a. Bagian mutlak adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat
dikurangi dengan pemberian semasa hidup atau pemberian dengan
testament.
b. Bagian mutlak harus diberikan kepada para waris dalam, maksudnya garis
lurus ke atas maupun ke bawah.
Garis lurus ke bawah adalah anak-anak dan keturunannya serta anak luar
kawin yang diakui sah, garis lurus ke atas orang tua dan semua leluhurnya.
Oleh karena legitieme portie hanya diperuntukkan bagi waris garis lurus ke
atas dan kebawah, maka isteri/suami, saudara-saudara (paman/bibi) tidak
berhak atas legitieme portie tersebut.5 Jadi mereka yang berhak atas legitieme
portie adalah mereka:
a. Dalam garis lurus ke bawah (Pasal 914 KUHPerdata)
b. Mereka dalam garis lurus ke atas (Pasal 915 KUHPerdata)
c. Anak luar kawin yang diakui sah (Pasal 916 KUHPerdata).
Dengan demikian, ahli waris dalam garis lurus tidak dapat sama sekali
dikecualikan sebagai ahli waris (dibebaskan), mereka oleh undang-undang
dijamin atas suatu bagian dalam harta peninggalan. Peraturan mengenai
bagian mutlak ini merupakan pembatasan kebebasan si pewaris untuk
membuat wasiat menurut kehendaknya sendiri. Suami-isteri walaupun
menurut undang-undang mendapat bagian sama besarnya dengan bagian
seorang anak sah sebagai ahli waris, tidak berhak atas bagian mutlak, karena
5 Ibid., h. 45.
suami atau isteri tidak termasuk ahli waris dalam garis lurus baik ke bawah
maupun ke atas.
Seorang legitimaris berhak menuntut atau melepaskan legitieme portienya tanpa bersama-sama dengan para ahli waris legitimaris lainnya.
Penuntutan atas bagian mutlak baru dapat dilakukan terhadap hibah atau
hibah wasiat yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam suatu
harta peninggalan setelah warisan terbuka (Pasal 920 KUHPerdata).
Penuntutan itu dapat dilakukan terhadap segala macam pemberian yang telah
dilakukan oleh si pewaris, baik yang berupa erfstelling (pengangkatan sebagai
waris), pemberian dengan wasiat (hibah wasiat), maupun terhadap segala
pemberian yang dilakukan oleh si pewaris sewaktu si pewaris masih hidup
yang dinamakan hibah schenknig yang berakibat mengurangi besarnya bagian
mutlak. Pasal-pasal yang mengatur bagian mutlak adalah undang-undang
dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentaire
erfrecht).6
B. Besarnya Legitieme Portie
Besarnya legitieme portie diatur dalam Pasal 914 KUHPerdata, yaitu:
Dalam garis lurus ke bawah, apabila si yang mewariskan hanya
meninggalkan anak yang sah satu-satunya saja, maka terdirilah bagian
mutlak itu atas setengah dari harta peninggalan, yang mana oleh si
anak itu dalam pewarisan sedianya harus diperolehnya.
Apabila dua orang anak yang ditinggalkannya, maka bagian mutlak itu
adalah masing-masing dua pertiga dari apa yang sedianya harus diwariskan
oleh mereka masing-masing dalam pewarisan. Tiga orang atau lebih pun anak
yang ditinggalkannya, maka tiga perempatlah bagian mutlak itu dari apa yang
sedianya masing-masing mereka harus mewarisnya, dalam pewarisan. Dalam
sebutan anak, termasuk juga didalamnya sekalian keturunannya, dalam derajat
keberapapun juga, akan tetapi mereka terakhir ini hanya dihitung sebagai
pengganti si anak yang mereka wakili dalam warisan-warisan si yang
mewariskannya. Lebih jelasnya isi Pasal 914 KUHPerdata adalah:
1. Jika hanya ada seorang anak sah, jumlah legitiema portie adalah dari
bagian yang sebenarnya yang akan diperoleh sebagai ahli waris menurut
undang-undang.
2. Jika ada dua orang anak sah, maka jumlah legitieme portie adalah 2/3 dari
bagian yang sebenarnya akan diperoleh sebagai ahli waris menurut
undang-undang.
3. Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, dari bagian yang sebenarnya akan
diperoleh ahli waris menurut undang-undang.
4. Jika si anak sebagai ahli waris menurut undang-undang meninggal dunia
lebih dahulu maka hak legitieme portie beralih kepada sekalian anakanaknya bersama-sama, selaku penggantian.
Sedangkan menurut Pasal 915 KUHPerdata.
meninggal menurut Pasal 921 KUHPerdata termasuk pula apa yang oleh
pewaris telah diwasiatkan.8
Dengan demikian cara untuk memenuh legitieme portie atau hak mutlak
ini, antara lain:
1. Pertama ditutupi dari sisa harta warisan setelah dikurangi dengan jumlah
pelaksana wasiat.
2. Apabila dari pemenuhan itu hak mutlak dalam terpenuhi, maka diambilkan
dari wasiat dengan tidak memperhatikan kapan wasiat itu dibuat, dan
masing-masing wasiat dipotong/diambil menurut perbandingan besarnya
wasiat itu.
8 Ibid., h. 280.
3. Apabila dari wasiat itu juga tidak dapat memenuhi hak mutlak maka
diambilkan dari hibah yang tanggal pemberiannya paling dekat dengan
tanggal kematian dari orang yang meninggalkan warisan.
Apabila dari hibah tersebut legitieme portie sudah terpenuhi, maka hibahhibah lainnya tidak perlu dipotong atau dikurangi terhadap hibah yang
tanggal pemberiannya sama, maka diambil berdasarkan perbandingan.
4. Legitieme portie hanya diperhitungkan apabila terdapat hibah atau wasiat
atau keduanya dan adanya tuntutan dari ahli waris yang mempunyai hak
tersebut.9
b. Pembagian
B dibebaskan sebagai ahli waris (onterfd) sehingga B hanya berhak atas
bagian mutlaknya, yaitu bagian dari warisan yang seharusnya ia terima.
Apabila A tidak mengangkat X sebagai ahli waris, maka B adalah satusatunya ahli waris yang akan menerima seluruh harta peninggalan A,
dalam kasus ini B hanya berhak atas legitieme portie-nya yaitu x seluruh
harta peninggalan, sisanya atau bagian lainnya menjadi haknya X, yang
diangkat sebagai ahli waris satu-satunya. Pembagiannya:
B menerima LP-nya = bagian
X menerima
= bagian
Jumlah
= 2/2 bagian
Pasal 914 ayat (2) menetapkan: Apabila dua orang anak yang
ditinggalkan, maka bagian mutlak anak-anak itu masing-masing 2/3 (dua
pertiga) dari apa yang sedianya harus diwaris oleh mereka masing-masing
dalam pewarisan.
Contoh 2:
A meninggal dunia meninggalkan dua orang anak laki-laki B dan C. Dalam
wasiatnya A mengangkat X satu-satunya ahli waris.
Buatlah pembagian harta peninggalan A!
Jawaban:
a. Gambar
10
b. Pembagian
B dan C masing-masing berhak atas bagian mutlak.
LP BC adalah 2/3
Jadi, bagian BC = 2/3
Jadi, masing-masing mendapat :
B = x 2/3 = 2/6 bagian
C = x 2/3 = 2/6 bagian
Sisanya untuk X = 1 (2 x 2/6) = 1 4/6 = 2/6 bagian.
Pembagiannya:
B
C
X sisanya
Jumlah
= 2/6 bagian
= 2/6 bagian
= 2/6 bagian
= 6/6 bagian
Pasal 914 ayat (3) menetapkan: Tiga orang atau lebih anak yang
ditinggalkan, bagian mutlaknya adalah dari bagian yang sedianya mereka
terima.
Contoh 3:
A meninggal dunia meninggalkan isterinya B dan tiga orang anak laki-laki C,
D dan E.
Dalam wasiatnya A mengangkat B sebagai satu-satunya ahli waris.
Jawaban:
a. Gambar
b. Pembagian
11
= = 16/32 + 7/32
= 23/32 bagian
= 3/32 bagian
= 3/32 bagian
= 3/32 bagian
Jumlah
= 32/32 bagian
(dari harta persatuan)
12
Contoh :
A meninggal dunia meninggalkan bapak B serta tiga saudara laki-laki CDE.
Dalam wasiatnya A mengangkat X (orang lain) sebagai satu-satunya ahli
waris.
Buatlah pembagian harta peninggalan A!
Jawaban:
a. Gambar
B
A
C
b. Pembagian
1) Jawaban Pertama
Oleh karena X yang diangkat sebagai satu-satunya ahli waris, maka
BCDE dibebaskan sebagai ahli waris dari A. CDE tidak berhak
menerima bagian dari harta peninggalan A. Namun B berhak menuntut
bagian mutlaknya, B dianggap sebagai satu-satunya ahli waris
menurut undang-undang karena C, D dan E dianggap tidak ada (Pasal
916a).
Pasal 916a dapat diterapkan apabila ada tiga syarat, yaitu:
a) Adanya ahli waris ab intestato (karena kematian), legitimaris
(orang yang berhak atas bagian mutlak).
b) Adanya ahli waris ab intestato bukan legitimaris.
c) Adanya pihak ketiga (derden).
Dalam soal di atas syarat-syarat menurut Pasal 916a terpenuhi, yaitu B
termasuk golongan a); CDE termasuk golongan b); dan X termasuk
golongan c);
Bagian mutlak B yaitu dari harta peninggalan A.
Jadi, pembagiannya:
B menerima x = 1/8
Universitas Indonesia, Jilid I, (Jakarta: tanpa tahun), h. 59.
13
X menerima
CDE tidak menerima bagian
= 7/8
HPA
= 8/8
2) Jawaban Kedua
Pertama-tama dilaksanakan wasiat X menerima100%, kemudian
dikurangi untuk menutup LP B sebesar 1/8 bagian, sehingga X
menerima sisanya 7/8.11
14
b. Pembagian
15
DAFTAR PUSTAKA
Ali Afandi, Hukum Waris Keluarga Hukum Pembuktian, Cetakan Keempat, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-dasar Hukum Waris Barat, Suatu
Pembahasan Teoritis dan Praktik, Tarsito, Bandung, 1988.
13 Ibid., h. 63.
16
17