Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan


2.1.1. Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu
individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk
mencapai kesehatan secara optimal (Notoatmodjo, 1993). Semua petugas kesehatan
mengakui bahwa pendidikan kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan
lainnya. Stuart (1968) dalam defenisi yang dikemukakan, dikutip oleh staf jurusan
PK-IP FKMUI (1984) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah komponen
program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya terencana untuk mengubah
perilaku individu, keluarga dan masyarkat yang merupakan cara perubahan berfikir,
bersikap dan berbuat dengan tujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan
penyakit dan promosi hidup sehat (Suhila, 2002).
Menurut Grout pendidikan kesehatan adalah upaya menterjemahkan sesuatu
yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam perilaku yang diinginkan dari
perseorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan, sedangkan menurut
Nyswander pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia
yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perseorangan dan
masyarakat. Bila dilihat dari defenisi-defenisi pendidikan kesehatan tersebut tidak

Universitas Sumatera Utara

jauh berbeda dan keduanya menekankan pada aspek perubahan perilaku individu dan
masyarakat dalam bidang kesehatan (Effendy, 1995).

2.1.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan


Secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu
dan masyarakat di bidang kesehatan (Notoatmodjo, 1997). Menurut Effendi (1995),
tujuan pendidikan kesehatan yang paling pokok adalah tercapainya perubahan
perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta
berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Banyak faktor
yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat, dan
ketersediaan waktu dari masyarakat.
Materi yang disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan
mulai dari individu, keluarga, dan masyarakat sehingga dapat langsung dirasakan
manfaatnya. Sebaiknya saat memberikan pendidikan kesehatan menggunakan bahasa
yang mudah dipahami dalam bahasa kesehariaannya dan menggunakan alat peraga
untuk mempermudah pemahaman serta menarik perhatian sasaran (Walgino, 1995).
Metoda yang dipakai dalam pendidikan kesehatan hendaknya dapat
mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan pendidikan kesehatan
terhadap sasaran, sehingga diharapkan pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan
mudah dipahami. Metoda yang dipakai antara lain: curah pendapat, diskusi,
demonstrasi, simulasi dan bermain peran.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Sasaran dan Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan


Suliha (2002), dalam bukunya membagi sasaran pendidikan kesehatan dalam 3
kelompok, yaitu pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu,
pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok dan pendidikan kesehatan
masyarakat dengan sasaran masyarakat.
Tempat penyelenggaraan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan antara lain puskesmas, rumah bersalin, klinik dan sekolah serta
dimasyarakat berupa keluarga masyarakat binaan. Hasil yang diharapkan dalam
pendidikan kesehatan masyarakat adalah terjadinya perubahan sikap dan perilaku
individu, keluarga, dan masyarakat untuk dapat menanamkan prinsip-prinsip hidup
sehat dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai derajat kesehatan yang optimal
(Effendy, 1995).
Suliha (2002) juga membagi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dalam 3
bagian, yaitu; 1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan
sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam usaha kesehatan sekolah
(UKS); 2) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat
Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun khusus
dengan sasaran pasien dan keluarga pasien; 3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat
kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Pendidikan Sebaya


2.2.1. Defenisi Pendidikan Sebaya
Pendidikan sebaya adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang
dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, dapat
berarti satu kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan kerja,
sesama profesi dan jenis kelamin (Sahiva USU dan Komisi Penanggulangan AIDS
dan Penanggulangan Narkoba Daerah, 2000).
2.2.2. Keuntungan Pendidikan Sebaya
Pendekatan pendidikan sebaya mempunyai sejumlah keuntungan, yaitu:
a.

Pendidikan sebaya dapat menyampaikan pesan-pesan sensitif di dalamnya.

b.

Pendidikan sebaya merupakan peran serta masyarakat dalam mendukung dan


melengkapi program lain yang berkaitan dengan strategi masyarakat lainnya.

c.

Kelompok target lebih merasa nyaman berdiskusi dengan sebaya mengenai


masalah mereka seperti seksualitas.

d.

Pendidikan sebaya memberikan pelayanan besar yang efektif dengan biaya


yang sedikit.

2.2.3. Kriteria Pendidik Sebaya


Pendidik sebaya adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok
sebayanya (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 2008).
Syarat-syarat menjadi pendidik sebaya antara lain:
a. Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya

Universitas Sumatera Utara

b. Berminat pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan


c. Lancar membaca dan menulis
d. Memiliki

ciri-ciri

kepribadian

antara

lain:

ramah,

lancar

dalam

mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif,


tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang
menolong.
2.2.4. Teknik Pemberian Informasi
Pendidikan sebaya dapat dilakukan di mana saja asalkan nyaman buat pendidik
sebaya dan kelompoknya. Kegiatan tidak harus dilakukan di ruangan khusus tetapi
bisa dilakukan di teras mesjid, di bawah pohon yang rindang, di ruang kelas yang
sedang tidak dipakai dan sebagainya. Tempat pendidikan sebaya sebaiknya tidak ada
orang lalu lalang dan jauh dari kebisingan sehingga diskusi bisa berlangsung tanpa
gangguan.
Menurut PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 2008), pemberian
informasi agar efektif, pendidik sebaya perlu:
1. Pelajari dan dipahami materi
2. Paham bahwa pemberian materi:
a. Tidak menggurui, jangan pernah menggurui teman, karena bakal dianggap
meremehkannya.
b. Tidak harus mengetahui semuanya, kelompok sebaya bukanlah seorang ahli,
maka apabila teman merasa kurang puas atas jawaban yang diberikan, maka

Universitas Sumatera Utara

diperlukan guru pendamping, atau dapat mencari jawaban ke pusat informasi


yang ada. Sehingga tidak memaksakan diri untuk menjawab semua
pertanyaan dari teman.
c. Tidak memutuskan pembicaraan, dalam kegiatan diskusi hendaknya
membiarkan teman untuk menyelesaikan pendapatnya atau pertanyaannya
dulu walaupun kelompok sebaya/pendidik sebaya sudah tahu maksud dari
pendapat atau pertanyaannya. Suasana saling menghargai bakal terbentuk, dan
yang pasti, partisipasi siswa juga meningkat.
d. Tidak diskriminatif, pendidik sebaya harus berusaha memberikan perhatian
dan kesempatan kepada semua teman, bukan hanya kepada satu atau dua
peserta saja, atau dengan kata lain tidak pilih kasih.
3. Rasa percaya diri
Pendidik sebaya harus memiliki rasa percaya diri (PeDe/PD) agar
penyampaian materi berjalan lancar. PeDe dapat tumbuh bila:
a.

Materinya dapat dikuasai

b.

Penampilan OK

c.

Inner Beauty atau kepribadian kelompok sebaya dapat diteladani sama yang
lain.

d.

Teknik penyampaian informasi tidak monoton

e.

Dapat menguasai audiens atau peserta

f.

Dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas maksudnya

Universitas Sumatera Utara

g.

Mampu menghayati peran yang dijalankan.

4. Komunikasi dua arah


Komunikasi yang terjadi hendaknya bersifat dua arah, atau terjadi hubungan
timbal balik. Dialog sangat efektif menghadapi teman yang sifatnya tertutup,
cenderung menolak pandangan lain atau perubahan. Pendidik sebaya harus bisa
mendengarkan setiap teman, terbuka dan menghargai pandangan dengan menghindari
kesan bahwa pendidik sebaya hendak memaksakan suatu informasi baru pada
sasaran. Melalui komunikasi dua arah ini hambatan atau permasalahan yang mungkin
terjadi bisa beres tanpa ada yang dikecewakan.

2.3. Konsep Komunikasi


2.3.1. Definisi Komunikasi
Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang
kepada orang lain dengan maksud tertentu. Komunikasi adalah proses yang
melibatkan seseorang menggunakan tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa
simbol-simbol (berdasarkan perjanjian manusia) verbal atau non verbal yang disadari
atau tidak disadari yang bertujuan untuk memengaruhi sikap orang lain. Menurut
Knapp dalam Liliweri (2003), komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang
menggunakan sistem symbol linguistic, seperti sistem simbol verbal (kata-kata),
verbal dan non verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka
atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan prinsip umum dari definisi di atas dan berdasarkan bahwa


pengertian komunikasi ini akan digunakan untuk memahami komunikasi organisasi,
yaitu komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si
pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Pengirim pesan
dapat berupa seorang individu, kelompok atau organisasi. Begitu juga halnya dengan
si penerima pesan dapat berupa seorang anggota organisasi, seorang kepala bagian,
pimpinan, kelompok orang dalam organisasi, atau organisasi secara keseluruhan.
Istilah proses maksudnya bahwa komunikasi itu berlangsung melalui tahaptahap tertentu secara terus menerus, berubah-ubah, dan tidak ada henti-hentinya.
Proses komunikasi merupakan proses yang timbal balik karena antara si pengirim dan
si penerima saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan tingkah laku maksudnya
dalam pengertian yang luas yaitu perubahan yang terjadi di dalam diri individu
mungkin dalam aspek kognitif, afektif atau psikomotor.
2.3.2. Komponen Dasar Komunikasi
Ada empat komponen yang cenderung sama yaitu: orang yang mengirimkan
pesan, pesan yang akan dikirimkan, saluran atau jalan yang dilalui pesan dari si
pengirim kepada si penerima, dan si penerima pesan. Karena komunikasi merupakan
proses dua arah atau timbal balik maka komponen balikan perlu ada dalam proses
komunikasi. Dengan demikian, komponen dasar komunikasi ada lima, yaitu:
pengirim pesan, pesan, saluran, penerima pesan dan balikan.

Universitas Sumatera Utara

1. Pengirim Pesan
Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan atau
informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan, oleh sebab itu
sebelum pengirim mengirimkan pesan, si pengirim harus menciptakan dulu pesan
yang akan dikirimkannya. Menciptakan pesan adalah menentukan arti apa yang akan
dikirimkan kemudian menyandikan/encode arti tersebut ke dalam suatu pesan,
sesudah itu baru dikirim melalui saluran.
2. Pesan
Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima. Pesan ini
dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis
seperti surat, buku, majalah, memo, sedangkan pesan yang secara lisan dapat berupa
percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dan sebagainya. Pesan
yang nonverbal dapat berupa isyarat gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.
3. Saluran
Saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima.
Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya dan suara yang dapat
kita lihat dan dengar, tetapi jika pembicaraan itu melalui surat yang dikirimkan, maka
gelombang cahaya sebagai saluran yang memungkinkan kita dapat melihat huruf
pada surat tersebut. Kertas dan tulisan itu sendiri adalah sebagai alat untuk
menyampaikan pesan. Kita dapat menggunakan bermacam-macam alat untuk

Universitas Sumatera Utara

menyampaikan pesan seperti buku, radio, film, televisi, surat kabar tetapi saluran
pokoknya adalah gelombang suara dan cahaya.
4. Penerima Pesan
Penerima pesan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan
yang diterimanya.
5. Balikan
Balikan adalah respons terhadap suatu pesan yang diterima yang dikirimkan
kepada si pengirim pesan, dengan diberikannya reaksi ini kepada si pengirim,
pengirim akan dapat mengetahui apakah pesan yang dikirimkan tersebut
diinterpretasikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. Seringkali
respons yang diberikan tidak seperti yang diharapkan oleh si pengirim karena si
penerima pesan kurang tepat dalam menginterpretasikan pesan. Hal ini disebabkan
oleh adanya faktor-faktor dalam diri si penerima yang mempengaruhi dalam
pemberian arti pesan.

2.3.3. Fungsi Komunikasi


Secara umum ada lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yakni:
1.

Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui penerima

2.

Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik penerima

3.

Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima

4.

Sumber memengaruhi konsumen dengan informasi yang persuasif untuk


mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima

Universitas Sumatera Utara

5.

Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil memengaruhi


penerima.

1. Informasi
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan
(informasi), atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain. Artinya diharapkan
dari penyebarluasan informasi itu, para penerima informasi akan mengetahui sesuatu
yang ingin dia ketahui.
2. Pendidikan
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan
(informasi), atau menyebarluaskan informasi yang bersifat mendidik kepada orang
lain. Penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima informasi akan
menambah pengetahuan tentang sesuatu yang diinginkan.
3. Instruksi
Fungsi instruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan instruksi
(mewajibkan atau melarang) penerima melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
diperintahkan.
4. Persuasi
Fungsi persuasi kadang disebut fungsi memengaruhi. Fungsi persuasi adalah
fungsi komunikasi yang menyebarluaskan informasi yang dapat memengaruhi
(mengubah) sikap penerima agar dia menentukan sikap dan perilaku yang sesuai
dengan kehendak pengirim.

Universitas Sumatera Utara

5. Menghibur
Fungsi hiburan adalah fungsi pengirim untuk mengirimkan pesan-pesan yang
mengandung hiburan kepada para penerima agar penerima menikmati apa yang
diinformasikan.

2.4. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu dari kata Information,
Education,

Communication

(IEC).

Tujuan

KIE

adalah

menginformasikan,

mempersuasi, mendidik dan membentuk perilaku (Ewles 1994 dalam Triamanah


2004).
KIE juga mengikut model yag telah diperkenalkan oleh David Berlo (1960
dalam Triamanah (2004) yaitu S-M-C-R dimana elemen-elemen yang terlibat
didalamnya adalah:
1.

Sourch (Pengirim pesan atau komunikator) yaitu seseorang atau sekelompok


orang atau organisasi/ institusi yang mengambil inisiatif mengirim pesan.

2.

Message (Pesan) berupa lambing atau tanda baik secara lisan maupun tulisan.
Namun dapat pula berupa gambar, angka bahkan gerakan.

3.

Channel (Saluran) yaitu sesuatu yang digunakan sebagai alat/media penyampai


pesan.

4.

Receiver (penerima atau komunikan) yaitu seseorang/sekelompok orang yang


menjadi sasaran penerima pesan.

Universitas Sumatera Utara

Model S-M-C-R ini kemudian disempurnakan menjadi model S-M-C-R-E-F dengan


menambahkan 2 (dua) elemen, yaitu:
1.

Effect: akibat/dampak dari hasil yang terjadi pada pihak penerima/komunikan


(target sasaran/target audiens)

2.

Feedback: umpan balik, yakni tanggapan balik dari pihak penerima/ komunikan
atas pesan ulang diterimanya. (Sendjaja, 1993) dalam Tiamanah (2004).

Untuk memahami effect dan feedback dalam model ini perlu ditambahkan satu
elemen lagi yaitu noise. Noise atau ganguan, adalah faktor-faktor fisik maupun
psikologi yang dapat mengganggu tau menghambat kelancaran proses komunikasi,
dengan kata lain noise dapat memengaruhi pengiriman, dan penerimaan pesan
maupun dampak pesan tersebut.

2.4.1. Pengelolaan KIE


Pengelolaan KIE dibagi tiga tahap pokok, yaitu:
1.

Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah:
- Mengumpulkan data
- Mengembangkan strategi
- Mengembangkan, mengujicoba, dan memproduksi bahan-bahan komunikasi.
- Membuat rencana pelaksanaan
- Menyiapkan pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

2.

Tahap Intervensi (pelaksanaan)


Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap
siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit
berbeda disesuaikan dengan perubahan keutuhan sasaran. Perubahan-perubahan
ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan
memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan.

3.

Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan penilaian)


Tahap monitoring dan evaluasi memberikan informasi kepada perencana
mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga
perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan, dengan adanya
pemantauan dan penilaian ini dapat diperoleh informasi-informasi megenai halhal yang perlu perbaikan dan juga bisa diketahui apakah kira-kira program akan
berhasil atau gagal.
Pengelolaan suatu komunikasi kesehatan seharusnya dilaksanakan dalam

bentuk kerjasama yang terkoordinasi antara pihak pemerintah atau pihak swasta.
Pihak swasta diharapkan profesionalisme dan fleksibilitas, sedangkan dari pihak
pemerintah kita mengharapkan wewenang dan wibawa yang dimiliki.

2.5. Konsep Perilaku


Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu
aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada

Universitas Sumatera Utara

kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan


lingkungan (Notoadmodjo, 1993).
Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang bersangkutan. Hal ini berarti
bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons terhadap
stimulus berbeda-beda pada setiap orang (Notoadmodjo, 2003).
Rogers dan Shoemaker (1971) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan
seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada
seseorang tersebut, yaitu:
1. Tahap Pengetahuan, yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu
inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2. Tahap Bujukan, yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang
membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia
mulai tertarik pada hal tersebut.
3. Tahap Putusan, yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau
menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4. Tahap Implementasi, yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah
dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5. Tahap Pemastian, yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan
putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Kenyataan pengalaman di lapangan ternyata proses orang mengadopsi peruban


perilaku tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini
akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh
sebab itu, Rogers dan Shoemaker (1978) merevisi kembali teorinya tentang
keputusan tentang inovasi menjadi 4 tahap, yaitu: (i) tahap pengetahuan, yaitu tahap
seseorang untuk memahami atau mengetahui suatu inovasi; (ii) tahap persuasi, yaitu
tahap peningkatan motivasi dalam menanggapi suatu inovasi sehingga mau dipersuasi
atau dibujuk untuk berubah; (iii) tahap keputusan, yaitu tahap seseorang untuk
membuat keputusan dalam menerima atau menolak suatu inovasi; dan (iv) tahap
penguatan, yaitu tahap seseorang untuk meminta dukungan dari lingkungannya atas
keputusan yang telah diambilnya.
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku kedalam tiga domain yang terdiri
dari domain cognitif, domain afectif dan domain psycomotor. Proses perkembangan
selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil
pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan psikomotor berupa
praktek atau tindakan (Notoatmodjo, 2003).

2.5.1. Pengetahuan (cognitif)


Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

Universitas Sumatera Utara

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan
lebih bertahan lama daripada yang tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
Potter (1993) dalam Notoadmodjo (2003), mengemukakan pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: (1) Tahu (know),
tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik
dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, (2)
Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan

secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar, (3) Aplikasi (application), aplikasi


merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi sebenarnya, (4) Analisa (analysis), analisa adalah suatu kemampuan
untuk memahami hubungan antara bagian dalam suatu pengorganisasian. Hal ini
membantu seseorang membedakan antara sesuatu yang penting dan yang tidak
penting, (5) Sintesis (synthesis), Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menggabungkan bagianbagian informasi sebagai suatu bentuk
keseluruhan yang baru, (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi adalah suatu kemampuan
untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi berdasarkan kriteria
tertentu.

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Sikap (affective)


Sikap merupakan kesiapan merespon ataupun menyesuaikan diri dalam bentuk
positif atau negatif terhadap objek, situasi dan stimuli sosial (Azwar, 1998). Sikap
dalam bentuk negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, membenci,
menghindari ataupun tidak menyukai keberadaan suatu objek. Sikap positif
memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati dan menerima objek
tersebut (Purwanto, 1999).
Sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan
konsep terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap
suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak, ketiga komponen ini secara
bersamasama membentuk sikap yang utuh (Allport, 1935 dalam Notoatmodjo,
2003).
Sikap yang terbentuk memiliki empat tingkatan, yaitu: menerima (receiving),
merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible),
menerima (receiving) diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek). Merespon berarti memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan, karena dengan usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan berarti dia menerima ide tersebut.
Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan masalah kepada orang lain dan bertanggung jawab (responsible)

Universitas Sumatera Utara

merupakan sikap menerima segala risiko yang terjadi terhadap keputusan yang telah
dipilih (Notoatmodjo, 1997).
Sikap mempunyai fungsi untuk membantu orang dalam memahami dunia
disekelilingnya, melindungi harga diri dengan memungkinkan menghindar dari
kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehubungan dengan diri mereka
serta untuk memungkinka orang mengekspresikan nilai atau pandangan hidup yang
mendasar.

2.5.3. Psikomotor atau tindakan (Psycomotor)


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Selain faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support). Tingkat-tingkat
praktek terdiri atas persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adaptasi
(Notoatmodjo, 1993).

2.6. Konsep Remaja


2.6.1. Definisi Remaja
Menurut Muangman (1980, dalam Sarwono, 2005) menyatakan bahwa WHO
mendefenisikan remaja berdasarkan tiga kriteria yaitu biologi, psikologi, dan sosial
ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut, remaja
adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual,


individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
2.6.2. Klasifikasi Remaja
Monks (1998) menyatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu
remaja awal (usia 12-15 tahun), remaja pertengahan (usia 15-18 tahun) dan remaja
akhir (usia 18-21 tahun). Menurut Blos (1962 dalam Sarwono, 2005) ada tiga tahap
perkembangan remaja dalam rangka penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu:
a. Remaja awal (early adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan yang
terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.
Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan
mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan
berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan pada remaja awal ini sulit
mengerti dan dimengerti orang dewasa.
b. Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narcistic, yaitu mencintai
diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan
dirinya. Selain itu remaja berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu

Universitas Sumatera Utara

harus memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis
atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya.
c. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian 5 hal, yaitu :
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentris (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya private self dan
masyarakat umum.
2.6.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Menyimpang pada Remaja
Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau
menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian.
Berikut ini faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja
(Yusuf, 2008), antara lain:
a. Perselisihan atau konflik orang tua (antar anggota keluarga)
b. Perceraian orang tua

Universitas Sumatera Utara

c. Kelalaian orang tua dalam mendidik anak (memberikan ajaran dan bimbingan
tentang nilai-nilai agama
d. Sikap perlakuan orang tua yang buruk terhadap anak
e. Kehidupan ekonomi yang morat-marit (miskin/fakir)
f. Kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok
g. Pergaulan negatif (teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang
memperhatikan nilai-nilai moral
h. Diperjualbelikannya minuman keras/ obat-obatan terlarang secara bebas
i. Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan porno
j. Penjualan alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol
k. Hidup menganggur
l. Kurang dapat memanfaatkan waktu luang

2.7. Penyalahgunaan NAPZA


2.7.1. Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA diluar anjuran dokter atau
tanpa indikasi medis untuk meminum atau menggunakannya (Gunawan, 2006).
Penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA adalah suatu sindrom atau kumpulan
fenomena fisiologis (lahiriah), perilaku dan kognitif akibat penggunaan zat psikoaktif
dan kesulitan mengendalikan perilakunya serta munculnya gejala toleransi atau
keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi dosis NAPZA yang lebih besar sampai
over dosis (melebihi takaran normal).

Universitas Sumatera Utara

2.7.1.1. Definisi NAPZA


NAPZA adalah singkatan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat adiktif
lainya.

NAPZA merupakan bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi

kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat


menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.

2.7.1.2. Narkotika
Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 diartikan dengan zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Narkotika terdiri dari 3 golongan:
1. Golongan I: narkotika yang hanya dapat digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, contoh:
heroin, kokain, ganja.
2. Golongan II: narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai

potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, contoh:

morfin, petidin.

Universitas Sumatera Utara

3. Golongan III: narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan


dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, contoh: kodein.

2.7.1.3. Psiktropika
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 2009, psikotropika adalah: zat atau
obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan:
1. Golongan I: psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh: ekstasi
2. Golongan II: psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh: amphetamine.
3. Golongan III: psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh phenobarbital.
4. Golongan IV: psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh:
diazepam, nitrazepam.

Universitas Sumatera Utara

2.7.1.4. Zat Adiktif


Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika dan psikotropika yang
bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif
adalah bahan atau zat yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan
psikis.
Yang termasuk zat adiktif adalah:
1. Minuman alkohol yang mengandung etanol etil alcohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Ada 3 golongan minimum beralkohol
a.

Golongan A: kadar etanol 1-5% (bir)

b.

Golongan B: kadar etanol 5-20% (berbagai minuman alkohol)

c.

Golongan C: kadar etanol 20-45% (whisky, vodka, manson house, johny)

2. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa
senyawa organik yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin, yang sering disalahgunakan adalah: lem, tiner,
penghapus cat kuku, bensin.
3. Tembakau: pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas
dimasyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol serig menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahanya.

Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Efek terhadap Perilaku yang Ditimbulkan dari NAPZA


Berdasarkan efek terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat
digolongkan menjadi 3 golongan:
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh.
Jenis membuat pemakaiannya menjadi: tenang dan bahkan tak sadarkan diri,
contohnya: opioda (morfin, heroin, codein), sedative (penenang), hipnotik (obat tidur)
dan transquilizer (anti cemas)
2. Golongan Stimultan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakaiannya menjadi aktif, segar dan
bersemangat, contoh: amphetamine (shabu, ekstasi) dan cocain
3. Golongan Halusinogen
Merupakan jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan, pikiran dan sering kali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu, contoh: kanabis (ganja).

Universitas Sumatera Utara

2.7.3. Jenis dan Efek yang ditimbulkan NAPZA


1. Kokain
Kokain

merupakan

alkaloid

yang

didapatkan

dari

tanaman

belukar

Erytrocyclon coca yang berasal dari Amerika Selatan. Sebutannya daun tanaman
belukar tersebut biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek
stimulant. Cocaine hydrocheroide merupakan zat perangsang yang sangat kuat yang
terbentuk dari kristalisasi bubuk putih yang disuling dari daun tanaman belukar
tersebut biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimultan.
2. Ganja
Ganja sering pula disebut dengan canabis, yakni sejenis tanaman yang
mengandung zat delta 9, yakni tetrahydrocannabinol (THC). Istilah yang sering
digunakan untuk menyebutkan istilah yang sering digunakan untuk menyebutkan
istilah ganja ini antara lain adalah rumput, grass, gelek, daun jayus, gum, cimeng,
marijuana dan lain-lain. Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan ganja ini,
antara lain adalaah hilangnya konsentrasi (suka bengong), peningkatan denyut
jantung, kehilangan keseimbangan, rasa gelisah dan panik, sering menguap
(mengantuk), cepat marah (temperamental), perasaan tidak tenang dan tidak
bergairah, paranoid (kecurigaan berlebihan).
3. Heroin
Heroin (diamorphine) adalah candu yang berasal dari opium poppy (papaver
somniverum). Heroin dapat berbentuk serbuk putih, sekalipun biasanya ditemukan

Universitas Sumatera Utara

juga warna kecoklatan. Heroin biasanya dapat dikenal dengan istilah hero, scag. gear,
smack atau horse. Candu atau heroin merupakan zat kebal tubuh (analgesik) yang
efektif dengan pengaruh penenang diri (sedative). Efek negatif, yang antara lain:
tertariknya bola mata (miosis), mengalami mual- mual, muntah, gatal- gatal, perasaan
tegang, hidung dan mata berair.
5. Puttaw
Puttaw merupakan sejenis heroin dengan kadar yang lebih rendah (heroin kelas
lima atau enam) zat ini berasal dari opium. Istilah ini kadang digunakan untuk
menyebutkan nama narkotika ini adalah putih, white, bedak, pete atau etep jenis obat
yang masuk dalam kategori puttaw ini adalah banana, dan snow white yang
berbentuk bubuk putih sampai ke coklat tua atau dapat pula berbentuk cair atau
larutan. Efek negatif yang ditimbulkan dari akibat mengkonsumsi puttaw ini antara
lain: terlihat sayu matanya, pupil mata melebar atau mengecil, disforia (rasa sedih
tanpa sebab), lemah tidak bertenaga/lesu, sering mengantuk/tidur, bicara cadel, mualmual, dan bersikap pendiam, daya ingat menurun, pemarah, sulit untuk
berkonsentrasi, bicara melantur, apatis.
6. Alkohol
Alkohol merupakan jenis minuman yang mengandung unsur kimia etil alcohol
atau etanol yang juga sering disebut grain alcohol. Etil alcohol atau etanol berbentuk
cairan jernih, tidak berwarna dan rasanya pahit. Alkohol dapat diperoleh dari hasil
fermentasi (peragian) oleh mikroorganisme dari gula, sari buah, biji-bijian, madu,

Universitas Sumatera Utara

umbi-umbian dan getah kaktus tertentu. Efek negatif yang muncul akibat dari
penyalahgunaan alkohol ini adalah sebagai berikut: berkurangnya kemampuan hati
dalam mengoksidasikan lemak, menimbulkan kanker, menyebabkan gangguan fungsi
hati, kecendrungan melakukan tindakan kriminal, rentan terhadap infeksi, hipertensi,
atau tekanan darah tinggi.
7. Shabu- shabu
Shabu-shabu adalah sebutan untuk zat atau bahan methamphetamine. Obat ini
dapat ditemukan dalam bentuk kristal, tidak mempunyai warna maupun bau. Shabushabu dikenal juga dengan istilah ice yang mempunyai pengaruh kuat terhadap
syaraf. Pengguna shabu-shabu akan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada
obat ini dan akan berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit jantung atau
bahkan kematian. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut nama shabushabu ini, antara lain: ice, kristal, ubas, mean, glass, quartz, hirropon. Efek yang
dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan shabu-shabu ini adalah impotensi, halusinasi,
kerusakan pada anggota tubuh, seperti pada liver, lambung, jantung,ginjal, sariawan
yang parah, pupil mata melebar, tekanan darah naik, keringat berlebih dengan rasa
dingin, mual dan muntah, agitasi psikomotor (hiperaktif triping), bicara melantur,
penyimpangan seks, sukar tidur (insomnia), hilang nafsu makan, kematian.
8. Ekstasi
Ekstasi merupakan obat bius yang diracik secara ilegal dalam bentuk kapsul
atau tablet. Ekstasi ini sering digunakan untuk menahan kantuk hingga dapat

Universitas Sumatera Utara

membuat tubuh memiliki energi yang melebihi kemampuan tubuh sebenarnya


danjuga bisa mengalami dehidrasi yang tinggi. Nama lain dari ekstasi ini adalah inex,
kucing, jenisnya yaitu apel atadin, elektrik, gober, butterfly yang berbentuk pil atau
kapsul yang berisi 3-4 methylendioksi methamphetamine (MOMA). Efek yang dapat
ditimbulkan dari penyalahgunaan ekstasi ini adalah hiperaktif, rasa haus yang sangat,
sering pusing, gemetar, detak jantung jantung yang cepat, rasa mual, dan muntah,
kehilangan nafsu makan, mata sayu dan pucat, dehidrasi, menggigil tak terkontrol,
gangguan pada liver, tulang, gigi, syaraf dan mata, daya ingat menurun, syaraf mata
rusak, sulit konsentrasi,.
9. Amphetamine
Amphetamine merupakan salah satu obat bius yang dapat ditemukan dalam
bentuk pil, kapsul ataupun bubuk. Obat menstimulasikan mood pengguna menjadi
tinggi. Nama lain dari amphetamine adalah speed, whiz, billywhiz, pep pils. Efek
yang dapat ditimbulkan adalah: berat badan menurun, terlihat seperti kurang tidur,
tekanan darah tinggi, detak jantung cepat dan tidak beraturan, mengalami ras takut,
serig pingsan karena kelelahan, gelisah.
10. Inhalant abuse
Inhalant merupakan senyawa organik yang berwujud gas atau zat pelarut yang
mudah menguap. Penggunaan obat ini membawa efek pada terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan otot-otot, urat syaraf, dan organ tubuh yang dapat
menimbulkan permasalahan sum-sum tulang, bahkan dapat menyebabkan mati

Universitas Sumatera Utara

mendadak yang disebabkan denyut jantung mendadak menjadi cepat, tidak beraturan
dan akhirnya terjadi gagal jantung. Pengguna obat biusini dikenal dengan sebutan
ngelem. Efek yang dapat ditimbulkan adalah: ingatan dan daya pikir berkurang,
mudah mengalami perdarahan dan luka, kerusakan pada sistem saraf utama, liver dan
jantung, sakit perut, sakit bila sedang buang air kecil, otot-otot cepat keram, sering
batuk.
11. LSD (Lisergic Acid )
Termasuk dalam golongan halusinogen, nama lain dari LSD adalah: acid, trips,
tabs, kertas. Bentuk biasa didapatkan dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil
sebesar seperampat perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang
berbentuk pil dan kapsul. Cara penggunaan: meletakkan LSD pada permukaan lidah,
dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudian, menghilanh setelah 8-12 jam. Efek yang
dapat ditimbilkan: terjadi halusinasi tempat, warna dan waktu sehingga timbul obsesi
yang sangat indah dan bahkan menyeramkandan lama-lama menjadikan penggunanya
paranoid.

2.7.4. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Badan Narkotika Nasional (2006), faktor penyebab penyalahgunaan
NAPZA terdiri dari tersedianya NAPZA, faktor kepribadian, faktor lingkungan, dan
faktor teman sebaya.

Universitas Sumatera Utara

2.7.4.1. Tersedianya NAPZA


Meningkatnya penyalahgunaan NAPZA disebabkan oleh tersedianya NAPZA
dimana-mana seperti; di pemukiman, sekolah SMP/SMU, kampus, di warung-warung
kecil pun ada, asal tahu tempatnya gampang mendapatkanya dan harganya relatif
terjangkau.

2.7.4.2. Faktor Kepribadian


Kepribadian dari hasil dan pengamatan terungkap bahwa ada tipe kepribadian
tertentu

dari

anak

yang

memiliki

kemungkinan

untuk

dengan

mudah

menyalahgunakan NAPZA: kepribadian ingin melanggar, suka mengambil resiko


berlebihan (karena kurang perhatian/reaksi terhadap suatu larangan), mudah kecewa,
mudah bosan atau jenuh, ingin dianggap sebagai orang hebat (menggunakan
obat/NAPZA agar memiliki perasaan superior dalam lingkungan pergaulannya,
mengalami kesulitan dalam bergaul mudah terbawa/ikut-ikutan menyalahgunakan
NAPZA sehingga dapat diterima dalam kelompok kawan-kawannya, tidak tahu
bagaimana mengambil keputusan yang bijaksana dan juga tidak dapat memahami dan
mengungkapkan perasaan hatinya pada orang lain. Menurut Diwanto (2006), faktor
kepribadian yang lemah, kurangnya kepercayaan diri, dorongan ingin tahu, ingin
mencoba, ingin meniru, dan ingin berpetualang, mengalami tekanan jiwa, tidak
mempunyai tanggung jawab, tidak memikirkan bahaya NAPZA, mengalami
kesunyian, keterasingan dan kecemasan.

Universitas Sumatera Utara

2.7.4.3. Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan yang memengaruhi penyebab penyalahgunaan NAPZA adalah :
a. Faktor keluarga: ada beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi anggota
keluarganya (terutama anak remaja) terlibat penyalahgunaan NAPZA.
Mereka adalah keluarga dengan ciri sebagai berikut keluarga yang memiliki
sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan NAPZA, keluarga
yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten
dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya. dan ibu bilang
tidak), keluarga dengan koflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik, keluarga
dengan orang tua otoriter yang menuntut anaknya harus menuruti apapun
kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan
dan masa depan anak itu sendiri tanpa memberi kesempatan untuk berdialog
dan menyatakan ketidaksetujuan, kematian orang tua (salah satu atau
keduanya), kedua orang tua berpisah atau bercerai, hubungan kedua orang
tua tidak harmonis (sering bertengkar), suasana rumah tangga yang tegang,
orang tua yang sibuk dan jarang berada dirumah, orang tua mengalami
kelainan kepribadian (mudah depresi, neuresis). Diwanto (2006), juga
menyebutkan adanya faktor keluarga yaitu keadaan dengan keluarga pecah,
orang tua terlalu memiliki, menguasai atau melindungi, mengarahkan atau
mendikte, orang tua tidak acuh dan tidak mengadakan pengawasan, orang

Universitas Sumatera Utara

tua terlalu memanjakan, orang tua terlalu sibuk baik karena mencari nafkah
ataupun karena karir.
b. Faktor sekolah: ternyata sukses dalam prestasi sekolah, dan mempunyai
unjuk kerja yang baik disekolah dapat menjadi pencegah seseorang menjadi
pengguna NAPZA. Hubungan yang baik dengan guru bisa menjadi
kekecewaan hubungan dengan orang tua. Faktor sekolah terkait dengan
faktor individu antara lain: rasa takut akan kompetisi dan kegagalan,
kebutuhan akan memberontak dan melawan, kebutuhan akan bereksperimen
kekuatan fisik dan psikis untuk mengetahui batas kekuatan dirinya,
kebutuhan pengalaman rasa nikmat dan asyik, kebutuhan untuk diterima
kelompok, kebutuhan akan pemuasan yang segera (instant), melarikan diri
(escape) melalui cara-cara yang salah, rasa bosan, penolakan terhadap
kemapanan, segala sesuatu serba dimungkinkan yaitu mudah mendapatkan
segala-galanya tanpa dituntut suatu tanggung jawab.
c. Faktor masyarakat: masyarakat dapat memengaruhi pola penggunaan
NAPZA, masyarakat yang tidak acuh, tidak peduli, longgarnya pengawasan
sosial masyarakat, lembaga penegakan hukum, banyaknya pelanggaran
hukum, penyelewengan dan korupsi, banyaknya pemutusan hubungan kerja,
pelayanan masyarakat yang buruk, menurunya moralitas masyarakat,
lingkungan pemukiman yang tidak mempunyai fasilitas tempat anak
bermain, menyalurkan hobinya, serta kreatifitasnya. Menurut Diwanto

Universitas Sumatera Utara

(2006), juga mengatakan faktor pemicu ketegangan jiwa dalam masnyarakat


seperti kemacetan lalu lintas, kenaikan harga-harga bahan pokok, polusi,
banyaknya pemutusan hubungan kerja, kemiskinan dan pengangguran.
2.7.4.4. Faktor Teman Sebaya
Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

alasan

pertama

mengapa

menyalahgunakan NAPZA, adalah karena teman sebaya. Kebanyakan pemakai mulai


berkenalan dengan obat dari kawan-kawannya. Penolakan terhadap tekanan ini dapat
mengakibatkan anggota yang menolak dikucilkan atau disepak dari kelompok.
Menurut Diwanto (2006), mengatakan faktor pengaruh teman sebaya, adanya satu
atau beberapa anggota kelompok teman sebaya yang menjadi pengedar NAPZA,
ajakan bujukan dan iming-iming teman sebaya, pelaksanaan dan tekanan kelompok
teman sebaya, bila tidak ikut melakukan penyalahgunaan NAPZA dianggap tidak
setia pada kelompok.

2.7.5. Dampak Penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA oleh remaja akan membawa dampak dan efek yang
negatif dan sangat berpengaruh pada perkembangan psikis, fisik, perilaku dan
kehidupan sosial, antara lain sebagai berikut :
a.

Kondisi psikis: sangat sensitif dan cepat bosan, emosinya naik turun, nafsu
makan tidak teratur atau tidak menentu, timbulnya perasaan depresi dan ingin
bunuh diri, gangguan persepsi dan daya pikir, menunjukkan sikap
membangkang.

Universitas Sumatera Utara

b.

Kondisi fisik: berat badan turun drastis, mata terlihat cekung dan merah, muka
pucat, dan bibir kehitam-hitaman, buang air besar dan buang air kecil kurang
lancar, sakit perut tanpa alasan yang jelas, gangguan impotensi, rawan
terinfeksi berbagai penyakit, seperti hepatitis, HIV/AIDS, gangguan fungsi
ginjal, pendarahan otak.

c.

Perilaku: malas dan sering meninggalkan tugas rutin, menunjukkan sikap tidak
peduli dan jauh dari keluarga, suka mencuri uang dan barang orang lain, selalu
kehabisan uang, takut kena air, sering berbohong dan ingkar janji,
mengeluarkan keringat berlebihan, gangguan terhadap prestasi disekolah,
kuliah dan pekerjaan.

d.

Kehidupan sosial: gangguan fungsi dalam anggota masyarakat, bekerja dan


sekolah, prestasi menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin
kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat, hubungan antara anggota
keluarga dan kawan dekat terganggu, memungkinkan terjadinya tindak
kriminal, keretakan rumah tangga sampai bercerai, melakukan pelanggaran,
baik norma sosial maupun hukum.

2.7.6. Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Hawari (2006) membagi penyalahgunaan NAPZA menjadi 3
golongan yaitu:
a.

Ketergantungan Primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang


pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil. Mereka ini

Universitas Sumatera Utara

sebetulnya dapat digolongkan orang yang menderita sakit (pasien) namun salah
atau tersesat ke NAPZA dalam upaya- upaya untuk mengobati dirinya sendiri
yang seharusnya meminta pertolongan ke dokter (psikiater). Golongan ini
memerlukan terapi dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.
b.

Ketergantungan Reaktif, yaitu terutama terdapat pada remaja karena dorongan


ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan,serta pengaruh
teman kelompok teman sebaya (peer group pressure). Mereka ini sebenarnya
merupakan korban (victim) golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasidan
bukannya hukuman.

c.

Ketergantungan Simtomatis, yaitu penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA


sebagai salah satu gejala tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya
terjadi pada orang dengan kepribadian antisosial (psikopat) dan pemakaian
NAPZA itu untuk kesenangan semata. Mereka dapat digolongkan sebagai
kriminal karena sering kali mereka juga merangkap sebagai pengedar (pusher).
Mereka ini selain memerlukan terapi juga rehabilitasi dan hukuman.

2.7.7. Upaya Promotif dan Preventif akan Bahaya Penyalahgunaan NAPZA


Beberapa upaya prevensi dan promosi akan bahaya penyalahgunaan NAPZA, yaitu:
1. Program Informasi
Suatu pesan yang sama sifatnya, misalnya pesan melalui media massa aan
diterima oleh pelbagai kelompok dalam masyarakat yang berbeda-beda pula,
sehingga timbul dampak yang tidak diinginkan. Materi dan cara memberikan

Universitas Sumatera Utara

informasi hendaklah sesuai dengan penerima informasi. Teknik menakut- nakuti


hanya efektif dalam keadaan terbatas.
2. Program Pendidikan Afektif
Bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, mendewasakan kepribadian,
meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang bijak, mengatasi
tekanan mental secara efektif, meningkatkan kepercayaan diri, menghilangkan
gambaran negatif mengenai diri sendiri dan meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal.
3. Program Penyediaan Pilihan yang Bermakna
Konsep ini bertujuan untuk mengalihkan penggunaan NAPZA kepada pilihan
lain yang diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi kebutuhan manusiawi yang
mendasar, fisik maupun psikologis. Kebutuhan yang dimaksud antara lain kebutuhan
ingin tahu, kebutuhan mengalami hal-hal baru dalam hidupnya, kebutuhan
terbentuknya identitas diri, kebutuhan akan bebas berfikir dan berbuat, kebutuhan
akan penghargaan serta kebutuhan diri diterima kelompok.
4. Pengenalan Dini dan Intervensi Dini
Mengenal dengan baik ciri-ciri anak yang mempunyai resiko tinggi akan
pengguna obat, termasuk mereka yang telah berada dalam taraf eksperimental. Segera
memberikan dukungan moril bila anak mengalami/menghadapi masa kritis dalam
hidupnya. Hal ini sangatlah penting peran guru BP dan orang tua, bila tidak dapat
teratasi segera dirujuk ke tenaga ahli.

Universitas Sumatera Utara

5. Program Latihan Keterampilan Psikososial


Latihan ini diterapkan atas dasar teori bahwa gangguan penggunaan obat
merupakan perilaku yang dipelajari seseorang dalam lingkup pergaulan sosialnya dan
mempunyai maksud dan makna tertentu bagi yang bersangkutan. Yang tergolong
dalam pelatihan ini antara lain:
a. Psychological

inoculation:

dalam

pelatihan

ini

diputar

film

yang

memperlihatkan bagaimana remaja mendapat tekanan dari pergaulannya agar


tidak merokok. Lalu dikembangkan sikap menentang dorongan dan tekanan
untuk merokok itu. Dalam hal ini dikemukakan persepsi yang salah mengenai
rokok dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh rokok baik bagi perokok sesaat
maupun kronis.
b. Personal and social skill training: kepada remaja dikembangkan suatu
keterampilan dalam menghadapi problema hidup menyebabkan mereka
mampu menolak suatu ajakan (just say NO) serta mengembangkan
keberanian dan keterampilan untuk mengekspresikan kebenaran sehingga ia
terbebas dari bujukan atau tekanan kelompoknya (Sudirman, 2001).

2.7.8. Penanggulangan
Beberapa terapi (pengobatan) pada pengguna Napza, adalah:
a. Terapi Medik Psikiatrik (detoksifikasi)
Metode ini berlaku untuk jenis heroin, kanabis, kokain, alkohol (minuman
keras), amphethamine, dan zat adiktif lainnya. Terapi detoksifikasi ini gunanya untuk

Universitas Sumatera Utara

menghilangkan racun NAPZA dari tubuh pasien dan penyalahgunaan NAPZA.


Terapi ini tergolong jenis major tranquilizer yang ditujukan terhadap gangguan
sistem neuro transmitter susunan saraf pusat (otak).
b. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini berkhasiat memperbaiki gangguan dan memulihkan fungsi neuro
transmitter pada susunan saraf pusat (otak), yaitu psikofarmaka golongan
tranquilizer.
c. Terapi Psikoterapi
Psikoterapi banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan yaitu:
1. Psikoterapi suportif: memberikan dorongan, semangat, dan motivasi agar
pasien penyalahguna NAPZA tidak merasa putus asa untuk berjuang
melawan ketagihan dan ketergantungannya.
2. Psikoterapi re-edukatif: memberikan pendidikan ulang yang maksudnya
yang memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
3. Psikoterapi rekonstruktif: memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami gangguan .
4. Psikoterapi kognitif: memulihkan kembali fungsi kognitif rasional yang
mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan yang
buruk.

Universitas Sumatera Utara

5. Psikoterapi psikodinamik: menganalisa dan menguraikan proses dinamika


kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang terlibat penyalahguna
NAPZA.
6. Psikoterapi keluarga: hubungan kekeluargaan dapat pulih kembali dalam
suasana harmonis dan religius sehingga resiko kekambuhan dapat dicegah.
d. Terapi medik somatik
Pengunaan obat-obat yang berkhasiat terhadap kelainan-kelainan fisik baik
sebagai akibat dilepaskannya NAPZA dari tubuh yaitu gejala putus NAPZA maupun
komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh akibat penyalahgunaan NAPZA.
e. Terapi psikososial
Terapi psikososial adalah upaya untuk memulihkan kembali kemampuan
adaptasi penyalahgunaan NAPZA dalam kehidupannya sehari-hari.
f. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap pasien penyalahguna NAPZA
memegang peranan penting, baik dari segi pencegahan tetapi maupun rehabilitasi.

2.7.9. Rehabilitasi
Pasien penyalahgunaan NAPZA menjalani program terapi dan komplikasi
medik selama satu minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan dengan
melanjutkan kepada program rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan
mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna NAPZA. Kembali sehat dalam
arti sehat fisik, psikologi, sosial dan spiritual/agama (Hawari, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.7.10. Pemakaian NAPZA


2.7.10.1. Definisi Pemakaian NAPZA
Pemakaian adalah proses atau pemakaian, penggunaan (Balai Pustaka, 1993).
Pemakaian terus menerus dan berlanjut akan mengakibatkan ketergantungan,
dependensi, adiksi atau kecanduan karena bermula ingin tahu, senang-senang/hurahura, sering kali pada awalnya pemakai berpikiran bahwa kalau hanya mencoba-coba
saja tidak mungkin bisa jadi kecanduan/ketagihan. Kenyataannya, walaupun hanya
coba-coba (experimental user), derajat pemakaian tanpa disadari akan meningkat
(intensive user) dan pada akhirnya akan menjadi sangat tergantung pada obat tersebut
(compulsory user).
2.7.10.2. Tiga Tingkatan Pemakaian NAPZA
Tingkatan pemakaian NAPZA yaitu:
1. User atau pengguna: tingkat cobacoba memakai. Mereka yang disebut pemula.
2. Abuser atau penyalahguna: tingkat mulai rutin memakai (kebiasaan).
3. Adiktif (ketergantungan): tingkat sudah kecanduan.
Pada tingkat abuser atau penyalah guna anak tersebut perlu dibawa kedokter
untuk mengeluarkan zatzat itu dari tubuhnya (detoksifikasi), harus juga dimasukkan
rehabilitasi NAPZA. Apalagi jika anak tersebut sampai tingkat adiktif atau
ketergantungan, karena biasa dua sampai tiga kali sehari (Nasution, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.8. Landasan Teori


Konteks penelitian pendidikan kelompok sebaya yang memengaruhi terhadap
pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba, mengacu
kepada konsep umum yang digunakan untuk menganalisis perilaku adalah konsep
dari Lewrence Green yang menjelaskan bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh tiga
faktor pokok baik individu maupun secara kolektif, masing-masing memiliki tipe
pengaruh yang berbeda terhadap perilaku yaitu: faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors) yang mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan
kesehatan sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya.

Faktor-faktor

pemungkin

(enabling

factors)

yang

mencakup:

ketersediaan sarana kesehatan, rumah sakit dan keterampilan tenaga kesehatan.


Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) yang meliputi:
faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh
berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi terhadap persistensi atau
penanggulangan perilaku tersebut.
Penelitian

ini

memodifikasikan

konsep

HL.

Bloom

(1974)

yang

mengemukakan tentang pendidikan kesehatan. Secara garis besar faktor-faktor yang


mempengaruhi

kesehatan,

baik

individu,

kelompok,

maupun

masyarakat,

dikelompokan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya (pengaruh) terhadap

Universitas Sumatera Utara

kesehatan, yaitu: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, keturunan. Gambar 2.1.


menyatakan hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan.
Keturunan

Pelayanan
Kesehatan

Lingkungan

Status Kesehatan

Perilaku

Predisposing
factors
(pengetahuan,
sikap,
kepercayaan,
tradisi,

Determinan Perilaku:
Faktor Internal:
tingkat kecerdasan,
tingkat emosional,
jenis kelamin
Faktor Eksternal:
lingkungan sekolah

Reinforcing
factors
(Keluarga,
kelompok
sebaya, guru,
petugas
kesehatan,
tokoh agama
dan masyarakat,
pengambil
kebijakan)

Enabling factors
(ketersediaan sumbersumber/ fasilitas)

Pendidikan Kesehatan
(Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi
Gambar 2.1. Kerangka Landasan Teori

Universitas Sumatera Utara

2.9. Kerangka Konsep


Kerangka konsep pada penelitian ini adalah:
X

Pendidikan Kelompok
Sebaya:
Komunikasi
Informasi
Edukasi

Pengetahuan
Sikap

Gambar 2.2. Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat menjelaskan defenisi konsep pada
variabel penelitian sebagai berikut bahwa Pendidikan Kelompok Sebaya yang
meliputi komunikasi, informasi dan edukasi yang dianalisis untuk melihat
pengaruhnya terhadap variabel Pengetahuan dan Sikap remaja tentang risiko
penyalahgunaan Narkoba. Menurut Allport (1954, dalam Notoatmodjo 2003)
sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), maka seseorang itu harus
mengetahui terlebih dahulu arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Peranan
penting dalam penentuan sikap seseorang adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan,
dan emosi. Pengetahuan yang dimiliki akan membawa seseorang untuk berpikir dan
bersikap terhadap objek perilaku.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai