BAB I
PENDAHULUAN
Tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut
tube bundle. Alat penukar kalor dengan tube lurus pada umumnya menggunakan
dua buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube
sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan
sebagai pemisah antara tube side dengan shell side.
D. Sekat (Baffle)
Sekat berfungsi sebagai penyangga tube, menjaga jarak antar tube, menahan
vibrasi yang disebabkan oleh aliran fluida dan mengatur aliran turbulen
sehingga perpindahan panas lebih sempurna. Ditinjau dari segi konstruksinya
sekat dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu : sekat plat bentuk
segmen, sekat bintang (rod baffle), sekat mendatar dan sekat impingement.
E. Tie Rods
Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian
paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle
yang satu dengan lainnya tetap.
circulation
reboiler:
diuapkan
secara
alami
dengan
b) Plate Exchanger
Aliran flluida melewati ruang antar plat bagian genap dan fluida dingin
bagian ganjil. Plat dipasang melingkar agar tidak memberikan
perpindahan panas yang besar dan mencegah fouling factor
c) Extended Surface
d) Regenerator
Fluida panas dan dingin pada jalur yang sama secara bergantian
Tipe: fixed-matrix dan rotary
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UOP KELOMPOK 7K
Pada jenis ini, panas yang dihasilkan oleh suatu sistem digunakan
untuk memanaskan suatu fluida yang digunakan dalam proses, dan
pada bagian lainnya, fluida dengan tipe yang sama digunakan sebagai
inlet pada heat exchanger (dapat berupa plate atau shell and tube).
Pada heat exchanger jenis ini hanya digunakan untuk fluida gas, tidak
dapat digunakan untuk cairan.
Jenis ini menggunakan gas yang melewati aliran fluida (seringkali air),
lalu fluida tersebut disimpan sebelum didinginkan.
b) Multiple Pass
Fluida panas dan dingin mengalir masuk dari ujung yang sama dan
arah aliran sama
Q UA
T1 t1 T2 t 2 UA t 2 t1
ln T1 t1 / T2 t 2
ln( t 2 / t1 )
b) Counter Flow
Fluida panas dan dingin masuk dari ujung yang berbeda dengan arah
aliran berlawanan
Q UA.( LMTD )
T t T2 t1
t 2 t1
t LMTD 1 2
UA
ln T1 t 2 / T2 t1
ln( t 2 / t1 )
c) Cross Flow
Salah satu fluida mengalir tegak lurus terhadap fluida lain
Double pipe heat exchanger terdiri dari satu pipa yang diletakkan dalam sebuah
pipa lainnya yang berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang satu
mengalir di dalam pipa kecil sedangkan fluida yang lain mengalir di bagian luarnya.
Pada bagian luar pipa kecil biasanya dipasang fin atau sirip memanjang. Hal ini
dilakukan agar didapatkan permukaan perpindahan panas yang lebih luas. Double
pipe heat exchanger dapat digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida
hasil proses yang membutuhkan area perpindahan panas yang kecil (biasanya hanya
mencapai 50 m2) dan untuk mendidihkan atau mengkondensasi fluida proses dalam
jumlah kecil.
Pada double pipe heat exchanger, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara
tidak langsung (indirect contact type). Hal tersebut karena terdapat dinding pemisah
antara kedua fluida sehingga kedua fluida tidak dapat bercampur. Fluida yang
memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui pipa besar yang
berada diluar atau yang dikenal sebagai annulus atau shell, sedangkan fluida dengan
suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa yang lebih kecil yang terletak di bagian
dalam pipa besar atau yang disebut sebagai tube. Penukar kalor pipa ganda
mempunyai kemungkinan terdiri dari beberapa lintasan yang disusun dalam susunan
vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi,
sedangkan perpindahan kalor yang terjadi pada dinding pipa adalah proses konduksi.
Perpindahan kalor terjadi atau mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke
fluida yang bertemperatur rendah.
Tabel I.2.5.1. Kelebihan dan Kekurangan Double Pipe Heat Exchanger
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UOP KELOMPOK 7K
Kelebihan
Dapat digunakan untuk fluida yang -
Kekurangan
Mahal (biaya
pengaturan pipa
Dapat dipasang secara seri ataupun
parallel
Dapat diatur sedimikian rupa agar
diperoleh batas pressure drop dan
luas permukaannya
Kalkulasi design mudah dibuat dan
per
unit
akurat
I.2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Heat Exchanger
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari suatu heat exchanger adalah
sebagai berikut :
A. Fouling Factor
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada
permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak
diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat
penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada alat penukar kalor
menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan
panas. Keterlibatan beberapa faktor diantaranya: jenis alat penukar kalor, jenis
material yang dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju
alir massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya
yang terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat
apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup
kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat
juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses
pembentukan lapisan fouling merupakan fenomena yang sangat kompleks
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UOP KELOMPOK 7K
1
0
Rf
1
U kotor
1
U bersih
dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
U
1 ri ln( r0 / rp )
hi
kinsulator
1
rj ln( rp / ri )
k pipe
ri
Rf
r0 h0
Jika fouling factor di atas sudah memiliki nilai sedemikian besar, maka HE
tersebut dapat disimpulkan sudah tidah baik kinerjanya.
B. Penurunan tekanan heat exchanger
Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang terjadi
akibat perpindahan panas dalam pipa. Penurunan tekanan ini dikarenakan adanya
perubahan suhu secara tiba-tiba karena beban kecepatan dan faktor friksi dalam
aliran kedua fluida. Untuk menghitung Pressure drop dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
L u av
.
f
D 2
2
dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, adalah masa jenis fluida,
Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada tabung dan
rangkunan tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor).
Pada tabung hubungan antara faktor friksi dan penurunan tekanan dituliskan
sebagai berikut :
f
p
L V2
D 2 gc
Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka
Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah. Dengan
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UOP KELOMPOK 7K
1
1
h1 A 2kL ho Ao
I.2.7. Temperatur Rata-Rata Logaritmik (LMTD)
U sendiri merupakan koefisien heat transfer overall. Aturan untuk nilai U adalah :
1 Fluida dengan konduktivitas termal rendah seperti tar, minyak atau gas,
biasanya menghasilkan h yang rendah. Ketika fluida tersebut melewati heat
2
1
2
Profil suhu untuk penukar kalor pipa ganda dimana fluidanya dapat mengalir
dalam aliran sejajar maupun aliran lawan arah ditunjukkan pada gambar 3. Pada
profil suhu tersebut terlihat bahwa beda suhu antara fluida panas dan fluida dingin
pada waktu masuk dan keluar tidaklah sama, dan perlu ditentukan nilai rata-rata
untuk digunakan dalam persamaan di atas. Untuk penukar kalor aliran sejajar seperti
pada gambar 1.5, kalor yang dipindahkan melalui unsur luas dA dapat dituliskan
sebagai:
dimana subskrip h dan c masing-masing menandai fluida panas dan fluida dingin, m
menunjukkan laju aliran massa dan c adalah kalor spesifik fluida.
Gambar I.2.7.1. Profil suhu untuk aliran sejajar dan aliran lawan arah dalam penukar kalor
pipa ganda
Setelah itu, menyamakan persamaan antara persamaan untuk counter flow dan
persamaan untuk pararel flow dan didapat :
Ta Tb
Q UA
ln( Ta / Tb )
dimana Ta adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin
awal dan Tb adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin
akhir. Tmean yang dimaksud dalam persamaan 1.7 adalah LMTD, yaitu :
Ta Tb
Tmean LMTD
ln( Ta / Tb
1
3
Namun demikian penggunaan LMTD juga cukup terbatas. Jika suatu penukar kalor
yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan
menerapkan faktor koreksi F. Sehingga rumusnya menjadi :
Q UAF (Tm )
Bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih (penguapan), fluida
biasanya berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap, dan persamaan-persamaan itu
menjadi lebih sederhana. Oleh karena itu dapat dinyatakan F= 1,0 untuk pendidihan
atau kondensasi.
I.2.8. Efektivitas Heat Exchanger
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk dan
suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD dapat
dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien perpindahan
kalor menyeluruh dapat ditentukan. Namun, pada kondisi dimana hanya suhu masuk
atau suhu keluar yang diketahui, maka dapat digunakan metode lain yakni metode
NTU yang merupakan salah satu metode analisis pada alat penukar kalor berdasarkan
pada efektivitas jumlah kalor yang dapat dipindahkan antar fluida.
Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :
perpindaha n kalor nyata
1
4
mc cc Tc1 Tc 2 Tc 2 Tc1
mc c c Tc1 Tc 2 Tc1 Tc 2
mc cc Th1 Tc 2 Th1 Tc 2
1 C min / C max
Sedangkan untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya:
1 exp UA / C min (1 C min / C max )
1
5
masih baru
UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor
sudah kotor.
Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:
BAB IV
PENTUTUP
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1
6
Double Pipe Heat Exchanger adalah salah satu jenis alat penukar kalor yang
menerapkan asas black sebagai prinsip kerjanya. Double Pipe Heat Exchanger
berfungsi untuk menukarkan suhu antara dua fluida yang melewati dua bidang batas.
Bidang batas pada alat penukar kalor berupa pipa yang terbuat dari berbagai jenis
terpaut jauh.
Nilai efisiensi dan NTU akan lebih besar pada aliran countercurrent dan juga akan
lebih besar pada aliran yang laju alir volumenya besar. Secara berurutan
naik
1
7
fluida kerja. Semakin besar perbedaan temperatur antar fluida kerja maka sistem akan
7
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik 1. Depok: DTK-FT-UI.
Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor Edisi Keenam, Alih Bahasa Ir. E. Jasjfi M. Sc. Jakarta:
Erlangga.
Cengel, M. Yunus. 2000. Heat Transfer: Fundamentals and Application. New York : Mc Graw
Hill.
Incropera, Frank P. and David P. DeWitt. 2005. Heat and Mass Transfer. Singapore: John Wiley
& Sons (Asia) Pte
1
8