Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN TBC

A. Konsep Keperawatan Komunitas


Menurut Kontjarangingrat (1990) Komunitas adalah sekumpulan
manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lainsaling berinteraksi. Betty
Neuman (1989) berpendapat bahwa komunitas juga dipandang sebagai klien
Client is interacting open system in total interface with both internal and
external forces or stressors. Sedangkan Logan dan Dawkin (1987)
menuliskan bahwa pengertian keperawatan komunitas adalah pelayanan
keperawatan professional yang ditujukan kepada masyarakat dengan
penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat
kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan. Pernyataan lain menurut
Soerjono Soekanto (1982) komunitas adalah menunjuk pada bagian
masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografi)
dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi dasarnya adalah interaksi
yang lebih besar dari anggota-anggotanya dibandingkan dengan penduduk di
luar batas wilayahnya. Adapun menurut WHO (1974) komunitas adalah
kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai
keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan interaksi
antar anggota masyarakat.
Keperawatan komunitas sebagai salah satu bentuk pelayanan
kesehatan utama yang ditujukan pada masyarakat dan pada prakteknya
memerlukan acuan atau landasan teoritis untuk menyelesaikan penyimpangan
dalam kebutuhan dasar komunitas. Salah satunya adalah konsep menurut
(Christine Ibrahim, 1986) keperawatan dikarakteristikkan oleh 4 (empat)
konsep pokok yang meliputi konsep manusia, kesehatan, masyarakat dan
keperawatan. Paradigma keperawatan ini menggambarkan hubungan teori-

teori yang membentuk susunan yang mengatur teori-teori itu berhubungan


satu dengan yang lain sehingga menimbulkan hal-hal yang perlu diselidiki
(Christine Ibrahim, 1986)
Model teori Neuman menggambarkan bahwa komunitas adalah sistem
terbuka yang mempunyai sumber energi (infra struktur) dan mempunyai 5
variabel yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam
komunitas yaitu biologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan
spiritual.
Model teori Neuman dilandasi oleh teori sistem dimana terdiri dari
individu, keluarga atau kelompok dan komunitas yang merupakan target
pelayanan kesehatan. Kesehatan masyarakat ditentukan oleh hasil interaksi
yang dinamis antara komunitas dan lingkungan serta tenaga kesehatan untuk
melakukan tiga tingkat pencegahan yaitu; pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dari arti sebenarnya, terjadi sebelum sakit atau
diaplikasikan ke populasi yang sehat pada umumnya. Pencegahan primer
ini mencakup kegiatan mengidentifikasi faktor resiko terjadinya penyakit,
mengkaji kegiatan-kegiatan promosi kesehatan dan pendidikan dalam
komunitas. Pencegahannya mencakup peningkatan kesehatan pada
umumnya dan perlindungan khusus terhadap penyakit.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah intervensi yang dilakukan pada saat
terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya
masalah kesehatan. Pencegahan sekunder menekankan pada diagnosa dini
intervensi yang tepat, memperpendek waktu sakit dan tingkat keperahan
atau keseriusan penyakit.
3. Pencegahan Tersier
Tingkat pencegahan ini adalah untuk mempertahankan kesehatan
setelah terjadi gangguan beberapa sistem tubuh. Rehabilitasi sebagai
tujuan pencegahan tersier tidak hanya untuk menghambat proses

penyakitnya, tetapi juga untuk mengendalikan individu kepada tingkat


berfungsi yang optimal dari ketidakmampuannya.
Sasaran dari perawatan komunitas adalah individu, keluarga,
kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit yang mempunyai
masalah kesehatan atau perawatan (Nasrul Effendi, 1998), sasaran ini terdiri
dari :
1. Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu
tersebut

mempunyai

masalah

kesehatan/

keperawatan

karena

ketidakmampuan merawat dirinya sendiri oleh sesuatu hal dan sebab,


maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara
fisik, mental maupun sosial.
2. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas
kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam satu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan perkawinan
atau adopsi satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi.
Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah
kesehatan/ keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggotaanggota keluarga lain, dan keluarga-keluarga yang ada disekitarnya.
3. Kelompok Khusus

Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai


kesamaan jenis kelamin, permasalahan, kegiatan terorganisasi yang sangat
rawan terhadap masalah kesehatan, dan termasuk diantaranya adalah:
a. Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat
perkembangan dan pertumbuhannya seperti : ibu hamil, bayi baru
lahir, anak balita, anak usia prasekolah, anak usia sekolah, usia lanjut.
b. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan
dan bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:
1) Penderita penyakit menular seperti : TBC, AIDS, penyakit kelamin,
dll.

2) Penderita yang menderita penyakit yang tidak menular : Hipertensi


DM, Jantung Koroner, Cacat fisik, Gangguan mental dan lainnya.
c. Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya
adalah WTS, pengguna narkoba, pekerja tertentu dan lainnya.
d. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah : Panti
Werdha, panti asuhan, pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental, social dan
lainnya), penitipan anak balita.
4. Tingkat Komunitas
Pelayanan asuhan keperawatan berorientasi pada individu, keluarga
dilihat sebagai satu kesatuan dalam komunitas. Asuhan ini diberikan untuk
kelompok beresiko atau masyarakat wilayah binaan. Pada tingkat
komunitas, asuhan keperawatan komunitas diberikan dengan memandang
komunitas sebagai klien.

B. Peranan Pelaksana Pelayanan Keperawatan (Provider of Nursing Care)


Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan
masyarakat diantaranya adalah:
1. Sebagai Pendidik (Health Education)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di masyarakat
secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga
terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai derajat
kesehatan yang optimal.
2. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul
serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan rumah,
pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
3. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan
masyarakat dan puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui

kerjasama dengan team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan


dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kesehatan
yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak
terpisah-pisah antara yang satu dengan yang lainnya.
4. Sebagai Pembaharuan (Inovator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen
pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
terutama dalam merubah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya
dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
5. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam
memberikan motivasi dalam meningkatkan keikutsertaan masyarakat
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam setiap upaya
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat misalnya :
kegiatan posyandu, dana sehat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan tahap penilaian sehingga ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pengembangan, pengorganisasian masyarakat dalam bidang kesehatan.
6. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh
yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru
dan dicontoh oleh masyarakat.
7. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya
oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan
berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi sehari-hari. Dan perawat kesehatan diharapkan dapat membantu
memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan yang
terkait di dalamnya.
8. Sebagai Pengelola (Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola
berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai
dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

C. Konsep Dewasa
Masa Dewasa atau kematangan yaitu kestabilan emosi, mampu
mengendalikan perasaan, kesadaran realitas yang tinggi, bersikap toleran
terhadap orang lain, optimis, memiliki rasa tanggung jawab terhadap
kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain (keluarganya apabila ia
sudah

berumah

tangga),

berperilaku

sesuai

norma

atau

nilai-nilai,

berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermastarakat.


Selama masa dewasa yang lama ini, perubahan-perubahan fisik dan psikologis
terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa kanak-kanak
dan masa remaja, yang juga mencakup periode yang cukup lama saat
terjadinya perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu, masa dewasa
biasanya dibagi berdasarkan periode yang menunjuk pada perubahanperubahan tersebut, bersama dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan
tekanan-tekanan berdaya serta harapan-harapan yang timbul akibat perubahan
tersebut.
Masa dewasa awal merupakan suatu masa atau periode penyesuaian diri
terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru.
Secara biologis, masa ini merupakan puncak pertumbuhan fisik yang prima,
sehingga dipandang sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia secara
keseluruhan (healthiest people in population). Mereka memiliki daya tahan dan
taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan
tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif. Menurut seorang ahli
psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa
transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition), transisi secara
intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role
trantition). Banyak di antara ciri penting dalam masa dewasa awal merupakan
kelanjutan dari ciri-ciri yang terdapat dalam masa remaja. Dengan keadaan
individu dalam masa remaja, apa yang telah dimilikinya sebagai hasil belajar
dan pengalaman, yang kemudian dilengkapi dalam masa dewasa awal.
Penyesuaian-penyesuaian yang dicapai dalam masa remaja mendasari
penyesuaian diri dalam masa dewasa dan mengantarkan individu dalam

kedewasaan dalam arti yang sesungguhnya. Karena Masa Dewasa dini


merupakan masa transisi dari remaja akhir, sehingga masih ada beberapa sifat
remaja yang masih muncul. Tugas perkembangan masa dewasa dini atau awal,
yakni mencari dan menemukan calon pasangan hidup, membina kehidupan
rumah tangga, meniti karir, menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Masa Dewasa Madya berkisar dari usia 40 sampai 60 tahun, Masa tersebut
pada akhirnya ditandai oleh adanya perubahan perubahan jasmani dan
mental. Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya berlaku
untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya. Beberapa diantaranya
adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya,
yaitu kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga
disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan
tentang pentingnya masa muda bagi kebudayaan Amerika disbanding dengan
penghormatan untuk masa tersebut oleh berbagai kebudayaan Negara lain.
Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai dan pola
perilaku yang baru. Pada usia madya, cepat atau lambat semua orang dewasa
harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan
harus menyadari bahwa pola peerilaku pada usia mudanya harus diperbaiki
secara radikal. Pada masa ini dialami sebagai masa sepi (empty nest), masa
ketika anak anak tidak lama lagi tinggal bersama orangtua. Lalu masa
menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari hari dan kehidupan bersama
keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Pada usia ini, seseorang
mulai mengalami perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan
indera, Perubahan dalam keberfungsian fisiologis, perubahan kesehatan,
perubahan seksual yang sangat menonjol yakin menopause pada wanita dan
klimakterik pada pria, penyesuaian diri terhadap perubahan mental dan minat
yang berubah, serta penyesuaian sosial.
Periode selama masa dewasa usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan
mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi
terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dikenal sebagai senescence, yaitu
masa periode menjadi tua. Kemunduran itu sebagian berasal dari faktor fisik

dan psikologis. Penyebab fisik kemunduran ini merupakan suatu perubahan


pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua.
Menurunnya kesehatan fisik serta energi akan muncul di tahapan ini.
Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa dewasa.Akan tetapi,
bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa dewasa tersebut
yang mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan kadang kadang beberapa
kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan
usia. Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi
lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa masa sebelumnya.Pada
masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas.Pola
dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang
yang lebih muda.
D. Konsep Penyakit
a) Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Depkes RI, 2002). Definisi lain
menyebutkan bahwa Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi
menahun yang menular yang disebabkan oleh mybacterium tuberculosis
(Depkes RI, 1998).
Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara (pernapasan) ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar
dari paru ke organ tubuh yang lain melaui peredaran darah, kelenjar limfe,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI,
2002).

b) Etiologi

Tuberculosis merupakan penyakit paru yang disebabkan mycobacterium


tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882).
1. Kuman berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung.
2. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering tetapi dapat mati pada suhu 60 derajad C dalam 15 20
menit.
Tuberkulosis dibedakan menjadi dua yaitu tuberkulosis primer dan
tuberkulosis

post

primer. Pada

tuberkulosis

primer

penularan

tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan


keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Dalam suasana gelap dan
lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel ini terhisap oleh orang yang sehat maka akan menempel pada
jalan nafas atau paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakheo-bronkhial
beserta gerakan silia dengan sekretnya (Soeparman, 1990; Snieltzer,
2000).
c) Patofisiologi
Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa
tetapi jarang sekali terjadi. Bila bakteri menetap di jaringan paru, akan
tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri
terbawa masuk ke organ lainnya. Bakteri yang bersarang di jaringan paru

akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang


primer atau efek efek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di bagianbagian jaringan paru. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan
saluran getah bening hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer, limfangitis
local, limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer (Soeparman,
1990; Snieltzer, 2000).
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan
meninggalkan cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang)
Ghon, ataupun bisa berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum,
yakni menyebar ke sekitarnya, secara bronkhogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen,
secara hematogen, ke organ lainnya (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).

d) Tanda Dan Gejala


Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah
sebagai berikut : demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada
influenza, terkadang sampai 40-410 C. Batuk terjadi karena iritasi
bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non produktif kemudian setelah

timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan lanjut dapat terjadi


hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah. Ini terjadi karena kavitas, tapi
dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus. Sesak nafas terjadi pada kondisi
lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. Nyeri dada timbul
bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari (Soeparman, 1990;
Heitkemper, 2000).

e) Cara Penularan

Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri


mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC
batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari
penderita TBC dewasa.

Bacteri bia masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang


biak menjadi banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itu infeksi TBC menginfeksi hamper seluruh organ tubuh
sesperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar
getah bening.

Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan
udara tidak bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis

berkembang dengan baik dan membahayakan orang yang tinggal


didalam rumah.

f) Pengobatan
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :
1) Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin; 2)
Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat; 3) Mencegah kerusakan
paru lebih luas dan komplikasi yang terkait; 4) Mencegah kambuhnya
penyakit; 5) Mencegah kuman TBC menjadi resisten; 6) Melindungi
keluarga dan masyarakat terhadap infeksi (Crofton, Norman & Miller,
2002).
Sistem pengobatan klien tuberkulosis paru dahulu, seorang klien
harus disuntik dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak sabar
dan bosan untuk berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang klien
diwajibkan minum obat selama 6 bulan. Jenis obat yang harus diminum
harus disesuaikan dengan kategori pengobatan yang diberikan (Depkes RI,
1997).
Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek
selama enam bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin
(R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990).
Paduan obat anti tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang digunakan dalam
program nasional penanggulangan tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk
paket kombipak (Depkes RI, 2002). Paduan pengobatan terbaru dengan

menggunakan FDCs (Fix Dose Combinations) yaitu kombinasi dari obat


anti tuberkulosis dalam satu kemasan (WHO, 2002)

KATEGORI PENGOBATAN KLIEN TBC PARU


Paduan Obat
Taha

K
ategori
I

Tahap

Untuk

Klien

p Intensif
2HR

Lanjutan
4H3R

Tuberkulosis
TBC Paru

ZE

baru BTA (+)


TBC Paru
BTA (-)
dengan

Ro

(+)

kerusakan

jaringan paru yang


luas
TBC ekstra
II

2HR
ZES

atau

5H3R
3E3

paru sakit berat


TBC paru
BTA (+), kambuh

1HRZE

TBC paru
BTA (+), gagal
TBC paru
BTA
pengobatan

(+),
ulang

karena lalai berobat

III

2HR
Z

TBC paru

4H3R
3

BTA (-) Ro (+)


TBC ekstra
paru

Keterangan :
H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S :
Streptomisin (Depkes, RI, 2002)
Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat
dalam bulan, sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa kali
dalam seminggu obat tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ artinya
INH, Rifampicin dan Pirasinamid diminum dalam jangka waktu 2 bulan
dan minumnya setiap hari. 4H3R3 artinya INH, Rifampicin diminum
selama 4 bulan dan diminum 3 kali dalam seminggu (Depkes RI, 2002).
Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah :
INH : Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan
hepatotoksik. Pada Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik,
gangguan nervus VIII cranial. Pirazinamid dapat mengakibatkan
hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol dapat mengakibatkan neurosis
optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis. Efek samping dari obat anti
tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah pusing, mual,
muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang (Depkes
RI, 2002). Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat terdeteksi secara
dini dan dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat, maka

diperlukan pengawas minum obat karena ketidakteraturan minum obat


dapat menyebabkan resistensi terhadap obat.
Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis paru
dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat yang
bakterisid. Dengan memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat
diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau
lebih, dan pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
(Soeparman, 1990; Depkes RI, 2001). Peran perawat komunitas untuk
menghindari terjadinya resistensi obat adalah dengan selalu memantau
pengobatan dengan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan akibat
ketidakteraturan minum obat.
Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan yaitu:

Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)


Adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan
dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB paru.
Strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:
1.

Dukungan politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga program


ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan oun akan tersedia.

2.

Mikroskop sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru


melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan
penemuan secara pasif.

3.

Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan


dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut
mengawasi pasien minum obat seluruh obatnya sehngga dapat
dipastikan bahwa pasien betul minum seluruh obat dan diharapkan
keswembuhan pada akhir masa pengobatannya

4.

Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari
sistem surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat
berjalan.

5.

Panduan obat anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk dosis,
dan jangka waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan.

g) Pencegahan

Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh


basil tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan
minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah
lengkap sehingga masih mungkin terjadi super infeksi meskipun
biasanya tidak progresif dan menimbukan komplikasi yang berat.

Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal


dengan sedapat mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat
melemahkan seperti kortikosteroid dan kurang gizi.

Menghindari kontak dengan penderita aktif TB

Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus


beresiko tinggi.

Menjaga stndar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang
berpotensi tertular interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi
tes kulit tuberculin yang tepat imunisasi BCG.

E. Asuhan Keperawatan Komunitas


1. Pengkajian
Dilakukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat melalui pendekatan sosial dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengenalan masyarakat
1) Pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat, formal leader
(camat, kepala desa, dll),
2) Mengenal struktur pemerintahan daerah.
3) Mengenal organisasi sosial dimasyarakat (BPD, PKK, Karang
Taruna, dll).
4) Pemetaan wilayah binaan
b. Pengenalan masalah
Pengenalan masalah dilakukan dengan melalui pengumpulan
data (survei) atau yang lebih dikenal dengan Survei Mawas Diri
dengan

menggunakan

instrumen

pengumpulan

data,

contoh:

wawancara, observasi, studi dokumentasi dan pemeriksaan fisik


terhadap masyarakat dan pihak yang terkait, meliputi: keadaan
geografis, demografi, data kultural, data kesehatan, sarana dan
prasarana.
c. Pengolahan data
Data yang sudah terkumpul kemudian diteliti kembali validitas
dan rebilitasnya dengan langkah sebagai berikut : Editing, coding,

klasifikasi, tabulasi, analisa data, perumusan masalah, prioritas


massalah.

2. Perencanaan
Setelah data diolah dan diketahui masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi oleh individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan faktor sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tujuan yang ingin dicapai


Kelompok sasaran
Jangka waktu
Target yang ingin dicapai
Sumber-sumber yang tersedia di masyarakat
Biaya
Kelompok kerja kesehatan

3. Pelaksanaan ( implementasi )
Setelah perencanaan disusun, maka kegiatan selanjutnya adalah
kegiatan untuk menaggulangi masalah kesehatan dan perawatan yang
ditemukan pada tingkat individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
melalui kegiatan-kegiatan : Home visit/ Home nursing, bimbingan dan
penyuluhan kesehatan, mendidik dalam pelaksanaan perawatan dasar
menemukan kasus secara dini dan melaksanakan rujukan dan tindak lanjut
pembinaan kasus, mengadakan pendidikan dan pelatihan kader kesehatan,
mengorganisasi

dalam

menanggulangi

masalah

kesehatan

dan

keperawatan, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat, memanfaatkan


posyandu, polindes, pos obat sebelum diajukan ke Puskesmas .
4. Penilaian dan Pemantauan ( evaluasi )
Penilaian dan pemantauan merupakan kegiatan untuk menilai
sejauh mana keberhasilan pencapaian tujuan dari rencana yang telah
dibuat, apakah telah mencapai hasil yang maksimal atau belum sesuai
dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan. Penilaian dan
pemanfaatan dapat dilaksanakan:
a. Selama pelaksanaan kegiatan (penilaian formatif)
b. Setelah pelaksanaan kegiatan (penilaian sumatif)
Penilaian dan pemantauan penting artinya untuk mengkaji ulang
perencanaan

pembinaan

dalam

pelaksanaan

perawatan

kesehatan

masyarakat yang telah disusun mencapai sasaran atau tidak, dan penting
juga untuk pengembangan perencanaan selanjutnya, termasuk perluasan
kegiatan dari segi kualitatif (kualitas kegiatan) apabila kegiatan tersebut
mendatangkan manfaat yang besar bagi masyarakat dan perluasan kegiatan
bila dilihat dari segi kuantitatif atau (penambahan jumlah kegiatan) bila
kegiatan tersebut dipandang perlu untuk ditambah, setelah melihat hasilhasil yang telah dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC.
Jakarta.
Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

2006.

Pedoman

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.


Doengoes, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Kozier. Erb. Berman. Snyder. (2011). Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC
Naomi. E. Ervin (2002), Advanced Community Helth Nursing Practice:
Population-Focused Care, New Jersey: Pearson Education Inc
Nasrul Effendi (1998), Perawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.
Seto Mubarak. Wahit Ikbal. Chayatin Nurul. Santoso Bambang Adi (2009), Ilmu
Keperawatan Komunitas buku 2 Konsep dan Aplikasi, Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai