Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara maritim dengan wilayah lautan yang lebih luas
dibandingkan wilayah daratannya. Hampir dua pertiga dari daerah kekuasaan
Indonesia merupakan wilayah lautan. Luasnya wilayah laut akan memberikan
potensi ekonomi kelautan yang sangat besar. Bidang pariwisata, perikanan,
transportasi laut merupakan contoh dari potensi kelautan yang ada. Salah satu
wilayah yang memiliki potensi ekonomi kelautan yang besar dan menjadi daerah
penyokong bagi perekonomian masyarakat adalah Pelabuhan Merak, Banten.
Pelabuhan ini merupakan salah satu wilayah yang potensial dari letak
geografisnya, yakni berlokasi di ujung barat Pulau Jawa yang menjadi
penghubung dengan Pulau Sumatra melalui Selat Sunda. Kawasan ini juga
sebagai salah satu alur laut kepulauan Indonesia yang menghubungkan
perekonomian antar negara. Mengingat pentingnya wilayah ini baik sebagai
penyokong perekonomian masyarakat maupun kepentingan perekonomian antar
negara, dibutuhkan ketersediaan data yang dapat memberikan informasi kelautan.
Survei batimetri merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh data
kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, juga lokasi objek-objek yang
berpotensi menimbulkan bahaya. Pemetaan batimetri merupakan kebutuhan dasar
dalam penyediaan informasi spasial dalam perencanaan, kegiatan dan
pengambilan keputusan terkait informasi di bidang kelautan (Soeprapto, 2001).
Pada aplikasinya, khususnya di dalam kegiatan kelautan, peta batimetri memiliki
peran yang sangat penting. Salah satu peran penting peta batimetri adalah
memberikan informasi untuk kegiatan rekayasa kelautan, seperti penambangan
minyak lepas pantai, penentuan jalur pelayaran, mitigasi bencana, dan
pembangunan infrastruktur pinggir pantai. Dikarenakan kondisi dasar laut yang
dinamis, peta batimetri harus selalu diperbaharui sesuai perubahan dan
perkembangan perairan tersebut.

Salah satu teknologi dalam survei batimetri adalah echosounder, yaitu alat
pengukuran kedalaman perairan berbasis gelombang akustik. Alat ini
memberikan data kedalaman perairan dengan konsep perhitungan waktu saat
gelombang ditembakan sampai gelombang dipantulkan kembali. Ada banya tipe
dari teknologi echosounder, namun yang umum digunakan yakni singlebeam
echosounder dan multibeam echosounder.
Pada

pengukuran

batimetri

menggunakan

singlebeam

echosounder,

didapatkan data kedalaman yang terbatas sesuai jalur perum yang ditentukan.
Sedangkan multibeam echosounder akan memberikan data kedalaman dengan
area lebih lebih luas. Sesuai dengan International Hydrographic Organization
Spesial Publication 44 (2008) beberapa orde pekerjaan yang telah diatur
memerlukan cakupan area sebesar 100%, sehingga dalam pekerjaan tersebut
digunakan multibeam echosounder sebagai alat pengukuran kedalaman.
Pada setiap pekerjaan yang dilakukan, selalu ditentukan terlebih dahulu
kerangka acuan kerja. Penentuan kerangka acuan kerja bertujuan untuk
mendapatkan data yang memenuhi standar dan memiliki kualitas yang terjaga
sesuai kebutuhan penggunaan. Sesuai dengan penentuan orde pengukuran yang
diatur dalam IHO SP 44, berdasarkan area yang diukur pada pekerjaan ini masuk
dalam orde spesial. Pekerjaan kontrol kualitas dilakukan agar kualitas data yang
dihasilkan dapat dipertahankan, yang mangacu pada standar yang telah
ditetapkan dalam International Hydrographic Organization (IHO) pada
International Spesial Publication 44 (IHO SP 44) pada orde spesial, sehingga
data yang dihasilkan memenuhi standar IHO SP 44.
Proses pengolahan data multibeam echosounder beserta koreksinya pada
setiap perangkat memiliki prosedur, kemampuan dan keterbatasan masingmasing. Untuk kegiatan aplikatif ini, proses pengolahan data menggunakan
perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS. Penggunaan perangkat lunak ini
diharapkan mampu menyelesaikan pengolahan data hasil pengukuran dengan
nilai ketelitian yang baik dan mampu menyajikan informasi dasar laut dengan
nilai kedalaman yang akurat dengan mengacu ketentuan dalam IHO SP 44 Orde
Spesial tahun 2008.

1.2 LINGKUNGAN KEGIATAN


Pada kegiatan pengolahan data Multibeam Echosounder dengan
menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS, lingkup kegiatan yang
dilakukan meliputi hal-hal berikut :
1. Alat yang digunakan dalam

pengukuran

adalah

Multibeam

Echosounder.
2. Kegiatan pengolahan data Multibeam Echosounder menggunakan
perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS 6.1.
3. Data Multibeam Echosounder yang digunakan berasal dari hasil
pengukuran bersama PUSHIDROSAL di wilayah Pelabuhan Merak,
Banten.
4. Ketelitian pengukuran dan uji kualitas data mengacu pada standar
International Hydrography Organization (IHO) SP-44 tahun 2008.
5. Hasil dari kegiatan aplikatif ini berupa visualisasi 3D permukaan
bawah laut dan peta batimetri.
1.3 TUJUAN KEGIATAN
Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk menghasilkan data kedalaman laut hasil
pengukuran multibeam echosounder pada wilayah Pelabuhan Merak, Banten
sesuai standat IHO Spacial Publication 44 tahun 2008.
1.4 MANFAAT KEGIATAN
Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah untuk mengetahui cara pengolahan
dan pemrosesan data pengukuran multibeam echosounder dengan perangkat
lunak CARIS HIPS and SIPS, sehingga dihasilkan peta batimetri dengan
ketelitian yang terkoreksi sesuai IHO dan visualisasi 3Dnya, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai penyedia informasi kedalaman untuk kegiatan rekayasa di
bidang kelautan.
1.5 LANDASAN TEORI
1.5.1

Survei Batimetri
Salah satu kegiatan yang kerap dilakukan dalam pekerjaan maupun
penelitian di bidang kelautan adalah survei batimetri. Survei batimetri
adalah suatu aktivitas dan proses untuk menentukan posisi titik-titik pada
dasar permukaan air dalam suatu sistem koordinat tertentu, sehingga dari

kegiatan tersebut diperoleh model bentuk topografi dasar permukaan air


yang disajikan atau divisualisasikan dalam peta batimetri (Parikesit,
2008).
Kegiatan survei batimetri tidak hanya memberikan data informasi
mengenai kedalaman dasar perairan, namun dapat memberikan informasi
kondisi topografi dasar perairan dan lokasi dari objek-objek yang dapat
menimbulkan bahaya. Dalam mendapatkan data informasi kedalaman
suatu perairan, survei batimetri menggunakan metode pemeruman.
Metode pemeruman memanfaatkan gelombang akustik dalam pengukuran
kedalaman dasar permukaan air dengan menggunakan teknologi
echosounder.
Proses dalam kegiatan pembuatan peta batimetri terdiri dari tiga
tahapan, yang diawali dengan tahap pengumpulan data, pengolahan data
dan terakhir penyajian data (Rismanto, 2001). Untuk mendapatkan hasil
peta batimetri sesuai syarat kualitas yang baik, kegiatan survei batimetri
harus berpedoman pada standar minimum ketelitian dari International
Hydrographic Organization (IHO) yang tertuang dalam publikasi khusus
SP 44 tahun 2008.
1.5.2

Multibeam Echosounder
Survei batimetri, dalam perkembangnnya mulai banyak menggunakan
multibeam yang merupakan instrumen hidroakuatik. Instrumen ini
memiliki kemampuan dalam melakukan pemeruman dasar laut dengan
gelombang akustik yang sangat tinggi dan cakupan yang luas (Anderson
dkk., 2008).
Instrumen multibeam memancarkan pulsa suara dalam jumlah yang
banyak ke dasar perairan. Pola pancarannya melebar dan melintang
terhadap kapal. Setiap beam akan mendapatkan satu titik kedalaman, dan
jika titik-titik kedalaman tersebut dihubungkan akan membentuk profil
dasar laut. Apabila kapal bergerak maju, hasil sapuan instrumen ini akan
menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut
(Moustier, 1998). Hal ini memungkinkan untuk melakukan pemetan dasar
laut dengan cakupan yang luas.

1.5.3

Pasang Surut Laut


Pasut atau pasang surut air laut merupakan fenomena bergeraknya
permukaan air laut secara vertikal yang dingaruhi oleh gaya tarik bendabenda langit (terutama bulan dan matahari), gaya gravitasi bumi dan gaya
sentripetal rotasi bumi. Besar kecilnya gaya yang menghasilkan
pergerakan naik turunnya permukaan laut tersebut dipengaruhi juga oleh
posisi bumi, bulan dan matahari yang selalu berubah secara periodik.
Pengamatan pasut ini secara umum bertujuan untuk penentuan muka
air laut rata-rata (MSL) dan Chart Datum (CD) yang digunakan sebagai
bidang refensi ketinggian titik-titik di darat dan kedalaman di bawah
permukaan laut.

1.5.4

Sound Velocity Profile


Pada aplikasinya, multibeam echosounder memancarkan gelombang
akustik yang ditembakkan ke arah dasar perairan. Normalnya kecepatan
rambat gelombang akustik di air sekitar 1500 m/s, namun pada
prakteknya kecepatan tersebut dapat berubah menjadi lebih lambat atau
menjadi lebih akibat dari kondisi-kondisi tertentu pada kolom-kolom
perairan. Hal ini menjadikan alasan diperlukannya pendefinisian nilai
yang benar dari sound velocity profile pada saat pengukuran
menggunakan multibeam.

1.5.5

Kalibrasi Pergerakan Kapal


Setiap pengukuran tidak terlepas dari kesalahan. Sehingga data hasil
yang didapatkan dari kegiatan pemeruman harus melalui proses kalibrasi
terhapad adanya kesalahan. Dalam kegiatan survei batimetri dengan
pemeruman, kesalahan pengukuran yakni adanya pengarruh pergerakan
kapal yang diakibatkan oleh adanya pergerakan masa air laut dan
dinamika laut. Tahap kalibrasi ini dilakuan untuk meminimalisir besarnya
kesalahan yang dapat terjadi selama perekaman data, dan sebagai penentu
kualitas data yang akan dihasilkan.
Parameter yang diperlukan dalam tahap kalibrasi terdiri dari
parameter pitch, roll, dan yawn dari pergerakan kapal dan have (gerak

vertikal kapal). Kesemua parameter tersebut diperlukan secara real time


dari proses pengukuran.
Syarat ketelitian merupakan fungsi dari sistem pelaksanaan. Dalam
sistem pelaksanaan yang tinggi, diperluakn parameter roll dan pitch
dengan akurasi 0.05 dan parameter have diperlukan dengan rentang
akurasi 5-10 cm. Tiga hingga empat antena dari sistem GPS dapat
meneyediakan komponen dari parameter roll dan pitch dengan tingkat
akurasi yang diperlukan (de Jong, 2002).
1.5.6

Penentuan Posisi Pemeruman


Tahap penentuan posisi pemeruman bertujuan untuk mengetahui
posisi koordinat horizontal pengukuran batimetri. Penentuan koordinat
horizontal kapal dapat dilakukan dengan peralatan penentuan posisi GPS
yang terpasang pada wahana. Sistem penentuan posisi yang digunakan
menggunakan Differential GPS dengan metode Reak Time Differential
GPS (RTDGPS). Metode RTDGPS digunakan untuk objek bergerak
seperti kapal dengan stastisun refrensi yang digunkan sebagai titik
refrensi secara otomatis.
Perlunya penentuan posisi pemeruman dikarenakan wahana yang
terus bergerak. Baik gerakan vertikal maupun horisontal dari wahana
kapal

tersebut

ataupun

gerakan

permukaan

air

laut.

Sehingga

diperlukannya pengukuran GPS di atas wahana yang dilakukan


bersamaan dengan kegiatan pengukuran kedalaman.
RTDGPS merupakan sistem penentuan posisi real time secara secara
differensial

menggunakan

data

pseudorange.

Monitor

stasiun

mengirimkan koreksi differensial ke kapal secara real time menggunakan


sistem komunikasi data untuk merealisasikan data yang real time.
(Poerbandono dan Djunarsjah, 2005).
Sistem koordinat kapal digambarkan memlalui sistem yang tegak
lurus (siku-siku) dibentuk oleh sumbu X, Y dan Z seperti digambarkan
pada Gambar 1.4

Gambar 1.4 Sistem koordinat kartesi kapal (Parikesit, 2008)


1.5.7

Orde Ketelitian Survei Hidrografi


Berdasarkan standarisasi penentuan posisi yang mengacu pada IHO
SP 44 tahun 2008, pelaksanaan survei hidrografi dibagi mennjadi 4 orde
derajat ketelitian, yang disajikan dalam tabel 1.1.
Orde
Contoh area yang

Spesial
Pelabuhan,

1a
Pelabuhan,

1b
Daerah yang

2
Daerah yang

dipetakan

tempat berlabuh,

pelabuhan yang

tidak tercakup

tidak tercakup

dan saluran-

mendekati

dalam Orde

dalam Orde

saluran kritis

terusan, jalur

Spesial atau

Spesial atau

dengan

anjungan, dan

Orde 1 atau

Orde 1 dan 2.

hambatan sarat

daerah perairan

daerah dengan

kapal minimum.

dengan

kedalaman

kedalaman

hingga 200m.

hingga 100m.
5 m 5% dan
a = 0,5 m
b = 0,013m

20 m 5% dan
a=1m
b = 0,023 m

150 m 5%

2m

2m

2m

Ketelitian Hz dan

m dan

V (tingkat

a = 0,25 m

kepercayaan

b = 0,0075 m

95%)
Posisi alat bantu

2m

navigasi tetap dan


filter penting bagi
navigasi
Tabel 1.1 Klasifikasi Orde pengukuran

dan
a=1m
b = 0,023 m

Mengacu pada standar penentuan posisi sesuai IHO SP 44 tahun 2008,


maka dalam kegiatan aplikatif ini menggunakan derajat ketelitian Orde
spesial. Orde yang digukan dalam kegiatan survei batimetri dengan
standar ketelitian mendekati survei rekayasa dan digunakan secara
terbatas pada daera-daerah dengan kedalaman dasar laut sangat minimal
dan berpotensi membahayakan kapal.
1.5.8

Uji Kualitas Data


Pada setiap pengukuran pasti mengandung

kesalahan. Pengukuran

kedalaman menggunakan multibeam akan didapatkan daerah yang


bertampalan. Nilai kedalaman daerah yang bertampalan antara lajur kanan
dan lajur kiri tersebut pada umumnya akan sama. Oleh karena setiap
pengukuran mengandung kesalahan, nilai kedalaman pada daerah
bertampalan tersebut bisa saja berbeda.
Untuk menjaga kualitas data tetap baik maka diperlukannya uji
kualitas data. Dalam penelitian kali ini digunakan standar kontrol kualitas
untuk ketelitian kedalaman yang ditetapkan pada IHO SP-44 tahun 2008,
seperti ditampilkan pada tabel berikut :
Orde
Konstanta

Spesial
1
1b
2
a = 0,25
a = 0,5
a = 0,5
a = 1,0
b = 0,0075
b = 0,013
b = 0,013
b = 0,023
Tabel 1.2 Konstanta Ketelitian Kedalaman
Mengacu pada standar IHO SP-44 tahun 2008 Orde Spesial, nilai
toleransi kesalahan pada pertampalan antara lajur kanan dan lajur kiri
dengan tingkat kepercayaan 95%, menggunakan persamaan 1.1.
2
2
a + ( b x d ) ..................................................................................(1.1)
keterangan :
a
: kesalahan independen (jumlah kesalahan yang bersifat tetap)
b
: faktor kesalahan kedalaman yang dependen ( jumlah
d
(bxd)

kesalahan yang bersifat tidak tetap.


: kedalaman rata-rata.
: kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua

kesalahan kedalaman yang dependen)


Sesuai dengan standar IHO SP-44 tahun 2008 mengenai kontrol kualitas
kedalaman yang disajikan pada tabel 1.2, nilai konstanta a dan b pada

pada persamaan 1.1 menggunakan Orde Spesial dengan a = 0,25 dan b =


0,0075.
1.5.9

Penyajian Informasi
Pada kegiatan aplikastif ini, informasi kedalaman akan disajikan
dalam peta batimetri dan visualisasi 3Dnya. Peta batimetri memberikan
informasi kedalaman dari data spasial suatu lokasi pemeruman yang
menggambarkan kondisi struktur dan bentuk dari dasar perairan.
Informasi yang disajikan berupa data kontur beserta persebaran titik-titik
kedalaman yang telah terkoreksi terhadap chart datum (Setiawan dkk,
2014).
Visualisasi 3D akan memnyajikan tampilan asli dari struktur dan
bentuk dasar perairan yang dipetakan. Sehingga akan mudah dalam
mencerna dan melakukan perencanaan lanjutan pada lokasi yang
dipetakan.

BAB II
RENCANA APLIKATIF
II.1 PERSIAPAN
II.1.1 BAHAN
Bahan yang digunakan dalam kegiatan aplikatif adalah data mentah hasil
pengukuran batimetri menggunakan teknologi mutibeam echosounder. Data
mentah ini diperoleh dari Lembaga Hidrografi Militer dan Lembaga Hidrografi
Nasional Indonesia, atau lebih dikenal dengan Pusat Hidrografi dan Oseanografi
TNI Angkatan Laut, yang berkedudukan di Jl. Pantai Kuta V No. 1 Ancol Timur,
Jakarta Utara. Data mentah batimetri ini merupakan hasil dari survei batimetri
yang di laksanakan di kawasan Pelabuhan Merak, Banten yang dilaksanakan oleh
Komando Utama Pembinaan TNI Angkatan Laut PUSHIDROSAL pada tahun
2016.
II.1.2 PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini meliputi :

1. Hardware
a. Laptop ASUS Series A450L
b. Printer
c. USB flashdisk
2. Software
a. Sistem operasi Windows XP, untuk menjalankan perangkat lunak
CARIS HIPS and SIPS.
b. CARIS HIPS and SIPS 6.1, perangkat lunak yang digukan untuk
memproses data dan penyajian hasil akhir pemrosesan data.
c. Microsoft Word 2007, digunakan untuk pembuatan laporan.
d. Microsoft Excel 2007, digunakan untuk perhitungan data.

II.2 PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan aplikatif ini dapat digambarkan dalam diagram
alir yang disajikan di bawah ini :
Mulai
Pengumpulan Data
Tidak

Kontrol kualitas data

Ya
Data Masukan

Pengolahan data multibeam menggunakan


CARIS HIPS and SIPS 6.1
Pendefinisian project baru dengan
konfersi data
Pengolahan data SVP

Pendefinisian parameter

Pengolahan data

pergerakan kapal

pengamatan pasut

Koreksi SVP

Koreksi pasut

Koreksi pergerakan kapal

Penggabungan data patch test


Mendefinisikan field sheets
A
A

Pengolahan data batimetri


hasil pengukuran multibeam
Hasil pemrosesan data kedalaman
terkoreksi

Ekspor data ke ASCII


File hasil ekspor ASCII

Pembuatan peta

Pembuatan visualisasi

kedalaman

model 3D

Hasil peta kedalaman

Pembentukan DTM
Hasil DTM

Pembuatan layout peta

Pembentukan surface

Peta Batimetri

Visualisasi 3D

Pelaporan
Selesai
II.3 JADWAL PELAKSANAAN
No

Kegiatan

.
1

Persiapan
Pengumpulan
bahan materi
terkait
Mempelajari
literature
terkait
Pengumpulan
data primer
dan data

sekunder
Usulan
Skripsi
Penyusunan
BAB 1
Penyusunan
BAB II
Finalisasi
usulan skripsi
Seminar

November
Minggu ke
1 2 3 4

Desember
Minggu ke
1 2 3 4

Januari
Minggu ke
1 2 3 4

Februari
Minggu ke
1 2 3 4

Proposal
Revisi usulan
3

skripsi
Pemrosesan
data
Pengukuran
lapangan
Pengambilan
data di
PUSHIDRO
SAL
Pengolahan
data batimetri
hingga hasil

No
4

Kegiatan
Penulisan
skripsi
Penulisan
skripsi Bab II
Revisi
Penulisan
skripsi Bab II
Revisi
Penulisan
skripsi Bab
III
Revisi
Penulisan
skripsi Bab

Maret
Minggu ke1 2 3 4

April
Minggu ke1 2 3 4

Mei
Juni
Juli
Minggu ke- Minggu ke1 2 3 4 1 2 3 4 1

IV
Revisi
Finalisasi
5

skripsi
Wisuda
Seminar
Pendadaran
Revisi
Yudisium

DAFTAR PUSTAKA
Rismanto, Aris., 2001, Pengolahan Data Survei Batimetri Dengan Menggunakan
Perangkat Lunak HydroPro. Skripsi. Program Studi Teknik Geodesi ITB,
Bandung.
Parikesit, B., 2008, Pengolahan Data Multibeam Echosounder Menggunakan
Perangkat Lunak HIPS, Skripsi, Departemen Teknik Godesi Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung, Bandung
Schmidt, V., dkk. 2013, The MB-System Cookbook, USA, lamont
Poerbandono & Djunarsjah, E., 2005, Survei Hidrografi, Aditama, Bandung.

Anderson JT, DV Holliday, R Kloser, D.G. Reid dan Y. Simrad, 2008. Acoustic
Seabed Classification: Current Practice and Futur Directions, ICES J.Mar.Sci,
5:1004-1011
de Mousrier, C., State of the Arrt in SeaMarcll Phase Data. IEEE Journal of Oceanic
Engineering, 1998. 15(4): p. 350-360
IHO, 2008, International Hydrografic Organization Special Publication-44
Standards For Hydrographic Survei, International Hydrogafic Bureau, Monaco.

Pengolahan Data Multibeam Echosounder Menggunakan


Perangkat Lunak CARIS HIPS and SIPS 6.1
(Studi kasus Pelabuhan Merak, Banten)
USULAN SKRIPSI

Diajukan Oleh :
Nama Mahasiswa
: Ahmad Fitrian Akbar
Nomer Mahasiswa
: 13/347542/TK/40743
Kelompok Bidang Keahlian
: Hidrografi
Lokasi Kegiatan
: Kawasan Pelabuhan
Merak, Banten
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

Anda mungkin juga menyukai