Pemecahan Masalah Polya PDF
Pemecahan Masalah Polya PDF
A. Pendahuluan
Mata pelajaran matematika selalu diajarkan pada jenjang pendidikan di setiap tingkatan
kelas dengan proporsi waktu yang lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pelajaran matematika sangat penting bagi siswa. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan matematis siswa melalui
perbaikan teknik atau strategi pembelajaran sehingga matematika tidak lagi dianggap sebagai
mata pelajaran yang paling sulit bagi siswa.
Menurut Endahwari (2010) salah satu faktor yang menyebabkan matematika terasa
begitu sulit untuk siswa adalah keabstrakan matematika, sehingga siswa sulit untuk
membayangkan apa yang sedang mereka pelajari. Kesulitan dalam belajar matematika
disebabkan karena kebanyakan dari mereka hanya sekedar menghafal konsepnya bukan
memahaminya, sehingga guru sering mengeluh karena kemampuan siswa dalam pemecahan
1
masalah kurang optimal. Hal itu didukung oleh hasil penelitian Margana (2009) yang
menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang lemah dalam pemecahan masalah trigonometri.
Masih ada 46 siswa dari 136 siswa kelas XI atau 33,82% belum tuntas dalam pelajaran
matematika khususnya trigonometri. Penelitian Hanifah (2008) di SMP Negeri 2 Widodaren
Ngawi terhadap penilaian pemecahan masalah juga menunjukan fakta bahwa 75% dari 40
siswa kelas VIIE SMP Negeri 2 Widodaren Ngawi belum mampu memecahkan masalah pada
pokok bahasan persegi panjang.
Kemampuan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
matematis berdasarkan aspek memahami masalah, membuat penyelesaian, dan memeriksa
kembali hasil yang diperoleh (Fitriani, 2005). Pada kenyataanya masalah yang terjadi adalah
daya kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah masih rendah. Masih banyak siswa
merasa kesulitan dalam memahami soal khususnya soal cerita, mereka tidak bisa merumuskan
soal cerita tersebut ke dalam model matematika. Sejalan dengan penelitian Bahri (2009) yang
mengatakan bahwa hanya sebesar 40% siswa SMP N 14 Balikpapan yang mampu
menyelesaikan soal cerita matematika dengan baik, hal ini berarti masih ada 60% siswa yang
kurang terampil dalam menyelesaikan soal cerita. Penyebab hal itu dikarenakan siswa hanya
mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh
gurunya.
Faktor penyebab siswa tidak bisa menyelesaikan masalah dalam soal cerita tidak hanya
berasal dari siswa itu sendiri melainkan juga berasal dari guru. Menurut Pamalato (2005)
pembelajaran matematika saat ini masih cenderung menggunakan pendekatan konvensional.
Pendekatannya lebih ditekankan pada keterampilan berhitung daripada penguasaan konsepkonsep matematika. Akibatnya keterampilan berpikir tinggi seperti kemampuan kreatif
matematik dan kemampuan pemecahan masalah kurang berkembang.
Menurut Endahwari (2010) untuk mengatasi kurangnya kemampuan pemecahan masalah
tersebut guru harus selalu memberikan soal cerita matematika yang merupakan penerapan dari
materi yang sedang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu materi penting dalam
matematika yang menyangkut soal cerita yakni materi tentang Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel (SPLDV). Materi tersebut termasuk kajian dalam semester gasal pada jenjang SMP
kelas VIII. Namun pada kenyataannya penelitian Endahwari (2010) mengatakan hampir
sebagian besar siswa kelas VIII tidak dapat menyelesaikan soal cerita SPLDV dengan benar.
Melihat adanya penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka penelitian ini akan
dilakukan untuk mengetahui strategi pemecahan masalah yang digunakan siswa dalam
menyelesaikan masalah soal cerita pada materi SPLDV.
2
B. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Menurut Polya dalam Nuralam (2009), pemecahan masalah merupakan suatu usaha
untuk menemukan jalan keluar dari suatu kesulitan dan mencapai tujuan yang tidak dapat
dicapai dengan segera. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh
oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak
lagi menjadi masalah baginya (Hudojo, 1988).
Hamzah (2003) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide
baru, menemukan teknik atau produk baru. Pemecahan masalah mempunyai arti khusus di
dalam pembelajaran matematika, istilah tersebut mempunyai interpretasi yang berbeda,
misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsepkonsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai suatu
keterampilan generik. Pengertian ini mengandung makna bahwa ketika seseorang telah
mampu menyelesaikan suatu masalah, maka seseorang itu telah memiliki suatu kemampuan
baru (Dahar, 1989). Definisi tersebut senada dengan Sutriyono (2010) yang menyatakan
bahwa pemecahan masalah mengacu pada proses perpindahan dari pernyataan yang
diberikan untuk mendapatkan penyelesaian suatu masalah. Hal ini berarti bahwa seorang
individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh
sebelumnya untuk memenuhi tuntutan situasi yang asing. Siswa harus mensintesis apa yang
telah dipelajarinya dan belajar untuk menghadapi situasi yang baru dan berbeda.
Kemampuan untuk menggunakan informasi dan fakta adalah bagian penting dari proses
pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian tentang pemecahan masalah di atas, penelitian ini menggunakan
pemecahan masalah menurut Polya dalam Nuralam (2009). Polya mengajukan empat
langkah fase pendekatan penyelesaian masalah yaitu memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali semua langkah
yang telah dikerjakan. Pada fase memahami masalah siswa tidak mungkin menyelesaikan
masalah dengan benar tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan,
selanjutnya siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi. Penyelesaian masalah
dalam fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa yang kreatif dalam menyusun
penyelesaian suatu masalah. Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan
masalah sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Langkah terakhir
3
dari proses penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa
yang dilakukan, mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Kesalahan yang tidak
perlu terjadi dapat dikoreksi kembali dengan model seperti ini, sehingga siswa dapat
menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Secara garis
besar penelitian ini akan menggunakan empat langkah fase pendekatan pemecahan masalah
menurut Polya.
2. Strategi Pemecahan Masalah Matematika
Strategi pemecahan masalah matematika adalah suatu teknik penyelesaian soal-soal
pemecahan masalah matematika yang bersifat praktis. Strategi ini memuat komponen materi
matematika sebagai komponen yang paling penting, oleh karena itu untuk dapat memilih
strategi yang paling tepat dalam penyelesaian soal-soal pemecahan masalah matematika
sangat diperlukan pemahaman yang baik tentang materi itu sendiri.
Sobel (2003: 63-75) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika dapat
diselesaikan menggunakan strategi pemecahan masalah sebagai berikut: 1. Cara coba-coba;
2. Gunakan alat peraga, model, atau sketsa; 3. Mencari pola; 4. Buat peragaan; 5.
Menggunakan daftar, tabel, atau bagan. Strategi pemecahan masalah menurut Polya dan
Pasmep dalam (Shadiq, 2004:13) diantaranya sebagai berikut: 1. Mencoba-coba, strategi ini
biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalahnya dengan
mencoba-coba (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, ada
kalanya juga gagal. Pada penggunaan strategi ini, proses mencoba-coba dengan
menggunakan suatu analisis yang tajamlah yang sangat dibutuhkan; 2. Membuat diagram.
Strategi ini berkaitan dengan pembuatan sketsa atau gambar untuk mempermudah
memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya.
Hal-hal yang diketahui pada strategi ini tidak hanya dibayangkan di dalam otak saja namun
dapat dituangkan di dalam kertas; 3. Mencoba pada soal yang lebih sederhana. Strategi ini
berkaitan dengan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga
gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih
mudah ditemukan; 4. Membuat tabel. Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis
permasalahan atau jalan pikiran kita, sehingga segala sesuatu tidak hanya dibayangkan oleh
otak yang kemampuannya sangat terbatas; 5. Menemukan pola. Strategi ini berkaitan
dengan pencarian keteraturan-keteraturan, dengan keteraturan yang sudah didapatkan
tersebut akan lebih memudahkan kita untuk menemukan penyelesaian masalahnya; 6.
Memecah tujuan, strategi ini berkaitan dengan pemecah tujuan umum yang hendak kita
capai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai
4
menyajikan kondisi (hasil) akhir dan menanyakan sesuatu yang terjadi sebelumnya; 8.
Mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan dan diperlukan. Strategi ini
membantu kita menyortir informasi dan memberi mereka pengalaman dalam merumuskan
pertanyaan. Hal ini kita perlu menentukan pemasalahaan yang akan dijawab, menyortir
informasi-informasi
penting
untuk
menjawabnya,
dan
memilih
langkah-langkah
penyelesaian yang sesuai dengan soal; 9. Menulis kalimat terbuka, strategi ini membantu
kita melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan yang dicari. Untuk
menyederhanakan permasalahan, kita dapat menggunakan variabel sebagai pengganti
kalimat dalam soal; 10. Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana atau serupa. Suatu
masalah yang rumit dapat diselesaikan dengan cara menyelesaikan masalah yang serupa
tetapi lebih sederhana; 11. Mengubah pandangan, strategi ini bisa digunakan setelah
beberapa strategi lain telah dicoba tanpa hasil. Masalah yang dihadapi perlu didefinisikan
dengan cara yang sama sekali berbeda.
Berdasarkan uraian tentang strategi pemecahan masalah di atas, penelitian ini akan
menggunakan strategi pemecahan masalah yang diungkapkan oleh Reys yang meliputi:
Beraksi (Act It Out) (S1);; membuat gambar atau diagram (S2); mencari pola (S3); membuat
tabel (S4); menghitung semua kemungkinan secara sistematis (S5); menebak dan menguji
(S6); bekerja mundur (S7); mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan dan
diperlukan (S8); menulis kalimat terbuka (S9); menyelesaikan masalah yang lebih sederhana
atau serupa (S10); dan mengubah pandangan (S11).
C.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VIIIA SMP Kristen 2 Salatiga pada Semester I Tahun Ajaran
2010/2011 sebanyak 21 siswa. Data
Untuk mendapatkan hasil yang relevan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode tes dan metode wawancara. Bentuk tes yang digunakan adalah tes
uraian (tes essay) yaitu soal cerita, karena penelitian ini akan melihat strategi yang digunakan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Wawancara dilakukan kepada guru dan siswa untuk
mendapatkan berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian, dan
menggunakan percakapan verbal.
D.
Understanding
8
19
9
17
16
16
18
14
8
12
137
35,13%
Pemecahan Masalah
Planning Solving
6
18
4
21
17
20
3
21
6
19
12
18
4
17
4
17
14
16
5
11
75
178
19,23%
45,64%
Checking
0
0%
Total
32
44
46
41
41
46
39
35
38
28
390
100%
Pada tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa tidak semua siswa menggunakan tahap
understanding, planning, solving, dan checking, hal itu disebabkan karena pola pikir
siswa yang berbeda-beda. Tidak ada satupun siswa yang melakukan tahap checking
karena mereka merasa yakin dengan jawabannya sehingga tidak perlu melakukan
pengecekan kembali, ada juga siswa yang tidak menuliskan hasil pengecekan itu di
lembar jawab mereka. Selain hal itu, guru juga jarang mengajarkan kepada siswa untuk
mengecek hasil jawaban ke dalam persamaan, sehingga tahap checking kurang
diperhatikan siswa.
2. Analisis Strategi Pemecahan Masalah
Proses menganalisis data tidak hanya dilihat dari hasil akhir pekerjaan siswa tetapi
dilihat dari proses pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal cerita SPLDV sehingga
dapat melihat strategi apa sajakah yang digunakan siswa. Hasil analisis strategi
pemecahan masalah yang digunakan siswa dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
S1
0
0%
S2
0
0%
S3
0
0%
S9
18
21
20
21
19
19
21
18
16
15
188
100%
S10
0
0%
S11
0
0%
Total
18
21
20
21
19
19
21
18
16
15
188
100%
S1
0
0%
S2
0
0%
S3
0
0%
S4
0
0%
S9
0
0%
S10
0
0%
S11
1
1
0,53%
Total
36
42
40
42
38
38
42
36
32
30
374
100%
Setiap iswa menggunakan dua strategi dalam mengerjakan saoal cerita. Strategi
menulis kalimat terbuka selalu digunakan siswa dalam mengerjakan soal karena siswa
menggunakan variabel untuk mempermudah pekerjaan. Strategi menulis kalimat
terbuka (S9) sebanyak 100%, strategi mengidentifikasi informasi yang diinginkan,
diberikan, dan diperlukan (S8) sebanyak 98,94%, serta strategi menebak dan menguji
(S6) dan strategi mengubah pandangan (S11) sebanyak 0,53%.
a.
menebak
menguji
Siswa sudah mampu menyortir informasi dari soal tersebut dan mengubah
persamaan yang terdapat dalam soal sehingga mempermudah saat mencari nilai
panjang persegi panjang. Menurut hasil wawancara siswa memilih menggunakan
metode campuran karena sudah terbiasa menggunakan metode tersebut, segala jenis
soal akan selalu dipecahkan dengan menggunakan metode campuran yang menurutnya
adalah metode yang paling praktis.
dan
dan
karena
10
E. Keimpulan
Setelah melakukan penelitian dan menganalis data mengenai strategi pemecahan masalah
yang digunakan siswa SMP Kristen 2 Salatiga kelas VIII dalam menyelesaikan masalah soal
cerita SPLDV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pada pendekatan pemecahan masalah, siswa melakukan tahap understanding sebanyak
35,13%, pada tahap planning ada 19,23%, dan tahap solving sebesar 45,64%, sedangkan tahap
checking sebesar 0%.
Dari 11 strategi pemecahan masalah menurut Reys, terdapat 4 strategi yang digunakan
siswa. Setiap siswa menggunakan 2 strategi untuk mengrjakan soal tersebut. Strategi pertama
adalah strategi menulis kalimat terbuka (S9) sebesar 100%. Strategi kedua adalah strategi
mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan, dan diperlukan (S8) sebesar 98,94%,
strategi menebak dan menguji (S6) sebesar 0,53%, serta strategi mengubah pandangan (S11)
sebesar 0,53%. Strategi yang paling banyak digunakan adalah (S8) karena guru menjelaskan
kepada siswa untuk terbiasa menuliskan apa saja yang diketahui dan ditanyakan dari soal
tersebut kemudian menyelesaikannya dengan menggunakan metode eliminasi, substitusi,
grafik, dan campuran. Strategi yang digunakan siswa tergantung dari jenis masalah yang
diajukan, tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan strategi yang sama.
Daftar Pustaka
Bahri, Saeful. 2009. Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita. Simtem Persamaan
Linear Dua Variabel (SPLDV) Melalui Strategi Problem Solving: Jurnal Pendidikan
Inovatif, no. 2: pp. 78-83.
Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Endahwari, Dyah Sapta. 2010. Eksperimentasi Pendekatan Pemecahan Masalah Polya dalam
Metode Diskusi Kelompok pada Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Ditinjau dari Kreativitas Belajar Siswa Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 10
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi: FKIP UNS
Margana, Robertus. 2009. Proses dan Strategi Pemecahan Masalah Trigonometri.
http://robertmath4edu.wordpress.com/2009/01/15/proses-dan-strategi-pemecahanmasalah/. Diakses tanggal 10 Desember 2011 pukul 10.17.
Nuralam. 2009. Pemecahan Masalah Sebagai Pendekatan dalam Belajar Matematika: Jurnal
Edukasi, vol. V, no. 1.
Reys, Robert E. 1978. Helping Children Learn Mathematics. New Jersy: Prentice Hall.
11