Tri Tung Gal
Tri Tung Gal
Pengantar
Penting untuk diketahui bahwa doktrin atau ajaran tentang Allah Tritunggal hanya ada di
dalam Kekristenan. Jadi, boleh dikatakan bahwa ini adalah salah satu keunikan agama
Kristen. Ajaran seperti ini tidak ada di dalam agama lain. Bukan saja tidak ada, ajaran
seperti ini ditentang oleh agama tertentu di mana pemahaman seperti ini dianggap
bertentangan dengan natur atau keberadaan Allah itu sendiri.
Allah Tritunggal atau Trinity God adalah pemahaman akan Allah yang memiliki tiga
oknum yang berbeda (hypostasis) tapi di dalam satu keberadaan (essensi atau substansi),
yaitu Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Pemahaman ini berbeda dengan Unitarianisme
yang menekankan keesaan Allah dan menyangkali oknum Anak (Yesus Kristus) dan Roh
Kudus sebagai Allah yang setara dengan YHWH.
I. Pandangan Bapak-bapak Gereja
Sekalipun pemikiran tentang Allah Tritunggal telah dimulai pertama kali pada abad kedua
oleh Athenagoras, namun doktrin ini secara jelas diajarkan pada abad ketiga oleh
Tertullian (fl.c.196-c.212). Tertullian menegaskan bahwa hanya ada satu Allah dengan
tiga oknum yang berbeda. Namun pemahaman Tertullian yang dikenal dengan economic
Trinitaniarism kelihatannya bermasalah, di mana Tertullian memahami bahwa Allah
Bapa menggunakan kedua tanganNya, yaitu Anak dan Roh Kudus sebagai perantara
untuk menciptakan dunia. Sejarah kehidupan manusia dibagi menjadi tiga periode di
mana ketiga oknum dari Allah Tritunggal bekerja secara berurutan pada masing-masing
periode tersebut. Perjanjian Lama merupakan periode Bapa, Perjanjian Baru hingga hari
Pentakosta merupakan periode Anak, dan akhirnya, mulai dari hari Pentakosta dan
seterusnya merupakan periode Roh Kudus.
Tentu saja pandangan tersebut di atas kurang memuaskan, karena membatasi Allah pada
periode tertentu saja. Pandangan ini juga membuka peluang bagi pemahaman Modalistik
atau Monarchianisme. Pandangan Monarchianisme ini juga disebut sebagai
Sabellianisme sesuai nama pencetusnya, yaitu Sabellius yang hidup pada abad ketiga.
Menurut pandangan ini, sebenarnya hanya ada satu oknum Allah, bukan tiga oknum.
Allah yang Esa tersebut menyatakan diri dengan tiga cara, atau tiga manifestasi. Sebagai
pencipta alam semesta, Allah muncul sebagai Bapa; kemudian, sebagai Penebus manusia,
Allah muncul sebagai Anak dan akhirnya Roh Kudus muncul sebagai pribadi yang
menguduskan. Untuk menjelaskan hal ini, seringkali orang mengambil ilustrasi es, air
dan uap. Pada temperatur di bawah 0 derajat kita menemukan zat es, sedangkan di atas
temperatur 0 derajat es tersebut akan berubah menjadi air, dan pada temperatur di atas
100 derajat air itu akan berubah menjadi uap. Ada juga yang menggambarkannya dengan
seorang yang berperan sebagai ayah di rumah, tapi di kantor sebagai pimpinan dan pada
kesempatan lain sebagai orang yang bermain golf. Artinya, orang yang sama dan yang
satu itu berperan sebagai ayah, pimpinan dan pemain golf. Pengajaran inipun tidak
memuaskan karena tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab.
(bersambung)
III. Relasi di dalam Allah Tritunggal
Sebagian orang menolak doktrin Allah Tritunggal karena menurut mereka hal
itu tidak logis. Namun demikian, banyak ahli yang berpendapat justru
pemahaman kepada doktrin tersebut sungguh-sungguh logis. Sebagai contoh,
bapak Gereja, Augustinus, theolog yang sangat dikagumi dan berpengaruh di
zamannya menegaskan bahwa hal itu sesuai dengan ajaran Alkitab bahwa
Allah itu adalah kasih. Menurut Augustinus, bagaimanakah kita memahami
Allah yang adalah kasih tanpa adanya sifat kejamakan di dalam diri Allah?
Kasih memerlukan subjek dan objek. Sebelum Allah menciptakan segala
sesuatu, termasuk malaikat-malaikat dan manusia, Allah mengasihi siapa/apa?
Hal ini menjadi kesulitan bagi mereka yang menolak adanya oknum lain di
luar diri Allah (YHWH). Tetapi bagi mereka yang menerima doktrin Allah
Tritunggal, hal itu tidak masalah, karena Bapa mengasihi Anak, Anak
mengasihi Roh, dstnya. Pengenalan kepada self-sufficient and self-dependent
God membuat kita dapat memahami bahwa Allah cukup dengan diriNya
sendiri dan tidak bergantung kepada siapapun. Karena itu, Allah dapat
mengungkapkan kasihNya tanpa adanya satu eksistansi (keberadaan) di luar
diriNya. Demikian juga, pemahaman kepada Allah yang hidup dan yang
bersabda the living and speaking God membuat kita memikirkan perlunya
ada komunikasi yang di dalamnya ada subjek dan objek, karena
bagaimanakah oknum yang satu dapat berkomunikasi? Atau Dia menjadi
Allah yang bisu dan kesepian sebelum Dia menciptakan sesuatu? Tentu saja
tidak. Pemahaman kepada Allah Tritunggal akan menolong mengatasi hal itu.
Alkitab menegaskan bahwa sebelum Allah menciptakan manusia, Allah telah
berkomunikasi dengan diriNya: Marilah kita menciptakan manusia menurut
gambar dan rupa KITA (Kej.1:26).
Selain dari relasi tersebut di atas, kita akan mencatat hal-hal berikut:
1.Relasi saling menghormati dan memuliakan di dalam oknum Tritunggal:
Yoh.16:14-15; 17:1,4.
2.Adanya koordinasi dan kesatuan ketiga oknum dalam Penciptaan (Kej.1:26);
karya keselamatan (1Pet.1:2); Baptisan (Mat.28:19); pembaharuan dan berkat
dalam diri orang percaya (Gal.4:6, 2 Kor.13:13).
3.Adanya peran khusus di dalam masing-masing oknum: Bapa (Kis.2:23;
Ro.11:33-34; Ef.1:4,9,11; 3:11), Anak (Yoh.17:4; 1Kor.1:30; Ef.1:7;