Anda di halaman 1dari 12

Obat Gangguan Endokrin dan Saluran Cerna

Lembar Tugas Mandiri VIII


Topik: Diare
Nama: Siti Rizky Isnaini
NPM: 1306480912
FG 3
Terapi Farmakologi dan Non-farmakologi untuk Diare
A. TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi dengan mengubah gaya hidup

Pengaturan diet, dianjurkan untuk pasien diare untuk menghindari makanan padat
selama 24 jam dan menghindari konsumsi susu.

Menghentikan laksatif atau obat lainnya yang menyebabkan diare.

Pemberian elektrolit untuk mencegah dehidrasi

B. FARMAKOLOGI DIARE
Antimotilitas
Obat diare antimotilitas meliputi difenoksilat, loperamid, paregoric, opium tincture, dan
difenoksin. Sebagian besar merupakan golongan opioid sehingga ia bekerja pada reseptor
obat golongan opioid.
Mekanisme kerjanya adalah menstimulasi aktivasi reseptor pada neuron menterikus
dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktansi kaliumnya. Hal ini
mengakibatkan

terhambatnya

pelepasan

asetilkolin

dari

pleksus

mienterikus

meningkatkan tonus usus halus dan usus besar, sehingga menurunkan motilitas usus dan
menyebabkan konstipasi. Antimotilitas dapat meningkatkan sphincter tone dan
menurunkan aktivitas sekretori sepanjang gastrointestinal tract (GIT). Penurunan
motilitas ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi cairan dan elektrolit serta menurunkan
volume dari isi usus. Obat antimotilitas bekerja dengan mengurangi gerakan peristaltik
usus sehingga diharapkan akan memperpanjang waktu kontak dan penyerapan di usus.
Obat antimotilitas digunakan apabila diare berlangsung terus menerus selama 48 jam.
Beberapa contoh obat obat golongan antimolitas :

1. Loperamid
a. Mekanisme Kerja
Loperamid bekerja menurunkan motilitas usus melalui aksinya pada reseptor opioid
di usus. Efek pada (motilitas) sekresi usus () absorbsi ( dan ). Mengurangi
motilitas usus serta peristaltik usus halus&besar. Mempelambat transit isi usus dan
meningkatkan waktu kontak absorpsi usus,Loperamid juga memiliki first pass
metabolism yang tinggi sehingga sangat sedikit mencapai sistemik dan pada dosis
yang diijinkan untuk pemakaian bebas (OTC) tidak menimbulkan efek samping
seperti golongan opioid. Loperamide mampu menormalkan keseimbangan resorpsisekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan
hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja loperamide lebih cepat
dan bertahan lebih lama.
Obat ini tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi
hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini,
begitu pula untuk pasien dengan penyakit hati disarankan tidak menggunakan obat
ini.
b. Sediaan
Nama

paten

untukloperamidyaitu

Imodium,

denganbeberapamerkdagang

di

Indonesia, yaituAlphamid (Alpharma), Amerol (Tempo), Antidia (Bernofarm),


Colidium (Solas), Diadium (Lapi), Imomed (Medikon), Imore (Soho), Inamid
(Nufarindo), Loremid (Meprofarm), Motilex(Kalbe Farma), Normudal (Combiphar),
danRenamid (Fahrenheit). Produkinitersediadalambentuksediaan tablet, kapsul, cair,
tablet kunyah, danlarutan.
c. Dosis pemberian
Dosis awal 4 mg, diikuti 2 mg tiap kali BAB, tidak boleh lebih dari 16 mg/hari.
d. Efek samping
Kembung
Konstipasi
Kehilangan nafsu makan
Perut nyeri disertai mual dan muntah
Pusing dan mengantuk
Urtikaria
2

Gambar 1.Contoh sediaan Loperamid


2. Difenoksilat
Difenoksilat merupakan derivat opioid sintesis dengan aktivitas hampir sama dengan
loperamid. Bedanya, difenoksilat masih memberikan efek yang mempengaruhi sistem
saraf pusat. Umumnya tersedia dalam bentuk kombinasi antara difenoksilat
hidroklorida 2,5 mg dan atropin sulfat 0,025 mg yang dikenal sebagai Co-phenotrope.
Penggunaannya dibatasi untuk usia diatas 12 tahun. Bentuk sediaan yang tersedia
berupa tablet dan cairan.
a. Sediaan di Indonesia
Di Indonesia, nama dagang difenoksilat adalah Lomotil. Obat ini diindikasikan untuk
diare kronis dan akut. Kontraindikasinya yaitu terhadap orang yang hipersensitifitas
terhadap obat ini, memiliki penyakit hati yang parah, diare infeksius, penderita Colitis
ulseratif, anak yang berusia dibawah 2 tahun dan orang orang yang toleransi terhadap
alcohol. Efek samping yang dapat timbul dari penggunaan obat ini,di antaranya
konstipasi, lemas, mulut kering, pusing dan mengantuk, Ileus paralitik dan takikardia.
b. Dosis
Diare Akut
Dewasa: Dosis awal: 10 mg, diikuti dengan 5 mg setiap 6 jam.
Anak diatas 12 tahun: 5 mg sehari 3 kali; 9-12 tahun: 2,5 mg sehari 4 kali; 4-8 tahun:
2,5 mg sehari 3 kali.
Diare Kronis
Dewasa: Dosis awal: 10 mg diikuti dengan 5 mg setiap 6 jam. Penggunaan
dihentikan jika tidak ada peningkatan kondisi setelah 10 hari penggunaan berulang
dengan dosis 20 mg/hari. Maksimal: 20 mg/hari.

Gambar 2.Contoh sediaan Difenoksilat


2.3.1.2 Adsorben
Adsorben yang merupakan salah satu jenis dari obat diare dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, antara lain :

Campuran Kaolin dan Pektin (Kaopektolin)


Campuran kaolin (hydrated aluminum silicate) dan pektin (senyawa hidrofilik organik
polimer) dan berfungsi sebagai pembentuk bulk. Bulk dapat terbentuk dengan cara
mengikat air yang berada di dalam usus sehingga feses yang lunak menjadi lebih

padat.
Attapulgit
Attapulgit (magnesium aluminum disilicate) bekerja dengan menyerap kelebihan
cairan di dalam feses dan menyerap toksin dari bakteri yang menyebabkan diare.

Attapulgit mampu mengikat air delapan kali dari masa senyawa keringnya.
Polikarbofil
Polikarbofil merupakan senyawa hidrofilik poliakrilik resin yang mampu mengikat air
enam puluh kali dari masa senyawa keringnya.

A. Mekanisme kerja
1. Permukaan

adsorben memiliki

kemampuan

untuk mengadsorbsi toksin

danmikroorganisme yang menyebabkan diare.


2. Dalam penggunaannya, adsorben tidak diadsorbsi dari GIT, sehingga seluruh
toksin dan mikroorganisme yang telah diadsorpsi dieksresi bersama feses.
3. Beberapa adsorben khususnya hydrophilic organic polymers seperti pectin dan
bulk-forming agents, mengikat air dalam usus sehingga feses yang lunak menjadi
lebih padat. Contoh bulk-forming agents adalah ispaghula, methylcellulose dan
sterculla, yang merupakan produk polisakarida yang berasal dari tanaman dan
dapat mengabsorbsi air dan menambah massa feses. Adsorben tersebut dapat
digunakan sebagai bulk laksatif pada konstipasi dan menangani diare ringan.
4. Adsorben memiliki kerja yang tidak spesifik, sehingga akan mengadsorbsi nutrisi,
obat lain, dan getah pencernaan. Oleh karena itu, penggunaannya bersamaan
dengan obat lain akan mengurangi bioavailabilitas obat tersebut.

B. Indikasi

Adsorben digunakan sebagai komponen utama obat diare yang digunakan untuk anakanak, dimana opiat dan antimuscarinic agent dikontraindikasikan. Adsorben dianggap
cukup aman untuk digunakan karena tidak diabsorbsi dalam usus, tetapi sangat sedikit
bukti yang menunjukkan bahwa adsorben adalah terapi yang efektif untuk diare
sehingga sering disebut symptomatic relief. Adsorben juga digunakan untuk diare yang
disebabkan karena keracunan makanan dan toksin dari bakteri/ virus.
C. Kontraindikasi
Perlu juga untuk diingat bahwa absorbsi adalah proses yang tidak selektif sehingga
perlu diperhatikan penggunannya pada pasien yang menggunakan obat-obatan lain
karena dapat diganggu absorbsinya oleh adsorben. Adsorben sebaiknya digunakan
dengan interval 2-3 jam setelah penggunaan obat oral. Adsorben juga tidak dianjurkan
bagi penderita lesi pada saluran gastro intestinal, konstipasi, obstruksi intestinal.
D. Efek Samping
Penggunaan adsorben dapat menyebabkan konstipasi, karena air yang diserap terlalu
banyak. Selain itu, impaksi fekal yaitu menumpuknya feses yang mengeras pada
rektum atau sigmoid bagian bawah juga dapat terjadi pada penggunaan adsorben lebih
dari dua hari.
2.3.1.3 Anti sekretori
Salah satu obat diare yang bisa digunakan adalah golongan obat anti sekretori. Obat
anti sekretori ini berfungsi untuk mengurangi sekresi mukus yang menyebabkan diare. Obat
anti sekretori ini dapat digunakan untuk menangani diare yang disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
- Meningkatnya vasoactive intestinal peptide (VIP) yang disebabkan oleh tumor
-

pankreas
Bahan laksatif
Hormon (seperti sekretin)
Toksin bakteri
Produksi asam empedu yang berlebihan

- Bahan-bahan yang menstimulasi intracelluler cyclic adenosine monofosfate dan


menghambat Na+/K+ ATPase yang menyebabkan peningkatan sekresi
Obat yang termasuk golongan antisekretori adalah Bismuth subsalisilat dan Lactobacillus.
1. Bismuth Subsalisilat
a. Mekanisme kerja
5

Bismuth subsalisilat bekerja sebagai antisekretori, antiinflamasi dan antibakteri.


Dapat menormalkan kembali keseimbangan cairan dan mengurangi diare.
Kinerjanya yang meningkatkan absorpsi usus terhadap cairan dan elektrolit dapat
menormalkan sekresi elektrolit (sifat antisekretori).
b. Indikasi
Digunakan sebagai terapi adjuvant atau tambahan pada diare ringan/sedang.
Digunakan untuk mengurangi mual, kram abdomen, nyeri lambung, dan indigesti
yang menyertai diare, selain itu digunakan untuk pengobatan diare akibat racun/
virus, gangguan pencernaan, nyeri ulu hati. Pada pengobatan dan pencegahan diare
pada wisatawan yang disebabkan oleh Escherichia coli enterotoksigenik, Bismuth
subsalisilat sering menjadi pilihan utama.
c. Kontra Indikasi
Obat diare Bismuth subsalisilat ini kontra indikasi terhadap lansia yang cenderung
mengalami impaksi fekal; anak-anak/ remaja saat/ setelah masa penyembuhan cacar
air/ flu (mengandung salisilat) karena dapat meningkatkan resiko Reyes sindrom;
ibu hamil (3rd semester); dan hipersensitivitas aspirin.
d. Efek Samping Obat
Pada gastrointestinal dapat menyebabkan konstipasi, impaksi, dan feses abu-abu
hitam.
2. Lactobacillus
Merupakan suatu pengobatan kontroversial yang dapat mengganti koloni mikroflora
sehingga dapat mengembalikan fungsi usus dan menghambat mikroorganisme patogen.
Dalam penggunaannya, produk lactobacillus ini bisa dikonsumsi oleh orang yang sehat
dan tidak mempunyai gangguan pencernaan.

2.3.1.4 Antibiotik
Pemberian antibiotik pada penyakit diare diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, dimaksudkan
untuk mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan dan untuk penyelamatan jiwa pada
diare infeksi. Adanya penggunaan antibiotik untuk penyakit diare ini, yang mungkin tidak
rasional dapat menyebabkan resistensi, sehingga perlu dievaluasi.
Jenis-jenis bakteri, protozoa dan virus yang dapat menyebabkan diare cukup banyak.
Berikut ini adalah beberapa tipe bakteri, protozoa dan virus yang menyebabkan diare berserta
gejala yang ditimbulkan dan terapi yang dilakukan untuk masing-masing bakteri
penyebabnya

Tabel 2.Antibiotik untuk diare

1. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupakan gabungan dari trimetoprim : sulfametoksazol (5:1).
Pengsinergisan dua mekanisme kerja dari sulfametoksazol dan trimetoprim.
Sulfametoksazol

menggangu

sintesa

asam

folat

bakteri

dan pertumbuhan lewat penghambatan pembentukan asam dihidrofolat dari asam


para-aminobenzoat

sedangkan

trimetoprim

menghambat

reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat, kombinasi keduanya menghasilkan


inhibisi enzim berurutan dalam jalur asam folat. Kotrimazol mampu menghilangkan
demam dalam 4 hari. Tidak diperkenankan memakai lebih dari dua minggu karena
menyebabkan gangguan darah.
2. Amoksisilin dan Ampisilin
Ampisillin aktif terhadap beberapa jenis kuman gram positif dan negatif, tetapi
dirusak oleh penisilinase. Amoksisilin merupakan turunan ampisilin yang absorbsinya
tidak terganggu oleh adanya makanan di lambung. Amoksisilin dan ampisilin
keduanya adalah menghambat sintesa lengkap dari polimer (peptidoglikan) yang
spesifik bagi bakteri. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air
dengan jalan osmosis, maka sel tersebut akan pecah sehingga kuman akan mati.
Kedua obat

ini

aktif

terhadap

bakterigram-positif dan sejumlah bakteri gram-

negatif kecuali Pseudomonas, Klebsiella dan B. fragilis. Tidak tahan terhadap


enzimlaktamase.
3. Metronidazol
Metronidazol adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri
anaerob dan protozoa. Mekanisme kerja metronidazol yakni berinteraksi dengan DNA
menyebabkan perubahan struktur helix DNA dan putusnya rantai sehingga sintesa
protein dihambat dan kematian sel.
2.3.1.5 Oktreotid
Oktreotid merupakan senyawa analog oktapeptid sintetik dari
somatostatin. Somatostatin sendiri merupakan peptida 14 asam
amino yang dilepaskan dalam saluran cerna dan pankreas dari sel
parakrin, sel-D, dan saraf enterik serta dari hipotalamus. Agen ini
merupakan peptida regulatorik penting yang memiliki banyak efek
fisiologis. Oktreotid bila diberikan secara intravena memiliki
8
Gambar 11.Struktur kimia
Okreotid

waktu-paruh dalam serum selama 1,5 jam. Obat ini juga dapat diberikan melalui suntikan
subkutan, dan menyebabkan durasi kerja selama 6-12 jam. Formulasi dengan durasi kerja
yang lebih panjang tersedia dalam bentuk suntikan depot intramuskular sekali sebulan.
A. Mekanisme Kerja
Mekanisma kerja oktreotid serupa dengan somatostatin karena sifat analognya.
Oktreotid menghambat sekresi serotonin yang banyak berada di saluran cerna.
Penghambatan ini dapat:

Menghambat sekresi

sejumlah hormon dan transmitter seperti gastrin,

kolesistokinin, glukagon, hormon pertumbuhan, insulin, sekretin, polipeptide


pankreas, dan peptida vasoaktif usus.

Mengurangi sekresi cairan usus dan sekresi pankreas.

Memperlambat motilitas saluran cerna dan menghambat kontraksi kandung


empedu.

Memicu kontraksi langsung otot polos vaskular, yang menyebabkan reduksi


aliran darah portal dan splanknik.

Menghambat sekresi beberapa hormon hipofisis anterior.

B. Indikasi

Diare sekretori yang disebabkan olehVIPoma dan tumor carcinoid yang

menyebabkan peningkatan sekresi hormon pankreas dan saluran GI


Diare kronik yangberkaitan dengan AIDS
Diare yang diinduksi oleh kemoterapi
Diare yang terkait dengan diabetes
Mengontrol simptom (diare dan flushing) pada pasien menderita metastatik

karsinoid tumor
Pengobatan diare yang disebabkan oleh VIPomas
Terapi tumor hipofisis (misalnya, akromegali)

Oktreotid mampu menginhibisi efek tumor endokrin. Dua tumor neuroendokrin pada
gastrointestinal, yaitu karsinoid dan VIPoma. VIP (Vasoactive Intestinal Peptida)
berfungsi menginduksi relaksasi otot polos, yang menstimulasi sekresi air, dan
menyebabkan inhibisi sekresi dan absorpsi asam lambung. Beberapa perannya di
saluran cerna adalah menstimulasi sekresi air dan elektrolit, menginhibisi sekresi asam
lambung, yang meningkatkan motilitas. VIPoma menyebabkan produksi VIP menjadi
sangat banyak yang dapat menyebabkan diare pada penderitanya. Pada penderita tumor
simtomatik tahap lanjut yang tidak dapat diangkat secara utuh melalui pembedahan,
9

oktreotid mengurangi diare sekretorik dan gejala sistemis melalui inhibisi sekresi
hormonal dan dapat memperlambat perburukan tumor.
Oktreotid juga menghambat sekresi usus dan memiliki efek terkait-dosis pada motilitas
usus. Pada dosis rendah (50 mcg subkutan), obat ini merangsang motilitas, sementara
pada dosis yang lebih tinggi (misalnya 100-250 mcg subkutan), obat ini menghambat
motilitas. Dosis oktreotid yang lebih tinggi efektif pada terapi diare akibat vagotomi
atau sindrom dumping serta pada diare yang disebabkan oleh sindrom usus pendek atau
AIDS. Oktreotid telah digunakan dalam dosis rendah (50 mcg subkutan) untuk
merangsang motilitas usus kecil pada penderita dengan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan pada usus halus atau pseudo-obstruksi usus akibat skleroderma. Karena
menghambat sekresi pankreas, oktreotid dapat bermanfaat pada penderita fistula
pankreas. Oktreotid juga sesekali digunakan pada perdarahan saluran cerna.
C. Kontraindikasi
Oktreotid memiliki kontraindikasi dengan hipersensitivitas.
D. Efek Samping
Gangguan sekresi pankreas dapat menyebabkan steatorea sehingga dapat menimbulkan
terjadinya defisiensi vitamin larut-lemak. Perubahan motilitas gastrointestinal
menyebabkan mual, nyeri abdomen, flatulens, dan diare. Akibat inhibisi kontraktilitas
kandung empedu dan perubahan penyerapan lemak, penggunaan jangka-panjangnya
dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan atau batu empedu pada lebih dari separuh
pasien, yang kadang-kadang dapat menyebabkan timbulnya kolesistitis akut. Karena
oktreotid mengubah keseimbangan antara insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan,
dapat terjadi hiperglikemia, atau, lebih jarang, hipoglikemia (biasanya ringan). Terapi
oktreotid berkepanjangan dapat menyebabkan hipotiroidisme. Oktreotid juga dapat
menyebabkan bradikardia.
2.3.1.6 Enzim Laktase
Orang yang memiliki intoleransi terhadap laktosa apabila meminum susu dapat terkena
tanda-tanda seperti sakit perut, masuk keluar toilet, atau biasanya disebut diare.

10

Gambar 12.Intoleransi laktosa


Pada orang yang memiliki pencernaan laktosa yang normal, laktosa yang masuk ke
dalam tubuh berupa susu akan dipecah oleh enzim laktase menjadi glukosa dan galaktosa,
sehingga dapat diserap pada usus halus, tidak menyebabkan diare. Bagi yang memiliki
intoleransi laktosa, absennya laktase menyebabkan laktosa tidak dipecah menjadi
monosakarida. Laktosa akan tertinggal di dalam usus, dimana gradien osmotiknya dapat
menarik air ke dalam lumen usus. Bakteri di dalam usus besar akan menggunakan laktosa
sebagai sumber energinya dan menghasilkan gas CO 2 dan metana. Gas-gas ini dapat
menyebabkan iritasi dan meningkatkan motilitas usus, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan
diare.
A. Mekanisme Kerja
Enzim laktase pada obat ini dapat mengisi ketiadaan produksi enzim laktase pada tubuh
yang memiliki intoleransi laktosa. Sehingga, laktosa dapat dipecah menjadi glukosa dan
galaktosa, diserap dari lumen usus, bakteri tidak dapat berkembang dan menghasilkan
gas-gas, lantas dapat mengurangi diare yang dapat terjadi.
B. Indikasi
Mengatasi diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa atau difisiensi laktase.
2.3.1.7 Bile Salt-Binding Renins
Konjugat garam empedu secara normal diabsorbsi di terminal ileum. Penyakit di
terminal ileum (Crohns disease) atau pembedahan memicu terjadinya malabsorbsi garam
empedu yang dapat menyebabkan diare. Bile salt-binding resins dapat menguragi diare yang
11

disebabkan kelebihan asam empedu di fecal. Contoh dari bile salt-binding resins adalah
cholestyramine, colestipol, dan colesevalam. Bile salt-binding resins sebaiknya digunakan
dengan interval 2-3 jam setelah penggunaan obat oral karena dapat menurunkan absorbsi
obat. Obat ini diindikasikan untuk diare yang disebabkan malabsorbsi garam empedu. Efek
samping yang dapat ditimbulkan berupa bloating, flatulence, constipation, danfecal
inspection.
2.3.1.8 Agen lain
1. Calcium channel blockers seperti verapamil and nifedipine dapat mengurangi
motilitas dan meningkatkan absorbsi air dan elektrolit di intestinal. Efek samping yang
signifikan adalah konstipasi. Karena obat ini bekerja secara sistemik maka jarang
digunakan untuk terapi diare.
2. Berberine adalah alkaloid pada tanaman dengan family Ranuculaceae dan
Berberidaceae (misalnya Berberis, Mahonia, dan

Coptis). Berberine menimbulkan

sejumlah aksi farmakologi misalnya sebagai antimikroba, menstimulasi aliran empedu,


inhibisi takiaritmia ventricular, dan antineoplastic activity. Pada kasus diare, berberine
dapat membunuh bakteri diare dan kolera, serta parasit intestinal, menginhibisi
kontraksi otot polos dan menunda intestinal transit dengan mengantagonis efek dari
asetilkolin dan memblok pemasukan Ca2+ ke dalam sel.
3. Chloride channel blockersadalah agen antisecretory yang efektif pada uji in vitro
tetapi terlalu toksik untuk manusia.
4. Calmodulin inhibitorsdapat digunakan pula sebagai antisecretory, contohnya
chlorpromazine
DAFTAR PUSTAKA
Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L., Lazo, J., & Parker, K. (2006). Goodman & Gilman's
the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Lllmann, H. (2005). Color atlas of pharmacology (1st ed.). Stuttgart: Thieme.
Wells, B., DiPiro, J., Matzke, G., Posey, L., & Schwinghammer, T. (2009). Pharmacotherapy
Handbook (7th Edition). New York, USA: McGraw-Hill Professional Publishing.

12

Anda mungkin juga menyukai