Anda di halaman 1dari 14

Vol. 3 No.

2, Juli Desember 2015


ISSN: 2303-2235, E-ISSN: 2476-8820

PENGARUH PENILAIAN RGEC TERHADAP KINERJA PERBANKAN YANG


TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2010-2014
Andry Tri Lesamana
Yulian Belinda Ambarwati
STIE Perbanas Surabaya

ABSTRACT
Bank is an institution that has the main purpose of financial to connect or to raise public funds
(customer) and distribute funds and provide other banking services. The purpose of this research is to
determine and analyze the level of health banks using RGEC assessment of the banking companies listed in
Indonesia Stock Exchange 2010-2014. The number of samples used is 17 out of 35 foreign exchange banks.
The sampling technique used is purposive sampling and the data used in this research is secondary data by
looking at the financial reports and GCG sampled bank reports. This research using logistic regression.
Results from this research that the ratio of Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR),
Good Corporate Governance (GCG), Return on Assets (ROA), net interest margin (NIM) and the Capital
Adequacy Ratio (CAR) can be used to predict the level of health banks just using ROA and NIM ratio,
because the significance value below 0.05 (5%), while the NPL, LDR, GCG and CAR ratio can not be used
to predict the level of health banks due to the significance value above 0.05 (5%).
Keywords :

The level of health banks, bank foreign exchange, bank financial ratios, logistic regression.

PENDAHULUAN
Bank merupakan sebuah lembaga yang mempunyai
tujuan utama yaitu mengintermediasi keuangan
atau untuk menghimpun dana masyarakat
(nasabah) dan menyalurkan dana serta memberikan
pelayanan jasa bank lainnya. Sebagai badan usaha
dalam
bidang
keuangan
yang
sangat
mengutamakan kepercayaan dari nasabah dan guna
memperlancar kegiatan yang dilakukan oleh
perbankan, maka kinerja yang baik dalam lembaga
perbankan tersebut sangatlah penting karena sangat
berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah.
Profesionalisme dalam kegiatan suatu lembaga
perbankan akan sangat mendukung dalam
kesejahteraan para stackholder dan tentunya akan
meningkatkan nilai lembaga perbankan.
Seiring dengan berkembangnya zaman,
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
pengelolahan dana maka sangat dibutuhkannya
informasi-informasi tentang kinerja keuangan
dalam perbankan. Terdapat beberapa indikator
dalam penilaian kinerja keuangan perbankan. Salah
satu sumber menyatakan indikator dasar penilaian
adalah dari laporan keuangan bank yang
bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Laporan keuangan bank yang telah dianalisis lebih
lanjut akan lebih bermanfaat bagi pihak-pihak yang
IARN (iarn. detikjogja. com)

membutuhkannya. Kegiatan menganalisis laporan


keuangan suatu perusahaan maka diperlukan rasio
keuangan sebagai alat pengukuran analisisnya.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 6/10/PBI/2004 Tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian
kesehatan bank dan penilaian kinerja bank
biasanya
menggunakan
metode
CAMELS
(Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity,
dan Sensitivity to Market Risk). Namun mulai
Januari 2012 seluruh Bank Umum di Indonesia
sudah harus menggunakan pedoman penilaian
tingkat kesehatan bank yang terbaru. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011
yaitu: Tentang Penilaian Tingkat Kesahatan Bank
Umum. Pedoman penilaian tingkat kesehatan bank
tersebut menggunakan metode RGEC, yaitu Risk
Profile, Good Corporate Governance (GCG),
Earning, dan Capital. Tujuannya adalah agar
perusahaan perbankan mampu mengidentifikasi
permasalahan lebih dini, melakukan tindak lanjut
perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta
menerapkan good corporate governance dan
manajemen risiko.
Maka mengacu pada latar belakang yang
telah ditemukan dan uraian di atas maka penelitian
ini mengangkat judul PENGARUH PENILAIAN
80

Lesamana & Ambarwati


RGEC TERHADAP KINERJA PERBANKAN
YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 20102014.
RERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
Pengertian Bank Devisa
Terdapat beberapa jenis bank salah satunya yaitu
dapat dilihat dari segi status terdapat bank devisa,
dan non devisa. Bank devisa sendiri merupakan
bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang
asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar
negeri.
Laporan Keuangan
Laporan keuangan bank pada umumnya terdiri atas
neraca dan laporan rugi laba. Laporan keuangan
bank, terutama bagi analisis ekstern merupakan
sumber informasi penting untuk mengetahui dan
menganalisa keadaan keuangan suatu bank.
Laporan keuangan merupakan salah satu
sumber informasi yang dapat dipercaya dan
mendukung dalam usaha untuk menganalisa
tingkat kesehatan bank. Laporan keuangan pada
pokoknya merupakan laporan pertanggungjawaban
direksi dalam satu periode tertentu atau hasil usaha
periode tertentu atau hasil usaha bank yang
dipimpinnya. Oleh karena itu disini Akan
dikemukakan mengenai laporan keuangan, yaitu
bahwa dua daftar yang disusun oleh akuntan pada
akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar
itu adalah pendapatan atau daftar rugi laba. Pada
waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi
perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar
ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang
tidak dibagikan atau laba ditahan (Munawir,
1995:5).
Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan bank merupakan bentuk
pertanggungjawaban manajemen terhadap pihakpihak yang berkepentingan dengan kinerja bank
yang dicapai selama periode tertentu (Ismail,
2010:15). Laporan keuangan pada dasarnya adalah
hasil akhir dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat dalam berkomunikasi
antara data keuangan atau aktivitas perusahaan
dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan
data atau aktivitas perusahaan tersebut sebagai
bahan pertimbangan di dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang
lengkap terdiri dari :
a. Neraca
b. Laporan Komitmen dan Kontijensi
IARN (iarn. detikjogja. com)

c.
d.
e.
f.

Laporan Laba Rugi


Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Arus Kas
Catatan atas Laporan Keuangan

Kinerja Keuangan
Laporan Keuangan Bank bertujuan untuk
meyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja bank, perubahan posisi
keuangan, arus kas serta informasi-informasi
lainnya yang bermanfaat bagi pengguna laporan
keuangan (Ismail, 2010:14). Kinerja keuangan
bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank
pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dananya.
Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan
dengan kekuatan serta kelemahan suatu
perusahaan. Kekuatan tersebut dipahami agar dapat
dimanfaatkan dan kelemahan pun harus diketahui
agar dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan
(Kusumo, 2007).
Kinerja Perbankan
Pengertian kinerja menurut Prawirosentono
(1997:1) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing, dalam upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika. Kinerja bank merupakan ukuran
keberhasilan bagi direksi bank sehingga apabila
kinerja bank buruk maka bukan tidak mungkin
para direksi ini akan diganti. Apalagi dengan
banyaknya kinerja bank yang fluktuatif dan selalu
adanya bank yang bangkrut maka penilaian kinerja
bank merupakan faktor yang penting untuk
dilakukan.
Financial Distress
Pengertian dari financial distress yaitu gejalagejala awal sebelum terjadinya suatu kebangkrutan
pada perusahaan. Kondisi financial distress sebagai
suatu kondisi dimana perusahaan mengalami
delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas
negatif berturut-turut serta perusahaan telah di
merger.

Pengukuran Tingkat Kesehatan Bank


Penilaian tingkat Kesehatan Bank dapat dikukur
dengan menggunakan beberapa rasio untuk faktor
yang dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan
faktor yang hanya dapat diukur secara kualitatif
81

Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 3 No. 2, Juli Desember 2015


dan menyangkut manajemen Bank telah disebutkan
pada laporan publikasi Bank yang bersangkutan.
Berikut ini adalah pengukuran Tingkat Kesehatan
Bank:
Profil Risiko (Risk Profil) terdiri dari:
a. Risiko Kredit
b. Risiko Pasar
c. Risiko Liquiditas
d. Risiko Operasional
e. Risiko Hukum
f. Risiko Stratejik
g. Risiko Kepatuhan
h. Risiko Reputasi
Good Corporate Governance (GCG):
Faktor penilaian GCG merupakan faktor yang
diukur secara kualitatif, yang merupakan faktor
penilaian tentang kualitas manajemen bank atas
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Pelaksanaan
prinsip-prinsip GCG berpedoman pada ketentuan
Bank Indonesia mengenai pelaksanaan GCG bagi
Bank Umum.
Rentabilitas (Earnings) terdiri dari :
a. Return On Assets (ROA)
b. Net Interest Margin (NIM)
Permodalan (Capital) terdiri dari:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Pengaruh Risk Terhadap Tingkat Kesehatan
Bank
Penilitian ini untuk variabel Risk menggunakan
Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas saja. Risiko
Kredit yaitu Non Performing Loan (NPL) dan
Risiko Likuiditas yaitu Loan To Deposito Rasio
(LDR).
Non Performing Loan
Variabel ini digunakan untuk mengetahui kondisi
dimana terjadinya kredit bermasalah seperti
terjadinya kredit macet, kredit kurang lancar dan
kredit diragukan pada suatu perusahaan. Jika Non
Performing Loan (NPL) suatu perusahaan semakin
tinggi maka akan membuat kualitas kredit bank
menjadi buruk yang menyebabkan jumlah kredit
macet, kredit kurang lancar dan kredit diragukan
semakin besar juga. Rasio Non Performing Loan
(NPL) semakin tinggi maka akan menyebabkan
keuangan perusahaan perbankan terganggu,
Sehingga jika Non Performing Loan (NPL)
semakin besar maka berpengaruh positif terhadap
financial distress. Kesimpulan ini didukung oleh
82

penelitian Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang


menyebutkan rasio Non Performing Loan (NPL)
mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi
financial distress. Peneliti beranggapan bahwa
banyak dana yang dikeluarkan oleh pihak Bank
untuk debitur dalam pemberian kredit, banyak para
debitur tidak dapat mengembalikan dana yang telah
dipinjam sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Dengan demikian keadaan ini dapat
berdampak buruk pada kondisi keseimbangan
keuangan perusahaan perbankan. Kesimpulan ini
juga didukung oleh penelitian Nugroho (2012)
yang menyatakan bahwa rasio Non Performing
Loan (NPL) pengaruh positif terhadap financial
distress. Hal ini didasari dari pemikiran bahwa
perusahaan perbankan yang mengalami kredit
bermasalah
akan
membuat
pihak
Bank
mengeluarkan biaya yang besar, baik biaya
pencadangan aktiva produktif maupun biaya
lainnya sehingga berakibat pada potensi kerugian
Bank.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1: NPL dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kesehatan bank.
Loan To Deposito Rasio (LDR)
Menurut Dendawijaya (2005:118), Loan To
Deposito Rasio (LDR) tersebut menyatakan sejauh
mana kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, sejauh
mana pemberian kredit kepada nasabah kredit
dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera
memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik
kembali uangnya yang telah digunakan oleh pihak
bank. Sehingga jika rasio Loan To Deposito Rasio
(LDR) semakin besar maka berpengaruh positif
terhadap financial distress. Kesimpulan ini
didukung oleh penelitian Bestari dan Rohman
(2013) yang menyatakan bahwa rasio Loan To
Deposito Rasio (LDR) berpengaruh positif
terhadap financial distress. Hal ini didasari dari
pemikiran bahwa rasio LDR akan mempengaruhi
tingkat profitabilitas bank dalam kesempatan
mendapatkan bunga dari kredit yang diberikan,
sehingga semakin besar kredit yang disalurkan
akan meningkatkan pendapatan bank, namun pada
kenyataannya kredit yang diberikan terlalu tinggi
dan akhirnya mengganggu likuiditas bank.
Kesimpulan ini juga didukung oleh penelitian
Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa rasio
Loan To Deposito Rasio (LDR) berpengaruh
IARN (iarn. detikjogja. com)

Lesamana & Ambarwati


positif terhadap financial distress. Hal ini
disebabkan karena jumlah kredit yang diberikan
bank relatif rendah sedangkan dana yang dihimpun
bank tinggi yang menyebabkan biaya bunga yang
ditanggung relatif lebih tinggi dari pendapatan
bunga sehingga probabilitas bank mengalami
kebangkrutan menjadi tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2: LDR dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kesehatan bank.
Pengaruh Good Corporate Governance Tingkat
Kesehatan Bank
Good Corporate Governance (GCG) dibuat untuk
mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang
besar dalam strategi perusahaan dan untuk
memastikan jika kesalahan itu terjadi maka dapat
diperbaiki dengan segera. Jika Good Corporate
Governance (GCG) semakin baik maka
berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Hanifah
dan Purwanto (2013) yang menunjukan bahwa
Good Corporate Governance (GCG) berupa
anggota dewan direksi, kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap financial distress. Hal ini didasari
pemikiran bahwa anggota dewan direksi yang
semakin banyak, kepemilikan manajerial yang
semakin meningkat dan kepemilikan institusional
yang semakin besar maka akan mampu menangani
permasalah seperti agency cost, Asymmetric
Information dan menimbulkan keselarasan
kepentingan. Kesimpulan ini tidak didukung oleh
penelitian Wardhani (2006) yang menunjukan
bahwa Good Corporate Governance (GCG) berupa
anggota dewan direksi berpengaruh positif
terhadap kondisi financial distress. Hal ini didasari
pemikiran bahwa anggota dewan direksi yang
semakin banyak justru akan memperparah masalah
koordinasi dan komunikasi sehingga perusahaan
tidak dapat mengambil keputusan yang tepat untuk
dapat menyelamatkan perusahaan dengan cepat.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 3: GCG dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kesehatan bank.
Pengaruh
Earning
Terhadap
Tingkat
Kesehatan Bank
Variabel
Earning
dalam
penelitian
ini
menggunakan rasio keuangan berupa Return on
Assets (ROA) dan Net Interest Margin (NIM).
IARN (iarn. detikjogja. com)

Return on Assets (ROA)


Menurut Dendawijaya (2005:118) Return on Assets
(ROA) merupakan Rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak)
secara keseluruhan. Semakin besar Return on
Assets (ROA) suatu bank semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan
semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan asset. Sehingga jika Return on Assets
(ROA) semakin besar maka berpengaruh negatif
terhadap financial distress. Kesimpulan ini
didukung
oleh
penelitian
Almilia
dan
Herdiningtyas (2005) yang menyebutkan rasio
Return on Assets (ROA) mempunyai pengaruh
negatif dalam kondisi financial distress. Peneliti
beranggapan bahwa keuntungan yang tinggi (laba
sebelum pajak) dapat digunakan pihak Bank untuk
mengatasi permasalahan perusahaan perbankan
yang dialami, seperti menutupi kerugian sementara
yang diakibatkan oleh kredit bermasalah.
Kesimpulan ini juga didukung oleh penelitian
Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa rasio
Return on Assets (ROA) mempunyai pengaruh
negatif terhadap financial distress. Hal ini didasari
dari pemikiran bahwa aset Bank yang biasanya
terlalu tinggi untuk dialokasikan pada pinjaman
dapat dikendalikan dengan baik oleh pihak Bank
dan modal yang dimiliki oleh Bank dapat
ditingkatkan, dengan demikian keadaan perusahaan
perbankan terhadap kegagalan menjadi kecil.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 4: ROA dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kesehatan bank.
Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) merupakan Rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan Perbankan
dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih dari
aktiva produktif. Semakin besar rasio Net Interest
Margin (NIM) maka terjadi peningkatan
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola bank. Sehingga jika Net Interest Margin
(NIM) semakin besar maka berpengaruh negatif
terhadap financial distress. Kesimpulan ini
didukung
oleh
penelitian
Almilia
dan
Herdiningtyas (2005) yang menyebutkan rasio Net
Interest Margin (NIM) mempunyai pengaruh
negatif terhadap kondisi financial distress. Peneliti
beranggapan bahwa meningkatnya aktiva produktif
berupa kredit lancar akan meningkatkan juga
pendapatan bunga bersih yang akan diterima oleh
pihak Bank. Dengan meningkatnya dana berupa
83

Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 3 No. 2, Juli Desember 2015


pendapatan bunga bersih pihak Bank akan
terhindar dari gangguan keuangan. Kesimpulan ini
juga didukung oleh penelitian Nugroho (2012)
yang menyatakan bahwa rasio Net Interest Margin
(NIM) berpengaruh negatif terhadap financial
distress. Peneliti beranggapan bahwa pendapatan
bunga bersih dari aktiva produktif semakin
meningkat dikarenakan pendapatan bunga bersih
ini tidak hanya diterima dari pinjaman yang
diberikan tetapi juga dari aktivitas lainnya seperti
surat-surat berharga, obligasi pemerintah dan
penyertaan saham.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 5: NIM dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kesehatan bank.
Pengaruh Capital Terhadap Tingkat Kesehatan
Bank
Variabel
Capital
dalam
penelitian
ini
menggunakan rasio keuangan berupa Capital
Adequacy Ratio (CAR). Menurut Dendawijaya
(2005:121) Capital Adequacy Ratio (CAR)
merupakan Rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri Bank,

seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan


lain-lain. Sehingga jika Capital Adequacy Ratio
(CAR) semakin besar maka berpengaruh negatif
terhadap financial distress. Kesimpulan ini
didukung oleh penelitian Bestari dan Rohman
(2013) yang menyebutkan rasio Capital Adequacy
Ratio (CAR) mempunyai pengaruh negatif
terhadap kondisi financial distress. Hal ini terjadi
karena bank yang mengalami masalah akan
dianjurkan oleh Bank Indonesia untuk melakukan
merger atau akuisisi sehingga menyebabkan
tambahan modal akan lebih besar. Kesimpulan ini
juga didukung oleh Nugroho (2012) yang
menyatakan bahwa rasio Capital Adequacy Ratio
(CAR) berpengaruh negatif terhadap financial
distress. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa
seluruh Bank telah memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan Bank Indonesia yaitu setiap Bank harus
memiliki CAR paling sedikit sebesar 8 %,
peraturan ini berdasarkan kepada ketentuan yang
ditetapkan oleh BIS (Bank for International
Settlements).
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 6: CAR dapat digunakan untuk
mengukur
tingkat
kesehatan
bank.

Gambar 1
Kerangka Pemikiran
NPL
LDR
GCG

Tingkat Kesehatan Bank

ROA
NIM
CAR
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu
data yang diambil dari laporan keuangan tahunan
yang telah diterbitkan dan dipublikasi oleh
Perusahaan perbankan devisa pada periode 20102014. Data sekunder adalah sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara. Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
84

telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan.


Sumber data diperoleh dari situs resmi Bank
Indonesia dan situs resmi Bursa Efek Indonesia.
Menurut Sarwono (2006:123) data sekunder
merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita
tinggal mencari dan mengumpulkan.
Penelitian ini menggunakan analisis dan
jenis data bersifat kuantitatif tentang beberapa
Perusahaan Perbankan Devisa yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia dalam jangka waktu 20102014. Menurut Noor (2011:38) penelitian
IARN (iarn. detikjogja. com)

Lesamana & Ambarwati


kuantitatif merupakan metode untuk menguji teoriteori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar
variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu : NPL, LDR, GCG, ROA, NIM, dan CAR.
Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah perusahaan yang
diteliti yaitu hanya Perusahaan Perbankan Devisa
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
kurun waktu tertentu yaitu 2010-2014.
Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari beberapa variabel bebas (independent
variables) dan variabel terikat (dependent
variables).
Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang
diduga mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan dari timbulnya variabel dependen.
Beberapa variabel independen yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
X1
: Non Performing Loan (NPL)
X2
: Loan to Deposito Ratio (LDR)
X3
: Good Corporate Governance (GCG)
X4
: Return on Assets (ROA)
X5
: Net Interest Margin (NIM)
X6
: Capital Adequacy Ratio (CAR)

Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan


semakin buruk Tingkat Kesehatan Bank. Rasio ini
dapat diukur dengan menggunakan rumus Non
Performing Loan/NPL.

Faktor Risk Profile juga dapat diukur dengan


menggunakan rasio Risiko likuiditas, dimana rasio
ini dapat digunakan untuk menilai likuiditas suatu
bank. Semakin tinggi rasio ini maka semakin
rendah juga kemampuan likuiditas bank. Sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah akan semakin besar. Rasio ini dapat
diukur dengan menggunakan rumus Loan to
Deposit Ratio/LDR.

Variabel Independen (X)


Variabel idependen yang digunakan yaitu
menggunakan analisis Risk profile, Good
Corporate Governance, Earning, dan Capital,
yang terdiri dari:

Faktor Good Corporate Governance (GCG)


Prinsip-prinsip GCG dan focus penilaian terhadap
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG berpedoman
pada ketentuan Bank Indonesia mengenai
pelaksanaan GCG bagi Bank Umum dengan
memperlihatkan karakteristik dan kompleksitas
usaha Bank. Penilaian rasio Good Corporate
Governance (GCG) dapat dilihat melalui nilai
komposit yang telah dilampirkan oleh perusahaan
bersangkutan di Annual Report (laporan tahunan)
atau laporan GCG perusahaan yang telah
dipublikasikan. Hasil nilai komposit dalam GCG
akan dikategorikan dalam 5 peringkat yaitu:
a. Nilai komposit < 1,5 yang mencerminkan Bank
dalam keadaan sangat baik.
b. Nilai komposit 1,5 komposit < 2,5 yang
mencerminkan Bank dalam keadaan baik.
c. Nilai komposit 2,5 komposit < 3,5 yang
mencerminkan Bank dalam keadaan cukup
baik.
d. Nilai komposit 3,5 komposit < 4,5 yang
mencerminkan Bank dalam kurang baik.
e. Nilai komposit 4,5 komposit 5 yang
mencerminkan Bank dalam keadaan tidak baik.

Faktor Risk Profile (Profil Risiko)


Faktor Risk Profile dengan menggunakan indikator
pengukuran pada faktor risiko kredit. Faktor risiko
kredit ini dapat menunjukkan kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit
bermasalah yang diberikan oleh pihak bank.

Nilai komposit ini terdiri dari komponenkomponen yang telah diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP/2013
yaitu:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan
komisaris;

Variabel Dependen
variabel dependen adalah variabel yang
memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan
terhadap variabel independen. Variabel dependen
dalam penelitian ini yaitu: Tingkat Kesehatan
Bank, dimana Tingkat Kesehatan Bank ini
diproksikan pada pengukuran Financial Distress.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

IARN (iarn. detikjogja. com)

85

Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 3 No. 2, Juli Desember 2015


b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;


Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
Penanganan benturan kepentingan;
Penerapan fungsi kepatuhan;
Penerapan fungsi audit intern;
Penerapan fungsi audit ekstern;
Penerapan manajemen risiko termasuk sistem
pengendalian intern;
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related
party) dan penyediaan dana besar (large
exposures);
j. Transparansi kondisi keuangan dan non
keuangan Bank, laporan pelaksanaan GCG, dan
pelaporan internal; dan
k. Rencana strategis Bank.
Faktor Earnings (Rentabilitas)
Earning yaitu penilaian kemampuan bank dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan. Faktor
rentabilitas ini dapat diukur menggunakan rasio
Return on Assets (ROA), dimana ROA ini
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh laba sebelum
pajak yang dihasilkan dari rata-rata total asset bank
yang bersangkutan. Rumus yang digunakan dalam
rasio ini yaitu :

Selain Return on Assets (ROA), rentabilitas ini


juga menggunakan rasio Net Interest Margin
(NIM). Dimana rasio ini dapat digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengelola aktiva produktif untuk menghasilkan
pendapatan bunga bersih. Rumus yang digunakan
dalam mengukur rasio ini yaitu :

Faktor Capital (Permodalan)


Capital (permodalan), yaitu metode penilaian bank
berdasarkan permodalan yang dimiliki bank
dengan menggunakan rasio Capital Adequacy
Ratio (CAR). Rasio ini dapat diukur menggunakan
rumus :

86

Variabel Dependen (Y)


Variabel dependen (Y) yaitu digunakan untuk
mengidentifikasi Tingkat Kesehatan Perusahaan
dimana Variabel dependen ini akan diproksikan
terhadap Financial Distress.
Financial Distress yaitu kondisi di mana
hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk
memenuhi kewajiban perusahaan. Meurut Zaki et
al (2011) kondisi perusahaan perbankan yang
mengalami financial distress akan dikelompokkan
dengan kriteria:
a. Jika perubahan nilai ekuitas, perubahan nilai
ROA dan perubahan nilai NIM pada
perusahaan perbankan dibawah atau sama
dengan nilai median dari seluruh observasi,
maka perusahaan perbankan tersebut telah
mengalami kondisi financial distress dan
diberikan kode 1.
b. Jika perubahan nilai ekuitas, perubahan nilai
ROA dan perubahan nilai NIM pada
perusahaan perbankan diatas nilai median dari
seluruh observasi, maka perusahaan perbankan
tersebut tidak mengalami kondisi financial
distress dan diberikan kode 0.
Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan
Data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang
digunakan yaitu metode purposive sampling.
Syarat sampling yang ditetapkan agar bank dapat
masuk menjadi sampel adalah:
1. Bank yang telah menerima surat penunjukan
dari Bank Indoneia untuk dapat melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam bentuk valuta
asing.
2. Bank yang terus eksis dan masih ada selama
tahun periode 2010-2014.
3. Mempunyai laporan keuangan yang dimana
memiliki tahun buku yang berakhir 31
desember dan telah melalui proses audit.
4. Bank yang melaporkan nilai komposit sebagai
penilaian dari Good Corporate Governance.
5. Bank yang tidak beralih status menjadi
kelompok Bank lain.
Data dan Metode Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan data sekunder, yaitu data yang
didapat tidak secara langsung, melainkan didapat
dari berbagai sumber yang mempunyai hubungan
dengan penelitian ini yang telah diolah dan
dipublikasikan. Data yang dipublikasikan tersebut
berupa data kuantitatif yaitu data yang berupa
angka-angka (dalam skala numerik). Data yang
IARN (iarn. detikjogja. com)

Lesamana & Ambarwati


digunakan berupa data sekunder laporan keuangan
bank pemerintah yang terdaftar di BEI yang
berupa: laporan laba/rugi dan neraca. Sumber data
yang digunakan berasal dari sumber data eksternal.
Dapat diambil dari data-data yang telah
dipublikasikan seperti internet ataupun literatur
yang telah dipublikasikan.
Teknik Analisis Data
Model Fit ini digunakan untuk menilai model yang
dihipotesakan fit dengan data penelitian. Penilaian
model fit ini dibagi sebagai berikut:
a. Fungsi Likelihood
Likelihood dari model adalah probabilitas bahwa
model yang dihipotesakan menggambarkan data
input dalam penelitian. Fungsi dari Likelihood
digunakan untuk menguji hipotesis nol dan
alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL.
Statistik -2LogL dapat digunakan untuk
menentukan jika variabel bebas ditambahkan
kedalam model apakah secara signifikan
memperbaiki model fit.
b. Cox dan Snells R Square dan Negelkerkes R
Square
Cox dan Snells R Square merupakan ukuran yang
mencoba meniru ukuran R pada multiple
regression yang berdasarkan pada teknik estimasi
Likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1
(satu)
sehingga
sulit
diinterprestasikan.
Nagelkerkes R square merupakan modifikasi dari
koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampe 1 (satu). Hal
ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan
Snells R dengan nilai maksimumnya. Cox dan
Snells ini digunakan untuk mencari seberapa besar
variabilitas variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabilitas variabel independen.

diterima dan berarti bahwa model mampu


memprediksi nilai observasinya atau dapat
dikatakan model dapat diterima karena cocok
dengan data observasinya.
d. Table Klasifikasi
Tabel klasifikasi 2 X 2 menghitung nilai estimasi
yang benar (correct) dan salah (incorrect). Pada
kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel
dependen dan hal ini sukses (1) dan tidak sukses
(0), sedangkan pada baris menunjukkan nilai
observasi sesungguhnya dari variabel dependen
sukses (1) dan tidak sukses (0). Pada model yang
sempurna, maka semua kasus akan berada pada
diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan
100%.
Jika
model
logistik
memiliki
homoskedastisitas, maka prosentase yang benar
(correct) akan sama untuk kedua baris.
e. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis analisis ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat. Pengujian hipotesis dilakukan
dengan cara membandingkan antara nilai
probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan
lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah
signifikan pada tingkat 5% maka berarti H0 ditolak
dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel bebas
berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya
variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, apabila
jika angka signifikansi lebih besar dari 0,05 atau
5% maka berarti H0 diterima, yang berarti bahwa
variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap terjadinya variabel terikat.

c. Hosmer dan Lemeshows Goodness of Fit test


Hosmer dan Lemeshows Goodness of Fit test
menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok
atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik
Hosmer and Lemeshows Goodness of Fit test
sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis
nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan
antara model dengan nilai observasinya sehingga
goodnesss fit model tidak baik karena model tidak
dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai
statistik Hosmer and Lemeshows Goodness of Fit
test lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol
IARN (iarn. detikjogja. com)

87

Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 3 No. 2, Juli Desember 2015


HASIL PENELITIHAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Tabel 1
Deskripsi Financial Distress
Kondisi keuangan
Tahun
Frekuensi Prosentase
Financial Distress
2010-2014
17
20
(Skor = 1)
Financial Distress
2010-2015
68
80
(Skor = 0)
Total
85
100
Sumber: Data diolah
financial distress, sedangkan kondisi yang
tergolong non financial distress yaitu 68 atau 80%.
Financial Distress
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 85 Perusahaan
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas Perusahaan
Perbankan Devisa terdapat sebanyak 17 atau 20%
Perbankan Devisa pada tahun 2010-2014 tergolong
bank devisa yang tergolong dalam kondisi
dalam
kondisi
non
financial
distress.
Tabel 2
Analisis Deskriptif
Rata-Rata
Kondisi
NPL
LDR
GCG
ROA
NIM
CAR
Keuangan
Financial Distress
1,516471 83,405294 1,897059 0,104118 3,744706 16,441765
(Skor = 1)
Non Financial
Distress
1,412072 81,223824 1,539338 1,967206 5,503824 15,917500
(Skor = 0)
Sumber: Data diolah
Net Performing Loan (NPL)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean NPL tahun
2010-2014 pada Bank Devisa yang mengalami
kondisi financial distress adalah sebesar 1.51,
sedangkan nilai mean NPL 2010-2014 pada bank
devisa yang mengalami non financial distress
adalah sebesar 1.41. Hal ini menunjukkan bahwa
pada tahun 2010-2014 nilai NPL Perusahaan
Perbankan Devisa yang tergolong dalam kondisi
financial distress lebih tinggi daripada nilai NPL
Perusahaan Perbankan Devisa yang tergolong
dalam kondisi non financial distress.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean LDR
tahun 2010-2014 pada Bank Devisa yang
mengalami kondisi financial distress adalah
sebesar 83.40, sedangkan nilai mean LDR 20102014 pada bank devisa yang mengalami non
financial distress adalah sebesar 81.22. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2014 nilai
LDR Perusahaan Perbankan Devisa yang tergolong
dalam kondisi financial distress lebih tinggi
daripada nilai LDR Perusahaan Perbankan Devisa
88

yang tergolong dalam kondisi non financial


distress.
Good Corporate Governance (GCG)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean GCG
tahun 2010-2014 pada Bank Devisa yang
mengalami kondisi financial distress adalah
sebesar 1.90, sedangkan nilai mean GCG 20102014 pada bank devisa yang mengalami non
financial distress adalah sebesar 1.54. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2014 nilai
GCG Perusahaan Perbankan Devisa yang
tergolong dalam kondisi financial distress lebih
tinggi daripada nilai GCG Perusahaan Perbankan
Devisa yang tergolong dalam kondisi non financial
distress.
Return On Assets (ROA)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean ROA
tahun 2010-2014 pada Bank Devisa yang
mengalami kondisi financial distress adalah
sebesar 0.10, sedangkan nilai mean ROA 20102014 pada bank devisa yang mengalami non
financial distress adalah sebesar 1.97. Hal ini
IARN (iarn. detikjogja. com)

menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2014 nilai


ROA Perusahaan Perbankan Devisa yang
tergolong dalam kondisi financial distress lebih
rendah daripada nilai ROA Perusahaan Perbankan
Devisa yang tergolong dalam kondisi non financial
distress.
Net Interest Margin (NIM)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean NIM
tahun 2010-2014 pada Bank Devisa yang
mengalami kondisi financial distress adalah
sebesar 3.74, sedangkan nilai mean NIM 20102014 pada bank devisa yang mengalami non
financial distress adalah sebesar 5.50. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2014 nilai
NIM Perusahaan Perbankan Devisa yang tergolong
dalam kondisi financial distress lebih rendah
daripada nilai NIM Perusahaan Perbankan Devisa

Lesamana & Ambarwati


yang tergolong dalam kondisi non financial
distress.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean CAR
tahun 2010-2014 pada Bank Devisa yang
mengalami kondisi financial distress adalah
sebesar 16.44, sedangkan nilai mean CAR 20102014 pada bank devisa yang mengalami non
financial distress adalah sebesar 15.91. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2014 nilai
CAR Perusahaan Perbankan Devisa yang tergolong
dalam kondisi financial distress lebih tinggi
daripada nilai CAR Perusahaan Perbankan Devisa
yang tergolong dalam kondisi non financial
distress.

Analisis Pengujian Hipotesis


Tabel 3
Hasil Uji Model Fit
Uji Model Fit

Hasil

-2 Log Likelihood
Block 0
Block 1
Cox and Snell R square dan Nagelkerke R Square
Cox and Snell R Square
Nagelkerke R Square
Hosmer and Lemeshows Goodness of Fit Test
Chi-Square
Signifikansi
Tabel Klasifikasi
Presentase Keseluruhan
Sumber: Data diolah
Menilai Keseluruhan Model (Model Overall Fit)
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai -2 Log
Likelihood awal tanpa variabel bebas yang
dimasukkan kedalam model maka muncul angka
85.068. Setelah variabel bebas dimasukkan
kedalam model maka muncul angka 46.778. Hasil
ini membuktikan bahwa nilai -2 log Likelihood
mengalami pengurangan dari model awal menuju
ke model akhir, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa model regresi logistic pada penelitian ini
telah fit atau telah sesuai dengan data.
Koefisien Determinasi (Cox and Snell R Square
dan Nagelkerke R Square)
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai Cox and Snell R
Square adalah sebesar 0.363 dan nilai Nagelkerke
IARN (iarn. detikjogja. com)

85.068
46.778
0.363
0.573

7.709
0.359
91.8

R Square 0.573. Hal ini menjelaskan bahwa


variabilitas kondisi financial distress pada
Perusahaan Perbankan Devisa tahun 2010-2014
yang dijabarkan oleh variabilitas Non Performing
Loan (NPL), Loan To Deposito Ratio (LDR), Good
Corporate Governance (GCG), Return On Asset
(ROA), Nit Interest Margin (NIM), Dan Capital
Adequacy Ratio (CAR) sebesar 0.573 atau 57.3%
untuk sisanya yaitu sebesar 42.7% dapat dijabarkan
oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Menguji Kelayakan Model Regresi (Hosmer and
Lemeshows Goodness of Fit Test)
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai Hosmer and
Lemeshows Goodness of Fit Test adalah
menghasilkan nilai Chi-square sebesar 7.709
89

Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 3 No. 2, Juli Desember 2015


dengan nilai signifikansi 0.359. Dimana nilai ini
Devisa yang tergolong didalam kondisi financial
lebih besar dari 0.05 (5%0, sehingga dari hasil ini
distress terdapat 11 Bank Devisa (64.7%) yang
dapat disimpulkan bahwa model regresi logistic
dapat diklasifikasikan secara benar oleh model
yang digunakan telah layak untuk dianalisis
regresi logistic.
selanjutnya karena model ini dapat memprediksi
Secara keseluruhan telah diketahui bahwa
nilai observasinya.
ketepatan klasifikasi dari model regresi logistik
pada penelitian ini adalah sebesar 91.8%. Hal ini
menunjukkan model regresi logistic pada
Tabel Klasifikasi
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 68 Bank Devisa
penelitian ini mempunyai ketepatan yang tergolong
tergolong didalam kondisi non financial distress
sangat baik untuk memprediksi financial distress
terdapat 67 Bank Devisa (98.5%) yang
pada Perusahaan Perbankan Devisa tahun 2010diklasifikasikan secara benar oleh model regresi
2014.
logistic. Sedangkan sisanya yaitu dari 17 Bank

Variabel
NPL
LDR
GCG
ROA
NIM
CAR
Constant
Sumber: Data diolah

Tabel 4
Hasil Regresi Logistik
Koefisien (B)
Wald
-0.568
2.217
-0.013
0.047
1.449
0.914
-1.748
0.682
-0.929
0.427
-0.013
0.065
4.879
5.989

Non Performing Loan (NPL)


Variabel Non Performing Loan (NPL) memiliki
nilai koefisien sebesar
-0,568 dan nilai
signifikansi sebesar 0.136. Sehingga dapat
dikatakan variabel NPL tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kondisi financial distress pada
Perusahaan Perbankan Devisa, dikarenakan nilai
signifikansi sebesar 0.136 > 0,05. Maka dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis
pertama penelitian (H1) yang beranggapan variabel
NPL dapat digunakan untuk memprediksi financial
distress, tidak dapat diterima (ditolak).
Loan To Deposito Ratio (LDR)
Variabel Loan To Deposito Ratio (LDR) memiliki
nilai koefisien sebesar
-0,013 dan nilai
signifikansi sebesar 0.780. Sehingga dapat
dikatakan variabel LDR tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kondisi financial distress pada
Perusahaan Perbankan Devisa, dikarenakan nilai
signifikansi sebesar 0.780 > 0,05. Maka dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua
penelitian (H2) yang beranggapan variabel LDR
dapat digunakan untuk memprediksi financial
distress, tidak dapat diterima (ditolak).
Good Corporate Governance (GCG)
Variabel Good Corporate Governance (GCG)
memiliki nilai koefisien sebesar 1.449 dan nilai
90

Sig.
0.136
0.780
0.113
0.010
0.030
0.838
0.415

Exp (B)
0.567
0.987
4.257
0.174
0.395
0.987
131.456

signifikansi sebesar 0.113. Sehingga dapat


dikatakan variabel GCG tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kondisi financial distress pada
Perusahaan Perbankan Devisa, dikarenakan nilai
signifikansi sebesar 0.113 > 0,05. Maka dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis
ketiga penelitian (H3) yang beranggapan variabel
GCG dapat digunakan untuk memprediksi
financial distress, tidak dapat diterima (ditolak).
Return On Asset (ROA)
Variabel Return On Asset (ROA) memiliki nilai
koefisien sebesar -1.748 dan nilai signifikansi
sebesar 0.010. Sehingga dapat dikatakan variabel
ROA berpengaruh secara signifikan terhadap
kondisi financial distress pada Perusahaan
Perbankan Devisa, dikarenakan nilai signifikansi
sebesar 0.010 < 0,05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hipotesis keempat penelitian
(H4) yang beranggapan variabel ROA dapat
digunakan untuk memprediksi financial distress,
dapat diterima (diterima).
Net Interest Margin (NIM)
Variabel Net Interest Margin (NIM) memiliki nilai
koefisien sebesar -0.929 dan nilai signifikansi
sebesar 0.030. Sehingga dapat dikatakan variabel
NIM berpengaruh secara signifikan terhadap
IARN (iarn. detikjogja. com)

kondisi financial distress pada Perusahaan


Perbankan Devisa, dikarenakan nilai signifikansi
sebesar 0.030 < 0,05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hipotesis kelima penelitian
(H5) yang beranggapan variabel NIM dapat
digunakan untuk memprediksi financial distress,
dapat diterima (diterima).
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki
nilai koefisien sebesar -0.013 dan nilai signifikansi
sebesar 0.838. Sehingga dapat dikatakan variabel
CAR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kondisi financial distress pada Perusahaan
Perbankan Devisa, dikarenakan nilai signifikansi
sebesar 0.838 > 0,05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hipotesis terakhir penelitian
(H6) yang beranggapan variabel CAR dapat
digunakan untuk memprediksi financial distress,
tidak dapat diterima (ditolak).
Pembahasan
Non Performing Loan (NPL)
Variabel Non Performing Loan (NPL) merupakan
kondisi dimana terjadinya kredit bermasalah
seperti terjadinya kredit macet, kredit kurang
lancer, dan kredit diragukan. Semakin tinggi Non
Performing Loan (NPL) maka akan menyebabkan
keuangan perusahaan perbankan terganggu,
sehingga jika Non Performing Loan (NPL)
semakin besar maka berpengaruh positif terhadap
financial distress. Sedangkan semakin rendah Non
Performing Loan (NPL) maka akan menunjukkan
manajemen mampu mengatur kredit yang
diberikan kepada nasabahnya, sehingga jika Non
Performing Loan (NPL) semakin rendah maka
berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Penelitian ini memiliki nilai rata-rata NPL
untuk kondisi Bank dengan kategori financial
distress tinggi dibandingkan nilai rata-rata NPL
untuk kondisi Bank dengan kategori non financial
distress. Hasil pengujian statistik model regresi
logistik untuk nilai signifikan diatas taraf
signifikan 0,05. Sehingga dapat dikatakan variabel
NPL tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kondisi financial distress pada Perusahaan
Perbankan, maka hipotesis pertama tidak dapat
diterima (H1= ditolak).
Loan To Deposito Ratio (LDR)
Menurut Dendawijaya (2005:118) Loan To
Deposito Rasio (LDR) tersebut menyatakan sejauh
mana kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
IARN (iarn. detikjogja. com)

Lesamana & Ambarwati


sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, sejauh
mana pemberian kredit kepada nasabah kredit
dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera
memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik
kembali uangnya yang telah digunakan oleh pihak
bank. Sehingga jika rasio Loan To Deposito Ratio
(LDR) semakin tinggi maka berpengaruh positif
terhadap financial distress, sedangkan jika rasio
Loan to Deposito Ratio semakin rendah maka
berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Penelitian ini memiliki nilai rata-rata LDR
untuk kondisi Bank dengan kategori financial
distress lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata
LDR untuk kondisi Bank dengan kategori non
financial distress. Sedangkan hasil pengujian
statistik model regresi logistik untuk nilai
signifikan diatas taraf signifikan 0,05. Sehingga
dapat dikatakan variabel LDR tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kondisi financial
distress pada Perusahaan Perbankan, maka
hipotesis kedua tidak dapat diterima (H2= ditolak).
Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance (GCG) dibuat untuk
mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang
besar dalam strategi perusahaan dan untuk
memastikan jika kesalahan itu terjadi maka dapat
diperbaiki dengan segera. Sehingga jika Good
Corporate Governance (GCG) semakin tinggi
maka berpengaruh negatif terhadap financial
distress, sedangkan jika Good Corporate
Governance (GCG) semakin rendah maka
berpengaruh positif terhadap financial distress.
Penelitian ini memiliki nilai rata-rata GCG
untuk kondisi Bank dengan kategori financial
distress lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata
GCG untuk kondisi Bank dengan kategori non
financial distress. Sedangkan hasil pengujian
statistik model regresi logistik untuk nilai
signifikan diatas taraf signifikan 0,05. Sehingga
dapat dikatakan variabel GCG tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kondisi financial
distress pada Perusahaan Perbankan, maka
hipotesis ketiga tidak dapat diterima (H3= ditolak).
Return On Assets (ROA)
Menurut Dendawijaya (2005:118) Return on Assets
(ROA) merupakan Rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak)
secara keseluruhan. Semakin tinggi Return on
Assets (ROA) suatu bank semakin tinggi pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan
semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan asset. Sehingga jika Return on Assets
91

Indonesia Accounting Research Journal | Vol. 3 No. 2, Juli Desember 2015


(ROA) semakin tinggi maka berpengaruh negatif
distress lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata
terhadap financial distress, sedangkan jika Return
CAR untuk kondisi Bank dengan kategori non
on Assets (ROA) semakin rendah maka
financial distress. Sedangkan hasil pengujian
berpengaruh positif terhadap financial distress.
statistik model regresi logistik untuk nilai
Penelitian ini memiliki nilai rata-rata ROA
signifikan diatas taraf signifikan 0,05. Sehingga
untuk kondisi Bank dengan kategori non financial
dapat dikatakan variabel CAR tidak berpengaruh
distress lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata
secara signifikan terhadap kondisi financial
ROA untuk kondisi Bank dengan kategori financial
distress, maka hipotesis keenam tidak dapat
distress. Sedangkan hasil pengujian statistik model
diterima (H6 = ditolak).
regresi logistik untuk nilai signifikan dibawah taraf
signifikan 0,05. Sehingga dapat dikatakan variabel
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN
ROA dapat berpengaruh secara signifikan terhadap
SARAN
kondisi financial distress pada Perusahaan
Perbankan, maka hipotesis keempat dapat diterima
Kesimpulan
(H4= diterima).
Berdasarkan hasil analisis data yang telah
dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
Net Interest Margin (NIM)
berikut:
Net Interest Margin (NIM) merupakan Rasio yang
1. Rasio NPL tidak berpengaruh signifikan
digunakan untuk mengukur kemampuan Perbankan
terhadap kondisi financial distress sehingga
dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih dari
rasio NPL tidak dapat digunakan untuk
aktiva produktif. Semakin besar rasio Net Interest
memprediksi
financial
distress
pada
Margin (NIM) maka terjadi peningkatan
Perusahaan Perbankan Devisa.
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
2. Rasio LDR tidak berpengaruh signifikan
dikelola bank. Sehingga jika Net Interest Margin
terhadap kondisi financial distress sehingga
(NIM) semakin tinggi maka berpengaruh negatif
rasio LDR tidak dapat digunakan untuk
terhadap financial distress, sedangkan jika Net
memprediksi
financial
distress
pada
Interest Margin (NIM) semakin rendah maka
Perusahaan Perbankan Devisa.
berpengaruh positif terhadap financial distress.
3. Rasio GCG tidak berpengaruh signifikan
Penelitian ini memiliki nilai rata-rata NIM
terhadap kondisi financial distress sehingga
untuk kondisi Bank dengan kategori non financial
rasio GCG tidak dapat digunakan untuk
distress lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata
memprediksi
financial
distress
pada
NIM untuk kondisi Bank dengan kategori financial
Perusahaan Perbankan Devisa.
distress. Sedangkan hasil pengujian statistik model
4. Rasio ROA berpengaruh signifikan terhadap
regresi logistik untuk nilai signifikan dibawah taraf
kondisi financial distress sehingga rasio ROA
signifikan 0,05. Sehingga dapat dikatakan variabel
dapat digunakan untuk memprediksi financial
NIM dapat berpengaruh secara signifikan terhadap
distress pada Perusahaan Perbankan Devisa.
kondisi financial distress pada Perusahaan
5. Rasio NIM berpengaruh signifikan terhadap
Perbankan, maka hipotesis kelima dapat diterima
kondisi financial distress sehingga rasio NIM
(H5= diterima).
dapat digunakan untuk memprediksi financial
distress pada Perusahaan Perbankan Devisa.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
6. Rasio CAR tidak berpengaruh signifikan
Menurut
Dendawijaya
(2005:121)
Capital
terhadap kondisi financial distress sehingga
Adequacy Ratio (CAR) merupakan Rasio yang
rasio CAR tidak dapat digunakan untuk
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank
memprediksi
financial
distress
pada
yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
Perusahaan Perbankan Devisa.
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari
modal sendiri Bank, seperti dana masyarakat,
Keterbatasan Penelitian
pinjaman (utang) dan lain-lain. Sehingga jika
Dalam penelitian ini mempunyai keterbatasan yang
Capital Adequacy Ratio (CAR) semakin besar
disadari sendiri oleh penulis. Keterbatasan dalam
maka berpengaruh negatif terhadap financial
penelitian ini adalah berupa analisis Risk, Good
distress, sedangkan jika Capital Adequacy Ratio
Corporate Governance, Earning dan Capital tidak
(CAR) semakin rendah maka berpengaruh positif
digunakan semuanya dalam penelitian ini terutama
terhadap financial distress.
untuk Risk (risiko) yang seharusnya terdapat 8 Risk
Penelitian ini memiliki nilai rata-rata CAR
(risiko) tetapi yang digunakan dalam penelitian ini
untuk kondisi Bank dengan kategori financial
hanya 2 Risk (risiko) saja yaitu Risiko Kredit dan
92

IARN (iarn. detikjogja. com)

Risiko Likuiditas, dikarenakan Risiko Kredit dan


Risiko Likuiditas merupakan risiko yang dapat
diukur dengan perhitungan kuantitatif.
Saran

Peraturan
Bank
6/10/PBI/2004.
Peraturan
Bank
No.13/1/PBI/2011.

Lesamana & Ambarwati


Indonesia
(PBI)
No.

Indonesia

(PBI)

Saran untuk peneliti yang melanjutkan penelitian


ini adalah:
1. Peneliti selanjutnya memperluas sampel dalam
penelitiannya.
2. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan
variabel-variabel
independen
untuk
memprediksi financial distress terutama di
rasio Risk (risiko), karena dalam penelitian ini
dalam rasio Risk (risiko) hanya menggunakan
dua (2) variabel yaitu Risiko Kredit dan Risiko
Likuiditas.

Prawirosentono, Suyadi. 1999. Manajemen Sumber


Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE

DAFTAR PUSTAKA

Wardhani, Ratna. 2006. Mekanisme Corporate


Governance
Dalam
Perusahaan
Yang
Mengalami
Permasalahan
Keuangan
(Financially Distressed Firms). Simposium
Nasional Akuntansi 9 Padang, 1-26.

Almilia, Luciana Spica dan Winny Herdiningtyas.


2005. Analisis Rasio CAMEL Terhadap
Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga
Perbankan Perioda 2000-2002. Jurnal
Akuntansi & Keuangan, Vol. 7, No. 2.
Bestari, Adhistya Rizky dan Abdul Rohman. 2013.
Pengaruh Rasio CAMEL Dan Ukuran Bank
Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada
Sektor Perbankan (Studi Pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 20072011). Diponegoro
Journal of Accounting: 35-43.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/15/DPNP


Tanggal 29 April 2013 Perihal Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Yunanto, Adi Kusumo. 2007. Analisis Kinerja


Keuangan Bank Syariah Mandiri. Jurnal
Ekonomi Islam Vol II No.1 Juli.
Zaki, Ehab., Rahim Bah dan Ananth Rao (2011).
Assessing Probabilities Of Financial Distress
Of Banks In UAE. International Journal of
Managerial Finance Vol. 7 No. 3, pp. 304320.

Dendawijaya, Lukman. 2005. Managemen


Perbankan. Bogor : Ghalia Indonesia.
Hanifah, Oktita Earning dan Agus Purwanto. 2013.
Pengaruh Struktur Corporate Governance Dan
Financial Indicators Terhadap Kondisi
Financial Distress. Diponegoro Journal Of
Accounting: 648-662.
Ismail. 2010. Akuntansi Bank Teori dan Aplikasi
dalam Rupiah. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Nugroho, Vidyarto. 2012. Pengaruh CAMEL
Dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank.
Jurnal
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas Tarumanegara Jakarta.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Prenada Media Group.
IARN (iarn. detikjogja. com)

93

Anda mungkin juga menyukai