Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN KARBON AKTIF BERBASIS KULIT PISANG

DENGAN VARIASI SUHU KARBONISASI


Ary Rahmansyah*), Larashima*), Bambang Ismuyanto, dan A.S. Dwi Saptati N.H.
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Brawijaya
Jalan Mayjend Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
*E-mail penulis: aryrahmansyah10@gmail.com; shimalaras@yahoo.com

Abstract
Cr(VI) is one of the components of industrial wastewater pollution which is carcinogenic and toxic to humans.
The method to reduce the Cr(VI) in industrial wastewater is using activated carbon based on banana peel. This study
aims to determine the effect of carbonization temperature on the production of activated carbon based on banana peel
as well as the effect of addition of 2M H2SO4 acid activator on carbon activation process. Carbonization process is
carried out at temperature of 400, 450, 500, 550 and 600 oC in carbonization reactor for 90 minutes with N2 gas flow.
Then, the carbon will be activated for 24 hours using a solution of 2M H2SO4 acid. The results showed that the
carbonization temperature has a great effect on the carbon and the activated carbon. The optimal temperature for
carbonization is 600C and has been activated. Activated carbon by carbonization temperature of 600C has water
content of 2.48%; ash content of 6.97%; surface area of 62.27 m2 / g; the average pore diameter of 26.998 ; and the
ability to adsorp the Cr(VI) for about 60.9%.
Keywords: banana peel, activated carbon, carbonization, activation

Abstrak
Logam Cr(VI) adalah salah satu komponen pencemaran air limbah industri yang bersifat
karsinogenik dan toksik terhadap manusia. Salah satu solusinya yaitu pengurangan logam Cr(VI) pada air
limbah industri dengan menggunakan karbon aktif berbasis kulit pisang. Pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu karbonisasi terhadap pembuatan karbon aktif berbasis kulit pisang serta pengaruh
penambahan aktivator asam H2SO4 2M pada proses aktivasi karbon. Proses karbonisasi dilakukan pada suhu
400, 450, 500, 550 dan 600oC di dalam reaktor karbonisasi selama 90 menit dan dengan dialirkan gas N2.
Selanjutnya karbon diaktivasi selama 24 jam menggunakan larutan asam H2SO4 2M. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suhu karbonisasi sangat berpengaruh pada karbon dan karbon aktif yang dihasilkan,
dengan hasil terbaik adalah pada suhu karbonisasi 600 oC dan telah diaktivasi. Karbon aktif dengan suhu
karbonisasi 600 oC menghasilkan kadar air sebesar 2,48% ; kadar abu 6,97% ; luas permukaan sebesar 62,27
m2/g ; rata-rata diameter pori sebesar 26,998 ; dan kemampuan untuk adsorpsi ion logam Cr(VI) sebesar
60,9%.

Kata kunci: kulit pisang, karbon aktif, karbonisasi, aktivasi


1. PENDAHULUAN

Dewasa ini perkembangan industri di


Indonesia mengalami peningkatan yang
sangat pesat. Hal ini mengakibatkan
semakin
meningkatnya
pencemaran
lingkungan kualitas air buangan yang
disebabkan oleh aktivitas industri. Salah
satu komponen pencemaran air limbah
industri yaitu logam Cr(VI) yang berpotensi
karsinogenik, bersifat lebih toksik terhadap
makhluk hidup termasuk manusia. Salah
satu metode yang dapat digunakan untuk

mengatasi permasalahan industri tersebut


adalah dengan proses pemisahan atau
adsorpsi (Chand, 2005). Karbon aktif
merupakan salah satu alternatif adsorben
yang digunakan pada metode adsorpsi
karena kegunaannya dapat menghilangkan
rasa, warna, bau, dan pengotor organik yang
tidak diinginkan. Salah satu bahan baku
yang bisa dikembangkan untuk pembuatan
adsorben adalah kulit pisang. Kulit pisang
tersebut akan melalui proses karbonisasi
untuk membentuknya menjadi karbon aktif.

Tanaman pisang termasuk ke dalam


komoditas buah unggulan di Indonesia.
Produksi pisang di Indonesia mencapai 6,28
juta ton pada tahun 2013. Produksi pisang
yang sangat besar diimbangi dengan
pemanfaatan buah pisang tersebut yaitu
sekitar 93,65% digunakan untuk bahan
makanan (Susanti, 2014). Kulit pisang
merupakan bahan buangan yang cukup
banyak jumlahnya, yaitu sekitar 1/3 dari
buah pisang yang belum dikupas.
Sedangkan sampai saat ini kulit pisang
belum dimanfaatan secara nyata, hanya
dibuang sebagai limbah organik (Zumdahl,
2013).
Menurut Kirk-Othmer (1992) karbon
aktif yaitu suatu padatan yang berpori yang
mengandung 85 95% karbon yang
memiliki luas permukaan besar yaitu sekitar
300-200 m2/gr. Semakin besar luas
permukaan karbon aktif maka kemampuan
daya serapnya semakin besar. Selain luas
permukaan, daya serap karbon aktif juga
bergantung kepada pori-pori karbon aktif
dimana dapat digolongkan sebagai berikut:
Tabel 1 Klasifikasi Pori Berdasarkan
Diameter
Jenis Pori
Diameter ()
Makropori
500-20000
Mesopori
100-500
Mikropori
8-100
Sumber: McDougall (1991:109)
Dari ketiga golongan tersebut, yang
memegang peranan penting pada proses
penyerapan adalah mikropori karena
volume total lubang mikropori jauh lebih
besar daripada volume total makropori dan
mesopori. Makropori dan mesopori hanya
berfungsi sebagai transport pori (jalan
menuju mikropori) (Do, 1998).
Proses pembuatan karbon aktif dapat
dibagi atas 3 proses yaitu (Sembiring,
2003):
1. Proses Dehidrasi
Bertujuan
untuk
menguapkan
kandungan air dan menurunkan
kelembaban bahan baku. Terjadi
pada range suhu sekitar 20oC-200oC.

Pada proses ini air pada bahan baku


mulai terlepas dan terbentuk karbon
monoksida (CO) dan karbon dioksida
(CO2).
2. Proses Karbonisasi
Karbonisasi
adalah
proses
pembentukan
material
dengan
meningkatkan
kandungan karbon
dari material organik (G.Savage,
1992: 26). terdapat 3 komponen
utama yang dihasilkan pada proses
ini, yaitu arang atau karbon, tar dan
gas. Tar akan banyak terbentuk pada
suhu sekitar 280oC demikian juga
dengan gas-gas seperti hidrogen,
metana dan hidrokarbon lainnya
seperti fenol, asam asetat, ammonia,
aseton. Pada range suhu diatas
320oC-450oC mengakibatkan zat-zat
volatile tersebut semakin sedikit
sehingga pembentukan karbon atau
arang semakin banyak.
Menurut
Hasseler
(1963)
karbonisasi sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: waktu
karbonisasi, suhu pemanasan, kadar
air, dan ukuran bahan.
3. Proses Aktivasi
Pada proses karbonisasi pori-pori
menjadi lebih besar namun kapasitas
penyerapan masih rendah, karena
sebagian pori-pori ini masih tertutup
oleh hidrokarbon, tar, dan senyawa
lainnya. Proses ini bertujuan untuk
menghilangkan
pengotor
yang
menutup permukaan pori karbon
setelah proses karbonisasi. Proses
aktivasi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu aktivasi kimia dan aktivasi
fisika.
Aktivasi
kimia
yaitu
melakukan penambahan zat beruapa
asam atau basa. Penambahan zat
asam atau basa tergantung dari
kegunaan penelitian, dimana zat
asam akan berperan untuk menambah
gugus fungsi suatu bahan sedangkan
basa akan menghilangkan suatu
gugus pada suatu bahan. Sedangkan
aktivasi fisika dilakukan dengan
mengalirkan uap atau udara ke dalam

reaktor pada suhu tinggi (8001000oC).


Proses
ini
harus
mengkontrol tinggi suhu dan
besarnya uap atau udara yang dipakai
sehingga dihasilkan karbon aktif
dengan susunan karbon yang padat
dan pori yang luas (Juliandini, 2008).
2. METODE PENELITIAN

Alat Penelitian
Pada penilitian ini alat yang digunakan
antara lain: Alat karbonisasi, ayakan 80
mesh, labu Erlenmeyer, gelas ukur, pipet
tetes, pipet ukur, labu ukur, corong kaca,
kaca arloji, cawan porselen, desikator, oven,
neraca analitik, alat penumbuk, shaker, dan
muffle furnace.

Adsorpsi Logam Cr(VI) Menggunakan


Karbon Aktif
Logam Cr(VI) yang akan diadsorpsi
diperoleh dari larutan sintesis K2Cr2O7
dengan konsentrasi sebesar 65 mg/L.
Sebanyak 0,5 gram karbon aktif dikontakan
dengan larutan K2Cr2O7. Larutan kemudian
diaduk menggunakan shaker dengan
kecepatan 160 rpm selama 90 menit lalu
disaring. Filtrat yang diperoleh diukur
dengan Spektrofotometri UV-Vis untuk
menentukan konsentrasi ion logam Cr (VI)
yang tersisa. Jumlah ion Cr (VI) yang
teradsorpsi diketahui dari selisih konsentrasi
ion logam Cr (VI) dalam larutan awal
dengan konsentrasi ion logam Cr(VI) dalam
filtrat.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah kulit pisang kepok, kertas saring
whatman 41, aquadest, aquademin, H2SO4,
K2Cr2O7, H3PO4, gas N2 dan larutan
diphenylcarbazide.
Rangkaian Alat Karbonisasi
Rangkaian alat yang digunakan pada
penelitian ini sesuai dengan Gambar 1.
Persiapan Bahan dan Pembuatan
Karbon
Kulit pisang kepok dicuci dan dipotongpotong
kemudian
dikeringkan
lalu
dihaluskan dan diayak menggunakan
ayakahan 80 mesh. Kulit pisang dalam
bentuk serbuk dikarbonisasi dengan adanya
aliran gas N2 pada variasi suhu 400, 450,
500, 550, dan 600 oC selama 90 menit.
Pembuatan Karbon Aktif
Karbon direndam dalam larutan H2SO4
2M selama 24 jam dengan perbandingan
1:2. Setelah itu karbon karbon disaring dan
dicuci menggunakan aquadest hingga pH
larutan sama dengan pH aquadest. Karbon
aktif yang diperoleh dikeringkan dengan
suhu 110 oC hingga diperoleh berat konstan.
Karbon aktif yang diperoleh kemudian
dianalisa menggunakan analisa FTIR untuk
mengetahui gugus fungsi karbon aktif dan
analisa
menggunakan
BET
untuk
menentukan luas permukaan karbon aktif.

Gambar 1 Rangkaian Alat Karbonisasi


Keterangan :
1. Tabung gas N2
2. Pipa penyalur gas
3. Kontrol tekanan
4. Termo controller
5. Selang gas N2 masuk
6. Reaktor karbonisasi
7. Selang gas N2 keluar
8. Wadah keluaran gas N2
Metode Analisa
Kadar Abu dan Kadar Air
Mengacu pada CEFIC Test Method for
Activated Carbon.

Analisa BET
Analisa BET dilakukan untuk mengetahui
luas permukaan pori karbon dan karbon
aktif.

kuantitas gugus fungsi tersebut (Dhony,


2012).

Analisa FT-IR
Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui
gugus fungsi dari kulit pisang, karbon, dan
karbon aktif.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Yield Hasil Karbonisasi

: Kulit Pisang
: Karbon Suhu 600oC
: Karbon Aktif Suhu 600oC
Gambar 3 Hasil FTIR Kulit Pisang, Karbon,
dan Karbon Aktif
Gambar 2. Grafik Yield Hasil Karbonisasi
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa
semakin tinggi suhu karbonisasi maka yield
yang dihasilkan semakin rendah. Yield
terbesar dihasilkan pada karbonisasi dengan
suhu 400oC yaitu sebesar 42,83%
sedangkan yield terendah dihasilkan pada
karbonisasi dengan suhu 600oC yaitu
sebesar 32,33%. Hal ini menunjukan bahwa
semakin tinggi suhu maka semakin banyak
massa kulit pisang yang hilang karena
terjadinya penguapan zat volatile dan
dekomposisi senyawa seperti hemiselulosa,
selulosa, dan lignin (Brenes, 2006).
Karakterisasi Gugus Fungsi
Menggunakan FTIR
Untuk mengetahui gugus fungsi pada
kulit pisang, karbon tanpa aktivasi dan
karbon aktif maka dilakukan analisis FT-IR.
Gambar 3 menunjukkan terjadi perubahan
gugus fungsi dan perubahan intensitas
transmittan yang dihasilkan. Perubahan
gugus fungsi dikarenakan adanya peran
aktivator yang dapat melarutkan pengotor,
sedangkan perubahan intensitas transmittan
menandakan semakin tinggi intensitas pada
suatu spektrum maka akan mempengaruhi

Gugus fungsi yang terdapat pada kulit


pisang, karbon, dan karbon aktif adalah
gugus C-H alkana, C-H alkena, C=C
aromatik, dan C=O. Pada panjang
gelombang 3000-3400 cm-1 terbentuk
puncak yang merupakan gugus fungsi O-H
akibat adanya proses karbonisasi. Dengan
adanya aktivasi gugus O-H akan mengalami
protonasi akibat adanya pelepasan kation H+
yang terdapat pada asam sulfat sehingga OH terprotonasi menjadi H3O+. Kation H3O+
akan berinteraksi dengan Cr(VI) yang
bermuatan anion (Sherly, 2014).
Karakterisasi Kadar Air dan Kadar Abu
Hasil karakterisasi karbon dan karbon
aktif ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Karakterisasi Karbon dan
Karbon Aktif Kulit Pisang
Parameter

Kadar air
Kadar abu

(SNI No.
06-37301995)
Maks.
15%
Maks.
10%

Karbon

Karbon
Aktif

11,18%

2,48%

33,57%

6,97%

Menurut Gumus (2015), kadar abu


karbon adalah residu yang tersisa dari bahan
baku ketika mengalami proses karbonisasi

yang terdiri dari mineral seperti silika,


alumunium, besi, magnesium, dan kalsium.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa
karbon memiliki kadar abu yang lebih besar
dari pada karbon aktif. Hal ini disebabkan
karena karbon aktif telah mengalami proses
aktivasi menggunakan larutan H2SO4 2M
yang berfungsi untuk melarutkan bahanbahan anorganik yang terdapat pada karbon
(Sherly, 2014)
Kadar air merupakan kandungan air pada
karbon ataupun karbon aktif. Menurut
Hendaway (2003), kadar air dipengaruhi
oleh jumlah uap air yang terdapat pada
udara, proses pendinginan, dan sifat
higroskopis dari karbon tersebut. Adanya
kandungan air pada karbon ataupun karbon
aktif dapat berpengaruh pada tertutupnya
pori. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa
karbon memiliki kadar air yang lebih besar
daripada karbon aktif. Rendahnya kadar air
dari karbon aktif disebabkan oleh adanya
peran dari aktivator yaitu larutan H2SO4
2M. Menurut Zumdahl (2013) H2SO4 juga
dapat digunakan sebagai agen penehidrasi
karena sifatnya yang memiliki afinitas yang
besar terhadap air.
Karakterisasi dengan Metode BrunauerEmmet-Teller (BET)
Parameter
yang
mempengaruhi
kemampuan adsorpsi menggunakan karbon
dan karbon aktif salah satunya adalah luas
permukaan dan juga rata-rata diameter pori.
Hasil pengujian dengan metode BET
ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji dengan Metode BET
Parameter

Luas
Permukaan
(m2/g)
Rata-rata
Diameter
Pori ()

Karbon
(suhu
karbonisasi oC)
400
600

Karbon Aktif
(suhu karbonisasi
o
C)
400
600

0,61

1,64

6,72

62,27

2138,1

59,5

48,4

26,9

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui


bahwa
dengan
meningkatnya
suhu

karbonisasi maka akan meningkatkan


besarnya luas permukaan dari karbon aktif.
Selama
proses
karbonisasi
terdapat
beberapa komponen dari kulit pisang yang
menguap dengan kenaikan suhu. Penguapan
komponen tersebut akan mendorong
terbentuknya pori-pori dari karbon sehingga
akan memperbesar luas permukaan dari
karbon tersebut. Tabel 3 menunjukan bahwa
luas permukaan pada karbon aktif lebih
besar dari pada luas permukaan karbon. Hal
tersebut dipengaruhi oleh adanya aktivasi
menggunakan H2SO4. Proses aktivasi akan
melarutkan komponen anorganik dan
pengotor lainnya yang menutupi pori.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa
rata-rata diameter pori terbaik adalah pada
karbon aktif dengan suhu karbonisasi 600oC
yaitu sebesar 26,998 . Menurut
McDOUGALL (1991) karbon aktif dengan
diameter pori sebesar 8 sampai 100
termasuk jenis karbon aktif mikropori dan
berdasarkan hal itu maka karbon aktif
berbasis kulit pisang dapat dikategorikan
sebagai karbon aktif dengan pori berukuran
mikro. Adsorbat yang akan diserap oleh
karbon aktif adalah ion Cr(VI) yang
memiliki ukuran ion sebesar 0,64
(Rahmawati, 2014). Ukuran ion Cr(VI)
yang jauh lebih kecil dari pada diameter
pori karbon aktif memungkinkan untuk
terjadinya interaksi dari adsorbat pada
permukaan
adsorben
sehingga
menyebabkan terjadinya proses adsorpsi.
Pengaruh Suhu Karbonisasi Terhadap
Penurunan Kadar Logam Cr(VI)
Hubungan antara suhu karbonisasi
dengan adsoprsi logam Cr(VI) disajikan
pada Gambar 4.
Pada gambar 4 menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu karbonisasi maka
adsorpsi logam Cr(VI) semakin tinggi.
Karbon aktif yang memiliki kamampuan
untuk menghasilkan %adsorpsi tertinggi
yaitu pada suhu 600oC sebesar 60.9%. Hal
ini diakibatkan oleh suhu karbonisasi yang
semakin tinggi akan memperbesar pori dan
pengaruh aktivator yang digunakan sebagai
agen aktivasi kepada adsorben. Penggunaan
aktivator H2SO4 2M bertujuan untuk

CEFIC. (1986). Test Method for Activated


Carbon. European Council Chemical
Manufacturers' Frederatio.
Chand, B., Roop, and Meenakshi Goyal.
2005. Activated Carbon Adsorpstion.
Do, D.D. 1998. Adsorption Analysis:
Equilibria and Kinetics. p.p. 4-6.
Imperial College Press. London
Gambar 4 Hubungan Suhu Karbonisasi
Terhadap %Adsorpsi Logam Cr(VI)
memperbesar
luas
permukaan
dan
menambah jumlah pori pada karbon.
Besarnya luas permukaan sebanding dengan
kemampuan adsorpsi dari karbon aktif.
Penggunaan karbon teraktivasi asam sulfat
dapat menurunkan kadar logam Cr(VI)
dengan konsentrasi awal 65 ppm menjadi
25.415 ppm.
4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian, menunjukkan


bahwa
suhu
karbonisasi
dapat
mempengaruhi karakteristik dari karbon
aktif. Semakin tinggi suhu karbonisasi maka
kualitas karbon aktif yang dihasilkan
semakin baik pada rentang suhu karbonisasi
450-600oC. Karbon aktif terbaik adalah
pada suhu 600oC dengan luas permukaan
sebesar 62,27 m2/g dan diameter pori
sebesar 29,998 .
5. SARAN

Perlu adanya variasi


konsentrasi
aktivator untuk mengetahui konsentrasi
yang lebih baik dalam pembuatan karbon
aktif berbasis limbah kulit pisang. Pada saat
diaktivasi sebaiknya perlu dilakukan
pengadukan agar proses aktivasi dapat
berlangsung secara optimal dan diperoleh
karbon aktif yang lebih baik.
6. DAFTAR PUSTAKA

Brenes, Michael D. 2006 . Biomassa and


Bioenergi : New Research. New
York: Nova Science Publisher

Dhony, Fitrah Rama S. 2012. Pembuatan


Komposit Kitin/Kitosan Yang Diekstrak
Dari
Cangkang
Kepiting
Dan
Karakterisasinya. Universitas Andalas

G.

Savage.
2009.
Carbon-Carbon
Composite.
UK:
SpringerScience+Business Media, B.V.

Gumus, R. H., & Okpeku, I. (2015).


Production of Activated Carbon and
Characterization from Snail Shell
Waste (Helix pomatia). Scientific
Research Publishing, 51-61.
Hasseler, John W. 1963. Activated Carbon.
Chemical Publishing Company Inc.
New York
Hendaway, ANA. 2003. Influence of HNO3
Oxidation on The Structure and
Adsorptive Properties of CorncobBased Activated Carbon. Carbon
41:713-722. Elsevier. UK.
Juliandini, F., Trihandiningrum Y. 2008. Uji
Kemampuan Karbon Aktif dari
Limbah Kayudalam Sampah Kota
untuk Penyisihan Fenol. Prosiding
Seminar
Naisonal
Manajemen
Teknologi VII.
Kirk-Othmer. 1992. Encyclopedia of
Chemical Technology Fourth Edition
Vol. 4, 1015-1037. John Wiley &
Sons, New York.
McDOUGALL, G. (1991). The Physical
Nature and Manufacture of Activated
Carbon. Journal S. Afr. Inst. Min.
Metall., vol. 91, no.4, 109-120.

Rahmawati, R., & Suhendar, D. (2014).


Sintesis Nanokomposit -Al2O3Fe2O3 untuk Adsorpsi Logam Cr
(VI). ISSN 1979-8911, 117-128.
Sembiring, Meilitia Triana dan Sinaga.
2003. Arang Aktif (Pengenalan dan
Proses Pembuatannya). Universitas
Sumatera Utara.
Sherly, Anitia dan Sari Edi Cahyaningrum.
2014. Aktivasi Kulit Pisang Kepok (Musa
acuminate L.) Dengan H2SO4 dan
Aplikasinya sebagai Adsorben Ion Logam
Cr(VI). Universitas Surabaya.

Susanti, A. A. (2014). Outlook Komoditi


Pisang. Jakarta: Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian .
Zumdahl, S. S., & DeCoste, D. J. (2013).
Chemical Principles 8th Edition.
Boston: Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai