Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang
abnormal sering berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik
biasanya berpola, memutar, dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai
atau diperburuk oleh suatu gerakan volunter dan terkait dengan aktivasi otot
overflow. 4
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus
menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan
sikap tubuh yang abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang
menimbulkan nyeri, bisa mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot
lengan, tungkai atau leher) atau seluruh tubuh.
Distonia erat hubungannya dengan atetosis, perbedaannya hanya
terletak pada otot-otot yang terserang adalah otot aksial yang lebih besar
dibandingkan otot-otot apendikular. ditemukan bentuk tungkai atau tubuh
yang membesar dan aneh akibat tonus otot yang berlebihan. Gerakan-gerakan
voluntary mengalami gangguan hebat, dan kadang-kadang seluruh otot tubuh
mengalami spasme hanya karena pasien berusaha untuk bicara. Patologis
agaknya meliputi daerah putamen dan thalamus. pembedahan lesi pada
thalamus ventrolateral dapat memberikan perbaikan.6

2.2.

Etiologi
Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di
beberapa daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri), dimana
beberapa pesan untuk memerintahkan kontraksi otot diolah. Diduga terdapat
kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah sekumpulan bahan kimia
yang disebut neurotransmiter, yang membantu sel-sel di dalam otak untuk
berkomunikasi satu sama lain.
Gejala-gejala distonik bisa disebabkan oleh:
2

1.
2.
3.
4.

Genetic. Oleh karena mutasi pada DYT1 gene.


Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen).
Infeksi tertentu.
Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan karbon

monoksida .
5. Trauma.
6. Stroke.
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun
cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Selebihnya
merupakan distonia keturunan yang sifatnya dominan. Distonia juga bisa
merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya
diturunkan (misalnya penyakit Wilson).6
2.3.

Epidemiologi
Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak
diketahui. Angka-angka prevalensi yang tersedia biasanya didasarkan pada
studi kasus. Hal ini terutama terjadi dengan distonia yang dapat hadir dalam
berbagai cara, dan sejumlah besar kasus distonia fokal tidak terdiagnosis atau
bahkan salah diagnosis. Sebuah studi di South Tyrol di Austria mempelajari
sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun. Distonia primer
didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti, memberikan prevalensi 7320
per juta penduduk usia yang dipilih. Ini menunjukkan bahwa dalam penuaan
populasi, distonia adalah gangguan neurologis yang relatif umum. 1 Dalam
studi yang lain, distonia mempengaruhi sekitar 1% dari populasi, dan
perempuan lebih rentan terkena distonia daripada laki-laki.5

2.4.

Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan bagian tubuh yang terkena:7
1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.
2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50
tahun. Dan wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki.
Gejala tersering yang timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme,
oromandibular dystonia, laryngeal dystonia, dan limb dystonia.
3

3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak


berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan
tangan.
4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.
Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.
5. Hemidistonia (distonia unilateral). Distonia mencakup separuh tubuh dan
biasanya disertai lesi structural di ganglia basal kontralateral. Melibatkan
lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama. Seringkali merupakan
akibat dari stroke.
Berdasarkan onset:8
1. Early onset (20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan
sering menjalar ke anggota badan lainnya.
2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot
kranial atau satu lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan
perkembangan terbatas untuk otot yang berdekatan.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:7
1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum
deformans atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang
terjadi dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak
dan bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat
yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.
2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling
sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan
posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain
itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi
pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali
mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara
perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20%

penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak


berlangsung lama.

Gambar 1. Macam-macam Tortikolis Spasmodik


3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua
mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total
sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya
normal.
4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,
wajah dan leher.
5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.
6. Distonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan
proses berbicara. Juga disebut distonia spastik atau distonia laringeal,
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia
oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.
8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan
untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan
kram musisi.
9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan
obat-obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa.
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan

dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang


hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan
di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.
Klasifikasi berdasarkan penyebab yang mendasari :
1. Distonia Primer terjadi pada pasien yang tidak memiliki tanda
abnormalitas structural pada sistem saraf pusat.
2. Distonia-Plus syndrome, terjadi ketika distonia disertao dengan
perubahan pathological yang lain.
3. Distonia Sekunder, terjadi oleh karena penyebab metabolic.
4. Distonia Heredodegeneratif, didasari oleh penyakit degenerative otak.
2.5.

Patofisiologi
Gambaran karakteristik distonia ialah :

1. Kontraksi yang berlebihan otot antagonis waktu bergerak volunteer.


2. Melimpahnya kontraksi pada otot yang letaknya berjauhan, yang biasanya
tidak diikuti sertakan pada gerak volunteer tersebut.
3. Spasme spontan otot ko-kontraksi.
2.6.

Manifestasi Klinis
Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar
kesadaran, tremor, kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6
-

Cedera ketika lahir

Infeksi

Reaksi terhadap obat tertentu

Trauma

Stroke
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun

cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa
merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya
diturunkan.6
Gejala dan Tanda:5
6

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa


baris kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas
atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak
tertentu.

Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika


penderita merasa lelah.

Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan


suara.

Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah
olahraga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi
semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.

Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum
deformans, (d) Parkinsonian
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:
1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum
deformans (DMD).Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi
dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan
bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat yang
serius dan harus duduk dalam kursi roda.

2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling


sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan
posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain
itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi
pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali
mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara
perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20%
penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.
3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua
mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total
sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya
normal.
4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,
wajah dan leher.
5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.
6. Disfonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan
proses berbicara. Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal,
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
7. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan
kadang lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan
digunakan untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain
piano dan kram musisi.
8. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan
obat-obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan
dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang

hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan


di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

gambar. kram penulis

gambar. distonia cervical

Awal mula serangan :5


1. Reaksi distonia akut
Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari
satu atau lebih kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam
beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot
wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai
tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak
biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri
atau bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti
distonia laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali
terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat
terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih
lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi
yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi
distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan
dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara
permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.5
2. Akatisia
Merupakan

bentuk

yang

paling

sering

dari

sindroma

ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik. Kemungkinan


9

terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi


neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari
perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap
bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat
mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah
tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia
dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak
nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi
fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat.
Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan
neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering
timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah
pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini
dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.5
3. Sindrom Parkinson
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjamjam setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsurangsur setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi
berikut :
Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan
penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.
Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai
suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan
kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan
dengan gejala negative skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil.
Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai
sindrom kelinci. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia
tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan
10

untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi


antikolinergik.
Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en
cetak dan hilangnya ayunan lengan.
Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling

4. Kronik
a. Tardive dyskinesia
Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan
atau setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk
oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam
jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita
yang menggunakan APG I dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30%
akan

berkembang

menjadi

tardive

dyskinesia.

Seluruh APG

dihubungkan dengan risiko tardive dyskinesia.5


Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang
tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial
meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan
mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain
meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat seperti
koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari batang
tubuh.5
b. Tardive dystonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive.
Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter
serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher
(contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meiges
syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.5
c. Tardive akatisia

11

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons


terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia
pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5
d. Tardive tics
Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai
kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourettes
syndrome).5
e. Tardive myoclonus
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron.
Gangguan ini jarang dijumpai.5

Gambar 3. Area-area yang Bisa Terkena Distonia


2.7.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan
fisik neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis.
Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan
kualitatif untuk mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas.
Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak
berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan tidak

12

bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea


darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam
menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk
hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.6
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan
otot yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinaseMM. Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal,
sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk
penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.6
EMG (Elektromiography) untuk merekam kontraksi otot pada pasien
distonia.
2.8.

Diagnosa Banding
1. Sindroma putus obat
2. Parkinsons Disease
3. Distonia primer
4. Tetanus
5. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

2.9.

Penatalaksanaan
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang
otot dan nyeri adalah sebagai berikut.6
1. Obat-obatan
Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan
sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin,
yaitu triheksilfenidil, benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur
neurotransmitter GABA bisa digunakan bersama dengan obat diatas atau
diberikan tersendiri (pada penderita dengan gejala yang ringan), yaitu
diazepam,

lorazepam,

klonazepam,

dan

baklofen.

Obat

lainnya

13

memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang


meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin.
Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.
2. Toksin Botulinum
Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin
botulinum yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini
bisa disuntikkan kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia
fokal. Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.5
3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat,
maka dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah
berhasil diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari
talamus. Resiko dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena
talamus terletak didekat struktur otak yang mengendalikan proses
berbicara. Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia
spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau
mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita distonia
spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicaraberbahasa.

Terapi

fisik,

pembidaian,

penatalaksanaan

stres

dan

biofeedback juga bisa membantu pemderita distonia jenis tertentu.

Penanganan Gejala Ektrapiramidal (EPS)


Pedoman umum :
14

1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli


menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada
pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat
neuroleptik poten dosis tinggi.
2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya
menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan,
konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala
psikotik.
3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan
untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama
terhadap kembalinya gejala.
a. Reaksi Distonia Akut (ADR)
Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk
primer dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya
mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi
benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga
kali sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID.
Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada
pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna obat
triheksiphenidil karena rasa melayang yang mereka dapat
daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat,
akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan
jalur intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan
dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan
difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat
ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR
dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.

15

b. Akatisia
Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali
memerlukan banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai
adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat
juga dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol
(Inderal)

sangat

efektif

dan

benzodiazepine,

khususnya

klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat


membantu.
c. Sindrom Parkinson
Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi
neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering
digunakan . Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit
Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya
yang berat.
d. Tardive Diskinesia
Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang
bijaksana merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai.
Ketika ditemukan pergerakan involunter dapat berkurang dengan
peningkatan

dosis

medikasi

antipsikotik

tetapi

ini

hanya

mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya. Setelah permulaan


memburuk, pergerakan paling involunter akan menghilang atau
sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai
dua

tahun.

Benzodiazepine

dapat

mengurangi

pergerakan

involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme


asam

gamma-aminobutirat-ergik.

Baclofen

(lioresal)

dan

propanolol dapat juga membantu pada beberapa kasus. Reserpin


(serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi depresi dan
hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak
16

kaya kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi


kegunaannya masih diperdebatkan. Pengurangan dosis umumnya
merupakan perjalanan kerja terbaik bagi pasien yang tampaknya
mengalami

diskinesia

tardive

tetapi

masih

memerlukan

pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya


dekompensasi yang berat, sementara pengobatan pada dosis efektif
terendah dapat mempertahankan pasien sementara meminimumkan
risiko, tetapi kita harus pasti terhadap dokumen yang diperlukan
untuk penghentian pengobatan.

Antipsikosis
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole

Dosis (mg/hr)
150-1600
100-900
8-48
5-60
5-60
2-100
2-6
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20

Gej. ekstrapiramidal
++
+
+++
+++
+++
++++
++
+
+
+
+
+
+

2.10. Komplikasi
1. Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.
2. Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.
3. Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh
dan mengalami fraktur.

17

2.11. Prognosis
Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih
baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis
pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat
buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang
mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.5

18

Anda mungkin juga menyukai