Anda di halaman 1dari 17

LEGITIEME PORTIE

A. Pengertian Legitieme Portie


Legitieme Portie (bagian mutlak) adalah suatu bagian dari harta
peninggalan atau warisan yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam
garis lurus (baik garis lurus ke bawah maupun ke atas), dan terhadap bagian
mana si pewaris dilarang menetapkan sesuatu baik yang berupa pemberian
(hibah) maupun yang berupa hibah wasiat (Pasal 913 KUHPerdata). 1 Menurut
Idris Ramulyo Legitieme portie adalah Suatu bagian tertentu dari harta
peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan
warisan atau dengan perkataan lain ialah bahwa legitieme portie adalah suatu
bagian dari harta peninggalan yang harus (wajib) diberikan kepada para ahli
waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si
pewaris tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara
yang masih hidup atau selaku wasiat.2
Menurut Prof. Subekti, legitieme portie adalah suatu bagian tertentu dari
harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan
warisan. Hak atas legitieme portie baru timbul apabila seseorang dalam suatu
keadaan sungguh-sungguh tampak ke muka sebagai ahli waris menurut
undang-undang waris yang berhak atas suatu legitieme portie dinamakan
1 R. Subekti, Ringkasan Tentang Hukum Keluarga dan Hukum
Waris, Cet. I, (Jakarta: Intermasa,1990)h. 32.
2 Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum
Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek) (Jakarta: Sinar
Grafika, 1993), h. 36.

legitimaris. Ia dapat minta pembatalan tiap testament yang melanggar haknya


tersebut, dan berhak menuntut supaya diadakan pengurangan (inkorting)
terhadap segala macam pemberian warisan, baik yang berupa erfstelling
maupun legaat, atau segala pemberian yang bersifat shenking yang
mengurangi haknya.3
Maksud dari peraturan tentang legitieme portie adalah untuk melindungi
para ahli waris dari tindakan pewaris yang tidak bertanggung jawab. Ada dua
sistem tentang legitieme portie, yaitu:
1. Sistem Perancis-Jerman, yang menetapkan bagian tertentu dari seluruh
warisan yang tidak dapat dilanggar dengan suatu ketetapan dalam
testament.
2. Sistem Romawi, yang menetapkan bagian tertentu dari tiap waris (ahli
waris) yang tidak dikurangi dengan testament.4
Legitieme portie yang diatur dalam KUHPerdata menganut sistem
Romawi, sebagaimana dimaksud Pasal 913 KUHPerdata, sebagai berikut:
Bagian mutlak atau legitieme portie adalah suatu bagian dari harta
peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus
menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal
tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara
yang masih hidup, maupun selaku wasiat.
Jadi maksud dari Pasal 913 KUHPerdata tersebut adalah:
3 Prof. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. ke XXXII,
(Jakarta: PT. Intermasa, 2005), h. 113.
4Ali Afandi, Hukum Waris Keluarga Hukum Pembuktian, Cetakan
Keempat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h. 44.

a. Bagian mutlak adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat
dikurangi dengan pemberian semasa hidup atau pemberian dengan
testament.
b. Bagian mutlak harus diberikan kepada para waris dalam, maksudnya garis
lurus ke atas maupun ke bawah.
Garis lurus ke bawah adalah anak-anak dan keturunannya serta anak luar
kawin yang diakui sah, garis lurus ke atas orang tua dan semua leluhurnya.
Oleh karena legitieme portie hanya diperuntukkan bagi waris garis lurus ke
atas dan kebawah, maka isteri/suami, saudara-saudara (paman/bibi) tidak
berhak atas legitieme portie tersebut.5 Jadi mereka yang berhak atas legitieme
portie adalah mereka:
a. Dalam garis lurus ke bawah (Pasal 914 KUHPerdata)
b. Mereka dalam garis lurus ke atas (Pasal 915 KUHPerdata)
c. Anak luar kawin yang diakui sah (Pasal 916 KUHPerdata).
Dengan demikian, ahli waris dalam garis lurus tidak dapat sama sekali
dikecualikan sebagai ahli waris (dibebaskan), mereka oleh undang-undang
dijamin atas suatu bagian dalam harta peninggalan. Peraturan mengenai
bagian mutlak ini merupakan pembatasan kebebasan si pewaris untuk
membuat wasiat menurut kehendaknya sendiri. Suami-isteri walaupun
menurut undang-undang mendapat bagian sama besarnya dengan bagian
seorang anak sah sebagai ahli waris, tidak berhak atas bagian mutlak, karena

5 Ibid., h. 45.

suami atau isteri tidak termasuk ahli waris dalam garis lurus baik ke bawah
maupun ke atas.
Seorang legitimaris berhak menuntut atau melepaskan legitieme portienya tanpa bersama-sama dengan para ahli waris legitimaris lainnya.
Penuntutan atas bagian mutlak baru dapat dilakukan terhadap hibah atau
hibah wasiat yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam suatu
harta peninggalan setelah warisan terbuka (Pasal 920 KUHPerdata).
Penuntutan itu dapat dilakukan terhadap segala macam pemberian yang telah
dilakukan oleh si pewaris, baik yang berupa erfstelling (pengangkatan sebagai
waris), pemberian dengan wasiat (hibah wasiat), maupun terhadap segala
pemberian yang dilakukan oleh si pewaris sewaktu si pewaris masih hidup
yang dinamakan hibah schenknig yang berakibat mengurangi besarnya bagian
mutlak. Pasal-pasal yang mengatur bagian mutlak adalah undang-undang
dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentaire
erfrecht).6
B. Besarnya Legitieme Portie
Besarnya legitieme portie diatur dalam Pasal 914 KUHPerdata, yaitu:
Dalam garis lurus ke bawah, apabila si yang mewariskan hanya
meninggalkan anak yang sah satu-satunya saja, maka terdirilah bagian
mutlak itu atas setengah dari harta peninggalan, yang mana oleh si
anak itu dalam pewarisan sedianya harus diperolehnya.

6 R.H. Soerojo Wongsowidjojo, Hukum Waris Perdata Barat (BW),


Bahan Kuliah Program Pendidikan Keahlian Notariat, Universitas
Indonesia, Jilid I, (Jakarta: tanpa tahun), h. 42.

Apabila dua orang anak yang ditinggalkannya, maka bagian mutlak itu
adalah masing-masing dua pertiga dari apa yang sedianya harus diwariskan
oleh mereka masing-masing dalam pewarisan. Tiga orang atau lebih pun anak
yang ditinggalkannya, maka tiga perempatlah bagian mutlak itu dari apa yang
sedianya masing-masing mereka harus mewarisnya, dalam pewarisan. Dalam
sebutan anak, termasuk juga didalamnya sekalian keturunannya, dalam derajat
keberapapun juga, akan tetapi mereka terakhir ini hanya dihitung sebagai
pengganti si anak yang mereka wakili dalam warisan-warisan si yang
mewariskannya. Lebih jelasnya isi Pasal 914 KUHPerdata adalah:
1. Jika hanya ada seorang anak sah, jumlah legitiema portie adalah dari
bagian yang sebenarnya yang akan diperoleh sebagai ahli waris menurut
undang-undang.
2. Jika ada dua orang anak sah, maka jumlah legitieme portie adalah 2/3 dari
bagian yang sebenarnya akan diperoleh sebagai ahli waris menurut
undang-undang.
3. Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, dari bagian yang sebenarnya akan
diperoleh ahli waris menurut undang-undang.
4. Jika si anak sebagai ahli waris menurut undang-undang meninggal dunia
lebih dahulu maka hak legitieme portie beralih kepada sekalian anakanaknya bersama-sama, selaku penggantian.
Sedangkan menurut Pasal 915 KUHPerdata.

Dalam garis lurus ke atas bagian mutlak itu adalah selamanya


setengah dari apa yang menuntut undang-undang menjadi bagian tiaptiap mereka dalam garis itu dalam pewarisan karena kematian.
Menurut Pasal 915 KUHPerdata di atas, garis lurus ke atas dimaksud
adalah orang tua atau nenek, maka jumlah legitieme portie adalah selaku
dari bagiannya sebagai ahli waris menurut undang-undang. Begitu pula
menurut Pasal 916 KUHPerdata sebagai berikut:
Bagian mutlak seseorang anak luar kawin yang telah diakui dengan
sah adalah setengah dari apa yang menurut undang-undang menjadi
bagian tiap-tiap mereka dalam garis itu dalam pewarisan karena
kematian.
Jadi, bagian anak luar kawin yang diakui sah, jumlah legitieme portienya adalah dari bagiannya sebagai ahli waris menurut undang-undang, baik
ada atu tidak ada anak sah dari si pewaris. Sedangkan dalam Pasal 917
KUHPerdata, disebutkan:
Dalam hal tak adanya keluarga sedarah dalam garis ke atas dan ke
bawah, pun tak adanya anak-anak luar kawin yang diakui dengan sah,
hibah-hibah antara yang masih hidup atau dengan surat wasiat, boleh
meliputi segenap harta peninggalan.

Isi Pasal 917 KUHPerdata tersebut pada pokoknya mengatur apabila


tidak ada ahli waris yang berhak atas bagian mutlak, maka pewaris dapat
memberikan seluruh harta peninggalannya kepada orang lain dengan suatu
hibah semasa hidup atau dengan hibah wasiat. Terhadap kasus seorang ahli
waris yang menolak warisan (on waardigheid) terhadap perhitungan legitieme
portie, maka penyelesaiannya secara konsekuensi seharusnya tidak turut

dihitung menentukan pecahan legitieme portie,7 karena menurut Pasal 1058


KUHPerdata berbunyi Si waris yang menolak warisannya dianggap tidak
pernah telah menjadi waris.
Sedangkan perlindungan atas tuntutan legitieme waris diatur dalam Pasal
921 KUHPerdata, prinsipnya tuntutan legitieme waris yang harus dipenuhi,
kalau perlu dengan memotong hibah atau legaat. Cara perlindungan yang
diberikan oleh Pasal 921 KUHPerdata, adalah dengan menetapkan dari jumlah
mana besarnya. Legitieme Portie (LP) harus dihitung, yaitu dengan cara:
1. Menghitung semua hibah-hibah yang telah diberikan oleh pewaris semasa
hidupnya, termasuk hibah yang diberikan kepada salah seorang atau para
legitieme waris.
2. Jumlah tersebut ditambahkan dengan aktiva warisan yang ada.
3. Kemudian dikurangi hutang-hutang pewaris.
4. Dari jumlah tersebut dihitung besarnya LP legitieme waris (yang menuntut
LP).
5. Untuk menentukan berapa yang benar-benar diterima legitieme waris yang
bersangkutan.
Jumlah LP tersebut di atas masih harus dikurangi dengan hibah-hibah
yang sudah diterima olehnya, sekalipun yang bersangkutan dibebaskan dari
kewajiban inbreng. Kata-kata segala apa yang telah mereka terima dari si

7 J. Satrio, Hukum Waris, Cet. II, (Bandung: Alumni, 1992), h. 270.

meninggal menurut Pasal 921 KUHPerdata termasuk pula apa yang oleh
pewaris telah diwasiatkan.8

C. Cara Untuk Memenuhi Legitieme Portie


Cara untuk memenuhi legitieme portie diatur dalam Pasal 924
KUHPerdata.
Segala hibah antara yang masih hidup sekali-kali tidak boleh
dikurangi, melainkan apabila ternyata, bahwa segala barang-barang
yang telah diwasiatkan, tak cukup guna menjamin bagian mutlak dalam
suatu warisan. Apabila kendati itu masihlah harus dilakukan
pengurangan terhadap hibah-hibah antara yang masih hidup, maka
pengurangan ini harus dilakukan mulai dengan hibah yang
terkemudian, lalu dari yang ini ke hibah yang lebih tua dan demikian
selanjutnya.

Dengan demikian cara untuk memenuh legitieme portie atau hak mutlak
ini, antara lain:
1. Pertama ditutupi dari sisa harta warisan setelah dikurangi dengan jumlah
pelaksana wasiat.
2. Apabila dari pemenuhan itu hak mutlak dalam terpenuhi, maka diambilkan
dari wasiat dengan tidak memperhatikan kapan wasiat itu dibuat, dan
masing-masing wasiat dipotong/diambil menurut perbandingan besarnya
wasiat itu.

8 Ibid., h. 280.

3. Apabila dari wasiat itu juga tidak dapat memenuhi hak mutlak maka
diambilkan dari hibah yang tanggal pemberiannya paling dekat dengan
tanggal kematian dari orang yang meninggalkan warisan.
Apabila dari hibah tersebut legitieme portie sudah terpenuhi, maka hibahhibah lainnya tidak perlu dipotong atau dikurangi terhadap hibah yang
tanggal pemberiannya sama, maka diambil berdasarkan perbandingan.
4. Legitieme portie hanya diperhitungkan apabila terdapat hibah atau wasiat
atau keduanya dan adanya tuntutan dari ahli waris yang mempunyai hak
tersebut.9

D. Contoh Perhitungan Legitieme Portie


1.

Bagian Mutlak Golongan I


Bagian mutlak bagi para ahli waris dalam garis lurus ke bawah atau ahli
waris dalam golongan I (pertama). Para ahli waris dalam golongan I tidak
berhak atas bagian mutlak, yang berhak hanya mereka yang termasuk dalam
garis lurus ke bawah, sehingga suami atau isteri berhak atas bagian mutlak.
Pasal 914 ayat (1) KUHPerdata, menetapkan Dalam garis lurus ke bawah,
apabila si pewaris hanya meninggalkan anak yang sah satu-satunya, maka
bagian mutlak anak itu berjumlah setengah dari harta peninggalan yang
oleh si anak itu dalam sedianya harus menerimanya.
Contoh 1:
9 Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-dasar Hukum Waris
Barat (Suatu Pembahasan Teoritis dan Praktik) (Bandung: Tarsito,
1988),., h. 29-30.

A meninggal dunia meninggalkan satu-satunya anak laki-laki B. Dalam


wasiatnya A mengangkat orang lain X sebagai ahli waris satu-satunya.
Buatlah pembagian harta peninggalan A!
Jawaban:
a. Gambar
A

b. Pembagian
B dibebaskan sebagai ahli waris (onterfd) sehingga B hanya berhak atas
bagian mutlaknya, yaitu bagian dari warisan yang seharusnya ia terima.
Apabila A tidak mengangkat X sebagai ahli waris, maka B adalah satusatunya ahli waris yang akan menerima seluruh harta peninggalan A,
dalam kasus ini B hanya berhak atas legitieme portie-nya yaitu x seluruh
harta peninggalan, sisanya atau bagian lainnya menjadi haknya X, yang
diangkat sebagai ahli waris satu-satunya. Pembagiannya:
B menerima LP-nya = bagian
X menerima
= bagian
Jumlah

= 2/2 bagian

Pasal 914 ayat (2) menetapkan: Apabila dua orang anak yang
ditinggalkan, maka bagian mutlak anak-anak itu masing-masing 2/3 (dua
pertiga) dari apa yang sedianya harus diwaris oleh mereka masing-masing
dalam pewarisan.
Contoh 2:
A meninggal dunia meninggalkan dua orang anak laki-laki B dan C. Dalam
wasiatnya A mengangkat X satu-satunya ahli waris.
Buatlah pembagian harta peninggalan A!
Jawaban:
a. Gambar

10

b. Pembagian
B dan C masing-masing berhak atas bagian mutlak.
LP BC adalah 2/3
Jadi, bagian BC = 2/3
Jadi, masing-masing mendapat :
B = x 2/3 = 2/6 bagian
C = x 2/3 = 2/6 bagian
Sisanya untuk X = 1 (2 x 2/6) = 1 4/6 = 2/6 bagian.
Pembagiannya:
B
C
X sisanya
Jumlah

= 2/6 bagian
= 2/6 bagian
= 2/6 bagian
= 6/6 bagian

Pasal 914 ayat (3) menetapkan: Tiga orang atau lebih anak yang
ditinggalkan, bagian mutlaknya adalah dari bagian yang sedianya mereka
terima.
Contoh 3:
A meninggal dunia meninggalkan isterinya B dan tiga orang anak laki-laki C,
D dan E.
Dalam wasiatnya A mengangkat B sebagai satu-satunya ahli waris.
Jawaban:
a. Gambar

b. Pembagian

B akan menerima lebih dahulu bagiannya sebagai isteri ialah bagian


dari harta persatuan. bagian lainnya merupakan harta peninggalan A.

11

Bagian mutlak CDE masing-masing x x = 3/32 dari harta


persatuan. Jadi bertiga mendapat bagian 9/32 bagian sisanya untuk B ialah
sebesar 7/32 dari harta persatuan.
Pembagiannya:
B menerima
C menerima
D menerima
E menerima

= = 16/32 + 7/32

= 23/32 bagian
= 3/32 bagian
= 3/32 bagian
= 3/32 bagian

Jumlah

= 32/32 bagian
(dari harta persatuan)

2. Bagian Mutlak Ahli Waris Golongan II dan Golongan III


Para ahli waris yang termasuk dalam Golongan II ialah orang tua,
saudara-saudara laki-laki dan perempuan, termasuk keturunan dari saudarasaudara tersebut sebagai pengganti. Menurut Pasal 915 KUHPerdata, dalam
garis lurus ke atas bagian mutlak itu selamanya setengah dari apa yang
menurut undang-undang menjadi bagian tiap-tiap mereka dalam garis itu
dalam pewarisan karena kematian. Orang tua (bapak dan ibu) serta kakek dan
nenek serta para leluhur ke atas berhak atas legitieme portie dari anak, cucu
dan lain-lain keturunan ke bawah, semuanya menurut golongan dalam
penampilan sebagai para ahli waris.
Terhadap saudara-saudara meskipun termasuk para ahli waris Golongan
II, tetapi undang-undang tidak memberi hak sebagai ahli waris yang berhak
atas bagian mutlak, sama halnya dengan suami maupun isteri meskipun
mereka adalah termasuk golongan I, tetapi tidak sebagai ahli awris yang
berhak atas bagian mutlak.10
10 R.H. Soerojo Wongsowidjojo, Hukum Waris Perdata Barat
(BW), Bahan Kuliah Program Pendidikan Keahlian Notariat,

12

Contoh :
A meninggal dunia meninggalkan bapak B serta tiga saudara laki-laki CDE.
Dalam wasiatnya A mengangkat X (orang lain) sebagai satu-satunya ahli
waris.
Buatlah pembagian harta peninggalan A!
Jawaban:
a. Gambar

B
A
C

b. Pembagian
1) Jawaban Pertama
Oleh karena X yang diangkat sebagai satu-satunya ahli waris, maka
BCDE dibebaskan sebagai ahli waris dari A. CDE tidak berhak
menerima bagian dari harta peninggalan A. Namun B berhak menuntut
bagian mutlaknya, B dianggap sebagai satu-satunya ahli waris
menurut undang-undang karena C, D dan E dianggap tidak ada (Pasal
916a).
Pasal 916a dapat diterapkan apabila ada tiga syarat, yaitu:
a) Adanya ahli waris ab intestato (karena kematian), legitimaris
(orang yang berhak atas bagian mutlak).
b) Adanya ahli waris ab intestato bukan legitimaris.
c) Adanya pihak ketiga (derden).
Dalam soal di atas syarat-syarat menurut Pasal 916a terpenuhi, yaitu B
termasuk golongan a); CDE termasuk golongan b); dan X termasuk
golongan c);
Bagian mutlak B yaitu dari harta peninggalan A.
Jadi, pembagiannya:
B menerima x = 1/8
Universitas Indonesia, Jilid I, (Jakarta: tanpa tahun), h. 59.

13

X menerima
CDE tidak menerima bagian

= 7/8

HPA

= 8/8

2) Jawaban Kedua
Pertama-tama dilaksanakan wasiat X menerima100%, kemudian
dikurangi untuk menutup LP B sebesar 1/8 bagian, sehingga X
menerima sisanya 7/8.11

E. Cara Menutup Legitieme Portie


Untuk menutup bagian mutlak pertama-tama diambilkan dari sisa
harta peninggalan setelah dilaksanakan wasiat. Apabila jumlah sisa harta
peninggalan belum mencukupi, maka pemberian dengan wasiat dikurangi.
Dalam hal ini semua pemberian dengan wasiat dikurangi bersama-sama
menurut perimbangan besarnya bagian yang termuat dalam wasiat itu dan
tidak memandang kapan wasiat itu dibuatnya (Pasal 920 KUHPerdata).
Apabila pemotongan dari wasiat itu belum mencukupi untuk menutup
bagian mutlak, maka dilaksanakan apa yang termuat dalam Pasal 926
KUHPerdata, ialah pengurangan/pemotongan dari hibah-hibah yang telah
diberikan pada waktu si pewaris masih hidup, termasuk juga pemberian hibahhibah dalam perjanjian kawin. Pelaksanaan pengurangan dilakukan menurut
urutan dari tanggal yang paling dekat dengan tanggal meninggalnya si
pewaris.12
Untuk menghitung bagian mutlak perlu diperhatikan ketentuan Pasal 921
KUHPerdata, sebagai berikut:
11 Ibid.. h. 59-60.
12 Ibid., h. 62.

14

Pertama-tama diadakan penjumlahan dari semua harta peninggalan yang


ada pada waktu si pewaris meninggal dunia. Selanjutnya ditambah dengan
jumlah nilai uang atau nilai barang yang telah dihibahkan pada waktu si
pewaris masih hidup. Barang-barang yang telah dihibahkan ditinjau dalam
keadaan pada saat hibah dilakukan namun mengenai barangnya dinilai
menurut harga pada waktu si pewaris meninggal dunia. Dari jumlah itu
akhirnya dikurangi dengan hutang-hutang si pewaris. Walaupun si penerima
hibah dibebaskan dari pemasukan barang-barang/ uang yang telah dihibahkan
itu tetap dihitung untuk menghitung besarnya bagian mutlak (legitieme
portie).
Contoh :
A meninggal dunia pada tanggal 1 Januari 2005, meninggalkan seorang anak
laki-laki B. Harta peninggalan A sebesar Rp. 10.000.000,-. Pada waktu A
masih hidup, telah memberikan hibah kepada X tanggal 1 Februari 2000
berupa uang sebesar Rp. 20.000.000,- dan kepada Y tanggal 1 Februari 2002
sebesar Rp. 10.000.000,-. Para ahli waris A menuntut haknya. Buatlah
pembagian harta peninggalan A!
Jawaban:
a. Gambar
A

b. Pembagian

Harta peninggalan A Rp. 10.000.000,-. Untuk menghitung bagian


mutlak B maka jumlah harta yang telah dihibahkan oleh A kepada X dan
Y ikut dihitung. Bagian mutlak B = x (10.000.000 + 20.000.000 +
10.000.000) = x 40.000.000 = 20.000.000.
Dari harta peninggalan A, B baru menerima Rp. 10.000.000,-. Jadi masih
kurang Rp. 10.000.000,-. Jumlah sebesar Rp. 10.000.000,- dikurangkan
dari hibah yang telah diberikan kepada Y, sehingga Y harus membayar

15

kembali kepada B untuk menutup bagian mutlak B sebesar


Rp.10.000.000,Dengan pemotongan dari Y bagian mutlak B telah terpenuhi, maka
hibah yang telah diberikan kepada X tidak usah dipotong/dikurangi.13

DAFTAR PUSTAKA
Ali Afandi, Hukum Waris Keluarga Hukum Pembuktian, Cetakan Keempat, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-dasar Hukum Waris Barat, Suatu
Pembahasan Teoritis dan Praktik, Tarsito, Bandung, 1988.

13 Ibid., h. 63.

16

J. Satrio, Hukum Waris, Cet. II, Alumni, Bandung, 1992.


Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata
Barat (Burgerlijk Wetboek), Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
R. Subekti, Ringkasan Tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Cet. I,
Intermasa, Jakarta, 1990
Prof. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. ke XXXII, PT. Intermasa,
Jakarta, 2005.
R.H. Soerojo Wongsowidjojo, Hukum Waris Perdata Barat (BW), Bahan Kuliah
Program Pendidikan Keahlian Notariat, Universitas Indonesia, Jilid I,
Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai