APPENDICITIS ACUTA
Martapuji Lestari
0510162
Andriani Sheila
0710001
Lukas Jonathan
0710088
Marselina Anastasia
0510043
0210175
Pembimbing:
dr. Dono P., Sp.B., M.Kes.
BAB I
PENDAHULUAN
Appendicitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu
divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7
sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm (Dorland, 2000), dan juga merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering (Arief Mansjoer, 2000), sedangkan
batasan appendicitis akut adalah appendicitis yang terjadi dengan onset akut yang
memerlukan intervensi bedah ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah
dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, nyeri otot yang ada di atasnya, dan
hiperestesia kulit (Dorland, 2000). Bila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi
peritonitis umum, abses, dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi
luka operasi. (Bagian Bedah Universitas Gajah Mada, 2008).
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Arif Mansjoer,
2000). Berdasarkan hasil survei, diketahui sebanyak 10% dari individu pernah
menderita appendicitis selama hidupnya, paling sering dekade kedua dan ketiga
dalam kehidupannya, namun menurut Peltokallio dan Tykka dengan alasan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Apendiks vermiformis merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid dengan panjang
bervariasi 8-13 cm. Dasar melekat pada caecum dan ujung lainnya bebas. Diliputi
oleh peritoneum. Mempunyai mesenterium sendiri yang disebut mesoappendix yang
berisi vena, arteri appendicularis dan saraf-saraf.
2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jkumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.3 INSIDENSI
Insidensi appendicitis akut di negara maju lebih tinggi dibanding negara
berkembang. Pada negara maju, seperti negara di Eropa, sekitar 7% penduduk
pernah mengalami appendicitis akut dan setiap tahun di Amerika 200.000 kasus
appendicitis akut telah dilakukan apendektomi (Way, 2006) Namun tiga sampai
empat dasawarsa terakhir insidensinya menurun secara bermakna.
Appendicitis ditemukan pada semua umur, pada anak umur kurang dari 1
tahun jarang dilaporkan, tertinggi pada umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidensi laki-laki dan perempuan sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun
insidensi laki-laki lebih tinggi (R. Sjamsuhidajat,Wim de Jong, 2003). Jarang
terjadi pada usia di bawah 2 tahun (Grace, Borley, 2006).
Selama lebih dari 10 tahun operasi apendektomi menurunkan angka kejadian
appendicitis akut. Rata-rata umur yang terjadi 31,3 tahun dengan median 22
tahun. Perbandingan laki-laki : perempuan = 1,2-1,3 : 1.
Rata-rata kesalahan diagnosis, walaupun telah menggunakan pemeriksaan
penunjang seperti USG, CT scan, dan laparoskopi adalah 15,3 % yang sebanding
dengan angka terjadinya perforasi. Kesalahan diagnosis lebih tinggi pada
perempuan dibanding laki-laki (22,2 : 9,3).
Pada insidensi apendektomi negatif, pada wanita yang masih reproduktif
ditemukan tertinggi pada usia 40-49 tahun, sedangkan insidensi apendektomi
negatif tertinggi adalah pada wanita berusia lebih dari 80 tahun (Jaffe, Berger,
2005).
2.4 ETIOLOGI
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Kadang parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu:
Bakteri aerob fakultatif
Escherichia coli
Bakteri anaerob
Bacteroides fragilis
Viridans streptococci
Peptostreptococcus micros
Pseudomonas aeruginosa
Bilophila species
Enterococcus
Lactobacillus species
2.5 PATOGENESIS
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas
dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan
pembentukkan abscess setelah 2-3 hari.
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain
obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus
vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan
kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga
menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar
20% pada anak dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi
appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan
obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah
jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik
lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau
akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus
enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien
dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat
perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat
mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di
/3
proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran,
dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress
psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis.
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti
berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis,
khususnya pada anak-anak.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.
Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis
lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks;
diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat konsekuensi pelepasan mediator
inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding
abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan
perkembangan penyakit.
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi.
Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat
mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus.
Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan
gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat
berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing
dan distensi kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah
onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi
sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang
berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain
appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau
perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis.
Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C).
Jika suhu tubuh diatas 38,6
berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya
dapat menurun atau menghilang.
Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.
Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali
pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat
perangsangan ureter.
10
Frekuensi
(%)
Nyeri perut
Anorexia
Mual
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
100
100
90
75
50
50
11
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang
terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan
manuver ini.
12
Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen
atau Appendix letak pelvis.
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap
jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu:
radang akut dan bukan radang akut.
Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis
Gejala
Tanda
Manifestasi
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
13
Skor
1
1
1
2
Laboratorium
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left
1
1
2
1
10
Total poin
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terutama jika sudah terjadi
komplikasi (R. Sjamsuhidajat,Wim de Jong, 2003). Pemeriksaan lain yang
membantu adalah pemeriksaan CRP yang biasanya meningkat (Grace, Borley,
2006).
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Barium Enema : kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan Laparoskopi
: dapat meningkatkan akurasi diagnosis (R. Sjamsuhidajat,Wim de Jong,
2003). CT scan heliks pada usia lanjut pada diagnosis ragu-ragu dapat
dilakukan (R. Sjamsuhidajat,Wim de Jong, 2003; Grace,Borley, 2006).
3. Gambaran Patologi Anatomi (Agus Purwadianto, Budi Sampurna, 2000;
Grace, Borley, 2006).
Obstruktif : gambaran infeksi yang tumpang tindih dengan obstruksi
lumen
Flegmon : infeksi virus, hyperplasia limfoid, ulserasi, invasi bakteri tanpa
penyebab yang jelas.
14
15
gastroenteritis,
didapatkan
gejala-gejala
yang
mirip
dengan
16
Perforasi
Peritonitis
Syok septik
Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
Gangguan peristaltik
Ileus
2.11 PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan
analgetik
dan
antiemetik
jika
diperlukan
untuk
mengurangi gejala
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
17
karena
Escherichia
frekuensi
coli,
bakteri
Pseudomonas
yang
terlibat,
aeruginosa,
Oblique
18
termasuk
Enterococcus,
Pararectal/ Paramedian
Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus
abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu
penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia
cicatricalis.
M.rectus
sayatan
abd.
M.rectus abd.
ditarik ke
2 lapis
b.
19
medial
20
BAB III
KESIMPULAN
Apendiks vermiformis merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid dengan panjang
bervariasi 8-13 cm. Appendicitis merupakan peradangan pada apendiks
vermiformis yang juga merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering, sedangkan batasan appendicitis akut adalah appendicitis yang terjadi
dengan onset akut yang memerlukan intervensi bedah ditandai dengan nyeri
abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, nyeri otot
yang ada di atasnya, dan hiperestesia kulit
Appendicitis ditemukan pada semua umur, pada anak umur kurang dari 1
tahun jarang dilaporkan, tertinggi pada umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidensi laki-laki dan perempuan sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun
insidensi laki-laki lebih tinggi dan jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun.
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis.
Appendicitis dapat menyebabkan: Appendicular infiltrat, Appendicular
abscess, Perforasi, Peritonitis, Syok septik, Mesenterial pyemia dengan Abscess
Hepar, Gangguan peristaltik , Ileus.sehinga memerlukan tindkan operasi yang
segera.
Terdpat 2 teknik operasi pada appendicitis yaitu: Laparoscopic
Appendectomy dan Open Appendectomy. Pada umumnya dengan tindakan operasi
yang segera appendicitis mempunyai pronosis yang baik
21
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi.
Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara. p.122-6.
Arif Mansjoer,Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.307-313.
Bagian Bedah Universitas Gajah Mada. 2008. Appendicitis Akut.
http://www.bedahugm.net/Bedah-Digesti/Appendicitis-akut.html. August 1st,
2009
Damjanov Ivan. 1997. Histopathology a Color Atlas & Textbook. Terjemahan :
Brahm U. Pendit. Jakarta : Penerbit Widya Medika. p.202-3.
Dorland W.A. Newman. 2000. Dorlands Illustrated Medical Dictionary. 29th ed.
Terjemahan : Huriawati Hartanto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
p.142.
Grace Pierce A, Borley Neil R. 2006. Surgery at a Glance. 3th ed. Terjemahan
Vidhia Umami. Jakarta : Penerbit Erlangga. p.106-7.
Jaffe Bernard M., Berger David H. 2005. The Appendix In : Brunicardi F. Charles,
Andersen Dana K., Billiar Timothy R, Dunn David L, Hunter John G, Pollock
Raphael E. Schwartzs Principles Of Surgery. 8th ed. New York : The Mc
Graw-Hill Companies. p.1119-1137.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 642-5.
22
Snell Richard S. 2000. Clinical Anatomy For Medical Student. 6th ed. Terjemahan
Liliana Sugiharto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 230-1.
S Soekamto Martoprawiro, Soeparman, Rahmad Gunawan. 1995. Traktus
Gastrointestinal dalam : Robbins Stanley L., Kumar Vinay. Basic Pathology.
4th ed. Terjemahan : Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
p.293-4.
Way Lawrence W. 2006. Appendix In : Doherty Gerard M., Way Lawrence W.
Current Surgical Diagnosis & Treatment. 12th ed. New York : The Mc GrawHill Companies. p.648-652.
23