Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hiponatremia adalah sebuah gangguan elektrolit (gangguan pada garam dalam darah)
dimana konsentrasi natrium dalam plasma lebih rendah dari normal, khususnya di bawah
135 meq/L. Sebagian besar kasus hiponatremia terjadi pada orang dewasa dari jumlah
berlebih atau efek dari hormone penahan air yang dikenal dengan nama hormon
antidiuretik.
B. ETIOLOGI
Tingkat sodium yang rendah dalam darah mengakibatkan kelebihan air atau
cairan dalam tubuh, mengencerkan jumlah yang normal dari sodium sehingga
konsentrasinya nampak
rendah.
Tipe
hiponatremia
ini
secara
dalam
efisien)
dan
gagal jantung,
dimana
cairan
tidak
kelebihan
dapat
cairan
contohnya selama latihan yang berat, tanpa penggantian sodium yang cukup, dapat
juga berakibat pada hiponatremia.
Hiponatremia juga terjadi ketika sodium hilang dari tubuh atau ketika sodium dan
cairan hilang dari tubuh, contohnya selama berkeringat yang berkepanjangan dan muntah
atau diare yang parah. Kondisi- kondisi medis adakalanya dihubungkan dengan
hiponatremia adalah kekurangan adrenal, hypothyroidism dan sirosis hati. Sejumlah
obat- obatan juga dapat menurunkan tingkat sodium dalam darah contohnya adalah
obat-obatan diuretik, vasopresin, dan sulfonylurea
C. FAKTOR RISIKO
Pada kondisi normal, kadar natrium yang seharusnya adalah 135 hingga 145
mEq/liter (miliequivalen per liter).
Diare atau muntah yang parah dan kronis. Kondisi ini bisa memicu berkurangnya
kadar natrium serta elektrolit lain dari tubuh.
Terlalu banyak minum atau kurang minum. Konsumsi terlalu banyak air umumnya
akan memicu hiponatremia. Natrium dikeluarkan tubuh dalam bentuk keringat.
Produksi keringat yang berlebihan pada orang-orang yang melakukan lari maraton,
akan menyebabkan kandungan natrium dalam darah akan berkurang. Sedangkan
kekurangan minum akan memicu kehilangan cairan serta elektrolit-elektrolit lainnya.
Obat-obatan tertentu, seperti pil diuretik, antidepresan, serta obat pereda sakit.
Obat-obatan terlarang, khususnya ekstasi.
Kondisi kesehatan tertentu, contohnya gagal jantung, penyakit ginjal, sirosis hati,
syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone atau SIADH (kondisi yang muncul
ketika produksi hormon anti-diuterik sangat tinggi), serta rendahnya kadar hormon
tiroid akibat gangguan pada kelenjar adrenal.
D. PATOFISIOLOGI
Etiologi hiponatremia dapat dikategorikan dalam tiga cara patofisiologi utama
berdasarkan osmolalitas plasma.
1. Hipertonik hiponatremia, disebabkan oleh penyerapan air yang ditarik oleh
osmol seperti glukosa ( hiperglikemia atau diabetes ) atau manitol ( infus hipertonik ).
3. Hiponatremia hipotonik sejauh ini merupakan jenis yang paling umum. Hiponatremia
hipotonik dikategorikan dalam 3 cara berdasarkan status volume pasien darah.
Hipernatremia
hipovolemik
dimana
hiponatremia
palsu
dan
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non spesifik. Hal
ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia ini akut (memburuk dalam 48 jam)
atau kronis (memburuk dalam 48 jam). Tingkat toleransi natrium jauh lebih rendah jika
hiponatremia berkembang menjadi kronis.
Tujuan menggunakan ambang 48 jam untuk membedakan hiponatremia akut dan
kronik, adalah dimana edema otak tampaknya lebih sering terjadi dalam waktu kurang
dari 48 jam. Penelitian eksperimental juga menunjukkan bahwa otak memerlukan waktu
sekitar 48 jam untuk beradaptasi dengan lingkungan yang hipotonik. Sebelum adaptasi
terjadi, terdapat risiko edema otak, akibat osmolalitas cairan ekstraselular yang lebih
rendah yang memicu terjadinya perpindahan air kedalam sel. Tetapi, setelah adaptasi
selesai, sel-sel otak dapat kembali mengalami kerusakan jika kadar natrium plasma
meningkat terlalu cepat. Kerusakan pada selaput mielin yang menyelimuti neuron dapat
menimbulkan kondisi yang disebut sebagai sindrom demielinisasi osmotik. Dengan
demikian penting untuk membedakan antara hiponatremia akut dan kronik untuk dapat
menilai apakah seseorang memiliki risiko edema otak yang lebih tinggi dibandingkan
demielinisasi osmotik. Dalam praktik klinis, perbedaan antara hiponatremia akut dan
kronik sering tidak jelas, terutama pada pasien yang datang ke unit gawat darurat. Jika
penggolongan akut ataupun kronik sulit dilakukan atau jika ada keraguan, sebaiknya
dianggap kronik, kecuali ada alasan untuk menganggapnya sebagai kondisi akut
Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan anamnesa dan
melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah saraf, abdominal
symptoms and signs, pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit Addison), riwayat obat,
dan lainnya. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis dan pengelolaan
selanjutnya.
TINGKATAN
RINGAN
PLASMA SODIUM
130 135 mmol/l
GEJALA KLINIS
Terkadang tidak muncul gejala
Anoreksia
sakit kepala,
mual
muntah
lesu
SEDANG
kram otot
kelamahan otot
ataksia
perubahan kepribadian
BERAT
120 mmol/l
rasa mengantuk ,
fungsi reflex berkurang
kejang
koma
kematian
F. DIAGNOSIS
G. TATALAKSANA
Pengobatan hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya, keseimbangan
cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut (durasi 48 jam '),
pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk mencegah edema serebral.
Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana koreksi harus lambat untuk
mencegah central pontine myelinolysis yang dapat menyebabkan kerusakan saraf
permanen. Target yang harus dicapai untuk meningkatkan natrium ke tingkat yang aman
( 120 mmol / l). Natrium tidak harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama.
Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi demielinasi fokus di
daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak serius dan ireversibel gejala
sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai tiga hari setelah natrium telah
diperbaiki.
Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang atau koma)
pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline. Tidak ada konsensus universal untuk
penggunaan atau dengan rezim yang harus diberikan: bisa dimulai pada 1-2 ml / kg / jam
dengan pengukuran rutin natrium serum, urin dan status kardiovaskular. Disarankan agar
natrium dikoreksi tidak lebih dari 8 mmol dalam 24 jam. Furosemide juga dapat
digunakan untuk mengeluarkan air yang berlebihan.
Bila keaadaan hiponatremia sampai menimbulkan gejala, tujuan pengobatan
yang utama adalah menjaga agar kadar Na plasma tidak kurang dari 120
meq/L. Seperti yang diketahui hiponatremia dapat disebabkan kehilangan Na
atau
dank
arena
retriksi
air,
Pada
keadaan
hiponatremia
yang
disertai
hipokolemia
diare, muntah,
diuretik ), dengan melakukan koreksi K saja, hiponatremia dapat kembali normal. Jadi
pada
dasarnya
bila
hiponatremia
dalam larutan NaCl 3 % baru perlu diberikan dengan segera ( kadar Na dalam larutan ini
adalah 513 meq/L). Bila tidak menimbulkan gejala, pengobatan ditujukan pada
penyebabnya yaitu larutan NaCl isotonis pada kehilangan natrium dan retriksi cairan
pada kasus dengan kelebihan cairan. Sebagai dasar pengobatan dapat diberikan gambaran
seperti di bawah ini :
NaCl diberikan pada:
- Deplesi cairan
- Insufisiensi adrenal
- Hiponatremia karena diuretic