Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG MASALAH
Dari tahun ke tahun tenaga kesehatan semakin bertambah. Ilmu Keperawatan juga
mengalami perkembangan yang sangat pesat, pendidikan instansi yang berhubungan dengan
dunia kesehatan juga berlomba- lomba untuk meluluskan para anak didiknya yang
berkompeten dalam bidangnya. Namun, tidak sedikit dari lulusan tersebut kurang terampil
dan kreatife dalam praktik melayani kliennya.
Selain itu, mereka juga tidak cermat dan teliti dalam melakukan tindakan keperawatan pada
pasiennya. Sehingga tidak jarang mereka melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
memberikan obat pada klien mereka seperti kasus di atas. Padahal, tindakan mereka tersebut
bisa membahayakan nyawa dari orang lain akibat kelalaian yang mereka lakukan. Dari
akibat kelalain tersebut mereka bisa dituntut oleh keluarga dan membuat nama instansi yang
telah meluluskan mereka menjadi jelek sehingga instansi tersebut tidak terlalu di percaya oleh
masyarakat sekitar. Di Indonesia kelalain yang telah dilakukan oleh perawat tersebut dapat
membuat mereka di penjara dan dikenai denda sesuai undang- undang terkait dalam
pelaksanaan praktik keperawatan yang telah membahayakan nyawa dari pasiennya sendiri.
B.TUJUAN

Tujuan penulis manyusun makalah ini diantaranya :


Mengetahui prinsip-prinsip legal dalam keperawatan.
Mengetahui Apa itu Mal Praktik.
Mengetahui negigence ( kelalaian ).
Mengetahui perlindungan hukum dalam praktik keperawatan dan undang- undang yang
mengaturnya.
Mengetahui Nursing Advocacy
Bagaimana pengambilan keputusan dalam suatu kasus.
C.PERUMUSAN MASALAH
Apa pengertian Malpraktik ?
Apa pengertian Negligence ?
Apa landasan hukum tentang malpraktik ?
Apa yang dimaksud Nursing advocacy ?
Bagaimana cara pengambilan keputusan legal etis ?

D. METODE PENULISAN
Metode penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan cara diskusi kelompok.

Pengkajian materi didapatkan dan ditelaa melalui beberapa buku sumber dan di searching
melalui internet sesuai dengan materi yang terkait. Dari sumber- sumber yamg kami dapat
kemudian kami analisa di dalam kelompok. Setelah di analisis kami bahas kasus yang
diberika
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Pada makalah ini terdapat empat bab yaitu :
Pada BAB I terdapat pendahuluan : latar belakang, , tujuan penulisan, rumusan masalah, an
metode penulisan.
Pada BAB II terdapat tinjauan teori :.Aspek legal,Tanggung jawab, Tanggung Gugat,Batasan
Legal,Pengertian Mal Praktik,Liabilitas Legal dalam Keperawatan,Kelalaian, Asuransi Mal
Praktik,Hukum yang Mengatur tentang Mal Praktik Keperawatan, Advokasi Pasien, Pelajaran
dalam Praktik
Pada BAB III terdapat kasus dan pembahasan
Pada BAB IV terdapat penutup : kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
ASPEK LEGAL
Legal adalah sah, aspek legal dalam keperawatan adalah sah untuk melakukan sesuai
dengan rambu-rambu profesinya. Perawat mempunyai hak dan kekuasaan/kemampuan untuk
melakukan sesuatu/tindakan keperawatan yang sesuai dengan standar yang berlaku. Oleh
karena itu perlu adanya ketetapan atau ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
sesorang yang berhubungan erat dengan tindakannya (legislasi). Pemantauan secara hukum
pada praktek keparawatan bertujuan untuk melindungio pasien/masyarakat dan perawat itu
sendiri. Perawat mendapatkan ijin praktek (lisensi)untuk menyaring profesi agar dapat
mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukannya. Ijin dari segi hukum adalah
pembebasan dari suatu larangan artinyasesorang yang berhak melakukan pekerjaan
keperawatan adalah mereka yang telah mendapatkan ijin praktek.
TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT
Tanggung Jawab
Perawat mempunyai tanggung jawab dan tanggung gugat untuk asuhan keperawatan
yang diberikannya. Tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas yang dikaitkan dengan
peran tertentu perawat ( ANA, 1985). Pada waktu perawat memberikan obat, perawat
bertanggung jawab dalam mengkaji kebutuhan klien terhadap obat- obatan tersebut ,
memberikan dengan benar dan dalam dosis yang aman serta mengevaluasi responnya.
Seorang perawat yang bertanggung jawab akan percaya diri, meningkatkan rasa kepercayaan
klien dan juga tenaga kesehatan lainnya. Perawat yang bertanggung jawab akan selalu
memelihara kompetensinya dan menunjukkan keinginan untuk bertindak menurut etika
profesi.

1.
2.
3.
4.

Tanggung Gugat
Tanggung gugat artinya dapat memberikan atas tindakannya. Perawat bertanggung
gugat atas tindakannya sendiri ,klien,profesi, atasan dan masyarakat. Apabila perawat salah
memberikan obat, maka ia akan bertanggung gugat pada klien yang menerima pengobatan
tersebut, perawat yang memberikan program,perawat yang memberikan standard perilaku
yang diharapkan, serta masyarakat, yang semuanya menghendaku perilaku profesional.
Untuk melakukan tanggung gugat,perawat harus bertindak menurut kode profesional. Jika
perawat melakukan kesalahan, maka perawat tersebut harus melaporkan kejadian dan mulai
melakakukan perawatan untuk menjaga trauma lebih lanjut. Tanggung gugat memicu evaluasi
efektivitas perawat dalam praktik.
Tujuan dari tanggung gugat adalah :
Mengevaluasi praktik profesional baru dan dan mengkaji ulang yang telah ada.
Mempertahankan standar keperawatan
Memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak
profesional keperawatan.
Memberikan dasar pengambilan keputusan etis.
BATASAN LEGAL
Perawat profesional harus memahami batasan legal yang mempengaruhi praktik sehari- hari
mereka. Hal ini dikaitkan dengan penilaian yang baik dan menyuarakan pembuatan
keputusan yang menjamin asuhan keperawatan yang aman dan sesuai dengan kebutuhan
pasien . Legal dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai sah menurut undang- undang.
Pengetahuan tentang hak- hak legal/ hukum dan bertanggung jawab yang berhubungan
dengan praktik keperawatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perawat.

Pengertian Malpraktek
Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokteruntuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran lingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian
disini ialah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap
hati-hati meklakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan
pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.
Walaupun UU No.6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan sudah dicabut oleh UU
No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, namun perumusan malpraktek atau kelalaian medik
yang tercantum pada pasal 11B masih dapat dipergunakan yaitu :
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan perundangundangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan
administratif dalam hal sebagai berikut :
a) Melalaikan kewajiban
b) Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenega kesehatan,
baik mengingat semua jabatannya, maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
Pasien atau keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena :
1) Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit atau
setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
2) Dokter akan bertindak dengan hati-hati atau teliti.

3) Dokter akan bertindak berdassarkan standar profesinya.


Dokter dikatakan malpraktek jika :
1) Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi
kedokteran.
2) Memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar profesi (tidak legeartis).
3) Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati.
4) Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia
hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena
kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut.
1) Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.
2) Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
3) Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
4) Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar.
Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktkan kelalaian yang tergugat. Dalam hukum
terdapat suatu kaidah yang berbunyi Res Ipsa Loquitur, yang berarti faktanya telah
berbicara, misalnya terdapat kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehungga
menimbulkan komplikasi paska bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus
membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.
Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil),
kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sikapnya lebih serius, yaitu sikap
yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya
resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung
jawab terhadap tuntutan kriminal oleh negara.
LIABILITAS LEGAL DALAM KEPERAWATAN
Kesalahan
Kesalahan adalah kesalahan sifat yang dibuat terhadap seseorang atau hak milik. Kesalahan
dapat diklasifikasi sebagai tidak sengaja atau disengaja. Contoh dari kesalahan tidak
disengaja adalah kelalaian akan malpraktek. Malpraktek merupakan kelalaian yang dilakukan
oleh seorang profesional sebagai perawat atau dokter. Kesalahan disengaja merupakan
tindakan disengaja yang melanggar hak seseorang misalnya pelecehan, pemukulan,
pemfitnahan, dan invasi pribadi.
KELALAIAN ( Negligence)
Kelalaian adalah perilau yang tidak sesuai standar keperawatan. Mealpraktek terjadi ketika
asuhan keperawatan tidak sesuai yang menuntut praktek keperawatan yang aman. Tidak perlu
ada kesengajaan, suatu kelalaian dapat terjadi. Kelalaian ditetapkan oleh hukum untuk
perlindungan orang lain terhadap resiko bahaya yang tidak seharusnya. Ini dikarakterisasikan
oleh ketidakperhatian, keprihatinan, atau kurang perhatian.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai
membawa kerugian atau cidera pada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini
berdasarkan praktek hukum De minimis noncurat lex yang berarti hukum tidak
mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Tetepi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian
materi, mencelekakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai

1)
2)
3)
4)

kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminl


Tolak ukur culpa lata adalah :
Bertentangan dengan hukum
Akibatnya dapat dibayangkan
Akibatnya dapat dihindarkan
Perbuatannya dapat dipersalahkan
Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran dibawah
standar
Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang
sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi,
histerektomi, dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata
untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistik,
hedonistis dan konsumtif, dimana kalangan dokter turutb terimbas, malpraktek seperti diatas
dapat meluas.
ASURANSI MALPRAKTIK
Semua perawat harus mempertimbangkan pembelian asuransi liabilitas profesional pribadi
seolah-olah institusi perusahaan mempunyai tanggungan. Asuransi liabilitas pribadi
meindungi perawat dalam semua aspek praktik profesional. Asuransi perusahaan
menanggung perawat hanya ketika bekerjadalam lingkup pekerjaan mereka. Jika perawat
tidak praktik menurut kebijakan dan prosedur institusi, kelalaian atau malpraktik dapat
ditetapkan berada di luar lingkup pekerjaan dan dengan demikian asuransi perusahaan tidak
bisa menanggung tindakan perawat.
Karena perawat adalah profesional, sering sulit untuk memisahkan kehidupan pribadi mereka
dari keterampilan profesional. Sering kali perawat di minta oleh tetangga dan temannya untuk
memberikan asuhan keperawatan secara sukarela. Jenis aktivitas profesional ini tidak di
tanggung oleh kebijakan asuransi perusahaan karena perawatan yang diberikan buka
tanggung jawab perusahaan.
HUKUM YANG MENGATUR TENTANG MALPRAKTIK PEMBERIAN OBAT
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
1.

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.

2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.

10.
11.

12.

13.
14.

15.
16.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka
pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan
baik.
Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan ke dalam jaringan
tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan atau kosmetika.
Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan
pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Zat adiktif bahan penggunaanya dapat mengakibatkan ketergantungan psikis
Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna
baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis.
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan,
yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan
secara praupaya.

ADVOKASI PASIEN
Kebanyakan pemberi pelayanan kesehatan menginterpretasi Advokasi pasien sebagai
tindakan memberi tahu, menasihatkan, atau mengonseling pasien untuk memfasilitasi
otonominya, juga pemuihannya. Pergerakan Advokasi pasien dimulai pada awal tahun 1970-

an. Pada saat ini peran perawat masih secara samar sebagai suatu panatapan tanggung jawab
etuka-hukum.
Sepanjang tahun 1980-an, beberapa pihak mempertanyakan apakah perawat berhak
memberi pembelaan untuk pasien dan banyak menerima reaksi negatif kerena bertindak
sebagai pembela pasien. Kendati ada kekhawatiran bahwa advokasi pasien dapat
disalahgunakan sebagai alat untuk memenuhi kepentingan perawat, praktik advokasi ini
disahkan sebagai bagian dari peran perawat da dicantumkan dalam kurikulum pembelajaran
di perguruan tinggi.
Perawat sekarang memahami bahwa peran profesional mereka mencakup banyak
aspek ( multidemensi) dan mencakup peran sebagai pembela pasien, bahkan ketika ada resiko
yang signifikan, mengandung bahaya, atau menekan bagi perawat. Advokasi pesien
dapandang sebagai suatu mandat dalam kode etik keperawatan. Peda kenyataan nya, di
kebanyakan negara bagian , perawat dapat dikenakan sangsi disiplin administratif oleh dewan
keperawatan negara (board of nursing) jika ada suatu klaim yang memberatkannya karena
telah menempatkan pasien pada kondisi yang membahayakan.
Bertindak Sebagai Advokat Pasien
Bertindak sebagai advokat pasien, tak diragukan lagi, merupakan salahsatu kewajiban
moral perawat yang paling utama. Ketika seorang pasien harus membuat keputusan yang
berhubungan dengan perewatannya, adalah tanggung jawap kita sebagai perawat
untukmembantunya dengan cara yang dapat meningkatkan nilai, prioritas, kebebasan,
Martabat, dan mutu hidupnya. Sebagai seorang pembela, kita sebagai perawat tidakboleh
memaksakan agenda pribadi atau nilai yang anda miliki kepada pasien. Dengan
mendengarkan secara seksama dan mengajukan pernyataan secara bijaksana, kita akan
mampu membantu pasien dan keluarganya membuat suatu keputusan.
Pedoman Membela Hak Pasien
Cara terbaik bagi perawat untuk bertindak sebagai seorang pembela bag pasien ialah
mengenal dengan baik kebijaksanaan yang ditetepkan tempat kerja tentang hak pasien.
Apabila kebijakan ersebut tidak ada, prtimbangan penyataan posisi the Natioinal Language
for Nursing (NLN) tentang peran keperawatan dalam hak pasien.
NLN menganjurkan supaya kita memandang pasien sebagai mitra pada proses
keperawatan kesahatan. Dalam merencanakan keperawatannya, kenali hak pasien untuk
mengambil bagian dalam pembuatan keputusan. Bantu pasien menetapkan sasaran yang
realitis untuk perawatan kesehatannya dan ajarkan padanya barbagai pendekatan yang dapat
ia gunakan untuk mancapai sasaran tersebut.
PELAJARAN DALAM PRAKTIK
Sepanjang proses pembuatan keputusan, tetap kaji pemahaman pasien tentang penykitnya.
Ketika ia memerlukan dan menginginkan lebih banyak informasi, pertama-tama tentuakn
apakah anda, atau dokter, yang harus menyediakanya. Kemudian biarkan pasien
berpartisipasidalam pengembangan rencana perawatanya, Rencana ini harus menunjukan
upaya memenuhi kebutuhan pasien yang unik sekaligus hak-haknya.

BAB III
PEMBAHASAN (KASUS )

Pada kasus Wright v. Abbott Laboratories (1999), seorang bayi baru lahir mengalami pincang
setelah lahir dan memerlukan resusitasi. Bayi baru lahir tersebut dipindahkan ke unit
perawatan khusus neonatus untuk pementauan tekanan darah, pengaturan suhu,dan penberian
cairan intravena. Tekanan bayi baru lahir tersebut diukur setiap 15 menit, sedangkan kadar
glukosa setiap jam. Seorang dokter residen diminta datang karena tekanan darah bayi rendah
dan ia memprogmkan infus normal saline dalam piggyback sebanyak 20 ml selama 30 menit.
Perawat Karen Diltz tanpa sengaja mendengar perawat Donna Benjamin mengulangi perintah
tersebut dan menenyakan apakah ia dapat membantu. Perawat Diltz tidak membaca program
yang ditulis dokter (yang sudah dicatat oleh perawat ketiga, perawat Rhonda Martin) dan
mengandalkan informasi yang didengarnya dari perkataan perawat Benjamin yang diulang.

Perawat Diltz memindahkan vial dari kotak obat.kotak obat yang berisi vial tersebut berlabel
NaCl 0,9 % dan NaCl 14,6 %. Perawat Diltz mengisap 25 ml NaCl 14,6 % dengan spuit dari
vial dan menyerahkan spuit tersebut ke perawat Benjamin dan kemudian menyuntikkan obat
tersebut ke lubang port pada slang infus bayi. Kurang dari satu jam berselang, dokter residen
memprogramkan lagi 20 ml normal saline. Perawat Diltz kemudian mengambil lagi vial NaCl
14,6 % tadi dari kotak obat kemudian mengisap sebanyak 25 ml dengan spuit. Perawat Diltz
sekali lagi menyerahkan spuit ke perawat Benjamin,yang menyuntikkan obat tersebut ke
slang infus bayi. Bayi mengalami cedera fisik permanen berat akibat suntikan cairan saline
pekat (konsentrat). Masalah ini menjadi semakin pelik karena perwat benjamin tidak
berwenang memberikan obat-obatan intravena.
Rumah sakit kemudiam mencoba mengatur suatu kesepakatan dengan keluarga bayi yang
baru lahir setelah mendapat tuduhan malpraktik medis. Keluarga juga menggugat pabrik
pembuat obat karena dianggap gagal memberi peringatan kepada pihak rumah sakit bahwa
normal pekat saline dapat secara keliru dapat disangka normal saline encer, bahwa peringatan
tentang penggunaan produk tidak adekuat, dan bahwa kesalahan jenis ini adalah peristiwa
yang sebenarnya dapat diantisipasi sejak awal. Pabrik obat menyatakan bahwa pihaknya telah
memberi cukup peringatan terhadap pihak rumah sakit dan pihaknya berhak untuk untuk
beranggapan bahwa pihak rumah sakit mengetahui dan mengikuti peringatan produk
sehingga ketiadaan peringatan ini tidak menyebabkan cedera pada bayi baru lahir. Pada
akhirnya, pihak pengadilan mendukung pernyataan pabrik obat.
Isu Hukum (Pembahasan )
The National Coordinating Council untuk pelaporan dan pencegahan kesalahan dalam
pemberian obat menetapkan kesalahan dalam pemberian obat sebagai peristiwa yang dapat
dicegah, suatu peristiwa yang dapat menyebabkan atau menimbulkan penggunaan yang tidak
tepat atau bahaya pada pasien ketika obat berada dalam kontrol profesional pelayanan
kesehatan, pasien, atau konsumen. Peristiwa yang dapat dicegah ini dapat berhubungan
dengan praktek profesional, produk, prosedur, atau sistem pelayanan kesehatan (seperti :
peresepan,mengomunikasikan perintah/program, penggabungan, pengadaan suplai, distribusi,
pemberian, pendidikan, pemantauan, penggunaan, dan pelabelan produk, pengepakan, dan
pengaturan nomenklatur).
Pemberian obat yang tepat perlu memperhatikan prinsip 5 (lima) benar dalam pemberian
obat :
Benar pasien
Benar obat
Benar dosis
Benar cara pemberian
Benar waktu

Perawat dan pimpinnya dapat dibebankan liabilitas perdata akibat kegagalan melaksanakan 5
benar pemberian obat, seperti yang dijewlaskan pada skenario kasus di atas.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari kelompok kami adalah supaya perawat tersebut berhati hati dalam
memberikan obatnya kepada pasien nya sesuai dengan tata cara dalam pemberian obat yaitu :
Mencegah Kesalahan Pemberian Obat

Waspadalah terhadap nama obat yang hampir sama.

Waspadalah selalu terhadap penggunaanbanyak tablet.

Waspadalah terhadap perubahan yang tiba-tiba dalam instruksi obat-obatan.

Selalu mencocokkan instruksi yang tidak jelas dengan dokter.

Selalu memastikan instruksi pemberian obat secara khusus.

Lihat kembali nama generik obat bila tidak yakin sungguh-sungguh.

Jangan menginterpretasikan tulisan tangan yang tidak jelas, yakinkan dengan dokter
yang bersangkutan.

Berikan perhatian khusus terhadap pemberian obat-obatan yang banyak.

Periksa kembali bila pasien mengatakan saya sudah minum pil saya

Saran
Saran dari kelompok kami, kita sebagai perawat haris memahami prinsip 6 benar, yaitu :
1.Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur,
gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak
sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien
mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau
kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada
keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita
asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi
apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat
kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat
membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol
dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya
tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.

Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat
perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan
kerjanya.
3.Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik
ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya
ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi
Anda harus tetap hati-hati dan teliti !
4.Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti
usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui
vena (perset / perinfus).
3. Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep,
losion, krim, spray, tetes mata.
4. Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal
seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar /
kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat
dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat
disediakan dalam bentuk supositoria.
5. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki
epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian
obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek
untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi

Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus
dicatat alasannya dan dilaporkan

DAFTAR PUSTAKA
Robert priharjo.2008.konsep dan prespektif praktik keperawatan professional.jakarta:EGC
M.jusuf hanafiah dan amri amir.1999.etika kedokteran dan hukum kesehatan.jakarta:EGC
Potter and perry, fundamental keperawatan edisi 4, Jakarta: EGC 2005
ANN HELM,RN, MS, JD.2005 MALPRAKTIK KEPERAWATAN. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai