Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak stabil. Di sendi bahu, tendon yang
sangat berperan adalah rotator cuff dan biceps. Cedera pada bahu merupakan salah satu cedera
yang paling sering dialami pada saatberolahraga, selain lutut dan pergelangan kaki. Beberapa
cedera sendi bahu yang paling sering terjadi, antara lain subacromial bursitis, supraspinatus
tendinitis, long head biceps tendinitis, rotator cuff tendonitis hingga sobekan rotator cuff (rotator
cuff tear).
Rotator

cuff

adalah

grup

dari empat otot

yang

Muscle Supraspinatus, Muscle Infraspinatus,Muscle Subsacpularis, dan

terdiri

dari

Muscle Teres

minor.

Keempat otot tersebut memiliki fungsi untuk menstabilisasi sendi glenohumeral dengan menarik
humerus ke arah skapula untuk gerakan-gerakan sendi glenohumeral seperti abduksi-adduksi,
rotasi, dan fleksi-ekstensi. Sindrom rotator cuff ialah kumpulan gejala yang timbul akibat
kerusakan atau lesi dari rotator cuff yang bisa ditimbulkan akibat overuse, trauma, dan
degenerasi.
Di amerika sindrom rotator cuff merupakan penyebab ketiga paling sering yang
menyebabkan kelainan muskuloskeletal. Insidens penyakit ini meningkat 25 kasus per 1000
populasi pada usia 42-55 tahun. Kejadian cedera rotator cuff pada Laki-laki dibanding
perempuan 1:1. Gejala dan tanda klinis cedera rotator cuff sangat bervariasi, mulai dari ringan
sampai berat. Cedera tersebut dapat mengakibatkan nyeri sendi pada saat bergerak
maupun istirahat. Di antara beberapa jenis cedera tersebut, kali ini kita akan membahas salah
satunya, yaitu cedera rotator cuff.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan beberapa rumusan masalah,
di antaranya adalah sebagai berikut.
1.1.1

Apa pengertian Rotator cuff?

1.1.2

Bagaimana etiologi dari Rotator cuff?

1.1.3

Bagaimana patofiologi dan pathway dari Rotator cuff?

1.1.4

Bagaimana manifestasi klinis dari Rotator cuff?

1.1.5

Bagaimana diagnosis dari Rotator cuff?

1.1.6

Bagaimana penatalaksanaan medis dari Rotator cuff?

1.1.7

Bagaimana penatalaksanaan keperawatan dari Rotator cuff?

1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan penulisan dari
makalah ini, di antaranya:
1.2.1

untuk mengetahui pengertian Rotator cuff;

1.2.2

untuk mengetahui etiologi dari Rotator cuff;

1.2.3

untuk mengetahui patofiologi dan pathway dari Rotator cuff;

1.2.4

untuk mengetahui manifestasi klinis dari Rotator cuff;

1.2.5

untuk mengetahui diagnosis dari Rotator cuff;

1.2.6

untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Rotator cuff;

1.2.7

untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dari Rotator cuff.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.8

sebagai tambahan perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat dijadikan referensi
dalam pembelajaran mahasiswajurusan keperawatan;

1.2.9

dengan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan rotator cuff maka kita dapat lebih
memahami tentang cedera otator cuff sehingga layanan asuhan keperawatan dapat
tersampaikan secara maksimal.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
Rotator cuff terdiri dari empat otot, yaitu otot supraspinatus, infraspinatus, subscapularis
dan teres minor). Otot rotator cuff ini berfungsi untuk menggerakkan bahu ke berbagai arah dan
menahan caput humeri (ball) dan cavitas glenoidalis (socket) secara bersama-sama (Sforzo, tanpa
tahun). Bursa yang berada di bawah tendon akan mengurangi ketegangan/gesekan diantara
tendon dan tulang, serta melindungi tendon dari tekanan yang berlebihan.
Cedera pada bahu sering disebabkan karena lelah, tetapi sering juga terjadi pada pemain
tennis, badminton, olahraga lempar dan berenang (internal violence/sebab-sebab yang berasal
dari dalam). Cedera ini biasa juga disebabkan oleh external violence (sebab-sebab yang berasal
dari luar), akibat body contact sports, misalnya : sepak bola, rugby dan lain-lain. Rotator cuff
yang paling sering terjadi cedera adalah tendon supraspinatus. Penyebab tersering dari cedera
rotator cuff ini biasanya terjadi karena tarikan yang tiba-tiba, misalnya, jatuh dengan tangan lurus
atau abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang dipegang dengan tangan (Sufitni, 2004).
Saat ini, penyakit pada bahu banyak terjadi. Salah satunya adalah cedera pada rotator cuff
ini. Sebagian besar orang mengeluhkan aktifitasnya terganggu karena adanya rasa nyeri di
bahunya, sehingga pergerakan mereka semakin terbatas. Oleh karena itu banyak orang yang saat
ini mencari pertolongan untuk mengatasi masalah tersebut, baik melalui medis maupun non
medis (pijat, sangkal putung, dll). Namun, penyakit pada bahu yang paling sering ditemukan
adalah bursitis dan tendonitis. Menurut Sforzo, cedera rotator cuff ini masih jarang ditemui.
Cedera rotator cuff gejalanya timbul karena adanya inflamasi/peradangan pada area persendian
di bahu, sehingga menimbulkan gejala yang mirip dengan bursitis. Peradangan pada cedera
rotator cuff ini terjadi ketika rotator cuff terjepit diantara acromion dan ujung tulang humerus.
Karena gejala umum yang ditimbulkan hampir sama, maka prinsip pengobatannya pun hampir
sama dengan pengobatan pada bursitis (University Health Service- Physical Therapy). Jika
seseorang mengalami cedera pada bahunya, sebaiknya segera menangani masalah tersebut untuk
mencegah timbulnya keadaan yang lebih parah (kronis).
Menurut Sforzo, dapat terjadi pada lansia maupun usia yang lebih muda. Namun
kebanyakan memang terjadi pada orang dewasa tengah hingga lansia. Penyakit ini dapat terjadi
pada orang dengan usia yang lebih muda contohnya adalah pada atlet yang mengalami cedera

saat melakukan latihan. Sedangkan penyebab terjadinya cedera rotator cuff pada lansia adalah
keelastisan otot dan tendon dari rotator cuff telah mengalami penurunan, sehingga lebih mudah
tejadi injuri dan dapat semakin berbahaya ketika terus menerus digunakan untuk beraktifitas.
Penanganan paling sederhana yang dapat dilakukan untuk mengatasi cedera rotator cuff ini
adalah dengan memberikan balutan mitella pada lengan (dengan cara digendong) selama 2-3
hari, lalu diberikan metode RICE : Rest, Inflamation and pain management, Encourage pain free
movement, serta Stretching and strengthening the muscles of the shoulder and scapula. Jika
gejalanya belum teratasi selama 2-4 minggu, segera periksakan kembali ke rumah sakit.

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Rotator cuff adalah tendon yang mengelilingi sendi bahu. Sendi bahu dapat bergerak dan
mengubah melalui jangkauan yang lebih luas daripada sendi lainnya di tubuh. Istilah rotator cuff
dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini
dibentuk dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu. Keempat tendon tersebut adalah :
musculus supraspinatus, musculus infraspinatus, musculus teres minor dan musculus
subscapularis.
Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak stabil. Dan pada sendi bahu, terdapat
tendon yang mempunyai peran penting, yaitu rotator cuff dan biceps. Shoulder tendonitis (atau
rotator cuff tendonitis) adalah salah satu kondisi paling umum yang terjadi pada persendian bahu
(rotator cuff).
3.2 Etiologi
Faktor umum penyebab rotator cuff tendonitis adalah olahraga. Tetapi gangguan ini juga
dapat terjadi pada orang-orang yang berumur di atas usia 40 tahun.
Terdapat beberapa hal yang bisa menyebabkan cedera/robek pada rotator cuff.
Tekanan yang terjadi terus-menerus dan penggunaan rotator cuff yang berlebihan ketika
melakukan aktifitas yang sama dapat menyebabkan tendon berlawanan dengan tulang. Cedera
pada tendon rotator cuff ini sering terjadi pada orang-orang yang berumur sekitar 40 tahun atau
lebih kerena pada usia tersebut, telah terjadi kemunduran fungsi rotatir cuff akibat tekanantekanan kerja dan aktifitas setiap hari, terutama pada aktifitas yang menghuruskan
lengan bergerak elevasi. Tendon rotator cuff pada orang yang anatomis bahunya tidak stabil
dapat terselip diantara caput humeri dengan acromion (tulang yang berada di atas tendon) dan
mengakibatkan cedera/robek. Namun demikian, kelainan anatomis alami pada sendi bahu juga
dapat menyebabkan penggunaan yang abnormal pada tendon yang dapat menyebabkan
cedera/kerobekan.

3.3 Patofisiologi
Dari keempat tendon yang terdapat pada rotator cuff ini, yang berisiko tinggi mengalami
cedera adalah tendon supraspinatus. Biasanya terjadi karena terjadi tarikan secara tiba-tiba,
misalnya, jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang
dipegang dengan tangan. Pada orang tua, ruptur dapat terjadi akibat trauma yang ringan saja,
misalnya disebabkan oleh adanya degenerasi pada rotator cuff. Pada keadaan tersebut,
biasanya tanpa disertai keluhan nyeri. Keluhannya hanya berupa kesulitan mengabduksi
lengan. Otot dan tendo supraspinatus dapat menjalarkan nyeri ke lengan, nyeri dirasakan sebagai
nyeri dalam di sisi lateral bahu, bagian tengah otot deltoid turun ke insersi deltoid. Rasa nyeri
juga dapat menjalar ke epicondylus lateral siku. Penyembuhan trigger point dapat dilakukan
dengan mengatur posisi pasien berbaring miring atau duduk. Sisi medialtrigger point biasanya
lebih sensitif. Dengan posisi lengan flexi, penekanan dilakukan di atas trigger point yang
terletak di atas spina clavicular, sebelah lateral batas vertebra (bagian atas bahu, agak ke
belakang).
3.4 WOC
3.5 Manifestasi klinis
Gejala

yang berhubungan

bersifat ringan pada awalnya,


selanjutnya. Gejala penyertanya

dengan cedera/robeknya rotator

kemudian

cuff biasanya hanya

menjadi lebih parah

meliputi nyeri

di

malam

pada

hari dan

tahap

nyerihebat pada

saat digunakan beraktifitas, khususnya ketika digunakan untuk menggerakkan lengan sampai
diatas kepala (elevasi). Contohnya saat tangan digunakan untuk meletakkan sesuatu di rak
bagian atas, maka akan terasa nyeri pada bagian bahunya. Gejala ini mirip dengan tendonitis atau
bursitis. Meskipun demikian, cedera rotator cuff ini agak berbeda dengan bursitis atau tendonitis.
Pada orang dengan bursitis atau tendonitis, ia akan merasa lebih baik jika digunakan
untuk istirahat, saat aktifitas dimodifikasi, dan saat diberikan obat anti inflamasi (seperti aspirin
atau ibuprofen). Sedangkan gejala cedera/robeknya rotator cuff tidak akan membaik ketika hanya
diberikan terapi biasa. Dalam tahap nyeri pada cedera rotator cuff selanjutnya, lengan dan bahu
akan terasa lemah ketika digunakan untuk melakukan gerakan elevasi atau membentangkan
lengan ke arah tubuh bagiansamping. Bahkan

ketika

beraktifitas

yang ringan,

seperti

mengangkat koper dari mobil pun dapat menimbulkan nyeri akut pada bahu. Pada saat malam
hari rasa nyeri dapat terasa lebih parah. Nyeri ini mengindikasikan bahwacedera/kerobekan
parsial rotator cuff telah berubah menjadi cedera/kerobekan yang kompleks.
3.6 Pemeriksaan Diagnostik
Cedera rotator cuff dapat dibuktikan dari pengkajian riwayat aktivitas pasien dan gejala
nyeri bahu yang dirasakan oleh pasien. Selama pemeriksaan, dokter dapat mengobservasi
peningkatan rasa nyeri yang spesifik dan kelemahan pada bahu ketika membandingkan kekuatan
antara lengan yang sehat (berfungsi dengan baik) dengan lengan yang mengalami cedera.
Pemeriksaan X-Ray pada bahu akan dilakukan jika terdapat dugaan terjadinya
cedera/kerobekan pada rotator cuff. Pemeriksaan X-Ray pada bahu tidak begitu perlu dilakukan
sebelum melakukan treatment (pengobatan) awal, namun jika gejalanya tetap ada, pemeriksaan
X-Ray harus dilakukan terlebih dahulu. Dokter akan mencari tanda-tanda cedera rotator cuff
meskipun cedera rotator cuff itu tidak dapat dilihat/dideteksi oleh X-Ray yang biasa. Tanda-tanda
dalam sebuah masalah cedera rotator cuff ini adalah dimana terdapat ruang sempit pada rotator
cuff dan adanya tonjolan tulang di sekitar tendon rotator cuff.
Pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk mendiagnosa cedera rotator cuff adalah
MRI. Pameriksaan MRI sangat membantu karena dapat menunjukkan cedera rotator cuff secara
keseluruhan dan cedera rotator cuff parsial/sebagian. Pemeriksaan MRI juga dapat menunjukkan
fakta terjadinya bursitis dan masalah-masalah cedera bahu lainnya, termasuk cedera rotator cuff
ini.
3.7 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan cedera rotator cuff tergantung pada keparahan cedera pada tendon rotator cuff
dan kondisi dasar pasien. Sama halnya dengan cedera rotator cuff yang kompleks, pengobatan
standar diawali dengan tindakan konservatif. Cedera rotator cuff tidak dapat sembuh dengan baik
dalam waktu yang singkat. Cedera ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki
dan menstabilisasi ukuran. Pada pasien yang usianya lebih muda (anak-anak dan remaja), hal ini
akan menjadi masalah apabila cedera tersebut tidak segera diperbaiki/ditangani dengan baik dan
dalam waktu yang tepat. Cedera rotator cuff yang kronik dapat menyebabkan terjadinya nyeri
kronik, kelemahan, berkurangnya pergerakan, dan dapat terjadi arthritis jika tidak segera

ditangani. Kabar baiknya adalah cedera rotator cuff ini tidak selalu membutuhkan tindakan
operasi untuk menyembuhkannya, biasnya pengobatan awal yang sering dilakukan adalah
pengobatan secara non-operatif/tanpa pembedahan. Meskipun ukuran rotator cuff yang
mangalami cedera tidak menunjukkan perbaikan setelah dilakukan tindakan konservatif, namun
gejala-gejalanya dapat berkurang. Sedangkan jika ditemukan cedera rotator cuff pada yang
usianya muda (anak-anak dan remaja), maka disarankan untuk melakukan tindakan operasi
secepatnya agar tidak terjadi masalah yang lebih parah.
Pentalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah:
a.

Terapi Fisik
Terapi fisik adalah langkah yang paling penting dalam pengobatan cedera rotator

cuff. Memperkuat otot rotator cuff penting untuk memelihara fungsi normal bahu. Beberapa
pertemuan dengan ahli terapi fisik dapat membantu mengajarkan latihan khusus untuk
meringankan dan mencegah terulangnya rasa nyeri pada bahu.
b.

Anti-inflamasi Obat
Obat-obatan yang paling membantu untuk mengendalikan gejala cedera rotator cuff

adalah obat-obatan jenis anti inflamasi. Obat anti-inflamasi sederhana dapat diminum secara
teratur untuk waktu yang singkat, dan kemudian digunakan bila gejala cedera rotator cuff muncul
lagi.
c.

Injeksi Cortisone
Injeksi

cortisone

dapat

sangat

membantu

membatasi proses inflamasi

akut dan

memungkinkan pasien untuk memulai terapi. Hal ini penting untuk terapi dan latihan, bahkan
bahu akan terasa lebih baik setelah melakukan injeksi. Terapi bagian dari pengobatan akan
membantu mencegah kambuhnya gejala. Jika gejala muncul secara signifikan, dokter dapat
memilih untuk melakukan injeksi kortison pada kunjungan awal. Injeksi kortison berfungsi untuk
mengobati peradangan secara langsung di lokasi yang mengalami masalah. Kelemahan dari
injeksi kortison adalah injeksi cortisone dapat melemahkan tendon, dan injeksi kortison berulang
harus dipertimbangkan dengan teliti.
Tidak semua cedera rotator cuff akan memerlukan tindakan operasi. Untuk menentukan
perlu atau tidaknya dilakukan operasi, maka perlu memptimbangkan beberapa faktor tertentu.
Beberapa pertanyaan yang harus dijawab sebelum dilakukan operasi adalah: Apakah saya
harus mencoba setiap pilihan perawatan non-operatif yang tersedia? Berapa rasa sakit yang

mempengaruhi kehidupan sehari-hari saya? Apakah saya tidak dapat kembali melakukan
olahraga yang sebelumnya saya lakukan karena cedera iini? Seberapa besar cedera yang terjadi
dan dapat dilihat serta lihat apa yang terjadi? Apakah umur saya cukup muda dengan masalah
cedera rotator cuff dan apakah dapat menjadi masalah jika tidak segera diobati?
Setelah interview/wawancara dengan dokter, maka dokter perlu untuk menguraikan
potensi risiko dan manfaat melakukan operasi. Setiap pasien harus diperlakukan secara
individual, tidak semua cedera rotator cuff adalah sama dan berbagai faktor harus
dipertimbangkan dalam setiap kasus individual.
d.

Tindakan operasi
Pasien yang sedang mempertimbangkan tindakan operasi bedah untuk bursitis / tendonitis

seharusnya sudah berusaha melakukan perawatan non-bedah untuk setidaknya 3 sampai 6 bulan
yang hasilnya menunjukkan tanpa perbaikan gejala. Gejala tersebut semakin lama menyebabkan
kesulitan saat pasien melakukan kegiatan, dan / atau mengganggu tidur di malam hari.
Tindakan operasi ini merupakan prosedur arthroscopic yang dilakukan pada pasien rawat jalan
dengan menggunakan instrumen yang dimasukkan melalui sayatan kecil (1 cm). Melalui 2 atau 3
sayatan kecil, sebagian kecil dari tulang (akromion) dan bursa yang terletak di atas rotator cuff
akan dihilangkan. Pengambilan/penghilangan ini dapat mengurangi tekanan pada rotator cuff dan
memicu proses penyembuhan dan recovery. Setelah bursa dihilangkan, rotator cuff diperiksa
untuk mencari tanda-tanda cedera
Tiga prosedur yang paling umum dalam tindakan operasi/pembedahan adalah:
1. Perbaikan terbuka (open repair)
Sebelum penggunaan arthroscope, semua rotator cuff yang diperbaiki dilihat langsung
pada tendon yang cedera, melalui sayatan yang panjangnya sekitar 6-10 cm. Keuntungannya
adalah tendon rotator cuff lebih mudah dilihat dengan cara ini, tetapi perlu dilakukan sayatan
yang besar, pemulihannya bisa lebih lama dan lebih menyakitkan.
2. Mini-Open Repair
Metode perbaikan terbuka mini (Mini open repair) untuk memperbaiki cedera rotator cuff
ini meliputi penggunaan arthroscope dan sayatan kecil untuk mendapatkan akses ke ujung
tendon. Dengan menggunakan arthroscope, dokter bedah juga dapat melihat ke dalam sendi bahu
untuk membersihkan jaringan yang rusak atau tonjolan tulang. Sayatannya berkisar antara 3-4
cm dan penyembuhannya agak lebih cepat daripada metode open cuff repair.

3. Arthroscopic Repair
Perbaikan arthroscopic dilakukan dengan sayatan kecil dan perbaikan dilakukan oleh
dokter bedah yang melihat melalui sebuah kamerra kecil untuk melihat perbaikannya pada layar
monitor. Ini merupakan perkembangan pengobatan terakhir dari cedera rotator cuff dan tidak
semua dokter bedah dapat mengobati cedera dengan metode ini. Operasi cedera rotator cuff ini
biasanya berlangsung antara 1 hingga 2 jam.
e.

Proses pemulihan (Recovery)


Lama penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, termasuk tingkat kekuatan

sebelum operasi dan keparahan cedera rotator cuff. Untuk rehabilitasi dekompresi subacromial
berikutnya, bahu pasien ditempatkan dalam sebuah gendongan/selempang bahu tetapi mereka
dapat mulai menggerakkan bahunya dengan cepat. Penguatan dapat dilakukan dalam beberapa
minggu dan olahraga dapat dialnjutkan setelah pembengkakan mereda. Namun, setelah rotator
cuff diperbaiki, terapi fisik boleh dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Awalnya,
terapiAwalnya, dilakukan terapi yang lembut sehingga tidak mempengaruhi perbaikan rotator
cuff. Dengan demikian, setelah empat sampai enam minggu, latihan dapat ditingkatkan lagi
dengan cara mengangkat lengan lebih aktif. Sekitar 8-10 minggu setelah perbaikan rotator cuff,
terapi fisik akan menjadi lebih intens dalam upaya untuk memperkuat otot rotator
cuff. Pemulihan sempurna biasanya membutuhkan waktu sekitar 4-6 bulan.

BAB 4
Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian
Pada pemeriksaan fisik, umumnya pasien dapat melakukan abduksi sampai 90 derajat,
namun bila diminta meneruskan abduksi tersebut (elevasi), tidak akan dapat dan bahkan
mungkin lengan atas jatuh. Pada pemeriksaan kekuatan otot (MMI), nilai kekuatan otot tidak
akan lebih dari 3 (Fair). Gerak pasif biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, juga tidak ada
gangguan. Tes Moseley atau tes lengan jauh akan menunjukkan hasil yang positif. Bila tes
Moseley positif, perlu dilakukan pemeriksaan arterografi.
Pengkajian Keperawatan
Kaji tempat cedera untuk nyeri, pembengkakan, warna kulit dan status neurovaskularisasi
Kaji penyebab cedera
Kaji perlunya penghilang rasa sakit
Kaji penyembuhan luka
Kaji integeritas gips
Kaji status hidrasi
Kaji adanya tanda-tanda kompllikasi
Kaji kemampuan klien untuk mematuhi program pengobatan
1.

Inspeksi:

Kesimetrisan
Klavikula, sendi akromioklavikular, klavikulosternal
Sulkus deltopektoral, kelompok otot, skapula
2.

Palpasi:

Periksalah dari belakang pasien


Akromiaon, puncak korakoid, muskulus deltoid
Sendi akromioklavikular selama fleksi dan abduksi
Sulkus bisipital selama rotasi internal dan eksternal

3.

Evaluasi bahu untuk:

a.

Atrofi otot

b.

Aktif dan pasif ROM; pasien dengan manset air mata biasanya memiliki pasif lebih besar

dari ROM aktif.


Kekuatan otot: Aktif di bidang skapula (supraspinatus) Aktif eksternal rotasi dengan lengan
di samping (infraspinatus) Gerber lift-off test (mengangkat tangan dari punggung bawah) dan
tekan perut (menekan tangan ke dalam perut ketika mencoba untuk menjaga siku jatuh posterior)
(subscapularis) Menyingkirkan patologi tulang belakang leher.

Diagnosa Keperawatan
a.

Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan otot

b.

Gangguan mobilitas fisik

c.

Defisit perawatan diri

3.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan otot


Tujuan: tingkat nyeri pasien minimal atau hilang
Kriteria Hasil: pasien mampu berpartisipasi dalam aktivitas perawatan dirinya dan
mengatakan tidak nyeri lagi
1.

Pantau dan dokumentasikan kondisi dan penyebab cedera


a. adanya pembengkakan
b.

adanya rasa nyeri

c. perubahan warna kulit


d. status sirkulasi ekstremitas distal terhadap cedera
e. status neurologik ekstremitas distal terhadap cedera
f.
2.

faktor-faktor yang berhubungan dengan cedera


Pasang bebat atau balutan (mitella) pada ekstremitas yang terkena untuk mengatasi rasa

nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih lanjut


3.

Fleksikan dan dirotasikan ke medial dan lateral secara berulang-ulang sehingga dapat
mengenali sulkus di antara kedua tuberositas.

Rasional: Rotasi eksternal menyebabkan sulkus tersebut berada dalam posisi yang lebih mudah
untuk di palpasi. Palpasi yang kuat mungkin diperlukan, tetapi hindarilah penekanan yang
berlebihan karena akan menimbulkan nyeri dan membuat pasien takut.
4.

Cegah komplikasi pada ekstremitas yang sakit, berikan latihan tiap hari

Implementasi
1.

Telah dilakukan pemantauan dan dokumentasi kondisi dan penyebab cedera

2.

Telah dilakukan pemasangan bebat atau balutan (mitella) pada ekstremitas yang terkena
untuk mengatasi rasa nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih lanjut

3.

Telah difleksikan dan dirotasikan ke medial dan lateral secara berulang-ulang sehingga
dapat mengenali sulkus di antara kedua tuberositas.

4.

Telah

dilakukan

pencegahan komplikasi

pada

ekstremitas

yang

sakit, dengan

memberikan latihan tiap hari


Intervensi diagnosa 2: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera/robekan yang
terjadi pada insersi rotator cuff ke tulang.
Tujuan : Pasien memperlihatkan peningkatan kekuatan dan fungsi dalam melakukan aktivitas
fisik, dengan kriteria :
a.

Peningkatan kekuatan otot

b.

Bergerak dengan aktif tanpa nyeri

c.

Tidak adanya keterbatasan gerakan.

Intervensi :
1. Kaji tingkat atau kemampuan untuk beraktifitas
Rasional : Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
2. Berikan lingkungan yang aman.
Rasional : Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.
3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif secara bertahap.
Rasional : Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi..
4. Dorong pasien untuk sering mengubah posisi, bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
5. Konsul dengan ahli terapi fisik/fisioterapi.
Rasional : Memformulasikan program latihan.

Implementasi
1.

Telah dilakukan pengkajian tingkat atau kemampuan untuk beraktifitas

2.

Telah diberikan lingkungan yang aman

3.

Telah diberikan bantuan dengan rentang gerak aktif/pasif secara bertahap

4.

Telah dilakukan pengubahan posisi pada pasien, dan telah diberikan bantuan pada pasien
untuk bergerak ditempat tidur.

5.

Telah dikonsultasikan dengan ahli terapi fisik/fisioterapi tentang kondisi klien.

Intervensi Diagnosa Keperawatan 3: Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya


kemampuan

menjalankan

aktivitas

kehidupan

sehari-hari.

Tindakan Keperawatan Mandiri


1. Dorong pasien mengekspresikan perasaan dan mendiskusikan cedera dan masalah yang
berhubungan dengan cara aktif. Dengarkan secara aktif
2. Motivasi penggunaan mekanisme penyelesaian masalah secara adaptif.
3. Libatkan orang terdekat pasien dan berikan dukungan jika diperlukan.
4. Modifikasi lingkungan rumah jika diperlukan.
5. Dorong klien berpartisipasi dalam pengembangan program terapi.
6. Jelaskan berbagai program terapi.
7. Dorong partisipasi aktivitas sehari-hari dalam batasan terapeutik.
8. Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman.
Lakukan supervisi agar pemakaiannya terjamin.
9.

Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri dirumah; merencanakan regimen
terapi, mengenali risiko masalah, mengenali situasi yang tidak aman, dan meneruskan supervisi
kesehatan.
Implementasi

1. Telah dilakukan bantuan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan mendiskusikan cedera
serta masalah yang berhubungan dengan cara aktif antara perawat dengan pasien. Dengarkan
secara aktif
2. Telah dilakukan motivasi penggunaan mekanisme penyelesaian masalah secara adaptif.
3. Telah meibatkan orang terdekat pasien dan telah diberikan dukungan jika diperlukan.
4. Telah dilakukan modifikasi lingkungan rumah jika diperlukan.

5. Telah dilakukan support pada klien untuk berpartisipasi dalam pengembangan program terapi.
6. Telah dilakukan penjelasan tentang berbagai program terapi.
7. Telah diberikan support partisipasi aktivitas sehari-hari dalam batasan terapeutik.
8. Telah diajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara amandan Telah
dilakukan supervisi agar pemakaiannya terjamin.
9.

Telah dilakukan evaluasi kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri dirumah;
merencanakan regimen terapi, mengenali risiko masalah, mengenali situasi yang tidak aman, dan
meneruskan supervisi kesehatan.
Evaluasi
S
O
A
P

DAFTAR PUSTAKA

Christopher

R.

Sforzo,

M.D.

Tanpa

tahun. Rotater

Cuff

Disease.

[serial

online].www.orthocenterflorida.com. [8 Februari 2013]


Sufitni.

2004. Cedera

Pada

Extremitas

Superior. [serial

online].http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3537/1/anatomi-sufitni2.pdf. [8 Februari
2013]
University Health Service-Physical Therapy. Tanpa tahun. Rotator Cuff Sprain and
Strains. [serial online].http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/
ConditionsAndTreatments/Pages/Shoulder-and-Elbow-Injuries-Rotator-Cuff-Injuries.aspx?
gclid=CP2YopyNq7UCFYUa6wod2ysAfQ. [8 Februari 2013]

Anda mungkin juga menyukai