Anda di halaman 1dari 13

1.

sistem paska pratarik dan pratarik


Metode pratarik

Metode paska Tarik

Tahap1: kabel(tendon) prategang


ditarik atau diberi gaya prategang
kemudian di angker pada suatu
abutment tetap (gambar A)

Tahap 1:dengan cetakan (formwork)


yang telah disediakan lengkap dengan
saluran/selongsong kabel prategang
(tendon duct) yang dipasang
melengkung sesuai bidang momen
balok,beton dicor (gambar 006A)

Tahap 2 : beton dicor pada cetakan


(formwork) dan landasan yang
sudah disediakan sedemikian
sehingga melingkupi tendon yang
sudah diberi gaya prategang dan
dibarkan mongering (gambar B )

Setelah beton cukup umur dan kuat


memikul gaya prategang,tendon atau
kabel prategang dimasukkan dalam
selongsong (tendon duct),kemudian
ditarik untuk mendapatkan gaya
prategang.methode pemberian gaya
prategang ini, salah satu ujung kabel
diangker,kemudian ujung lainya
ditarik (ditarik dari satu sisi). Ada pula
yang ditarik dikedua sisinya dan
diangker secara bersamaan.setelah
diangkur,kemudian saluran di grouting
melalui lubang yang telah disediakan
agar tendon melekat dengan
beton,atau di buat tidak melekat cara
itu biasa menggunakan system
debounded atau unbounded .

Tahap 3 : setelah beton mongering


dan cukup umur kuat untuk
menerima gaya prategang tendon
dipotong dan dilepas,sehingga gaya
prategang ditransfer ke beton
(gambar c )

Tahap 3: setelah diangkur,balok beton


menjadi tertekan,jadi gaya prategang
telah ditransfer kebeton.karena
tendon dipasang melengkung,maka
akibat gaya prategang tendon
memeberikan beban merata kebalok
yang arahnya keatas,akibatnya balok
melengkung ke atas

Ditinjau dari cara penarikannya


Pratarik (pre-tensioning)
Pada metode penegangan pratarik, kabel / tendon prategang diberi
gaya dan ditarik lebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton dalam
perangkat cetakan yang telah dipersiapkan. Setelah beton cukup keras,
penjangkaran dilepas dan terjadi pelimpahan gaya tarik baja menjadi
tegangan tekan pada beton. Cara ini umum dilakukan oleh perusahaan beton
precast karena tempat pengecoran permanen, kualitas dapat terjamin dan
dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat.
Pascatarik (post-tensioning
Pada metode ini beton lebih dahulu dicetak dengan disiapkan lubang
(duct) atau alur untuk penempatan tendon. Apabila beton sudah mengeras
dan cukup kuat, kemudian tendon ditarik, ujung-ujungnya diangkurkan.
Selanjutnya lubang di-grouting
Ditinjau dari posisi penempatan kabel
1. Internal prestressing
Kabel prategang diletakkan di dalam tampang beton
2. External prestressing
Kabel prategang diletakkan di luar tampang beton
Ditinjau dari hubungan lekatan kabel dengan beton
1. Bonded tendon
Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta
semen ke dalam selubung kabel. Setelah bahan grouting

mengeras terjadilah lekatan antara tendon dan beton di


sekelilingnya.
2. Unbonded tendon
Kabel prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan
dengan beton
Ditinjau dari bentuk geometri lintasan kabel
1. Lengkung
Biasanya digunakan pada sistem pascatarik (post-tensioning)
2. Lurus
Banyak dijumpai pada sistem pratarik (pre-tensioning)
3. Patah
dijumpai pada sistem balok pracetak
Diantara tahap pembebanan tersebut yang paling kritis
adalah :
1. Initial Stage (saat baja di tegangkan)
Saat baja ditegangkan merupakan suatu tahap dimana gaya
prategang dipindahkan pada beton dan biasanya belum
bekerja beban luar selain berat sendiri dan beban
pelaksanaan. Pada tahap ini gaya prategang bekerja
maksimum sebab belum terjadi kehilangan prategangan,
sedangkan kekuatan beton minimum karena umur beton
masih relatif muda, sehingga tegangan pada beton menjadi
kritis. Pada sistem pratarik (pre-tensioning), untuk
mempercepat proses penarikan, tendon dilepaskan pada saat
beton mencapai 60% - 80% kekuatan yang disyaratkan yaitu
pada umur 28 hari. Pada sistem pascatarik (post-tensioning),
tendon dapat tidak ditarik sekaligus tetapi ditarik dalam dua
atau tiga tahap untuk memberikan kesempatan pada beton
untuk mencapai kekuatan yang disyaratkan gaya prategang
diterapkan sepenuhnya.
2. Pada massa akhir(final stage)
Tahap ini terjadi pembebanan yang paling berat untuk kondisi
masa pelayanan, dengan asumsi bahwa semua kehilangan
prategang telah mencapai maksimum dan kombinasi beban
luar mencapai nilai terbesar yaitu meliputi berat sendiri,
beban mati, beban hidup, beban kejut dan beban-beban
lainnya.
2.

kehilangan gaya prategang

Tegangan pada tendon dari sebuah beton prategang mengalami


pengurangan seiring berjalannya waktu. Maka perlu diperkirakan besarnya
kehilangan gaya prategang secara keseluruhan agar dapat menentukan

gaya prategang efektif yang dibutuhkan pada perencanaan. Penentuan


besarnya kehilangan sebagian gaya prategang secara tepat sulit dilakukan
khususnya yang bergantung kepada waktu karena kehilangan tersebut
bergantung kepada berbagai factor yang saling berkaitan. Contohnya
relaksasi pada tendon, secara terus menerus mengalami perubahan
tegangan akibat factor factor lain, seperti rangkak pada beton, lalu pada
gilirannya laju dari rangkak pada beton diubah oleh perubahan pada
tegangan tendon. Setiap factor pada kondisi yang berbeda dari tegangan,
keadaan lingkungan pembebanan dan factor faktor lainnya yang tidak pasti
juga ikut mempengaruhi kehilangan sebagian gaya prategang pada tendon.
Kehilangan sebagian gaya prategang secara umum disebabkan oleh
kontribusi sebagian atau seluruh factor berikut ini :
2.1
Kehilangan Prategang Jangka Pendek (Short Term
Losses)
a. Perpendekan Elastis Beton (Elastic Shortening) Terjadi karena
beton mengalami perpendekan ketika diberikan gaya
prategang, dan pada saat yang sama tendon yang telah
melekat pada beton yang memendek tersebut juga kehilangan
sebagian tegangannya. Antara sistem pra-tarik dan pasca tarik
pengaruh kehilangan gaya prategang akibat perpendekan
elastis beton ini berbeda. Pada sistem pra-tarik perubahan
regangan pada baja prategang yang diakibatkan oleh
perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan
beton pada baja prategang tersebut.
Sistem Pra-Tarik Kehilangan tegangan akibat
perpendekan elastis ( elastic shortening ) tergantung pada
rasio antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton
dimana baja prategang terletak. Jika gaya prategang
ditransfer ke beton, maka beton akan memendek
( perpendekan elastis ) dan di-ikuti dengan perpendekan
baja prategang yang mengikuti perpendekan beton
tersebut. Dengan adanya perpendekan baja prategang
maka akan menyebabkan terjadinya kehilangan tegangan
yang ada pada baja prategang tersebut.
System pasca tarik yang hanya menggunakan kabel
tunggal tidak ada kehilangan prategang akibat
perpendekan elastis beton, karena gaya prategang di-ukur
setelah perpendekan elastis beton terjadi. Jika kabel
prategang menggunakan lebih dari satu kabel, maka
kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang
pertama ditarik dan memakai harga setengahnya untuk
mendapatkan harga rata-rata semua kabel.

b. Angkur Slip (Anchorage Set) Kehilangan tegangan karena


tendon dilepaskan dari mesin penarik(dongkrak gayanya
ditranfer ke angker
c. Gesekan (Friction) Diakibatkan oleh adanya gesekan antara
tendon dengan beton di sekelilingnya.
d. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Geseran Sepanjang Tendon
Pada struktur beton prategang dengan tendon yang dipasang
melengkung ada gesekan antara sistem penarik ( jacking ) dan
angkur, sehingga tegangan yng ada pada tendon atau kabel
prategang sehungga akan lebih kecil dari pada bacaan pada
alat baca tegangan ( pressure gauge ) Kehilangan prategang
akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh :
Pergerakan dari selongsong ( wobble ) kabel prategang.
Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan
koefisien
2.2 Kehilangan Prategang Jangka Panjang (Long Term
Losses)
a. Relaksasi baja (Relaxation of the Stressed Tendons) Terjadi
karena tendon mengalami beton mengalami kelelahan (fatigue)
sehingga gaya prategang akan berkurang secara perlahan
lahan tergantung kepada lamanya waktu.
b. Susut (Shrinkage of Concrete) Kehilangan tegangan yang
terjadi secara berangsur angsur karena penguapan air pada
beton.
c. Rangkak (Creep of Concrete) Kehilangan yang terjadi akibat
beban yang terus menerus selama riwayat pembebanan suatu
elemen structural atau deformasi akibat tegangan longitudinal.
Untuk struktur dengan lekatan yang baik antara tendon dan
beton ( bonded members ) kehilangan tegangan akibat rangkak
dapat diperhitungkan sedangkan Untuk struktur dimana tidak
terjadi lekatan yang baik antara tendon dan beton ( unbonded
members ), besarnya kehilangan gaya prategang dapat
ditentukan.
Kehilangan tegangan yang dialami oleh beton prategang dengan
sistem pasca tarik terjadi akibat seluruh factor factor tersebut kecuali
kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis beton apabila tendon ditarik
secara bersamaan. Sedangkan pada beton prategang sistem pratarik tidak
terdapat kehilangan tegangan yang diakibatkan oleh gesekan dan angkur
slip.
Metode pratarik

Kehilangan prategang

Tahap1: kabel(tendon) prategang


ditarik atau diberi gaya prategang
kemudian di angker pada suatu
abutment tetap (gambar A)

Pada tahap 1 kehilangan prategang


belum ada

Tahap 2 : beton dicor pada cetakan


(formwork) dan landasan yang sudah
disediakan sedemikian sehingga
melingkupi tendon yang sudah diberi
gaya prategang dan dibiarkan
mengering (gambar B )

Pada tahap 2 terjadi kehilangan


tegangan jangka panjang yaitu pada
proses pengeringan beton.

Tahap 3 : setelah beton mengering


dan cukup umur kuat untuk
menerima gaya prategang tendon
dipotong dan dilepas,sehingga gaya
prategang ditransfer ke beton
(gambar c )

Pada tahap 3 terjadi kehilangan


tegangan jangka pendek yaitu pada
proses pelepasan tendon dari msin
Tarik(dongkrak)yang gayanya di
transfer ke angkur. Lalu ada
kehilangan perpendekan elastic
beton dan gesekan

Metode paskatarik

Kehilangan prategang

Tahap 1:dengan cetakan (formwork)


yang telah disediakan lengkap
dengan saluran/selongsong kabel
prategang (tendon duct) yang
dipasang melengkung sesuai bidang
momen balok,beton dicor (gambar
006A)

Pada tahap 1 terjadi kehilangan gaya


prategang jangka pendek yaitu karna
Kehilangan Gaya Prategang Akibat
Geseran Sepanjang Tendon

Tahap 2 :Setelah beton cukup umur


dan kuat memikul gaya
prategang,tendon atau kabel
prategang dimasukkan dalam
selongsong (tendon duct),kemudian
ditarik untuk mendapatkan gaya
prategang.metode pemberian gaya
prategang ini, salah satu ujung kabel
diangker,kemudian ujung lainya
ditarik (ditarik dari satu sisi). Ada
pula yang ditarik dikedua sisinya dan
diangker secara bersamaan.setelah
diangkur,kemudian saluran di
grouting melalui lubang yang telah

Pada tahap 2 terjadi kehilangan gaya


prategang jangka panjang yaitu ada
kehilangan susut dan rangkak

disediakan agar tendon melekat


dengan beton,atau di buat tidak
melekat cara itu biasa menggunakan
system debounded atau unbounded .
Tahap 3: setelah diangkur,balok
beton menjadi tertekan,jadi gaya
prategang telah ditransfer
kebeton.karena tendon dipasang
melengkung,maka akibat gaya
prategang tendon memeberikan
beban merata kebalok yang arahnya
keatas,akibatnya balok melengkung
ke atas

Pada tahap 3 terjadi kehilangan gaya


prategang jangka lama dan jangka
pendek yang terjadi karna kehilangan
gaya prategang . Angkur Slip
,Gesekan ,Relaksasi baja

3. Perbedaan metode system paska Tarik dan pratarik


Metode tarik
Tendon prategang ditarik sebelum beton
pengeoran beton
Layout tendon terbatas berbentuk linier

Jenis tendon yang umum digunakan


adalah strand atau kawat tunggal dan
umumya dilakukan pada produksi beton
praetak prategang
Transfer prategang terjadi melalui kontak
antara tendon yang diputus dan beton
disekelilingnya setelah beton mengeras
(jadi tidak memerlukan angkur)

Metode pasca Tarik


Tendon prategang ditarik setelah
beton mengeras
Layout tendon dapat di buat
fleksibel (menyesuaikan dengan
bentuk bidang momen), umumnya
berbentuk parabola.
Memerlukaan selongsong tendon

Transfer prategang terjadi melalui


kontak antara angkur dan beton
penumpunya (jadi memerlukan
angkur)

analisa apakah cocok sistem debonded dan unbonded pada paska


pratarik dan pratarik
Dalam system metode pratarik sitem debonded dan unbonded tidak
diperlukan karna pada proses pratarik tendon ditarik lebih dahulu setelah itu
baru dilakukan pengecoran ,pada saat pengeringan beton antara tendon dan
beton sudah lekat, karna hal itu system debonded dan unbondid tidak perlu
dilakukan dalam system pratarik.
Dalam system metode paskatarik kebalikan dari metode pratarik
dimana proses pengecoran dan penempatan pipa slongsong (yang nantinya
untuk penempatan tendon) lebih dahulu di kerjakan .setelah beton mengeras
tendon mulai dimasukan kedalam pipa selongsong .disaat tendon sudah
masuk maka proses penarikan tendon dapat dilakukan.pada saat ini system
debonded atau unbonded mulai dilakukan atau sebelum beban hidup
bekerja.
Sedangkan jenis untuk beton prategang dengan sistem posttension sering digunakan tendon monostrand, batang tunggal, multiwire dan multi-strand. Untuk jenis post-tension method ini tendon
dapat bersifat debonded ( dimana saluran kabel diisi dengan material
grouting )di karenakan saat menggunakan system post-tension sering
terjadi adanya selasela kosong dia antara tendon dan pipa
selongsongnya sehingga perlu adanya matrial tambahan atau grouting
untuk melekatkan antara tendon dan pipa selongsongnya. Dan
sedangkan dengan system unbonded menggunakan system saluran
kabel yang diisi tendon ,dimaksudkan agar tendon tidak melekat pada
beton namun di dalam sela sela antara tendon dan saluran kabel

pembungkusnya di kasih minyak gemuk atau grease. Agar lebih jelas


gambar dapat di lihat sebagai berikut:
a. gambar system debonded

Tujuan utama dari grouting ini adalah untuk :


1. Melindungi tendon dari korosi
2. Mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton
sekitarnya
b. system unbonded saluran kabel yang di-isi dengan minyak

gemuk

Analisa gaya yang di transferkan pada beton prategang pada paska


pra Tarik
Dalam hal ini beton melekat pada baja prategang. Setelah beton
mencapai kekuatan yang diperlukan, tegangan pada jangkar dilepas
perlahan-lahan dan baja terjangkar pada ujung-ujung konstruksi. Penerapan
gaya prategang terhadap beton disebut transfer gaya prategang.
Gaya prategang sepenuhnya akan ditransfer ke beton melalui panjang
transmisi tertentu yang tergantung pada kondisi permukaan serta profil
penampang baja, diameternya dan kekuatan beton dan efek penjangkaran
di ujung baja prategang yang cenderung hendak kembali ke ukuran semula.
Pada metode pre-tensioned Daya lekat yang bagus dan kuat terjadi
antara baja dan beton pada seluruh panjangnya. Supervisi yang
memuaskan dapat dikerjakan sebab biasanya pretensioning dikerjakan di
pabrik. Walaupun pre-tensioning juga dapat dilakukan di lapangan
Pada waktu gaya tegangan dilepaskan perlahan-lahan pada
jangkarnya, konstruksi harus dapat bergeser pada kedudukannya untuk
menghindari terjadi gaya-gaya dalam. Gaya prategang yang dilepaskan
terlalu cepat dapat menimbulkan beban kejutan yang tidak diinginkan.
Bila kondisi permukaan baja adalah sedemikian sehingga beton tidak
melekat dengan betul, maka terjadilah slip atau geseran sehingga gaya
prategang yang cukup tidak dapat ditransfer ke beton
Kekuatan beton sebaiknya tidak kurang dari 350 kg/cm2 sebelum
menerima transfer gaya. Gaya prategang tidak boleh ditransfer sebelum
kekuatan minimum beton dicapai.
1. Pada umumnya diproduksi di pabrik, cetakan dipakai berulang-ulang
untuk bagian bangunan standar, diperlukan additive untuk
mempercepat pengerasan
2. Kawat kabel dijangkar secara langsung ke beton
3. Jalannya kabel biasanya berupa garis lurus
4. Disebabkan oleh kapasitas konstruksi pembantu dan alat
pengangkutan, maka ukuran dan berat konstruksi terbatas.
Analisa gaya yang di transferkan pada beton prategang pada paska
pra Tarik
Pada Post-tensioned, Beton dicor dulu dan dibiarkan mengeras
sebelum diberi gaya prategang. Baja dapat ditempatkan pada posisi seperti
profil yang telah ditentukan, lalu dicor dalam beton, lekatan dihindarkan
dengan menyelubungi baja, dengan membuat saluran/pipa untuk tempat
kabel.

Bila kekuatan beton yang diperlukan telah tercapai, maka baja


ditegangkan di ujung-ujungnya dan dijangkar. Gaya-gaya prategang
ditransfer ke beton melalui jangkar pada saat baja ditegangkan, sehingga
beton ditekan.
Profil baja yang lengkung biasa digunakan pada post-tensioning,
memungkinkan pendistribusian yang efektif dari gaya prategang dalam
penampang.
Pada saat penegangan, kontak antara baja dan beton harus dikurangi.
Baja tegangan dapat berupa kawat (wire) atau strengan (strand) atau
batang campuran yang ditempatkan dalam pipa, saluran, alur terbuka atau
tertanam dalam beton.Kabel prategang (Tendon) ada 2 macam :
Bonded Tendon
Unbonded Tendon
Setelah kabel dijangkar pada kedua ujungnya, maka adukan
semen diisi ke dalam ruang antara kabel dan beton (duct) sehingga
terjadi ikatan (bonding) antara kabel dan beton.

Pada penampang under reinforced akan terjadi 3 stadium :


Stadium I :
Seluruh penampang tetap utuh, lendutan elastiskaku sampai retak
mulai muncul.
Stadium II :
Tidak ada ketahanan daerah tarik, lendutan tetap elastis tapi dengan
perubahan sudut garis beban lendutan, bahan menjadi lebih fleksibel
Stadium III :

Bahan meleleh perlahan-lahan


Stadium Iv :
Tidak terdapat pada penampang overreinfoced yang akan hancur
mendadak.
Selama Stadium I beton prategang bersifat homogen dan elastis
sempurna. Pada Stadium II perubahan bentuk masih dapat kembali,
tetapi sifatnya mulai menyerupai beton tulang biasa. Pada Stadium III
sifatnya tepat seperti beton tulang biasa.
4.. Penyuntikan Tendon Pasca Tarik (Grouting)
Untuk memberikan proteksi permanen pada baja pasca tarik dan untuk
mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton di sekitarnya, saluran
prategang harus diisi bahan suntikan semen yang sesuai dalam proses penyuntikan
di bawah tekanan.
4.1. Material Penyuntikan
a. Semen Portland
Semen portland harus sesuai dengan salah satu dari spesifikasi ASTM C150,
Tipe I, II atau III. Semen yang digunakan untuk menyuntik harus segar dan
tidak mengandung gumpalan apapun atau indikasi hidrasi atau pack set
b. Air
Air yang digunakan di dalam suntikan harus air layak minum, bersih dan tidak
mengandung zat yang membahayakan semen portland atau baja struktur.
c. Bahan Tambahan
Apabila menggunakan bahan tambahan, harus bersifat mengandung kadar
air rendah, mempunyai aliran yang baik, hanya sedikit bleeding dan ekspansi
serta tidak mengandung bahan kimiawi yang membahayakan baja prategang
atau semen, seperti klorida, flourida, sulfat dan nitrat.
4.2. Selongsong
a. Cetakan
1. Formed Ducts
Selongsong yang dibuat dengan mengunakan lapisan tipis yang tetap di
tempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan tembusnya pasta
semen. Selongsong tersebut harus mentransfer tegangan lekatan yang
dibutuhkan dan harus dapat mempertahankan bentuknya pada saat
memikul berat beton. Selongsong logam harus berupa besi, yang dapat
saja digalvanisasi
2. Cored Ducts

Selongsong seperti ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang dapat
mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis ini
disingkirkan.
b. Celah atau Bukaan Suntikan
Semua selongsong harus mempunyai bukaan untuk suntikan di kedua
ujung. Untuk kabel drapped, semua titik yang tinggi harus mempunyai celah
suntikan kecuali di lokasi dengan kelengkungan kecil, seperti pada slab
menerus. Celah suntikan atau lubang buangan harus digunakan di titik-titik
rendah jika tendon akan diletakkan, diberi tegangan dan disuntik pada cuaca
beku. Semua celah atau bukaan suntikan harus dapat mencegah bocornya
suntikan
c. Ukuran Selongsong
Untuk tendon yang terdiri dari kawat, batang atau strands, luas selongsong
harus sedikitnya dua kali luas netto baja prategang. Untuk tendon yang
terdiri atas satu kawat, batang atau strands, diameter selongsongnya harus
sedikitnya lebih besar dari pada diameter nominal kawat, batang atau
strands.
d. Peletakan Selongsong
Sesudah selongsong diletakkan dan pencetakan selesai, harus dilakukan
pemeriksaan untuk menyelidiki kerusakan selongsong yang mungkin ada.
Selongsong harus dikecangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup
dekat, untuk mencegah peralihan selama pengecoran beton. Semua lubang
atau bukaan di selongsong harus diperbaiki sebelum pengecoran beton.
Celah atau bukaan untuk penyuntikan harus diangkur dengan baik pada
selubung dan pada baja tulangan atau cetakan, untuk mencegah peralihan
selama operasi pengecoran beton.

Anda mungkin juga menyukai