Sayyid Hamid Husein Alk, Sejarah Alhabib Husin, belum diterbitkan, (disunting dari
bahasa Arab), Pontianak, 1970, hal 15.
johor. Setelah kurang lebih dua tahun di zohor, baginda kembali ke serawak. Namun ditengah
perjalanan pulang tersebut perahu baginda ditempa angina kencang sehingga terdanpar di
sukadana. Kedatangan Raja Tengah ke Tukadana disambut baik oleh Palembahan Sukadana.
Bahkan kemudian Raja Tengah diangkat menjadi wazir, setelah beberapa lama di sukadana
Raja Tengah berniat mengunjungi Sambas yang ketika itu masih berpusat di kota lama.
Kehadiran raja tengah disambut baik oleh ratu sepudak. Perangai baik yang ditunjukkan oleh
raja tengah mendorong ratu sepudak untuk lebih menjalin hubungan mereka. Hubungan erat
ini ditandai dengan menikahkan putra sulung raja tengah yaitu raden sulaiman dengan adek
bungsu raden sepudak yakni Mas Ayu Bungsu. Selama di Sambas, Raja Tengah menceritakan
sangat giat menyebarkan agama islam. Dalam waktu yang relative singkat banyak orang yang
memeluk agama islam.2
b. Islamisasi Pedalaman (Jalur Timur)
Sebuah manuskrip yang ditulis pada tahun 1241 H oleh pangeran Ratu Idrisi mencatat
bahwa Islam di kerajaan Sintang pertama kali di bawa oleh Muhammad Saman dari
Banjarmasin da cik Shamad dari Sarawak. Tidak ada catatan kapan dan bagaimana kedua
orng ini sampai ke Sintang. Menurut manuskrip itu, sebelum menjadi kerajaan Islam, Sintang
merupakan kerajaan Hindu. Islam pertama kali disebarkan di Sintang ketika kawasan itu
diperintah oleh seorang raja yang bernama Pangeran Agung Abang Pincin. Raja ini berhasil
diislamkan oleh Muhammad Saman dan cik Shamad. Setelah pangeran Agung wafat, Sintang
diperintah oleh putranya Pangeran Tunggal. Pada masa ini umat islam semakin bertamabah.
Pengajaran agama islam semakin ditingkatkan seperti pelaksanaan salat pada mulanya belum
diajarkan dan digalakkan.
c. Pola Islamisasi di Kalimantan Barat
Menurut Soedarto (Juniar Purba dkk, 2011) ada empat pola dalam islamisasi di Kalimantan
Barat.
1. Langsung , yakni seorang raja mendapat kesan langsung keutamaan seorang ulama
yang datang di kerajaanya, raja tersebut kemudian menyatakan keislamanya dan
mengajak seluruh pejabat kerajaan untuk memeluk islam.
2. Tidak langsung, penguasa local menerima baik kedatangan ulama penyebar islam dan
memberikan keleluasaan kepadanya unyuk mengajarkan islam, sebagian mereka lalu
di kawinkan dengan keluarga istana.
2
pemukiman di tepi pertemuan Sungai Kapuas Besar , Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai
Landak. Ia mengajak keluarga dan pengikutnya untuk meninggalkan Mempawah, kemudian
mereka berangkat dengan menggunakan 14 kapal atau perahu yang bernama Kakap. Di
malam gelap berhentilah mereka untuk menunggu hari siang. Tempat peristirahatan mereka
oleh penduduk dinamai dengan sebutan Kelapa tinggi segedong. Hampir- hampir mereka
mendirikan pusat kerajaannya di tempat ini. Karena tidak sesuai dengan maksud
Abdurrahman, maka berangkatlah mereka memutar haluan masuk sungai Kapuas Kecil.
3
J.U. Lontan, Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, Pemda TK.I Kal-Bar/Offset Bumi
Restu, Pontianak/Jakarta, Th. 1975, hal.228 - 229
4
Lisyawati Nurhcahyani, Kota Pontianak sebagai Bandar Dagang di Jalur Sutra , Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Jakarta , Th.1999, hal.11
Sepanjang menyusuri sungai Kapuas Kecil di daerah Batu Layang, tak henti-hentinya
gangguan mahluk-mahluk halus , alias hantu pontianak yang menakutkan, itu adalah salah
satu gangguan yang menghambat perjalanan mereka. Setelah memperoleh tempat yang dirasa
cocok, yaitu tempat jatuhnya peluru meriam yang telah ditentukannya maka dibangunlah
masjid yang sekarang terkenal dengan sebutan Masjid Jami Abdurrahman. 5
Kemudian setelah selesai baru didirikanlah keraton sebagai tempat tinggal raja dan
sekaligus sebagai pusat pemerintahannya. Keraton itu dikenal dengan nama keraton Kadriah,
Abdurrahman mengangkat dirinya sebagai pusat pemerintahannya. Keraton ini dikenal
dengan nama
menyebabkan kota Pontianak menjadi pilihan untuk bermigrasi yaitu, pertama sebagai pusat
pemerintahan Kalimantan Barat, kedua sebagai kota dagang, dan ketiga sebagai kota
pelabuhan. 8
Penduduk yang berurbanisasi di Kalimantan Barat semakin bertambah tiap tahun,
sementar disisi lain perkembangan kota pontianak justru kurang menarik minat bagi suku
Dayak. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan dari suku Dayak bahwa hakekat dari
pada hidup adalah sebagai petani. Untuk itu, mereka lebih tertarik mencari lahan pertanian di
daerah pedalaman, yang belum banyak dihuni orang.
Kota Pontianak yang berada di persimpangan sungai, membagi wilayahnya menjadi
beberapa bagian, yaitu Pontianak Timur, dan Utara, di sebelah timur Sungai Kapuas,
Pontianak Barat dan Selatan di sisi lain. Dari pembagian wilayah menyebabkan adanya
kecenderungan dalam sistim pelapisan sosial. Di sebelah timur pelapisan sosial cenderung
didasarkan pada agama dan keturunan. Keluarga raja yang bergelar Syarif maupun Syarifa
menduduki lapisan atas, sedang rakyat biasa menduduki tempat kedua atau lapisan bawah.
Sedangkan wilayah sebenarnya cenderung memandang penguasa sebagai lapisan atas, alim
ulama tokoh masyarakat dan orang-orang kaya sebagai golongan menengah. Golongan
bawah diduduki petani, pedagang kecil, buruh dan lain-lainnya. Dalam pergaulan sehari-hari
pun begitu terasa kesenjangan di antara warga dari pelapisan tersebut.Warga yang lebih tinggi
merasa kurang sesuai bergaul bebas dengan warga dari pelapisan yang rendah, begitu pula
sebaliknya.9
b. Keadaan Ekonomi
c. Keadaan Budaya
Salah satu dasar budaya yang penting adalah agama. Unsur ini sangat penting bagi
masyarakat pribumi, terutama untuk meniti hidup dalam mencapai kebahagiaan baik metrial
maupun spiritual. Pada dasarnya sistim kebudayaan di Kalimantan Barat dapat dibagi
menjadi tiga :
Sistim Budaya Penduduk Asli
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan Barat, penduduk asli telah memiliki unsur-unsur
budaya tersendiri yang mengatur kehidupan mereka. Mereka sering menyebutnya sebagai
sistim budaya etnis. Dimana mereka menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Sistim Budaya Hindu/Budha
Sistim ini berlaku di kalangan kerajaan-kerajaan tradisional sebelum kedatangan
Islam di Kalimantan Barat. Dimana pada saat itu, nilai-nilai kharismatik dari seorang raja
masih sangat di junjung tinggi, sehingga apa yang dilakukan rajanya menjadi panutannya.
Sistem kerajaan Hindu/Budha ini pernah hidup di kerajaan Tanjungpura, Sintang, Sanggau,
dan lain-lain.
Sistim Budaya Islam
Budaya Islam memasuki kerajaan setelah masuknya budaya Hindu dan Budha.
Masuknya budaya Islam dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat, karena agama Islam
tidak mengenal apa yang disebut strata atau tingkatan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan Islam, membuat agama ini berkembang pesat
di kota kota seperti Pontianak, Sintang, Sanggau, Sambas, Mempawah, dan Ketapang.
Perkembangan budaya daerah dapat dilihat dari banyaknya didirikan sanggar-sanggar
tari Dayak maupun Melayu din Pontianak. Ditambah lagi upaya pemerintah untuk tetap
melestarikan upacara-upacara tradisional daerah seperti Naik Dango, Gawai, Balenggang
tumbang apam, Robo-robo, dan lain sebagainya.
Bidang Kesenian
Kesenian yang bernafaskan Islam mulai dikenal oleh penduduk yang mulai memeluk agama
Islam, seperti:
a) Membaca berzanji, yaitu membaca solawat dengan iringan rebana dan kemudian radat dan
zapin, merupakan perwujudan seni yang mempunyai unsur keagamaan.
b) Menenun, merupakan salah satu bentuk hasil karya seni dari suku Melayu yang berdiam di
daerah pantai maupun suku Dayak di pedalaman. Perbedaannya terletak pada bahan yang
ditenun atau corak dan motif yang ditenun.
c) Cap kerajaan bertuliskan huruf-huruf Arab adalah huruf-huruf resmi kerajaan.
Peninggalan-Peninggalan
Peninggalan yang masih bisa kita jumpai hingga saat ini yakni :
a. Keraton Kadriah
Didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie bin Al Habib Husain Alqadrie ketika
beliau membuka pemukiman baru.
b. Masjid JamiAbdurrahman
Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman. Pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Usman dibangun kembali dan tetap dijadikan masjid kesultanan.
Demi mengabadikan Abdurrahman sebagai pembuatnya, maka dijadikanlah namanya sebagai
nama masjid itu. Terdrir dari enam tiang kokoh yang melambangkan rukun iman, dan 4 atap
yang melambangkan sahabat nabi. Menurut Zein (1999: 317), Masjid Jami Abdurrahaman
selain dijadikan tempat ibadah, juga dijadikan sebagai tempat penyebaran dan penggalian
ilmu-ilmu Islam.
D.Penutup
1.Kesimpulan
2.Saran
Daftar Pustaka :
Alqadrie, Syarif Ibrahim dan Pandil Sastrowardoyo, 1984. Sejarah Sosial Daerah
Kotamadya
Irsyad, Muhammad. Dalam skripsi Tinjauan Arsitektur Kota Pontianak. 2008 . Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Indonesia.
Lisyawati Nurcahyani, Pembayun Sulistyorini dan Hasanudin, 1999. Kota Pontianak Sebagai
Bandar Dagang di Jalur Sutra, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Wahab Sambasi, Sejarah Peradaban Islam, Pontianak: Stain Pontianak Press, 2011.