan agar yang telah mengandung antimikroba
melingkar, dimulai dari tengah-tengah /pusat lingkaran perbenihan agar dengan konsentrasi
tertinggi, terus melingkar ke arah tepi dengan konsentrasi semakin menurun. Penanaman bakteri
dimulai dari tepi perbenihan dengan satu goresan tegak lurus. Difusi antibiotik akan tampak zona
hambat dari konsentrasi tinggi (pusat lingkaran) ke rendah (tepi)
3.

Difusi pada agar derivatif (diffusion in agar derivations)


Pada metode ini digunakan perbenihan Muller Hinton yang diletakkan di atasnya strip
antibiotik secara melingkar

4.

System pengujian otomatis (automated antimicrobial susceptibility test system)


Contoh

metode

pengujian

otomatis

ini

adalah Vitek

legacy

system dan vitek

system. Metode ini dalam persiapan inokulum dan penanamam bakteri dilakukan secara
otomatis, cara pembacaan dan interpretasi kategori menggunakan system algoritma
5.

Metode pengujian alternative dan suplemen. Metode pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui mekanisme resistensi

6.

Metode yang langsung mendeteksi mekanisme resistensi spesifik


Metode dengan pengukuran antimikroba berdasarkan keberadaan mekanisme khusus, misalnya
berdasarkan metode fenotip, deteksi asetiltransferase kloramfenikol.

7.

Metode khusus untuk mendeteksi kompleks interaksi antimikroba-organisme

8.

Tes kombinasi aktifitas antimikroba

9.

Spiral Gradient Endpoint Test (SGE), merupakan uji kepekaan pada satu agar terdiri dari 15
suspensi mikroba dapat digoreskan swab dengan arah memutar melalui beberapa konsentrasi.
Software dibutuhkan untuk menghitung konsentrasi yang sebenarnya dari setiap mikroba yang
tumbuh yang menghambat pertumbuhan. Teknik ini digunakan untuk menghilangkan
keterbatasan metode konvensional dimana setiap media agar hanya satu konsentrasi, menghemat
waktu dan bahan karena satu plate SGE sama dengan 8 plate pada metode konvensional.

2.7. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tes kepekaan


Penentuan tes laboratorium terhadap mikroorganisme, untuk hasil yang lebih akurat harus
memperhatikan faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi baik terhadap mikroorganisme
ataupun pengaruh terhadap daya kerja antimikroba, sehingga harus dihindari faktor-faktor
lingkungan yang kemungkinan merpengaruhi,

Faktor lingkungan tersebut diantaranya:


1.

pH
Beberapa antimikroba dipengaruhi oleh pH lingkungan, contohnya

aktifitas antibakteri

eritromisin dan aminoglikosida berkurang apabila terjadi penurunan pH, sedangkan aktifitas
tetrasiklin akan menurun bila terjadi peningkatan pH. Aktifitas aminoglikosida yang daya
kerjanya menghambat sintesis protein bakteri melalui membran sel dengan proses oksidasi,
sehingga apabila tidak terdapat oksigen akan mengurangi aktifitas antimikroba tersebut.

2.

Kation
Aktifitas aminoglikosida juga dipengaruhi oleh konsentrasi kation Ca ++ dan Mg++. Tahapan
aktifitas antimikroba yang penting adalah absorpsi antimikroba ke permukaan sel bakteri.
Aminoglikosida bermuatan positif dan bekerja terutama untuk bakteri gram negatif, misalnya
membran luar Pseudomomonas aeruginosa yang bermuatan negative

3.

Tersedianya bahan gizi tertentu


Bahan gizi tertentu dapat mempengaruhi aktifitas antimikroba, misalnya bakteri enterococcus
mampu menggunakan timin dan asam folat hasil metabolisme untuk menghindari pengaruh
aktifitas sulfoamida dan trimetroprim, yang dihambat oleh jalur metabolik asam folat.
2.8. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ukuran Diameter Zona Hambatan
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Kekeruhan suspensi bakteri


Temperature inkubasi
Waktu inkubasi
Ketebalan agar
Jarak antar disk obat
Potensi disk obat
Komposisi media

Anda mungkin juga menyukai