Anda di halaman 1dari 11

Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang di

Indonesiakan. Proses penyerapannya terjadi karena proses adaptasi dan


asimilasi. Proses adaptasi bila sebuah kata secara utuh diserap tanpa adanya
perubahan dan pelafalan, contoh: coffe break, money politics, money changer, super
power, reshuffle. Proses asimilasi ialah bila sebuah kata asing diserap ke
dalam bahasa Indonesia dengan perubahan sesuai pengucapan dan bentuk penulisan
Indonesianya.
Contoh :
- contingent kontingen dilafalkan kontingen
- directur direktur dilafalkan direktur
- effective efektif dilafalkan efektif
- trotoir trotoar dilafalkan trotoar
- survey survai dilafalkan surfey
- carier karier dilafalkan karir
- percentage persentase dilafalkan persentase bukan prosentase
- complex kompleks dilafalkan kompleks
Pelafalan yang benar ialah pelafalan yang mengikuti kata serapan bahasa
Indonesia bukan bentuk asingnya. Di samping itu, unsur serapan bahasa
Indonesia juga dipengaruhi adanya imbuhan asing, antara lain:
- isasi standardisasi, imunisasi, periodisasi, dan lain-lain
- is analisis, diagnosis, dan minimalis
- or koruptor, radiator, operator, dan lain-lain
- al struktural, informal, dan faktual
- wi duniawi dan manusiawi
- man seniman, budiman, kameraman, dan sebagainya.
Dalam percakapan atau dialog, pengucapan harus jelas dan tepat agar
pendengar dapat merespons dengan baik perkataan yang diucapkan. Artinya,
ucapan selain harus dengan intonasi yang tepat juga harus dengan lafal atau
artikulasi yang jelas. Pengucapan dengan artikulasi yang tepat atau jelas
terutama pada kata-kata yang bunyinya hampir sama jika diucapkan. Bila tidak
diucapkan dengan tepat dan jelas, dapat terjadi salah pengertian atau salah
paham. Kata-kata yang hampir sama bunyinya jika diucapkan seperti kata di
bawah ini:
- keamanan kenyamanan kesamaan
- makanya makannya makamnya malamnya
- penanya penanya
- adanya badanny
- setara sertanya
- peletakan perekatan
- kemerahan kemarahan
- kesabaran kesadaran dan sebagainya
Pemahaman terhadap alat ucap dan bunyi yang dihasilkan sesuai dengan
pengucapan atau artikulasi membuat pemakai bahasa bersikap cermat dalam
melafalkan setiap kata, singkatan, dan unsur serapan sesuai dengan lafal baku.

Dengan pelafalan fonem yang tepat baik vokal maupun konsonan serta bentuk
alofon dan variasinya, kesalahpahaman terhadap makna kata tidak terjadi dan
komunikasi dapat berjalan dengan efektif.
http://aswindheemcom.wordpress.com/2013/02/03/penulisan-kata-serapan/

Terdapat lima partikel dalam bahasa Indonesia, yaitu lah, kah, tah, per, dan pun.

Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apakah kucing ini milik Anda?; Tengoklah ke kiri dan ke kana jika hendak
menyeberang jalan!

Partikel per yang berarti tiap-tiap, demi, dan mulai ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului dan mengikutinya. Namun, partikel per pada bilangan
pecahan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: Harga kain itu adalah sepuluh ribu rupiah per meter; dua pertiga.

Partikel pun yang sudah dianggap padu benar ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Sedangkan partikel pun yang ditulis setelah kata benda, kata sifat,
kata kerja, dan kata bilangan, dituliskan terpisah.
Contoh: walaupun; meskipun; biarpun; adapun; bagaimanapun; kendatipun; maupun;
sekalipun; sungguhpun;
Contoh yang ditulis terpisah: Jika tak ada yang kuning, merah pun tidak masalah, asal
bunganya bisa dipajang.

http://eyddalamlayar.wordpress.com/2009/10/07/penulisan-partikel-dalambahasa-indonesia/

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya :
Adiknya pergi ke luar negeri.
Bermalam sajalah di sini.
Ke mana saja ia selama ini?
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Kain itu terletak di dalam lemari.
Contoh penggunaan yang ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti:
(di dan ke ditulis serangkai dalam fungsi sebagai imbuhan)
Ia keluar sebentar.
Si Ahmad lebih jujur daripada si Polan.
Kuenya sudah dimakan adik.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Paman kehujanan sehingga sakit.
http://tunas63.wordpress.com/2008/10/26/penulisan-kata-depan-di-ke-dan-dari/

1. "ku" sebagai kata ganti "aku" ditulis serangkai/disatukan di awal kata atau di akhir kata.
*ditulis serangkai di akhir kata jika itu adalah kata benda/sifat, contoh: bukuku, penaku,
komputerku, istriku, cintaku, rinduku, dll.
*ditulis serangkai di awal kata adalah kata kerja, contoh: kubaca, kutulis, kudengar,
kulihat, dll.
2. "mu" sebagai kata ganti "kamu" dan "kau" sebagai kata ganti "engkau"
*"mu" ditulis serangkai di akhir kata, yang biasanya adalah kata benda/sifat, contoh:
bukumu, cintamu, bacaanmu, tulisanmu, novelmu, cintamu, kasihmu, rindumu, dll.
*"kau" ditulis serangkai di awal kata, biasanya untuk kata kerja, contoh: kautulis, kaubaca,
kaurindukan, kaukasihi, kaucintai, dll
3. "nya" sebagai kata ganti orang ketiga
*ditulis serangkai di akhir kata untuk kata benda/sifat: tulisannya,bukunya, novelnya,
cintanya, rindunya, dll.

Angka dan Lambang Bilangan


1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan:
(i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv)
kuantitas
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter

1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945

Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10*
100
2.000 rupiah

50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang
* tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
Misalnya:

* Jalan Tanah Abang I No. 15


* Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
* Bab X, Pasal 5, halaman 252
* Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas
dua puluh dua
dua ratus dua puluh dua 12
22
222
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah
tiga perempat
seperenam belas
tiga dua pertiga
seperseratus
satu persen
satu dua persepuluh 1/2
3/4
1/16
3 2/3
1/100
1%
1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang
berikut.
Misalnya:
*
*
*
*
*

Paku Buwono X
pada awal abad XX
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini
lihat Bab II, Pasal 5
dalam bab ke-2 buku itu

*
*
*
*

di daerah tingkat II itu


di tingkat kedua gedung itu
di tingkat ke-2 itu
kantornya di tingkat II itu

7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti


Misalnya:
tahun '50-an
uang 5000-an
lima uang 1000-an

(tahun lima puluhan)


(uang lima ribuan)
(lima uang seribuan)
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan,
sperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.

Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai.
DI lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kamu mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan
puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan
puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

http://bahasaindonesiaonii.blogspot.com/2012/12/penulisan-angkalambangbilangan.html

Penulisan Gabungan Kata dalam Bahasa Indonesia


5 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan komentar Go to comments

Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah.


Contoh: tanda tangan; terima kasih; rumah sakit; tanggung jawab; kambing hitam; dll.
Perhatikan kalau gabungan kata itu mendapatkan imbuhan!
Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan atau akhiran saja, awalan atau akhiran itu
harus dirangkai dengan kata yang dekat dengannya. kata lainnya tetap ditulis terpisah dan
tidak diberi tanda hubung.
Contoh: berterima kasih; bertanda tangan; tanda tangani; dll.
Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan dan akhiran, penulisan gabungan kata
harus serangkai dan tidak diberi tanda hubung.
Contoh: menandatangai; pertanggungjawaban; mengkambinghitamkan; dll.
Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata.
Dalam bahasa Indonesia ada gabungan kata yang sudah dianggap padu benar. Arti gabungan
kata itu tidak dapat dikembalikan kepada arti kata-kata itu.
Contoh: bumiputra; belasungkawa; sukarela; darmabakti; halalbihalal; kepada; segitiga;
padahal; kasatmata; matahari; daripada; barangkali; beasiswa; saputangan; dll
Kata daripada, misalnya, artinya tidak dapat dikembalikan kepada kata dari dan pada. Itu
sebabnya, gabungan kata yang sudah dianggap satu kata harus ditulis serangkai.
Gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata
yang mengandung arti penuh, unsur itu hanya muncul dalam kombinasinya.
Contoh: tunanetra; tunawisma; narasumber; dwiwarna; perilaku; pascasarjana; subseksi; dll.
Kata tuna berarti tidak punya, tetapi jika ada yang bertanya, Kamu punya uang? kita tidak
akan menjawabnya dengan tuna. Begitu juga dengan kata dwi, yang berarti dua, kita tidak
akan berkata, saya punya dwi adik laki-laki. Karena itulah gabungan kata ini harus ditulis
dirangkai.
Perhatikan gabungan kata berikut!
1. Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara
kedua unsur itu diberi tanda hubung.

Contoh: non-Indonesia; SIM-ku; KTP-mu.

1. Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya,
yang berupa kata dasar. Namun dipisah penulisannya jika dirangkai
dengan kata berimbuhan.

Contoh: Mahabijaksana; Mahatahu; Mahabesar.


Maha Pengasih; Maha Pemurah; peri keadilan; peri kemanusiaan.
Tetapi, khusus kata ESA, walaupun berupa kata dasar, gabungan kata maha dan esa ditulis
terpisah => Maha Esa.

http://eyddalamlayar.wordpress.com/2009/10/05/penulisan-gabungan-katadalam-bahasa-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai