Anda di halaman 1dari 24

Asma Bronkial

BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1

1.2

Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Dirawat di
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No. RM

: An. MAA
: 10 Tahun
: Laki-laki
: Loram Kulon, Jati
: Islam
: Jawa
: Bougenville 2
: 02 Agustus 2016
: 02 Agustus 2016
: 7x4 4x2

Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 02 Agustus 2016 pukul
10.00 wib

1.2.1

Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

1.2.2

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan diantar kedua orang tuanya ke IGD RSUD KUDUS
dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit .
Keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat. Keluhan sesak nafas sebenarnya
sudah dirasakan hilang timbul sebanyak 3 kali selama 1 minggu ini. Keluhan sesak
hilang ketika pasien diberikan obat oleh orang tuanya. Saat ketiga kali pasien kembali
merasakan sesak nafas dan kembali diberikan obat keluhan dirasakan tidak kunjung
membaik hingga akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit. Keluhan sesak nafas sering
dirasakan pasien terutama bila cuaca dingin dan apabila banyak debu. Pasien memang
sering mengalami keluhan ini sejak 3 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
adanya batuk, keluhan batuk biasanya timbul ketika pasien mengalami sesak nafas.
Keluhan nyeri dada disangkal oleh pasien. Keluhan demam disangkal oleh pasien..
Keluhan mual dan muntah juga tidak dirasakan oleh pasien. Pasien mengatakan sulit
tidur. Keluhan adanya gangguan buang air besar dan buang air kecil disangkal.

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

1.2.3

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak 3 tahun yang lalu

1.2.4

Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat anggota keluarga dengan riwayat asma yaitu ayah pasien

1.2.5

Riwayat Prenatal
Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke bidan setiap bulan secara teratur . Selama
hamil ibu pasien mengaku mendapat imunisasi TT 2x di bidan. Tidak pernah
mengalami sakit serius selama masa kehamilan.

1.2.6

Riwayat Kelahiran
Anak laki-laki lahir dari ibu dengan G1P0A0, hamil 39 minggu, persalinan ditolong
oleh bidan, anak lahir langsung menangis. Lahir secara spontan per vaginam dengan :
Berat badan : 3400 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar kepala : tidak diketahui
Lingkar dada : tidak diketahui
Tanpa cacat bawaan

1.2.7

Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan
Berat badan : 32 kilogram
Tinggi badan : 140 cm.
Perkembangan
Pertumbuhan gigi I
: 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental
: Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap
: Umur 3 bulan
(Normal: 3-4 bulan)
Duduk
: Umur 7 bulan
(Normal: 6-9 bulan)
Berdiri
: Umur 10 bulan
(Normal: 9-12 bulan)
Bicara
: Umur 11 bulan
(Normal: 9-12 bulan)
Berjalan
: Umur 12 bulan
(Normal: 13 bulan)
Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan
anak seusianya.

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

Interpretasi
PB/U = 0 (median) normal
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

IMT/U = 0 (median) normal

1.2.8

Riwayat Makan dan Minum


Pasien diberikan ASI sejak lahir sampai usia 1 tahun. Setelah usia 6 bulan, selain ASI
anak juga diberikan makanan pendamping ASI berupa, bubur susu dan nasi tim. Mulai
usia 1 tahun pasien mengonsumsi nasi, daging, sayuran, dan buah-buahan dengan
frekuensi makan 3 kali sehari.

1.2.9

Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi di akui ibu pasien lengkap sesuai jadwal di puskesmas.

1.2.10 Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien merupakan anak pertama. Ayahnya bekerja sebagai karyawan swasta dan
ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien berasal dari keluarga dengan kesan
ekonomi cukup, dengan biaya perawatan ditanggung BPJS.
1.3

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 02 Agustus 2016 pukul 10.00 wib, didampingi oleh ibu
pasien.
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran
: Compos Mentis, GCS 15
Tanda vital
:
Nadi
: 98 x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan
: 40 x/menit
SpO2
: 99% (RPM)
Suhu
: 36,7 oC (axilla)

Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran
Rambut
Leher
Mata

Hasil Pemeriksaan
Normosefali
Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Kaku kuduk (-)
Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik,
mata tidak cekung, pupil isokor dengan
diameter 3 mm/3mm, reflex cahaya langsung
dan tidak langsung +/+

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

Telinga
Hidung

Serumen -/-, Sekret -/Sekret -/-, napas cuping hidung (-), mukosa
hidung berwarna merah muda

Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Thorax
Inspeksi

Bibir tidak kering, sianosis (-)


Tidak kotor
T1/T1, tidak hiperemis
Tidak hiperemis
Tidak teraba pembesaran KGB
Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan
ekspirasi,retraksi suprasternal (-), retraksi
interkostal (-), retraksi epigastrium (-) ictus

Palpasi

cordis tidak terlihat


Gerakan napas teraba simetris saat inspirasi
dan ekspirasi, ictus cordis teraba di sela iga

Perkusi

IV linea midklavikularis sinistra


Sonor pada lapangan paru
Batas-batas jantung :
Batas atas : ICS III linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Auskultasi
o Bunyi napas
o

Bunyi jantung

Bunyi nafas vesikuler, ronki +/+, wheezing +/


+
Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Anggota gerak

Tampak datar
Supel, hepar dan lien tidak teraba
Timpani pada semua kuadran
Bising usus (+) Normal
Akral hangat, capillary refill time< 2 detik,

Kulit

edema(-), sianosis(-)
Turgor baik, kulit tidak kering, sianosis (-),
warna kulit kuning langsat

Pemeriksaan Neurologis
-

Pemeriksaan Refleks Fisiologis :

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

o Bisep (+)
o Trisep (+)
o Patella (+)
o Achiles (+)
-

Pemeriksaan Refleks Patologis :


o Babinski (-)
o Cadock (-)
o Gordon (-)
o Openheim (-)

Pemeriksaan Rangsang Meningeal


o Kaku kuduk : (-) tidak terdapat tahanan
o Brudzinsky I : (-) kedua tungkai tidak fleksi
o Brudzinsky II : (-) tungkai lain tidak fleksi
o Kernig : (-) sudut > 135 0, tidak nyeri dan tidak terdapat hambatan

1.4

Resume
Telah diperiksa pasien anak laki-laki usia 10 tahun dengan berat badan 32 kg
dan tinggi badan 140 cm dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit . Keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat.
Keluhan sesak nafas sebenarnya sudah dirasakan hilang timbul sebanyak 3 kali
selama 1 minggu ini. Keluhan sesak hilang ketika pasien diberikan obat oleh orang
tuanya. Saat ketiga kali pasien kembali merasakan sesak nafas dan kembali diberikan
obat keluhan dirasakan tidak kunjung membaik hingga akhirnya pasien dibawa ke
rumah sakit. Keluhan sesak nafas sering dirasakan pasien terutama bila cuaca dingin
dan apabila banyak debu. Pasien memang sering mengalami keluhan ini sejak 3 tahun
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk, keluhan batuk biasanya timbul
ketika pasien mengalami sesak nafas. Pasien juga mengatakan sulit tidur.
Telah dilakukan pemeriksaan tanda vital : nadi 98 x/menit, regular, isi cukup,
Pernafasan: 40 x /menit, Suhu 36,7o C.
Pemeriksaan fisik auskultasi pada thoraks di temukan suara nafas tambahan
berupa wheezing (+/+) dan ronki (+/+).
pemeriksaan neurologis dalam batas normal.

1.5
1.5.1

Diagnosis
Diagnosis Kerja

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

Asma Bronkial
1.5.2

Diagnosis Banding
Bronkopneumonia

1.6
1.6.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 02 Agustus 2016

Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil

Hasil
14,5 g/dL
5,05 jt/ul
44,5 %
541 103/ul
13,4 103 /ul
39,0
42,0
7,5
9,8
1,5

Nilai Rujukan
11,5-13,5 g/dL
4,0-5,2 jt/ul
35-45 %
150-400 103/ul
4,5-14,53/ul
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1

1.7

Penatalaksanaan

O2 2 l/menit

Nebulisasi Ventolin 2 amp + Pulmicort 1 amp

IVFD Asering 16 tpm

Aminofilin 2x100mg

Cefrtiaxon 1 x 2g dalam NaCl 100cc

1.8

Prognosis
ad Vitam
ad Fungtionam
ad Sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONKIAL
Definisi
Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan
sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif
dari saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan batukbatuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas
obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan ataupun dengan
terapi.
Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai
oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.
Defenisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi
IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk
persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam
/ dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi
lain pada pasien dan/atau keluarganya.
Etiologi
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan
asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga
merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan
dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak
kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin
banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan
anak kecil.
2. Infeksi
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

Asma Bronkial

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
3. Cuaca
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez
dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan
polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan
batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering
mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978,
Zebailos dkk 1978).
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma
(Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada
anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat
memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang
dewasa (Dess 1974).
8. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan
asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usahausaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari
depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi
aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya
irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang
untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan
keluarganya. 2

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

10

Asma Bronkial

Faktor risiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat
ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma.beberapa faktor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor
tersebut antara lain :
1. Jenis kelamin, menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak
perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara
laki-laki dan perempuan pada usia 30 tahun.
2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada usia
muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi
terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan prediktor timbulnya asma.
4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit
asma, alergen yang sering mencetuskan asma antara lain adalah serpihan kulit
binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan
kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak
janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan
menyebakan meningkatnya risiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik.
Patofisiologi

Obstruksi Saluran Respiratorik


Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan
hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik menyebabkan
keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma : batuk, sesak,

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

11

Asma Bronkial

wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai


rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada
saluran respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang
bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan. Penyempitan saluran
respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama penyempitan
saluran respiratorik adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh
pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamine,
triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf
aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionic. Kontraksi otot polos
saluran respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema
akut, inflamasi sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot
polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran
respiratorik. Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat produksi
secret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa,
protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular bronkus dan debris selular.

Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik


Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang
secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi
mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan
hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyerbabkan perubahan kontraktilitas.
Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat
memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan stimulus
aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikan secara progresif kemudian
dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulasi
lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol garam hipertonik,
adenosine tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin
dan metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan mediatordari sel mast, ujung
serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik. Dikatakan hipereaktif bila
dengan cara histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada kosentrasi histamine
kurang dari 8mg%.

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

12

Asma Bronkial

Klasifikasi
Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari
Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma
menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada
anak umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas
atas. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama
hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang
timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 34 hari dan
batuknya dapat berlangsung 1014 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai
berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh
kembang anak biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2. Asma episodik sering (Asma sedang)
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini
serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 56 tahun dapat terjadi
serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan
perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali
dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu.
Frekuensi serangan paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadangkadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala
paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu
tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan
eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan
pertumbuhan.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)

Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3
tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50%
sisanya serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi
saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

13

Asma Bronkial

waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi
jalan napas mencapai puncaknya pada umur 814 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau
sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan
fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada tong
(barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan
pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang,
sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian
kecil ada juga yang mengalami gangguan psikososial.
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat
asma
Intermitten

Gejala

Gejala
malam
2x/bulan

Bulanan
Gejala < 1x/minggu

Faal paru
APE 80%
VEP1 80% nilai

Tanpa gejala diluar serangan

prediksi APE 80%

Serangan singkat

nilai terbaik
Variabilitas

APE

<

20%
Persisten
ringan

Mingguan

> 2x/bulan

Gejala > 1x/minggu tetapi <

APE > 80%

VEP1

1x/hari

80% nilai terbaik

aktivitas dan tidur

sedang

Harian

>

Gejala setiap hari


Serangan

1x/minggu

Variabilitas APE

20-30%
APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-80%

mengganggu

nilai terbaik

aktivitas dan tidur

Persisten

80%

nilai prediksi APE

Serangan dpt mengganggu

Persisten

membutuhkan bronkodilator

Variabilitas

setiap hari
Kontinua

30%
APE 60%

Sering

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

14

APE

>

Asma Bronkial

berat

Gejala terus menerus

VEp1 60% nilai

Sering kambuh

prediksi 60% nilai

Aktivitas fisik terbatas

terbaik
Variabilitas

APE

>

30%
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan
faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus
mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.
Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling khas,
asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul
bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang
menghasilkan lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat.
Pada serangan asma ringan:

Anak tampak sesak saat berjalan.

Pada bayi: menangis keras.

Posisi anak: bisa berbaring.

Dapat berbicara dengan kalimat.

Kesadaran: mungkin irritable.

Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.

Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.

Retraksi interkostal dan dangkal.

Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

Frekuensi nadi: normal.

Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)

SaO2 % > 95%.

PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.

PaCO2 < 45 mmHg

Pada serangan asma sedang:


ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

15

Asma Bronkial

Anak tampak sesak saat berbicara.

Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.

Posisi anak: lebih suka duduk.

Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.

Kesadaran: biasanya irritable.

Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi.

Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.

Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.

Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

Frekuensi nadi: cepat (takikardi).

Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)

SaO2 % sebesar 91-95%.

PaO2 > 60 mmHg.

PaCO2 < 45 mmHg

Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:

Anak tampak sesak saat beristirahat.

Pada bayi: tidak mau minum/makan.

Posisi anak: duduk bertopang lengan.

Dapat berbicara dengan kata-kata.

Kesadaran: biasanya irritable.

Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi.

Menggunakan otot bantu pernafasan.

Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.

Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

Frekuensi nadi: cepat (takikardi).

Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)

SaO2 % sebesar < 90 %.

PaO2 < 60 mmHg.

PaCO2 > 45 mmHg

Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:


ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

16

Asma Bronkial

Kesadaran: kebingungan.

Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

Mengi sulit atau tidak terdengar.

Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal.

Retraksi dangkal/hilang.

Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).

Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).

Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.

Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis
yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.

Riwayat penyakit atau gejala :


1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit


1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/atopi.
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada

beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang
demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan
terbukti adanya sifat-sifat asma.
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

17

Asma Bronkial

Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk
biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin
merupakan bentuk asma.
Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang

tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.


Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk

paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat


retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma
kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter
anteroposterior toraks bertambah.
Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah

posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.


Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas

melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar
juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.

Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai
gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat
bantu napas.
Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya

dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat
menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada
asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali
kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan
pertumbuhannya.
Uji faal paru
Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran
faal paru digunakan untuk menilai :
1.

Derajat obstruksi bronkus

2.

Menilai hasil provokasi bronkus

3.

Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

18

Asma Bronkial

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. peak flow meter
adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih
lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio
FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa
biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang
berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total
paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut
umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila
diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.
Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan :
1. Histamin
2. Metakolin
3. Beban lari
4. Udara dingin
5. Uap air
6. Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR,
FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai
normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi
bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak
perlu dilakukan.

Foto rontgen toraks


Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan.
Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus
paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.
Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman.
Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

19

Asma Bronkial

Uji kulit alergi dan imunologi


1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum.
2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak
didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis
atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga
konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala
klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan
yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan.
Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin
3. Pemeriksaan

IgE

spesifik

dapat

memperkuat

diagnosis

dan

menentukan

penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak
dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan
tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai
dalam diagnosis alergi/atopi.
Penatalaksanaan
Pengobatan asma menurut GINA ( Global initiative for Asma). Program
penatalaksanaan asma diantaranya melalui 6 komponen dalam dibawah ini :
1. Edukasi pada anak / keluarganya
Dengan bantuan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, anak dan keluarganya akan
secara aktif turut serta dalam penatalaksanaan penyakit asmanya untuk mencegah
timbulnya masalah dan dapat hidup secara produktif. Sehingga dapat menjauhi faktor
resiko, berobat dengan benar, mengetahui perbedaan obat controller dan reliever,
monitoring, mengenali gejala serangan asma dan mencari pertolongan medis secara
apropriate.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
penilaian dan monitor berat asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji
faal paru, dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak penderita asma yang tanpa gejala,
ternyata pada pemeriksaan faal parunya menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas.
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

20

Asma Bronkial

3. Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus


Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus yang dapat menimbulkan proses
inflamasi saluran nafas merupakan tahap pertama pada penatalaksaan penyakit asma.
Menghindari factor pencetus dapat mengurangi gejala dan dalam jangka panjang
dapat menekan proses inflamasi maupun hiperreaktivitas saluran nafas. Yang
termasuk induced trigger antara lain allergen, bahan-bahan kimia yang iritatif, obatobatan, infeksi virus. Sedang inciter trigger antara lain exercise, udara dingin, dan
emosi, dll.
4. Program penatalaksanaan asma jangka panjang
Program ini meliputi 3 hal yang harus dipertimbangkan yaitu obat-obatan asma,
pengobatan secara farmakologis berdasarkan system anak tangga, pengobatan
berdasarkan sistem zona atau wilayah bagi penderita.
5. Merencanakan pengobatan asma akut
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi atau kombinasi dari
gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat
yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan
dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma
akut menunjukan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang
terpajan faktor pencetus.
6. Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada umumnya
memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan. Kunjungan yang teratur
diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari
factor pencetus serta penggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan,
kunjungan ini akan semakin jarang.
Penatalaksanaan Serangan Asma
Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang gawat
darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dat dicegah, setidaknya dapat dikurangi
dengan pengenalan dini dan terapi intensif.
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk :

meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

mengurangi hipoksemia

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

21

Asma Bronkial

mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan Tatalaksana Serangan Asma


Alur tatalaksana serangan asma terhadap anak
Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
Nebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik

Serangan ringan:
(nebulisasi 1x, respon baik)
Observasi 1 jam
Efek bertahan, boleh
pulang
Gejala timbul lagi,
perlakukan
sebagai
serangan sedang

Serangan sedang:
(nebulisasi
2x,
respon
parsial)
Berikan oksigen
Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dengan
serangan
sedang, observasi di
Ruang Rawat Sehari
Steroid oral
Pasang jalur parenteral

Serangan berat:
(nebulisasi
3x,
respon
buruk)
Sejak awal berikan O2
saat/di luar nebulisasi
Pasang jalur parenteral
Steriod intravena
Nilai ulang klinisnya,
jika
sesuai
dengan
serangan berat, rawat di
Ruang Rawat Inap
Foto rontgen toraks

Boleh pulang:
Bekali obat-obat bagonis (hirupan/oral)
Jika sudah ada obat
pengendali, teruskan
Jika
infeksi
virus
sebagai pencetus, beri
steroid oral (3-5 hari)
Dalam
24-48
jam
kontrol ke klinik R.
Jalan, untuk reevaluasi

Ruang rawat sehari /


observasi
Oksigen teruskan
Steroid oral dilanjutkan
Nebulisasi tiap 2 jam
Bila dalam 12 jam
perbaikan klinis, stabil,
boleh pulang, tetapi jika
klinis
tetap
belum
membaik/bahkan
memburuk, alih ke
Ruang Rawat Inap

Ruang Rawat Inap:


Oksigen teruskan
Atasi dehidrasi dan
asidosis jika ada
Steroid IV tiap 6-8 jam
Nebulisasi tiap 1-2 jam
Aminofilin iv awal,
lanjutkan rumatan
Jika membaik dalam 46x nebulisasi, interval
jadi 4-6 jam
Jika dalam 24 jam
perbaikan klinis stabil,

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

22

Asma Bronkial

boleh pulang
Jika dengan steroid dan
aminofilin
parenteral
tidak membaik, bahkan
timbul ancaman henti
nafas, alih rawat ke
Ruang Rawat Intensif
Catatan:

Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01
ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali

Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 l/menit

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

23

Asma Bronkial

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor
Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta,
2000.
4. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar Laboratorium
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.
5. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Cetakan
Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FUI :
Jakarta, 2004.

ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara

24

Anda mungkin juga menyukai