Lapkas Dengue Pirngadi READY
Lapkas Dengue Pirngadi READY
(110100462)
(110100444)
(110100260)
(110100296)
MUHAMMAD IHSAN
(110100033)
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal : 06 Februari 2016
Nilai
COW Pembimbing
COW Pembimbing
(dr. Juang)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul Dengue Haemorrhagic Fever.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, yakni dr. Guntur Ginting dan dr. Juang yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1
1.1.Latar Belakang...................................................................................1
1.2.Definisi...............................................................................................2
1.3.Epidemiologi
3
1.4.Etiologi...............................................................................................11
1.5.Patogenesis
11
1.6.Manifestasi Klinis
14
1.7.Diagnosis. 18
1.8.Diagnosis Banding
21
1.9.Penatalaksanaan
21
1.10.Kriteria Merujuk
28
1.11.Pencegahan dan Edukasi
29
1.12.Komplikasi
31
1.13.Prognosis 31
BAB 2 STATUS ORANG SAKIT ......................................................................32
BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN ...............................................41
BAB 4 DISKUSI KASUS .................................................................................48
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA...53
LAMPIRAN
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu sindrom keparahan dari demam
dengue yang ditandai dengan adanya manifestasi perdarahan. Penyakit ini disebabkan oleh
virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe:
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue. Demam berdarah dengue, bentuk sindrom yang
berat dari demam dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
seluruh dunia. Selama lebih dari tiga dekade, terjadi peningkatan yang drastis dari frekuensi
demam berdarah dengue. Dengue dapat ditemukan di daerah beriklim tropis maupun
subtropis di seluruh dunia, terutama di kawasan perkotaan dan pinggiran kota.1
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat seiring dengan meluasnya
infeksi ke wilayah yang baru. Setiap tahunnya, diperkirakan sebanyak 50 juta infeksi DBD
terjadi di berbagai belahan dunia dan sebanyak 500.000 penderita DBD memerlukan
perawatan rumah sakit dengan jumlah kematian sebesar 2,5% dari jumlah tersebut. Dalam
laporannya, WHO mencatat kejadian epidemik DBD pertama kali terjadi di Filipina pada
tahun 1953-1954.2,3
Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di kota Surabaya
dan Jakarta dengan jumlah total penderita sebanyak 58 orang dan 24 orang diantaranya
meninggal dunia. Sejak saat itu, jumlah kasus DBD terus mengalami peningkatan seiring
dengan meluasnya daerah endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota pada tahun 1968
menjadi 32 provinsi (97%) dan 382 kabupaten/kota (77%) pada tahun 2009. Pada tahun 2014,
sampai bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668
orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia.1,4
1.2 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu sindrom yang mengenai terutama anakanak di Asia Tenggara, dapat dibedakan dari demam dengue dengan manifestasi perdarahan
seperti trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta disebabkan oleh empat jenis virus dengue
yang memiliki antigen berbeda.4
1.3 Epidemiologi
4
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat seiring dengan meluasnya
infeksi ke wilayah yang baru. Diperkirakan sebanyak 50 juta orang terinfeksi DBD setiap
tahunnya dan sebanyak 2,5 miliar orang atau sekitar 40% populasi dunia bertempat tinggal di
daerah endemik DBD. Laporan dari WHO menyebutkan DBD menjadi endemik di lebih dari
100 negara di kawasan Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah dengan angka insindensi
infeksi DBD tertinggi.2,3
Gambar 1.2 Jumlah Rata-rata Kasus DBD per Tahun yang Terdata WHO Tahun 1955-20083
5
Setiap 10 tahun, jumlah rata-rata kasus DBD yang dilaporkan ke WHO terus mengalami
peningkatan. Dari tahun 2000 hingga 2008, jumlah rata-rata kasus DBD yang dilaporkan
berjumlah 1.656.870 kasus, sekitar 3,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan grafik pada tahun
1990-1999, dimana jumlah kasus DBD yang dilaporkan hanya sebesar 479.848 kasus.3
1.3.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Kawasan Asia Tenggara
Data WHO menyebutkan bahwa dari 2,5 miliar populasi penduduk di seluruh dunia yang
bertempat tinggal di daerah endemik DBD dan memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi
dengue, sebanyak 1,3 miliar penduduk bertempat tinggal di 10 negara yang berada di dalam
kawasan Asia Tenggara. Sampai tahun 2003, hanya 8 negara di kawasan Asia Tenggara yang
melaporkan kasus DBD.3
Gambar 1.3 Jumlah Kasus DBD dan Angka Morbiditasnya di Kawasan Asia Tenggara Tahun
1985-20093
Data statistik dari WHO-SEARO di atas menunjukkan jumlah kasus DBD mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, tingkat morbiditas kasus DBD
mengalami penurunan sejak tahun 1985 dan hal ini disebabkan oleh peningkatan kualitas
penanganan kasus DBD di kawasan Asia Tenggara.3
Gambar 1.4 Angka Insidensi DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 20091
Kasus DBD berdasarkan kelompok umur dari tahun 1993-2009 mengalami pergeseran.
Dari tahun 1993 hingga tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok
umur <15 tahun, tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar yang menderita DBD adalah
kelompok umur 15 tahun. Dari data statistik ini terlihat adanya perubahan pola penyakit
DBD, dimana dulu DBD cenderung menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, saat ini
telah menyerang seluruh kelompok umur, bahkan sebagian besar penderita DBD lebih
banyak berada dalam kelompok usia produktif.1
Gambar 1.5 Persentase Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 1993-20091
Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita lakilaki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463
orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan
bahwa risiko menderita DBD berdasarkan jenis kelamin hampir sama.1
Gambar 1.6 Persentase Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 20081
1.3.3. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Provinsi Aceh
Provinsi Aceh memiliki jumlah penduduk sebesar 4.726.001 jiwa, dengan jumlah
penduduk laki-laki sebesar 2.361.933 jiwa dan perempuan sebesar 2.364.068 jiwa. Jumlah
kasus DBD yang tercatat dalam laporan Depkes tahun 2012 adalah sebanyak 2.269 kasus
CFR=0.3%)
8
Grafik 3.17
Angka Kesakitan dan Kematian DBD
dengan kasus kematian Provinsi
sebanyak 7 kasus.
Kasus
DBD di
Provinsi
Aceh
memiliki IR sebesar
Aceh
tahun
2008
s/d
2012
48/100.000 penduduk dengan CFR sebesar 0.3%.5
14.famili
Angka
Kesakitan
Malariake
Flaviviridae.
DBD ditularkan
terinfeksi
virus Dengue. malaria
Virus Dengue
penyebab Demam
Dengue
Demam Berdarah
Di Indonesia
merupakan
salah
satu(DD),
penyakit
menular
yang
Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod
dengan
angka
API
(Annual
Parasite
Incidence).
mempunyai
4 jenis
serotipe,
yaitu: DEN-1,
DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4.6
1.5 Patogenesis
Virus Dengue
yang ditularkan
nyamuk
Aedes menyerang
organ
RES seperti
sel
Pemeriksaan
Sediaan
Daraholeh
yang
berjumlah
21.993.
Malaria
Positif
adalah
kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta
paru-paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus
masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organel-organel sel genom virus akan memulai
20
9
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin
yang berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai
fungsi fisiologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Secara in vitro antibodi
terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis komplemen,
Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent
Enhancement. Secara in vivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu:
1. Antibodi netralisasi memiliki serotype spesifik yang dapat mencegah infeksi infeksi
virus.
2. Antibodi non netralisasi memiliki peran reaksi silang dan dapat meningkatkan infeksi
yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Perubahan patofisiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh 2 teori yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis Antibody
Dependent Enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila
seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, maka akan terdapat kekebalan
terhadap infeksi virus jenis tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus
dengue antibodi yang terbentuk dapat menetralisir virus yang sama. Namun jika orang
tersebut mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus tersebut tidak
dapat dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan terbentuknya kompleks yang
infeksius antara antibodi heterolog yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang berbeda.
Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan reseptor gamma Fc pada sel
akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks antibodi meliputi sel makrofag
yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga
makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF- dan juga
Platelet Activating Factor Selanjutnya dengan peranan TNF- akan terjadi kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena endotel yang rusak, hal ini
dapat berakhir dengan syok. Proses ini juga menyertakan komplemen yang bersifat vasoaktif
dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma dan perdarahan yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik. Pada bayi dan anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang
lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh anak tersebut
telah terjadi Non Neutralizing Antibodies sehingga sudah terjadi proses Enhancing yang akan
memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF- juga PAF. Bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem hemostatik yang
akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. Pada teori kedua (ADE), terdapat 3
10
hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS yaitu antibodies enhance infection,
T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit. Teori ini menyatakan bahwa jika
terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat
menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Disamping kedua
teori tersebut, masih ada teori-teori lain yang berusaha menjelaskan patofisiologi DBD,
diantaranya adalah teori virus yang mendasarkan pada yang ditemukan berbeda antara satu
daerah dengan yang lainnya sedangkan teori antigen-antibodi mendasarkan pada kenyataan
bahwa terjadi penurunan aktifitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan C3,
C4, dan C5. Teori ini juga didukung dengan adanya pengaruh kompleks imun pada penderita
DBD terhadap aktifitas komponen sistem imun. Penelitian bahwa patogenesis DBD/DSS
umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik. Monosit/makrofag yang terinfeksi
virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam patogenesis dan gambaran
klinis DBD/DSS. Penelitian in vitro oleh Ho LJ dkk 2001 menyebutkan bahwa Dendritic Cell
yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b
dan CD83. Sel dendritik yang terinfeksi virus dengue ini sanggup memproduksi TNF- dan
IFN- namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-2. Oberholzer dkk, 2002 menjelaskan bahwa IL10 dapat menekan proliferasi sel T. Pada infeksi fase akut terjadi penurunan populasi limfosit
CD2+, CD4+, dan CD8+. Demikian pula juga didapati penurunan respon proliferatif dari selsel mononuklear. Di dalam plasma pasien DBD/DSS terjadi peningkatan konsentrasi IFN-,
TNF- dan IL-10 peningkatan TNF- berhubungan dengan manifestasi perdarahan
sedangkan IL-10 berhubungan dengan penurunan trombosit sehingga dapat disimpulkan
bahwa terjadi penekanan jumlah dan fungsi limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam keparahan dan patogenesis DBD/DSS dan meningkatnya IL-10 akan
menurunkan fungsi limfosit T dan trombosit. Infeksi virus dengue akan mempengaruhi sistem
imun tubuh berupa perubahan rasio CD4/CD8, produksi yang berlebihan dari sitokin dan
dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis
dan disfungsi dari sel-sel tersebut. Demikian pula sistem koagulasi dan fibrinolisis yang ikut
teraktivasi. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang autoantibodi anti-trombosit, karena
produksi berlebihan dari IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya antibodi antitrombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kebocoran plasma pada DBD/DSS merupakan akibat dari
proses kompleks yang melibatkan aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel
apoptosis. Dugaan bahwa IL-8 berperan penting dalam kebocoran plasma dibuktikan secara
11
invitro melalui kultur primer monosit manusia yang diinfeksi oleh virus DEN-2, diperkirakan
hal ini disebabkan aktifasi dari NF-kappa 8, terjadi penurunan level IL-6 dan soluble
intercellular molecule-1 pada anak dengan DSS. Ini berarti ada kehilangan protein dalam
sirkulasi karena kebocoran plasma.6
Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik. 7 Infeksi virus dengue
simtomatik merupakan penyakit sistemik dan dinamis, dibagi menjadi demam yang tidak
khas, demam berdarah, atau Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk Sindroma Syok
Dengue (SSD) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.8 7,8,9 Manifestasi klinis bergantung
pada strain virus dan faktor host seperti usia, status kekebalan dan lain-lain.7
12
Kadang-kadang
perdarahan
yang
tidak
biasa
seperti
perdarahan
13
Merupakan manifestasi yang jarang dijumpai, dikarenakan adanya keterlibatan organ
yang parah seperti hati, ginjal, otak atau jantung. Manifestasi yang jarang ini mungkin
berhubungan dengan koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi syok berkepanjangan.
Kebanyakan pasien DBD yang memiliki manifestasi ini adalah hasil dari syok
berkepanjangan dengan kegagalan organ atau pasien dengan komorbiditas atau
koinfeksi.7
Infeksi virus dengue simtomatik memiliki manifestasi klinis yang luas. Setelah masa
inkubasi, gejala akan muncul secara tiba-tiba yang diikuti oleh tiga fase yaitu fase demam,
fase kritis dan fase pemulihan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.9. Tingkat keparahan
penyakit ini biasanya akan lebih jelas saat penurunan suhu badan mencapai normal yaitu
transisi dari fase demam ke awal fase kritis.2,8
14
eksantema dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin menunjukkan gejala nyeri
tenggorokan dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sulit untuk
membedakan DBD dari penyakit demam non-dengue pada awal fase demam. Tes
torniket positif dalam fase ini meningkatkan probabilitas infeksi dengue. Manifestasi
perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (misalnya dari
hidung dan gusi) dapat dijumpai. Mudah memar, perdarahan vagina (pada wanita usia
subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini meskipun jarang
dijumpai. Pembesaran hati dapat dijumpai setelah beberapa hari demam. Kelainan
pada pemeriksaan laboratorium awal adalah penurunan progresif dari jumlah sel darah
putih, hal ini meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.8
b) Fase kritis
Selama transisi dari fase demam ke fase tanpa demam, pasien dengan peningkatan
permeabilitas
kapiler
dapat
menimbulkan
manifestasi
dengan
tanda-tanda
15
mungkin
mengalami
keluhan
gatal.
Bradikardia
dan
perubahan
elektrokardiografi sering dijumpai selama tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin
lebih rendah karena efek dilusi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik,
setelah penurunan suhu badan mencapai normal tetapi pemulihan jumlah trombosit
biasanya setelah kenaikan dari jumlah sel darah putih.8
1.7
Diagnosis
a) Klasifikasi
Tabel 1.1 Klasifikasi Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue menurut WHO 20117
16
DD/DBD
Derajat
DD
Laboratorium
dibawah ini :
DBD
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Nyeri otot
(jumlah trombosit
Nyeri sendi/tulang
<150.000 sel/mm3 )
Manifestasi perdarahan
plasma
Demam dan manifestasi perdarahan
sel/mm3 )
II
IV
20%
Trombositopenia
Peningkatan hematokrit
20%
Trombositopenia
Peningkatan hematokrit
20%
Peningkatan hematokrit
<100.000 sel/mm3
hipotensi, gelisah)
DBD*
Trombositopenia
<100.000 sel/mm3
<100.000 sel/mm3
III
Peningkatan hematokrit
perembesan plasma
perdarahan spontan
DBD*
Trombositopenia
(5%-10%)
DBD
Trombositopenia
<100.000 sel/mm3
Peningkatan hematokrit
20%
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun
karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.9
17
Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain3 :
1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB)
>15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari 3-8.
3. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukan peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-dimer, atau FDP
5.
6.
7.
8.
9.
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinuria akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat.
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah atau cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
- IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
- IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
11. Uji HI: dilakukan pengumpulan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
12. NS 1: Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
ke-8. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93% dengan spesifisitas 100% sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif NS1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
Gambar 1.12 Marker virologi dan serologi infeksi dengue berdasarkan waktu
penyakit8
18
c) Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites
dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.9
1.8
Diagnosis Banding7,8
1. Arbovirus: virus Chikungunya
2. Penyakit virus lain: Campak, rubella, Epstein-Barr Virus (EBV), Enterovirus,
influenza, hepatitis A, Hantavirus.
3. Infeksi Bakteri: meningokoksemia, leptospirosis, tipus, melioidosis, penyakit riketsia,
demam skarlatina
4. Infeksi Parasit: Malaria.
1.9 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
sumplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna. Terdapat lima protokol berdasarkan PAPDI (Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit
Dalam Indonesia) bersama divisi Tropik dan Infeksi, dan Divisi Hematologi dan Onkologi
Medik FK UI sebagai berikut9:
Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok.9
Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita
DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan
indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka DBD di Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
1. Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000 sel/mm 3, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam
waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit dan trombosit tiap
24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat
Darurat.
2. Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 sel/mm3 dianjurkan untuk dirawat.
19
3. Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Gambar 1.13 Observasi dan Pemberian Cairan Suspek DBD Dewasa tanpa Syok di IGD9
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat.9
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di
ruang rawat diberikancairan infus kristaloid sesuai dengan rumus : 1500 + {20 x (BB dalam
kg-20)}. Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg : 1500 +{20 x (55-20)}= 2200 ml. Setelah
pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.
2. Bila Hb, Ht meningkat > 20 % dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht
20
Gambar 1.14 Pemberian Cairan pada Suspek DBD Dewasa di Ruang Rawat9
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%.9
Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5 %. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan
kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit menurun,
frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantaun keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tapi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi
bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan
tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok
dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
terapi pemberian cairan awal ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok
21
dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
terapi pemberian cairan awal.
22
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda
koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT
yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit
hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
karena
keterlambatan
penderita
DBD
mendapat
pertolongan/pengobatan,
penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda tanda
renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan pemeriksaan yang
23
harus dilakukan adalah pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas
darah, kadar natrium, kalium dan klorida serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan elektrolit diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah
15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg
dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan
volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120
menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 2448 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis
cukup maka pemberian cairan infus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma
yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus
terus diberikan akan terjadi keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat
terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama setelah terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis
penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20 % saja yang menetap
dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah
renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan
daerah hipokondrium kanan dan epigastrik serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila setelah fase awal pemberian cairan
ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi
20-30 ml/kgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan,
tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahn (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan kristaloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat
cairan tesebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20
ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk
memantau kecukupan caian dilakukan pemasangan kateter vena sentral dan pembeian koloid
dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB dengan sasaran tekanan vena sentral
24
15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi
terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder.
Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.
25
dalam area kompetensi 3B yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa
atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.10
Indikasi rawat inap
Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut3:
1. Bila ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ
(ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada pemeriksaan ulang,
2.
3.
3.
26
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian
DBD dan masyarakat. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat
waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Namun penggunaan insektisida
4.
1.12 Komplikasi
Komplikasi DBD dapat terjadi akibat syok yang tidak teratasi yang menimbulkan
asidosis metabolik dan perdarahan yang parah yang dapat menimbulkan DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation) dan kegagalan organ.3
Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan efusi masif, kongesti paru akut
dan atau kerusakan organ hati. Selain itu, syok yang terlalu lama dan pemberian cairan yang
27
tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik ataupun elektrolit. Gangguan metabolik
yang sering ditemukan antara lain, hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan kadangkadang
hiperglikemi
juga
dapat
ditemukan.
Beberapa
gangguan
tersebut
dapat
28
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
Nomor RM : 00.98.59.57
Tanggal Masuk: 31 Januari 2015
Jam:
Ruang: Asoka 2 Ruang XIV bed 15
Dokter Ruangan:
dr. Herwindo
Dokter Chief of Ward:
dr. Guntur Ginting
Dokter Penanggung Jawab Pasien
dr. Haryani A, Sp.PD
ANAMNESIS PRIBADI
NAMA
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pekerjaan
Suku
Agama
Alamat
: Rohani Situmeang
: 21 tahun
: Perempuan
: Belum menikah
: Mahasiswi
: Batak
: Kristen
: Jl. Taduan no. 137 Lumban Holb
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama
: Bintik merah
Telaah
: Hal ini dialami os sejak 1 hari yang lalu pada kedua tangan dan kedua
kaki. Gatal tidak dijumpai, rasa panas tidak dijumpai, bengkak tidak dijumpai. Riwayat
demam dijumpai 3 hari yang lalu selama 4 hari. Demam dialami tiba-tiba dengan suhu yang
tinggi, yang dialami sepanjang hari. Mengigil tidak dijumpai. Demam turun dengan obat
penurun panas namun tidak mencapai suhu normal. Nyeri kepala dijumpai. Nyeri sendi tidak
dijumpai, nyeri otot tidak dijumpai, nyeri di sekitar mata tidak dijumpai. Mual dijumpai,
muntah tidak dijumpai. Riwayat mimisan dan gusi berdarah tidak dijumpai. Riwayat muntah
hitam ataupun BAB hitam tidak dijumpai. Batuk tidak dijumpai. BAB dijumpai biasa, BAK
dijumpai biasa. Haid dijumpai biasa.
RPT
Tidak jelas
RPO
Tidak jelas
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Napas: -
Edema: -
29
Angina Pektoris: -
Palpitasi: Lain-lain: -
Saluran Pernafasan
Batuk-batuk: Dahak : -
Saluran Pencernaan
Endokrin
Saluran Urogenital
Saraf Pusat
Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten: -
ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang
sama
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS:
Keadaan Umum
Keadaan Penyakit
30
BW =
BB
x 100 % = 39 %
TB-100
BW = 67,2 %
58
IMT : 19,8 kg/m2
Kesan: Normoweight
: Simetris fusiformis
: Tidak ada ketinggalan bernapas
: Tidak ada
: Stem Fremitus kanan = kiri
: teraba ICS V 1 cm medial LMCS
: Sonor
: R: ICS V LMCD / A: ICS VI LMCD
: 1 cm
: ICS II LMCS
: ICS V 1 cm medial LMCS
: ICS V LPSD
: Vesikuler
: Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
31
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-)
Desah diastolis (-), lain-lain: (-)
HR: 76 x/menit reg/ireg intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Suara pernafasan
Suara tambahan
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Gerakan Lambung/Usus
: Tidak terlihat
Vena Kolateral
: Tidak dijumpai
Caput Medusae
: Tidak dijumpai
Palpasi
Dinding Abdomen
: soepel, H/L/R:ttb
HATI
Pembesaran
Permukaan
Pinggir
Nyeri tekan
LIMFA
Pembesaran
GINJAL
Ballotement
UTERUS/OVARIUM
TUMOR
: Tidak dijumpai
Perkusi
Pekak Hati
Pekak Beralih
:+
:-
Auskultasi
Peristaltik usus
Lain-lain
: Normoperistaltik
:-
Pinggang
Nyeri Ketuk (-), Kiri / Kanan
32
INGUINAL
GENITALIA LUAR
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Purpura lokalisata
ekstremitas superior
Kiri
Kanan
+
+
+
+
+
+
Purpura
lokalisata di
ekstremitas
inferior
+
+
+
+
+
+
-
di
kedua
33
Kemih
Warna
: Kuning
Protein
:Reduksi
:Bilirubin
:Urobilinogen : +
Tinja
Warna: coklat
Konsistensi: lunak
Eritrosit:
Leukosit:
Amoeba/Kista: -
Sedimen
Eritrosit : Leukosit :Epitel : Silinder : -
Telur Cacing
Ascaris: Ankylostoma: T. Trichiura: Kremi: -
Kesan: Leukopenia,
trombositopenia
RESUME
Keluhan Utama : Purpura lokalisata
Telaah : Hal ini sudah dialami o.s sejak 1 hari ini di
kedua ekstremitas superior dan kedua ekstremitas
inferior. Febris dialami o.s 3 hari yang lalu selama 4
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
34
Abdomen
dalam batas normal
Ekstremitas
CRT < 2 detik
Purpura lokalisata di ekstremitas superior dan inferior
DIAGNOSIS
SEMENTARA
Aktivitas : Tirah baring
Diet
: Diet M II
35
36
BAB 3
FOLLOW UP
TGL
31/1/
2016
1/2/ 2016
A
DHF
DHF dd
Demam Tifoid
Terapi
- Tirah baring
- Diet M II
- IVFD RL cor 2 Fls selanjutnya 30 gtt/i
makro
- IVFD Fimahes 1 Fls/hari 20 gtt/i makro
- Ranitidin 2x150mg tab
Tirah baring
Diet M II
IVFD RL 30 gtt/i makro
IVFD Fimahes 1 Fls/hari 20 gtt/i makro
Ranitidin 2x150mg tab
Diagnostik
- Darah
rutin/12jam
- Bleeding time
- Darah
rutin/12jam
- Bleeding time
- IgG, IgM anti
dengue
- Tes tubex
- Elektrolit
37
2/2/ 2016
Thorax:
SP : vesikuler
ST:Abdomen:
Inspeksi: simetris
Palpasi: soepel, nyeri
epigastrium(-)
Perkusi: timpani
Auskultasi: normoperistaltik
Ekstremitas: edema(-/-)
Atas : ptechie (+/+)
Bawah : ptechie (+/+)
Demam (-), ptechie
Sens : CM, TD:110/70 mmHg,
(+), gusi berdarah (-), HR : 76x/i, RR:22 x/i, Temp :
epistaksis (-), mual
36,9C
(-), muntah (-)
Kepala: Mata: anemis (-/-)
THM: dalam batas normal
Leher: dalam batas normal
Thorax:
SP : vesikuler
ST:Abdomen:
Inspeksi: simetris
Palpasi: soepel, nyeri
epigastrium(-)
Perkusi: timpani
Auskultasi: normoperistaltik
Ekstremitas: edema(-/-)
- HST
DHF dd
Demam Tifoid
Tirah baring
Diet M II
IVFD RL 30 gtt/i makro
IVFD Fimahes 1 Fls/hari 20 gtt/i makro
Ranitidin 2x150mg tab
Hasil lab :
Hb : 12 mg/dL
Ht : 35,9 %
Plt : 97.000
APTT : 31.1
IgG dan IgM
anti dengue (-)
38
Atas : ptechie (+/+)
Bawah : ptechie (+/+)
39
TANGGAL
30
Desember
2015
JENIS
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC):
Hemoglobin (HGB)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil absolut
Limfosit absolut
Monosit absolut
Eosinofil absolut
Basofil absolut
SATUAN
HASIL
RUJUKAN
g/dL
108/mm3
103/mm3
%
103/mm3
fL
pg
g%
%
12.90
5.35
3.37
37.70
9
70.50
24.10
34.20
14.10
13.2-17.3
4.20-4.87
4.5-11.0
43-49
150-450
85-95
28-32
33-35
11.6-14.8
%
%
%
%
%
20.20
57.30
9.80
7.40
5.300
37-80
20-40
2-8
1-6
0-1
103/L
103/L
103/L
103/L
103/L
0,68
1.93
0.33
0.25
0.18
2.7-6.5
1.5-3.7
0.2-0.4
0-0.10
0-0.1
MORFOLOGI
- Eritrosit : hipokrom mikrositer
- Leukosit : bentuk normal
- Trombosit : sulit dinilai
Kesan : leukopeni + trombositopenia
40
TANGGAL
30 Desember
2015
JENIS PEMERIKSAAN
FAAL HEMOSTATIS
PT
P/K
INR
APTT
P/K
WaktuTrombin
P/K
fibrinogen
D-Dimer
KIMIA KLINIK
HATI
Albumin
MET.KH
KGDs
GINJAL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
IMUNOSEROLOGI
SATUAN
HASIL
detik
24.2/13.70
1.75
detik
42.2/34.5
detik
mg/dl
ng/ml
20.7/17.5
163.0
1000
< 500
g/dL
2.8
3.5 5.0
mg/dL
85.00
< 200
mg/dL
mg/dL
2.10
0.58
< 50
0.50 0.90
mEq/L
mEq/L
mEq/L
134
3.5
107
135 155
3.6 5.5
96 106
VIRUS
Anti DHF IgM
Anti DHF IgG
THORAKS DEWASA PA
KESIMPULAN RADIOLOGIS
EFUSI PLEURA KANAN
URINALISIS
Warna
Protein
Reduksi
Bilirubin
Urobilinogen
Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Silinder
Epitel
Kuning
-
Lpb
Lpb
Lpb
Lpb
0-1
1-2
10-12
RUJUKAN
41
TINJA
Warna
Konsistensi
Leukosit
Amoeba/kista
Coklat
-
Telur cacing
Ascaris
Ankylostoma
T.trichura
kremi
42
TANGGAL
31
Desember
2015
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC):
Hemoglobin (HGB)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil absolut
Limfosit absolut
Monosit absolut
Eosinofil absolut
Basofil absolut
SATUAN
HASIL
RUJUKAN
g/dL
108/mm3
103/mm3
%
103/mm3
fL
pg
g%
%
11.50
4.70
3.29
33.30
300
70.90
24.50
34.50
14.30
13.2-17.3
4.20-4.87
4.5-11.0
43-49
150-450
85-95
28-32
33-35
11.6-14.8
%
%
%
%
%
34.70
41.30
13.40
9.40
1.200
37-80
20-40
2-8
1-6
0-1
103/L
103/L
103/L
103/L
103/L
1.14
1.36
0.44
0.31
0.04
2.7-6.5
1.5-3.7
0.2-0.4
0-0.10
0-0.1
43
BAB 4
DISKUSI
Teori
Kasus
Epidemiologi
- Dari data statistik Depkes RI tahun Pasien merupakan seorang perempuan
2009 terlihat adanya perubahan pola berusia 22 tahun. Pasien bertempat
penyakit DBD, dimana dulu DBD tinggal di Jl. Taduan no. 137 Lumban
cenderung menyerang anak-anak di Holb.Daerah tempat tinggal pasien
bawah umur 15 tahun, saat ini telah termasuk ke dalam wilayah Provinsi
menyerang seluruh kelompok umur, Sumatera Utara.
bahkan sebagian besar penderita DBD
lebih banyak berada dalam kelompok
usia produktif
- Jumlah kasus DBD di Provinsi
Sumatera
Utara
sebanyak
35.76%
virus
dengue
simtomatik
Fase
demam
akut
44
sering
disertai
disertai dengan
sakit
artralgia,
badan,
nyeri
mialgia,
retro-orbital,
permeabilitas
kapiler
menimbulkan
dengan
plasma
yang
plasma
bervariasi.
kebocoran
plasma,
bertahap
kompartemen
berlangsung
di
48-72
berikutnya.
Keadaan
jam sinistra
dan
umum membaik.Hal
dekstra
ini
semakin
merupakan
fase
45
terjadi
kemudian.
pasien
memiliki
digambarkan
sebagai
Pirngadi
dijumpai
adanya
>
bintik
perdarahan
purpura.
kegagalan
serta
dikulit
djumpai
sirkulasi
ke-3 demam.
terkompensasi
- Hemostasis: pemeriksaan PT,
mmHg.
APTT, Fibrinogen, D-dimer,
berupa
berupa
adanya
yang
masih
TD
100/80
atau FDP
2. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
Protein/albumin
dijumpai leukopenia : 3700/mm3,
SGOT/SGPT
AST/ALT
trombositopenia : 97000/mm3, Hb :
Ureum, kreatinin
4.26/106/uL dan Ht 35.90%. IgM antiElektrolit
Imunoserologi : IgM dan IgG dengue : (-), IgG anti-dengue : (-).
terhadap dengue.
- Antigen NS 1 .
-
46
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk Pasien datang dengan tanda-tanda syok
demam berdarah dengue, prinsip utama sehingga diberikan:
adalah terapi suportif. Pemeliharaan - IVFD RL 10cc/kgbb, habis dalam 20
volume
cairan
sirkulasi
merupakan
tidak
pemberian
respon
IVFD
dilanjutkan
RL 20cc/kgbb
mengarah
pada
kegagalan
kematian kurang dari 1%. Pasien yang sirkulasi (tekanan darah lemah) dan
hidup biasanya sembuh tanpa gejala sisa dengan penatalaksanaan yang adekuat,
dan
membuat
serotipe
dengue
kekebalan
yang
terhadap tampak
perbaikan
secara
klinis
sembuh
dan
diizinkan
47
48
BAB 5
KESIMPULAN
Pasien bernama Rohani Situmeang, usia 22 tahun menderita Dengue
Haemorrhagic Fever Grade II.
Pasien ini diberikan:
Tirah baring
Diet M II
DAFTAR PUSTAKA
49
1.
2.
2010: 1.
World Health Organization. Dengue : Guidelines For Diagnosis,
Treatment, Prevention and Control. New Edition 2009. Geneva: WHO
3.
4.
fever. 2011: 1.
Kementrian Kesehatan
Republik
Indonesia
Direktorat
Jenderal
6.
7.
8.
9.
50
from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
Moore
Suzanne.
Dengue.
Medscape.
Availale
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a6
pada 02 Januari 2015].
from:
[Diakses