Anda di halaman 1dari 12

27

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Sawit RSKD Provinsi
Sulawesi Selatan pada tanggal 16 27 Maret 2016. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah

cross sectional, yang merupakan

rancanagan penelitian pada beberapa populasi yang diamati pada waktu yang
sama. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer yang diperoleh
langsung dari hasil wawancara dengan responden dan data sekunder
berdasarkan buku rekam medik pasien yang menjalani perawatan di Ruang
Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 73 sampel, pengambilan
sampel dilakukan dengan metode Acidental Sampling, sampel diambil sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Setelah dilakukan pengolahan data
maka hasil penelitian dapat disajikan dan dianilisis secara deskriptif dengan
tabel analisa univariat dan analisa bivariat dengan chi- square sebagai berikut:
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Pasien halusinasi di Ruang Sawit menurut kelompok umur
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan kelompok Umur Di Ruang
Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Umur (Tahun)
20-25
26-31
32-37

n
9
13
7

%
12,3
17,8
9,6

28

38-43
44-49
50-55
56-61
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2016

19
13
9
3
73

26,0
17,8
12,3
4,1
100,0

Pada tabel 1 diketahui bahwa dari 73 responden didapatkan


pasien halusinasi dengan umur terbanyak yaitu umur 38-43 tahun
sebanyak 19 orang (26,0%), umur 44-49 sebanyak 13 orang (17,8%),
umur 26-37 tahun sebanyak 13 orang (17,8%), umur 50-55 sebanyak
9 orang (12,3%), umur 20-25 sebanyak 9 orang (12,3%), umur 32-37
sebanyak 7 orang (9,6%) dan paling sedikit umur 56-61 tahun
sebanyak 3 orang (4,1%).
b. Status perkawinan
Pasien halusinasi di Ruang Sawit menurut kelompok status
perkawinan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan Kelompok Status
Perkawinan Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Status Perkawinan
n
%
Kawin
23
31,5
Tidak Kawin
42
57,5
Cerai
8
11,0
Jumlah
73
100,0
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 2 diketahui bahwa dari 73 responden didapatkan
pasien halusinasi dengan status perkawinan , tidak kawin sebanyak 42
orang (57,5%), kawin sebanyak 23 orang (31,5%), dan cerai sebanyak
8 orang (11,0% ).
c. Pendidikan terakhir
Pasien halusinasi di Ruang Sawit menurut kelompok
pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel berikut :

29

Tabel 3
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan kelompok Status Pendidikan
Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Pendidikan Teraakhir
n
%
Tidak Sekolah
13
17,8
SD
29
39,7
SMP
5
6,8
SMA
18
24,7
S1
8
11,0
Jumlah
73
100,0
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 3 diketahui bahwa dari 73 responden didapatkan
pasien halusinasi dengan status pendidikan SD sebanyak 29 orang
(39,7%), SMA sebanyak 18 orang (24,7%), tidak sekolah sebanyak 13
orang (17,8%), S1 sebanyak 8 orang (11,0%), dan SMP sebanyak 5
orang (6,8%).
2. Analisa Univariat
a. Kesehatan
Distribusi pasien halusinasi di Ruang Sawit berdasarkan
faktor presipitasi status kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan Kelompok Faktor Presipitasi
Status Kesehatan Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Status Kesehatan
Kurang Baik
Baik
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 4 diketahui

n
37
36
73

%
50,7
49,3
100,0

bahwa dari 73 responden didapatkan

pasien halusinasi dengan status kesehatan kurang baik sebanyak 37


orang (50,7%), dan baik sebanyak 36 orang (49,3%)
b. Lingkungan

30

Distribusi pasien halusinasi di Ruang Sawit berdasarkan


faktor presipitasi lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan Kelompok Faktor Presipitasi
Lingkungan Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Lingkungan
n
%
Kurang Baik
44
60,3
Baik
29
39,7
Jumlah
73
100,0
Sumber : Data Primer,2016
Pada tabel 5 diketahui bahwa dari 73 responden didapatkan
pasien halusinasi dengan lingkungan kurang baik sebanyak 44 orang
(60,3%), dan baik sebanyak 29 orang (39,7%).
c. Perilaku
Distribusi pasien halusinasi di Ruang Sawit berdasarkan
faktor presipitasi perilaku dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan Kelompok Faktor Presipitasi
Perilaku Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Perilaku
Kurang Baik
Baik
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 6 diketahui

n
53
20
73

%
72,6
27,4
100,0

bahwa dari 73 responden didapatkan

pasien halusinasi dengan perilaku kurang baik sebanyak 53 orang


(72,6%), dan baik sebanyak 20 orang (27,4%).
d. Timbulnya halusinasi
Distribusi pasien halusinasi di Ruang Sawit berdasarkan
timbulnya halusinasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7
Distribusi Pasien Halusinasi Berdasarkan Kelompok Timbulnya
Halusinasi Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan

31

Halusinasi
Timbul
Tidak Timbul
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 7 diketahui

n
47
26
73

%
64,4
35,6
100,0

bahwa dari 73 responden didapatkan

pasien halusinasi yang halusinasinya timbul sebanyak 47 orang


(64,4%), dan tidak timbul sebanyak 26 orang (35,6%).
3. Analisa Bivariat
a. Status Kesehatan
Besarnya pengaruh status kesehatan terhadap timbulnya
halusinasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8
Hubungan Faktor Presipitasi Status Kesehatan Terhadap Timbulnya
Halusinasi Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Halusinasi
Status
kesehatan

Timbul
n

Kurang Baik
Baik

Total

Tidak
Timbul

32 86,5

Uji ChiSquare/ X2

13,5 37 100,0

15 41,7 21 58,3 36 100,0

15,984

Jumlah
47 64,4 26 35,6 73 100,0
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa dari 73 sampel dengan
status kesehatan kurang baik dan halusinasinya timbul sebanyak 32
orang (86,5) dan 5 orang (13,5%) yang halusinasinya tidak timbul.
Seadangkan status kesehatan baik dan halusinasinya timbul sebanyak
15 orang (41,7%) dan 21 orang (58,3%) yang halusinasinya tidak
timbul.

32

Berdasarkan uji statistik (chi square) diperoleh nilai X2


hitung 15,984 > X2 tabel (3,481) maka Hipotesis diterima berarti ada
hubungan antara status kesehatan dengan timbulnya halusinasi.
b. Lingkungan
Besarnya pengaruh lingkungan terhadap timbulnya halusinasi
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9
Hubungan Faktor Presipitasi Lingkungan Terhadap Timbulnya
Halusinasi Di Ruang Sawit RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Halusinasi
Lingkungan

Timbul
n

Kurang Baik
Baik

Timbul

41 93,2

Total

Tidak
%

Uji ChiSquare/ X2

6,2 44 100,0

20,7 23 79,3 29 100,0

40,058

Jumlah
47 64,4 26 35,6 73 100,0
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 9 menunjukkan bahwa dari 73 sampel dengan
lingkungan kurang baik dan halusinasinya timbul sebanyak 41 orang
(93,2%) dan 3 orang (6,2%) yang halusinasinya tidak timbul.
Seadangkan lingkungan baik dan halusinasinya timbul sebanyak 6
orang (20,7%) dan 23 orang (79,3%) yang halusinasinya tidak timbul.
Berdasarkan uji statistik (chi square) diperoleh nilai X2
hitung 40,058 > X2 tabel (3,481) maka Hipotesis diterima berarti ada
hubungan antara kondisi lingkungan dengan timbulnya halusinasi.
c. Perilaku
Besarnya pengaruh perilaku terhadap timbulnya halusinasi
dapat dilihat pada tabel berikut:

33

Tabel 10
Hubungan Perilaku Terhadap Timbulnya Halusinasi Di Ruang Sawit
RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
Halusinasi
Perilaku

Timbul
n

Kurang Baik
Baik

Total

Tidak

Square/ X2

Timbul
n

Uji Chi-

40 75,5 13 24,5 53 100,0


7

35,0 13 65,0 20 100,0

10,372

Jumlah
47 64,4 26 35,6 73 100,0
Sumber : Data Primer, 2016
Pada tabel 10 menunjukkan bahwa dari 73 sampel dengan
perilaku kurang baik dan halusinasinya timbul sebanyak 40 orang
(75,5%) dan 13 orang (24,5%) yang halusinasinya tidak timbul.
Seadangkan perilaku baik dan halusinasinya timbul sebanyak 7 orang
(35,0%) dan 13 orang (65,0%) yang halusinasinya tidak timbul.
Berdasarkan uji statistik (chi square) diperoleh nilai X2
hitung 10,372 > X2 tabel (3,481) maka Hipotesis diterima berarti ada
hubungan antara faktor presipitasi perilaku

dengan timbulnya

halusinasi.
B. Pembahasan
1. Hubungan faktor presipitasi kondisi kesehatan dengan timbulnya
halusinasi
Hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 73 responden didapatkan
yang mempunyai status kesehatan kurang baik dan halusinasinya timbul
sebanyak 32 orang (86,5%), dan status kesehatan kurang baik dan
halusinasinya tidak timbul sebanyak 5 orang (13,5%). Sedangkan

34

responden dengan status kesehatan baik dan halusinasinya timbul


sebanyak 15 orang (41,7%), dan responden yang status kesehatannya baik
dan halusinasinya tidak timbul sebanyak 21 orang (58,3%).
Berdasarkan uji statistik (chi square) diperoleh nilai X2 hitung
15,984 > X2 tabel (3,481). Karena nilai X2 hitung lebih besar dari X2
tabel,

maka Hipotesis diterima berarti ada hubungan antara faktor

presipitasi status kesehatan dengan timbulnya halusinasi di Ruang Sawit


RSKD Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dipaparkan bahwa dari 73
responden yang berperilaku kurang baik dan timbul halusinasinya
sebanyak 32 orang. Hal ini disebabkan karena kurangnya pelayanan
kesehatan seperti pemeriksaan fisik, klien kurang tidur, klien merasa
keletihan ,serta lingkungan yang tidak bersih dan nyaman.
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukan oleh Trimelia
(2011) bahwa kondisi kesehatan seseorang yang tidak baik dapat memicu
timbulnya halusinasi. Agar tercapai tingkat atau status kesehatan pasien
maka rumah sakit harus memperhatikan kondisi pasien halusinasi yang di
rawat terutama dari pemeriksaan kesehatan dan status gizinya.
Menurut

Maramis

(2009)

kelemahan

badan,

tremor,

berkurangnya konsentrasi serta dapat juga dikatakan sebagai faktor


pencetus karena stress yang ditimbulkannya yang dapat merangsang
neurotransmitter cerebral manoaminergik yang dapat melepaskan
hormone halusinogenik sehingga klien mengalami halusinasi.

35

Saat seseorang merasa keletihan dan kelelahan maka otak pun


akan lelah juga dan tidak bisa bekerja dengan baik. Sehingga
mengaburkan garis antara apa yang nyata dan dibayangan dan
menghasilkan halusinasi yang dipercaya oleh orang tersebut.
2. Hubungan faktor presipitasi lingkungan dengan timbulnya halusinasi
Hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 73 responden
didapatkan

yang mempunyai status lingkungan kurang baik dan

halusinasinya timbul sebanyak 41 orang (93,2%), dan lingkungan kurang


baik dan halusinasinya tidak timbul sebanyak 3 orang (6,8%). Sedangkan
responden dengan lingkungan baik dan halusinasinya timbul sebanyak 6
orang

(20,7%),

dan

responden

yang

lingkungannya

baik

dan

halusinasinya tidak timbul sebanyak 23 orang (79,3%).


Berdasarkan uji statistik (chi square) diperoleh nilai X2 hitung
40,058 > X2 tabel (3,481). Karena nilai X2 hitung lebih besar dari X2 tabel,
maka Hipotesis diterima berarti ada hubungan antara faktor presipitasi
lingkungan dengan timbulnya halusinasi di Ruang Sawit RSKD Provinsi
Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dipaparkan bahwa dari 73
responden yang berperilaku kurang baik dan timbul halusinasinya
sebanyak 41 orang. Hal ini disebabkan karena kebanyakan responden
merasa stres, kurangnya dukungan dari keluarga dan merasa kesepian
serta banyaknya tekanan sesama pasien baik itu dari segi penampilan dan
pekerjaan yang dilakuakan.
Menurut Caplan, Szasz (2011) faktor lingkungan yang kurang
baik akan memicu munculnya stres, distres akan menempatkan pikiran

36

dan perasaan seseorang pada tempat dan suasana yang buruk sehingga
seseorang akan berhalusinasi.
Menghindari kesendirian ini sangat penting karena banyak
diantara penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi ketika dia
sendirian dan tidak ada kegiatan (Hayashi et al, 2007). Kesendirian
membuat penderita melamun dan melamun bisa meransang munculnya
halusinasi. Karena itu dalam merawat penderita yang mengalami
halusinasi sangatlah penting untuk melibatkan mereka dalam berbagai
kegiatan sehingga tidak ada waktu bagi penderita untuk sendiri dan
melamun.
Dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang
dapat mendukung dan menguatkan integritas ego melalui pengurangan
terhadap konflik yang terjadi. Klien diharapkan mampu mengembangkan
diri dalam hubungan dengan orang lain yang menyenangkan dan terbebas
dari tekanan batin akibat proses interpersonal tersebut.
Dengan adanya permasalahan yang kompleks dalam lingkungan
klien, maka perlu adanya pembenahan atau penataan untuk menunjang
proses terapi , baik fisik, psikis/mental, maupun sosial agar halusinasi
tidak terjadi secara berulang-ulang pada klien
3. Hubungan faktor presipitasi perilaku dengan timbulnya halusiansi
Hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 73 responden
didapatkan

yang mempunyai perilaku kurang baik dan halusinasinya

timbul sebanyak 40 orang (75,5%), dan perilaku kurang baik dan


halusinasinya tidak timbul sebanyak 13 orang (24,5%). Sedangkan
responden dengan perilaku baik dan halusinasinya timbul sebanyak 7

37

orang (35,0%), dan responden yang perilakunya baik dan halusinasinya


tidak timbul sebanyak 13 orang (65,0%).
Berdasarkan uji statistik (chi square) diperoleh nilai X2 hitung
10,372 > X2 tabel (3,481). Karena nilai X2 hitung lebih besar dari X2 tabel,
maka Hipotesis diterima berarti ada hubungan antara faktor presipitasi
perilaku dengan timbulnya halusinasi di Ruang Sawit RSKD Provinsi
Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dipaparkan bahwa dari 73
responden yang berperilaku kurang baik dan timbul halusinasinya
sebanyak 40 orang. Hal ini disebabkan karena kebanyakan responden
merasa tidak percaya diri , selalu putus asah dan merasa kehilangan
motivasi serta berperilaku agresif sesama pasien.
Hal ini sejalan dengan teori Garcelan (2004), stres yang berat
yang menyebabkan seseorang pasien mengalami halusinasi, pada keadaan
mereka dalam proses pengobatan dan perawatan atau stelah selesai
perawatan tidak lagi menjadi pencetus halusinasi mereka. Akan tetapi
yang mencetus terjadinya halusinasi mereka adalah stres akibat kegagalan
hubungan sosial atau keadaan yang dialaminya dalam kehidupan
kesehariannya.
Hal ini didukung oleh penelitian Suryani (2008) dengan judul
proses terjadinya halusinasi menunjukan bahwa perilaku tertentu yang
mencetuskan munculnya halusinasi. Perilaku tersebut antara lain teringat
peristiwa masa lalu yang menyakitkan, sedih malam hari sebelum tidur,
melamun, ada masalalahh, keadaan kesal, perasaan tersinggung,
ketakutan, selalu merasa putus asa dan merasa tidak percaya diri.

38

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,


perasaan tidak aman,gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata yang dapat menimbulkan
munculnya halusinasi.
.

Anda mungkin juga menyukai