Anda di halaman 1dari 16

Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah

lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan


ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi tempat yang
layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga generasi berikutnya.
Green city bertujuan untuk menghasilkan sebuah pembangunan kota yang berkelanjutan
dengan mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan dengan kombinasi
strategi tata ruang, strategi infrastruktur dan strategi pembangunan sosial.
Green city terdiri dari delapan kriteria, yaitu
1. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan hijau)
Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep
pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata guna lahan dan tata
bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang atraktif dan estetik.
2. Green open space (Ruang terbuka hijau)
Ruang terbuka hijau adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau
berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan iklim mikro
yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman, koridor hijau dan lainlain.
3. Green Waste (Pengelolaan sampah hijau)
Green waste adalah pengelolaan sampah hijau yang berprinsip pada reduce (pengurangan),
reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). Selain itu, pengelolaan sampah hijau juga
harus didukung oleh teknologi pengolahan dan pembuangan sampah yang ramah lingkungan.
4. Green transportation (Transportasi hijau)
Green transportation adalah transportasi umum hijau yang fokus pada pembangunan
transportasi massal yang berkualitas. Green transportation bertujuan untuk meningkatkan
penggunaan transportasi massal, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, penciptaan
infrastruktur jalan yang mendukung perkembangan transportasi massal, mengurangi emisi
kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki dan pengguna
sepeda.
5. Green water (manajemen air yang hijau)
Konsep green water bertujuan untuk penggunaan air yang hemat serta penciptaan air yang
berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa diperluas hingga penggunaan
hemat blue water (air baku/ air segar), penyediaan air siap minum, penggunaan ulang dan

pengolahan grey water (air yang telah digunakan), serta penjagaan kualitas green water (air
yang tersimpan di dalam tanah).

6. Green energy (Energi hijau)


Green energi adalah strategi kota hijau yang fokus pada pengurangan penggunaan energi
melalui penghemetan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi terbaharukan, seperti
listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik dari emisi methana TPA dan lain-lain.
7. Green building (Bangunan hijau)
Green building adalah struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan
pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi
bahkan dalam perubuhan. Green building harus bersifat ekonomis, tepat guna, tahan lama,
serta nyaman. Green building dirancang untuk mengurangi dampah negatif bangunan
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan penggunaan energi, air, dan lain-lain
yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta mampu mengurangi sampah, polusi dan
kerusakan lingkungan.
8. Green Community (Komunitas hijau)
Green community adalah strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan pemerintah,
kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Green community
bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder dalam pembangunan kota hijau
dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang ramah lingkungan,
termasuk dalam kebiasaan membuang sampah dan partisipasi aktif masyarakat dalam
program-program kota hijau pemerintah.

Kota Yang Telah Menerapkan 30% Lahan


Hijau Dari Luas Wilayahnya
Leave a reply
UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang


nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat,
sebagai berikut:
1. keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan
aktivitasnya;
2. kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan
mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
3. produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu
menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan daya saing;
4. berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek
sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:

keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;

keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia; dan

perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat
pemanfaatan
ruang.

Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah
aliran sungai (DAS)yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28
sampai dengan pasal 30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota
minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal
10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan
antara lain, untuk:

(1)

pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya

(2)

konservasi sumber daya alam; dan

(3)

pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal,
kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan

4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
1. pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
2. peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan, antara lain, melalui:
(a) partisipasi dalam penyusunan RTR;
(b) partisipasi
dalam
pemanfaatan
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

ruang;

dan

PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA


Perubahan paradigma dalam pembangunan wilayah dan kota, khususnya dalam penyediaan
ruang terbuka hijau di wilayah kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hendaknya dilaksanakan sepenuhnya oleh
Bupati/Walikota dengan dukungan penuh dari pihak legislatif di masing-maisng daerah. Hal
ini tentu saja dilaksanakan dengan melihat kondisi bio-geografi lingkungan dan sumber daya
manusia di masing-masing wilayah dan hendaknya dikembangkan secara bertahap. Hal ini
telah dilaksanakan oleh beberapa Bupati dan Walikota yang juga telah mendapat dukungan
penuh dari badan legislatifnya, seperti kelima wilayah kota Provinsi DKI Jakarta, Surabaya,
dan lain-lain.
Penyusunan RTRW Kabupaten berlaku mutatis mutandis (Pasal 28 UUPR No. 26 Tahun
2007) untuk penyusunan RTRW Kota dengan penambahan muatan pada rencana-rencana:
(1) penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
(2) penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan
(3) penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum,kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
Model perencanaan tata ruang terakhir yang disepakati para Walikota di dunia (KLH, 2005)
padaPenandatanganan Bersama Kesepakatan Lingkungan Hidup adalah dikenal dengan
istilah Green City. Meskipun terdapat dua persepsi berbeda tentang istilah Kota Hijau ini,
yaitu:
1 Sebagai visi (negara bagian di USA) menghijaukan kota-kota dengan menanam banyak
tanaman
dan
tumbuhan serta membangun taman-taman kota;

2 Negara-negara Eropa mempunyai persepsi hijau sebagai Kota yang Sehat dan hampir
bebas
dari emisi polusi CO2, CO, N2O, dan lain-lain serta orientasinya pada
penggunaan sarana
angkutan dengan energi non-fosil.
Meskipun demikian sekitar dua dekade lalu beberapa walikota di beberapa negara sedang
berkembang, seperti di benua Amerika Selatan dan di Asia telah berhasil mengembangkan
lingkungan kota layak huni (habitable) atau apa yang disebut sebagai: Kota Berwawasan
Lingkungan, sebagai contoh kota Curitiba (Brasilia)
Pada hakekatnya penyebab utama perencanaan dan perancangan permukiman kota adalah
ketidakpedulian akan pentingnya sanitasi lingkungan yang higienis, yang kemudian secara
sadar maupun tidak, menjadi perilaku (kebiasaan) warga yang tak terpuji. Lingkungan
menjadi semakin buruk akibat tidak ditegakkannya peraturan perundang-undangan yang ada.
Hal ini mengakibatkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
(1) kondisi sanitasi dasar lingkungan permukiman, menimbulkan masalah kesehatan yang
serius;
(2) persediaan air bersih yang minim (tak cukup bahkan tak ada);
(3) sampah padat dan limbah cair tidak terkelola dengan baik (tak ada sewerage system;
(4) makanan tidak higienis (keracunan, pemakaian zat kimia/pengawet, pewarna, penyedap),
(5) vektor penyakit (nyamuk, tikus, kecoak, dan lain-lain) tak terkendali;
(6) sistem transportasi/ lalu lintas yang buruk dengan adanya kemacetan lalu lintas dan
polusi udara;
(7) buruknya lingkungan kerja/ kantor (hal ini ditandai dengan berkembangnya
bakteri legionellosi, yang
mengakibatkan sick building syndrome).
Hampir semua permasalahan di atas saling terkait dan merupakan akibat dari
penyelenggaraan penataan ruang yang buruk. Oleh karena itu, dalam rangka menuju
pembangunan Kota Sehat, maka diperlukan persyaratan ketat pembangunan sarana dan
prasarana sanitasi kota.
RUANG TERBUKA HIJAU
(RTH)
1. Pendahuluan
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis
Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup
bagi:

kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;

kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;

area pengembangan keanekaragaman hayati;

area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;

tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;

tempat pemakaman umum;

pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;

pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;

penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria
pemanfaatannya;

area mitigasi/evakuasi bencana; dan

ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan


tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

1. Istilah dan Definisi


Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana
yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.
Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati;
sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan
benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat
maupun cair.
Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau
pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi
sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api,
jaringan tenaga listrik, pipa gas.
Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan
rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di
dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA).
Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada
umumnya berwarna hijau.

Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas
seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan
dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan
jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang
mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan
manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri
khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan
terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan
jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.
Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.
Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan
memiliki lebih dari satu batang utama.
Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras.
Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka
terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk
dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan
yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi
perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas
lainnya agar tidak saling mengganggu.
Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus.
Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan
rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana
kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat
selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara.
Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman
tanaman yang tetap (permanen).
Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis
tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal
dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.
Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
Fungsi dan Manfaat
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:

memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paruparu kota);

pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar;

sebagai peneduh;

produsen oksigen;

penyerap air hujan;

penyedia habitat satwa;

penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;

penahan angin.

Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:


1. Fungsi sosial dan budaya:
o menggambarkan ekspresi budaya lokal;
o merupakan media komunikasi warga kota;
o tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
2. Fungsi ekonomi:
o sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur;
o bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
3. Fungsi estetika:
o meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap
kota secara keseluruhan;
o menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
o pembentuk faktor keindahan arsitektural;
o menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan
ekologi dan konservasi hayati.

Manfaat RTH
1. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifattangible), yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk
dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2. Manfaat tidak langsung(berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih
udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,
pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).
3. Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:

Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan
lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman,
lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.

Fungsi :RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.

Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang,


tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang
perkotaan.

Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.

1. Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:

Luas wilayah

Jumlah penduduk

Kebutuhan fungsi tertentu

Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah


Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:

ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;

proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari
20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;

apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki
total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi
tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem


kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun
sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang
diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk


Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan
antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan
yang berlaku.

250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT

2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW

000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan

000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan

000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan
Pemakaman (tersebar)

Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu


Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan
prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau
membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik
tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH
sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
1. Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:

penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam
rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan
Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
setempat;

penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah


disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;

tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:

perencanaan;

pengadaan lahan;

perancangan teknik;

pelaksanaan pembangunan RTH;

pemanfaatan dan pemeliharaan.

penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk


pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;

pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard)


atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah;

tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi


penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk
tajuknya;

tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;

memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;

tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.

KOTA YANG TELAH MENERAPKANNYA


Kota yang sudah menerapkan RTH sebesar 30% dari total luasan wilayahnya adalah kota
Balikpapan,Kalimantan Timur.
ANALISIS
Secara administrative luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032
adalah 81.495 Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan 31.164,03
Ha.Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota Balikpapan Tahun
2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang RTRW Tahun 2005-2015, mengurai
problematika penataan ruang di Kota Balipapan dalam 10 tahun terakhir. Dalam perecanaan
tata ruang, pemerintah Kota Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan

Nomor 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005
2015 menjadi Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012 2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November
2012. Dalam Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap
dilanjutkan, antara lain :
1. Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan 48% Kawasan Budidaya
2. Tidak menyediakan ruang untuk wilayah pertambangan
3. Pengembangan kawasan budidaya dengan konsep foresting the city dan green
corridor, untuk pengembangan Kawasan Industri Kariangau diarahkan pada green
industry yang didukung zero waste dan zero sediment.
Perkembangan kota Balikpapan dalam beberapa tahun terakhir ini sangat pesat. Topografi
Balikpapan berbukitbukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada beberapa
kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan erosi. Kondisi ini
memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya. Kebutuhan akan lahan untuk
mencapai visi Balikpapan dapat diwujudkan melalui program-program pembangunan yang
berwawasan lingkungan dengan mengikutsertakan seluruh komponen yang ada di kota ini
dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Berdasarkan hasil
pengumpulan data luas hutan kota di Balikpapan yang secara definitive sudah ditetapkan, saat
ini baru mencapai 200 ha yang tersebar di 28 lokasi atau mencapai 0,4 persen dari luas
wilayah Kota Balikpapan (503 kilometer persegi).
Dasar dan aspek legal
Kebijakan Pemerintah kota Balikpapan untuk menetapkan beberapa kawasan hutan kota
sebagai kawasan yang dilindungi karena sifatnya yang khusus, di antaranya sebagai bagian
dari Ruang Terbuka Hijau Kota sejak tahun 1996 sudah ada meskipun dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasannya masih terus dibenahi. Penetapan
dua puluh satu kawasan sebagai hutan kota juga berperan sebagai ruang terbuka hijau dari
tahun 1996 hingga tahun 2004 oleh Pemerintah Balikpapan melalui beberapa buah Surat
Keputusan Walikota.
RTH kota Balikpapan terdiri dari; kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, Kebun Raya
Balikpapan, Hutan Kota Pertamina dan taman-taman kota serta taman median jalan. Jika
ditinjau dari rasio luas lahan yang dibangun dengan RTH, maka Balikpapan memilki
persentase di atas nilai standar BLH yang menentukan luas lahan.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap kawasan Nonbudidaya/Lindung dan Ruang Terbuka
Hijau yang ada di Kota Balikpapan yaitu 18.821,742 Ha atau 37,396 % dari luas kota
Balikpapan (50.330,57 Ha). Untuk memenuhi prosentasi 52% maka arahan pengembangan
kawasan non budidaya (RTH ) sebagai berikut menurut Bappeda 2009
Penghargaan yang pernah diraih Kota Balikpapan yang berkaitan dengan lingkungan hidup
yaitu penghargaan ASEAN Environment Sustainable City (ESC) dalam acara invitation to the
for 3rd ASEAN Environmentally Suistainable Cities Award and The 2nd ASEAN Certificates
of Recognition with the following details, yang berlangsung di Loa Plaza Hotel,Laos.

Penghargaan ini diterima langsung Wali Kota HM Rizal Effendi,SE di Laos tadi
malam. Balikpapan meraih penghargaan ini karena berhasil melakukan penataan lingkungan
kota secara berkelanjutan. Terutama terkait dengan clean land, clean water dan clean air.
Termasuk inovasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah.
Selain itu, yang terakhir baru saja diperoleh Penerapan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP)
oleh Pemerintah Kota Balikpapan dalam bidang pengelolaan tata ruang dengan sub bidang
penataan ruang terbuka hijau (RTH) meraih prestasi gemilang. Balikpapan menduduki
peringkat pertama sebagai kabupaten/kota terbaik se Indonesia dalam bidang tersebut.
Dan yang terakhir pernah meraih juara tiga lomba menanam pohon nasional untuk kategori
kotamadya di Indonesia.
KESIMPULAN
Indahnya kota Balikpapan tak lepas dari jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang melebihi
standar Badan Lingkungan Hidup (BLH) yakni 42% dari luas kota ini. Sebagai peneduh,
RTH memberikan manfaat yang begitu terasa bagi masyarakat kota Balikpapan.
Karena secara umum RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik)
yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitek-tural, sosial, dan
fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus
merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu
wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia
dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial,
ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan
dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat
dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga),
kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang
dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati.
Permasalahan ditekankan pada beberapa aspek penerapan kawasan penataan ruang dengan
pola konsep 52 persen terbangun dan 48 persen untuk ruang terbuka hijau (RTH). Konsep
ideal ini dilihat dari sudut pandang penataan ruang, perlu disadari bahwa salah satu tujuan
pembangunan di Kota Balikpapan, yang hendak dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan
yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang
terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta pedoman di tingkat
nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota,
permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Ren-cana Tata Ruang Wilayah dan
subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah.

Sumber ada dibawah ini :

Anda mungkin juga menyukai