Anda di halaman 1dari 28

1.

1.1.

TUGAS KHUSUS
Pengkajian Kajian Penyakit
KAJIAN RESEP PASIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES MILETUS

DISERTAI DENGAN STROKE


4.1.1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masalah keamanan obat, dewasa ini menjadi perhatian penting bagi
banyak orang yang terlibat dalam pelayanan dan perawatan pasien di rumah
sakit. Keanekaragaman obat obatan, meningkatnya jumlah dan jenis obat
yang ditulis dokter untuk tiap pasien, dan meningkatnya jumlah pasien di
rumah sakit mengharuskan agar suatu sistem pelayanan kesehatan yang aman
lebih dikembangkan (Depkes, 2014).
Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh rumah sakit adalah kelengkapan sarana dan prasarana
rumah sakit (Harianto, dkk. , 2004). Instalasi farmasi merupakan salah satu
sarana rumah sakit yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dan
informasi obat kepada pasien (Siregar dan Amalia, 2003). Resep yang masuk
instalasi farmasi melalui berbagai alur pelayanan sampai akhirnya penyerahan
obat kepada pasien, apabila terjadi kesalahan dalam suatu komponen
pelayanan dapat secara berantai menimbulkan kesalahan pada komponen
selanjutnya (Wirjoatmodjo, K., 1995).
Resep merupakan sarana komunikasi profesional antara dokter,
apoteker dan pasien. Agar resep dapat dilayani secara tepat maka resep
tersebut harus lengkap dan jelas (Lestari, dkk., 2002). Resep harus dikaji oleh
apoteker sebelum disiapkan. Hal ini merupakan salah satu kunci keterlibatan
apoteker dalam proses penggunaan obat (Depkes, 2014).
Pengkajian resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
kelalaian pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan
resep yang tidak tepat (Katzung, 2004). Dampak dari kesalahan tersebut
sangat beragam, mulai yang tidak memberi resiko sama sekali hingga
terjadinya kecacatan atau bahkan kematian (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya


kesalahan pengobatan dalam proses pelayanan. Hal ini dapat dihindari apabila
apoteker dalam menjalankan prakteknya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (Depkes, 2014). Standar tersebut merupakan refleksi pengalaman
klinik dari staf medik dirumah sakit yang dibuat oleh panitia farmasi dan
terapi yang didasarkan pada pustaka yang mutakhir (Depkes, 2014). Standar
yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, dimana
kegiatan pengkajian resep dimulai dari persyaratan administrasi, persyaratan
farmasi dan persyaratan klinis (Depkes , 2004).
Berdasarkan dari latar belakang, Penulis ingin melakukan pengkajian
resep penyakit.
1.1.2

Tinjauan Pustaka
A. Diabetes Mellitus
Definisi Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai kumpulan gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Soegondo S.
1999).
Etiologi dan Patofisiologi
a. Etiologi
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula
darah terganggu, insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula
dalam darah bertambah tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan
menyumbat

seluruh

sistem

energi

dan

tubuh

berusaha

kuat

mengeluarkannya melalui ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan didalam air


kemih ketika makan makanan yang banyak kadar gulanya. Peningkatan

kadar gula dalam darah sangat cepat pula karena insulin tidak mencukupi
jika ini terjadi maka terjadilah diabetes mellitus. (Tjokroprawiro, 2006 ).
Insulin berfungsi untuk mengatur kadar gula dalam darah guna
menjamin kecukupan gula yang disediakan setiap saat bagi seluruh
jaringan dan organ, sehingga proses-proses kehidupan utama bisa
berkesinambungan. Pelepasan insulin dihambat oleh adanya hormon
hormon tertentu lainnya, terutama adrenalin dan nonadrenalin, yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar adrenal, yang juga dikenal sebagai
katekolamin, dan somatostatin. (McWright, Bogdan. 2008).
b. Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke
lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu
makanan di pecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat
menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam
lemak. Ketiga zat makan itu akan diserap oleh usus dan kemudian masuk
ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk
dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makan terutama
glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses
metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu
bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Suyono, 2005).

Gejala Diabetes Mellitus

Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain


poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia
(banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan
penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan

pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat


mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah


poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa
lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).

Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada.


DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru
dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang
dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih
mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan
makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,
obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

Klasifikasi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus Tipe 1:


Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin
Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2
Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

Diagnosis Diabetes Mellitus

Kriteria

Glukosa darah puasa Glukosa darah


(mg/dL)

2 jam setelah makan

Normal
Pra diabet
Diabetes

<100
100-125
126

(mg/dL)
<140
140-199
200

B. Stroke
Pengertian Stroke
Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak
(Price & Wilson, 2006). Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak, disebabkan karena terjadi gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008). Lebih lanjut Irfan (2010) menyebutkan stroke atau
Cerebrovascular Accident merupakan gangguan sistem saraf pusat dan
merupakan penyebab utama gangguan aktivitas fungsional pada orang
dewasa.

Etiologi Stroke
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian :
(1) trombosis (bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher), (2)
embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh lain), (3) iskemia (penurunan aliran darah ke area
otak), (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan

sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi.


Faktor Resiko Stroke
National Stroke Association (2009) dalam Pudiastuti (2011)
menjelaskan bahwa setiap orang dapat menderita stroke tanpa mengenal
usia, ras dan jenis kelamin. Namun kemungkinan terserang stroke dapat
diminimalisir jika seseorang mengetahui faktor resikonya. Terdapat 2 tipe
dari faktor resiko stroke yakni faktor yang tidak dapat dikendalikan,
yaitu: (a) usia, (b) jenis kelamin, (c) ras, (d) riwayat keluarga, (e)

kejadian stroke sebelumnya atau TIA (Transient Ischemic Attack), dan (f)
fibromuscular dysplasia.
Sementara itu faktor yang dapat dikendalikan secara umum dapat
dibagi menjadi 2 kategori yakni gaya hidup dan segi medis. Gaya hidup,
meliputi: (a) merokok, (b) konsumsi alkohol, (c) obesitas, (d) kurang
berolahraga. Sementara dari segi medis, meliputi: (a) tekanan darah
tinggi atau hipertensi, (b) fifrilasi atrium, (c) kolestrol tinggi, (d)

diabetes, dan (e) aterosklerosis


Klasifikasi Stroke
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik.
a. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh
darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya. Hampir 70%
kasus stroke hemoragik diderita oleh penderita hipertensi.
Stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis yaitu : (1)
hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak),
(2) hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid atau ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang
menutupi otak.
b. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis
yaitu penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan
darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu: (1) stroke trombotik (proses
terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan), (2) stroke embolik
(tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah), (3) hipoperfusion
sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena adanya

gangguan denyut jantung).


Manifestasi Klinis Stroke
Tanda dan gejala stroke yang dialami oleh setiap orang berbeda
dan bervariasi, tergantung pada daerah otak mana yang terganggu.
Beberapa tanda dan gejala stroke akut berupa:

a. Terasa semutan/seperti terbakar


b. Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)
c. Kesulitan menelan, sering tersedak
d. Mulut mencong dan sulit untuk bicara
e. Suara pelo, cadel (Disartia)
f. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)
g. Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui

sebabnya
h. Gangguan penglihatan
i. Gerakan tidak terkontrol
j. Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma
Komplikasi Stroke
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama
dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:
a. Bekuan darah (Trombosis) Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh
menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga
dapat menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk
dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah
pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat
dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumoni.
d. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur) Hal ini disebabkan karena
kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke
dan menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan

karena terjadi perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.


C. Hipertensi
Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang
secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.
Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak
seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit
seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang


beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak
diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi
dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal
sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder;
endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat
diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan
secara potensial.
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer).

Beberapa mekanisme yang mungkin

berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun


belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi
primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga,
hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan
penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan
gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan
poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial.
Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi
keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasimutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit
ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel. Apabila

penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat


yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder.

Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri
dalam millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya
diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD).
TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah
kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara
potensial dalam terbentuknya hipertensi;
-

Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau


variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons
terhadap stress psikososial dll

Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor

Asupan natrium (garam) berlebihan

Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium

Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya


produksi angiotensin II dan aldosterone

Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide


natriuretic

Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi


tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal

Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada


pembuluh darah kecil di ginjal

Diabetes mellitus

Resistensi insulin

Obesitas

Meningkatnya aktivitas vascular growth factors

Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,


karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vascular

Berubahnya transpor ion dalam sel

Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (18 tahun)


Klasifikasi

Tekanan darah Tekanan


sistolik

darah

diastolic (mmHg)

(mmHg)

Normal

<120

<80

Prehipertensi

120-139

80-90

Hipertensi stage 1

140-159

90-99

Hipertensi stage 2

>160

>100

Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak

endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari


hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal,
otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama
untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia,
dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko
kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas
akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut.
D. Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari
Pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai akai dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.Pelayanan farmasi klinik

meliputi:

1. Pengkajian Resep
2. Dispensing
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
5. Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home Pharmacy Care)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Analisa resep dalam tugas khusus ini bertujuan untuk menilai
apakah suatu resep obat yang diberikan oleh dokter kepada pasien telah
rasional,

serta

apakah

berpotensi

menimbulkan Drugs

Related

Problems (DRP)serta kemungkinan terjadinya medication error (ME).


Penggunaan obat yang rasional dapat dijabarkan sebagai penggunaan obat
yang tepat dengan memperhitungkan aspek manfaat dan kerugiannya.
Penggunaan obat yang rasional akan memberikan manfaat yang lebih
besar dibanding kerugian yang diakibatkannya.
DRP umumnya berhubungan dengan dosis, seperti kurang/ lebih
dosis atau mungkin salah dosis, adanya indikasi yag tak terobati, atau
bahkan obat diberikan tanpa indikasi. DRP yang lain mungkin disebabkan
oleh adanya interaksi obat, dengan obat lain, maupun dengan makanan
yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi. Resiko efek
samping dan kemungkinan terjadinya Reaksi Obat Merugikan (ROM) juga
merupakan faktor penyumbang terjadinya DRP.
Sedangkan Medication Error (ME) lebih berupa suatu kejadian yang
merugikan pasien, selama pasien tersebut berada dalam penanganan tenaga
kesehatan.Pelayanan kefarmasian ini harus dapat mengidentifikasi,

mencegah, dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan terutama yang


berkaitan dengan obat.
Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis.
a) Kajian administratif meliputi: nama pasien, umur, jenis kelamin dan
berat badan, nama dokter, alamat dokter, sureat ijin praktek (SIP),
alamat, nomor telepon, paraf dan tanggal penulisan resep.
b) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1.

bentuk dan kekuatan sediaan;

2.

stabilitas; dan

3.

kompatibilitas

(ketercampuran

Obat).
4.

Pertimbangan klinis meliputi:

ketepatan indikasi dan dosis Obat;

aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

duplikasi dan/atau polifarmasi;

reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping


Obat, manifestasi klinis lain);

kontra indikasi; dan

interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian


maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.

1.1.3

Studi Kasus
Data pasien
Nama
No. RM
Umur
Jenis kelamin
Ruang/Bed
Tgl masuk
Tgl pulang
Berat badan
Tinggi badan
Nama dokter

: Ny. SH
: 00.712.143
: 66 tahun
: perempuan
: E / 2-2
: 2/9/16
: 9/9/16
: 60 kg
: 150 cm
: dr. B, SpS

Data penyakit saat ini


Keluhan : Lemas seluruh tubuh, tidak mau makan
Diagnosis: akut hemiparesis ec susp stroke infark otak, DM
Riwayat pasien
Riwayat alergi
Riwayat penyakit sebelumnya

: Tidak ada
: DM, hipertensi, sakit lambung

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat sosial

::-

(Agustus 2016)

Riwayat penggunaan obat sebelumnya


No
1
2
3
4
5

Nama Obat
Candesartan 8 mg
Glimepirid 2 mg
Metformin 500 mg
Furosemid
Dexpira 1200 mg

Aturan pakai
1 x tab
2 x 1 pc
2 x 1 ac
1 x 1 pagi pc
1x1

Indikasi
Hipertensi
DM tipe 2
DM tipe 2
Hipertensi
Akut hemiparesis

Obat yang akan digunakan di rumah


No
1
2
3
4

Nama Obat
Candesartan 8 mg
Furosemid 40 mg
Metformin 500 mg
Clopidogrel 75 mg

Aturan Pakai
1 x pagi
1 x 1 pagi
2x1
1 x 1 pagi

5
6
7
8

Glimepirid 2 mg
Lancid 30 mg
Dulcolax sup
Neurotam 1200 mg

1 x 1 pagi
2x1
prn
2x1

1.1.4

Analisa SOAP
Subjective
o Ny SH (66 tahun)
o Dirawat di RS : dengan keluhan lemas seluruh tubuh dan tidak mau makan
o Riwayat penyakit sebelumnya :
DM tipe 2, hipertensi dan sakit lambung
Tidak memiliki riwayat penyakit keluarga dan sosial
o Penggunaan obat sebelumnya :
N

Nama Obat

Aturan pakai

o
1
2
3
4
5

Candesartan 8 mg
Glimepirid 2 mg
Metformin 500 mg
Furosemid
Dexpira 1200 mg

1 x tab
2 x 1 pc
2 x 1 ac
1 x 1 pagi pc
1x1

Objective
Diagnosis: akut hemiparesis ec susp stroke infark otak dan DM
Data parameter klinik :
Parameter/ tgl
TD (mmHg)
RR (x/mnt)
HR (x/mnt)
Suhu (oC)

Tanggal
3/9
130/80
24
88
36

4/9
130/80
20
80
36,4

5/9
160/80
20
86
36,6

6/9
140/90
20
80
36

7/9
170/90
20
82
36

Hasil pemeriksaan laboratorium:


Nama

Nilai normal

Satuan

Hasil Pemeriksaan

Keterangan

1/9(1

Normal

pemeriksaan
H 2/9

MRS)
Hb
Ht
L
TC

12.3 15.3
37 47
4rb 10rb
150rb

g/dl
%
mm3
mm3

12.7
40
15.95
302

Normal
Normal
Tinggi
Normal

450rb
Eritrosit
4.50 5.9
Gula
darah 70 100
puasa
2 jam puasa
Ur
Cr (kreatinin)
MCV
MCH
MCHC
HbA1c

mg/dl

< 140, Diabetic > 200


10 50
0.7 1.4
80 100
fl
26 34
pg/dl
32 36
pg/dl
4.0 5.6
%

4.9
180

Normal
Tinggi

244
31
1.03
82
28
34
7. 2

Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kontrol
sedang

Pra diabet 5.7-6.4


Diabetes 6.5
Kontrol baik <7.0
Kontrol sedang 7.0-8.0
Kontrol buruk 8.0
Assesment

Assesment

Analisis

Penyebab

Kondisi Pasien

Penyakit
Strategi Terapi

Process
Resep Dokter

Kajian

Rasionalitas
o Analisis kondisi pasein
Pasien didiagnosa mengalami akut hemiparesis ec susp
stroke infark, kondisi ini dapat terjadi karena beberapa faktor :
- Diabetes;
Kondisi pasien : (1/9) GDS = 180 mg/dL; G2PP = 244 mg/dL;
Penilaian

HbA1c = 7,2%
: GDS dan G2PP belum mencapai angka normal,
dengan target nilai HbA1c <7%, maka penggunaan

Obat pasien
Keterangan

obat antidiabetes oral direkomendasikan.


: Metformin dan glimepiride
: Dual terapi telah sesuai, namun pemilihan obat
perlu mendapat pertimbangan, dengan BMI 26,67,
maka penggunaan obat DM golongan SU dan TZD
perlu dihindari karena dapat memicu peningkatan

berat badan. Direkomendasikan penambahan obat


DM yang dapat berperan sebagai antiobesitas,
yakni akarbose.
- Hipertensi
Kondisi pasien : TD (9/9) = 160/90 mmHg
Penilaian
: dengan tekanan darah 160/90 mmHg diperlukan
kombinasi obat anti HT untuk mencapai sasaran
TD 130/80 mmHg (khusus pasien dengan DM),
pemakaian ACEi atau ARB pada penderita
diabeters terbukti bermanfaat, golongan obat
lainnya dapat menye-suaikan.
Obat pasien : Candesartan dan Furosemide
Keterangan : Pemilihan obat telah sesuai.
- Aterosklerosis/Gangguan koagulasi darah;
Kondisi pasien : Infark otak
Penilaian
: Infark dikarenakan terjadinya sumbatan pada
pembuluh darah otak, sehingga aliran darah
menuju otak terhambat, penggunaan antiplatelet
bermanfaat untuk pengatasan kejadian infark, dapat
digunakan aspirin, clopidogrel ataupun warfarin.
Dikarenakan

pasien

memiliki

riwayat

sakit

lambung, penggunaan aspirin sebaiknya dihindari


dan dapat menggunakan yang lebih aman seperti
clopidogrel.
Obat pasien : Clopidogrel
Keterangan : Pemilihan obat telah sesuai.
- Hiperlipidemia;
Kondisi pasien: Tidak ada data yang mendukung
Penilaian
: Kolesterol darah yang tinggi menjadi salah satu
resiko

terjadinya

stroke

infark,

sehingga

pengontrolan kadar kolesterol menjadi sangat


penting, penambahan statin disamping modifikasi
gaya hidup diperlukan untuk mencapai kadar
Obat pasien

kolesterol yang sesuai.


: Tidak diberikan terapi

Keterangan

: Direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan


profil lipid, dan pemberian statin bila pasien

terindikasi mengalami hiperlipidemia.


o Analisis resep
- Aspek Administrasi
Komponen Resep

Ada

Tidak

Nama Dokter

dr. B, Sp.S

SIP Dokter

Alamat Dokter

RS I

Tanggal Penulisan Resep

9 September 2016

Paraf Dokter

Nama Pasien

Ny. SH

Alamat Pasien

Umur Pasien

66 Tahun

Jenis Kelamin Pasien

Perempuan

Berat Badan Pasien

60 kg

Nomor Telepon Pasien

Komponen Resep

Nama Obat

Ada

Tidak

Keterangan

Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Candesartan
Furosemide
Metformin
Clopidogrel
Glimepiride
Lancid
Dulcolax
Nurotam
8 mg

Kekuatan Sediaan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Candesartan
Furosemide
Metformin
Clopidogrel
Glimepiride
Lancid
Dulcolax
Neurotam

40 mg
500 mg
75 mg
2 mg
30 mg
1200 mg

Jumlah Obat

- Aspek Farmasetik
Bentu
Nama Obat

k
Sediaa
n

Candesarta
n

Furosemid

Metformin

Tablet

Tablet

Tablet

Bentuk
Pada

Kekuatan
Sediaan

Resep

Tablet

Tablet

Tablet

8 mg dan 16
mg

Kekuatan
Pada

8mg

40 mg

500 mg, 850


mg

Cara

Pada

Pemberi

Resep

an

Aturan Pakai

Resep

Hipertensi

40 mg

Aturan

ID : 4 mg/hari
max 32 mg

mg

500 mg

3x/hari atau
850 mg/hari
75 325 mg /

75 mg /

PO,

hari

hari

ac/pc

2 mg /

PO, ac,

hari

mane

75 mg

75 mg

Glimepirid

Tablet

Tablet

1, 2, 3, 4 mg

2 mg

1 4 mg / hari

Kapsul

30 mg

30 mg

30 mg/ hari

10 mg

10 mg sehari

Bila perlu

800 mg 3x

1200 mg

sehari

2x sehari

Tablet
Bisacodyl

Suppo

Suppo
Piracetam

Tablet

Tablet

5 mg ; 10 mg;
15 mg
400 mg ; 800
mg ; 1,2g

1200 mg

PO, pc

2x/hari

Tablet

mane

Hiper : 40mg

Tablet

Kapsu

PO, ac/

40 mg

Clopidogrel

Lancid

PO, pc

Edema : 20 -80

500 mg 2500 mg

4mg

30 mg

PO, ac

2x/hari

Kesesu
aian

Sesuai

Sesuai

sesuai

Sesuai

Sesuai
Tidak
sesuai

Rectal

Sesuai

PO, ac

Sesuai

Aspek Klinis
Nama Obat

Indikasi

Indikasi
Pasien

Hipertensi, terapi gagal


Candesartan

jantung dan gangguan


fungsi sistolik ventrikel

4 mg/hari
Hipertensi

Mencegah edema yang


diasosiasikan dengan CHF,
sirosis hati dan Gangguan

maksimal
32 mg/hari

kiri.
Furosemid

Dosis

Hipertensi

Dosis

Kesesuai

Pasien

an

4
mg/hari

20 80

40

mg/hari

mg/hari

sesuai

sesuai

fungsi hati. Terapi pada


pasien hipertensi.
Pengobatan penderita
Metformin

diabetes tipe 2 dengan atau


tanpa kelebihan berat badan

Diabetes

500 mg 2-

500 mg

melitus

3x/hari

2x/hari

75 325

75 mg /

mg / hari

hari

Diabetes

1 4 mg /

2 mg /

melitus

hari

hari

Sesuai

Mengurangi kejadian
Clopidogrel

aterosklerosis (infark

Stoke infark

miokard, stroke dan

Sesuai

kematian vaskular).
Diabetes mellitus tipe 2
Glimepirid

yang tidak cukup


terkontrol.
Ulkus duodenum, ulkus

Lancid

Sakit

gaster jinak, refluks

lambung

esofagitis

30 mg/ hari

Sesuai

30 mg

Tidak

2x/hari

sesuai

prn

Sesuai

Konstipasi untuk persiapan


Bisacodyl

prosedur

diagnostik

dan

Konstipasi

10 mg prn

Stroke

800 mg 3x

infark

sehari

mempercepat defekasi

Piracetam

Pengobatan

pasca

infark

serebral

1200
mg

2x

sehari

DRP (Drug Related Problems)


PARAMETER

KETERANGAN

Indikasi yang tidak Kondisi kelebihan berat badan (obesitas)


ditangani
Pilihan

obat

yang Penggunaan glimepiride pada pasien dengan

kurang tepat
Penggunaan

obesitas
obat -

tanpa indikasi
Dosis terlalu kecil

Dosis terlalu besar

Penggunaan lancid (lansoprazole) hingga 2


kali sehari

Reaksi

obat

yang -

tidak dikehendaki
Interaksi obat

Ditemukan beberapa obat yang berpotensi


saling berinteraksi

Gagal menerima obat -

Sesuai

o Interaksi Obat
Furosemid dan Metformin (moderate)
Efek
: Meningkatkan efek metformin, yang dapat
menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa/ asidosis laktat yang
menyebabkan kelemahan, mengantuk, denyut jantung melambat,
nyeri otot, sesak napas, sakit perut, pusing dan hilang kesadaran.
Penanganan : Monitor kadar gula darah pasien, memberi jarak
-

minum obat.
Furosemid dan glimepirid (moderate)
Efek : Mengganggu kontrol glukosa darah dan mengurangi
efektivitas glimepirid, serta menambah berat badan pasien.
Penanganan : furosemid di berikan di pagi hari.

Planning
a) Tujuan Terapi
1. Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien seperti nyeri
2. Mencegah kondisi yang tidak diinginkan seperti kekambuhan stroke
3. Mengontrol tekanan darah (130/80 mmHg)
4. Mengontrol gula darah pasien
5. Mengurangi resiko komplikasi penyakit
a) Terapi Farmakologi
1. Candesartan
Indikasi
Maintenance terapi hipertensi
Dosis
4 mg/hari sebelum makan
Peringatan
dan Hipotensi (kemungkinan perlu penurunan dosis pada pasien dengan
perhatian
Efek samping

CHF), monitoring tekanan darah


Sakit kepala, pusing, infeksi saluran pernafasan atas, nyeri

2. Glimepirid
Indikasi
Diabetes mellitus tipe 2
Dosis
2 mg/hari sebelum makan
Peringatan
dan Hipoglikemi pada pasien geriatric.
perhatian

Kehilangan glycemic control pada saat stress (demam, trauma, infeksi,


pembedahan), dapat diberikan insulin.
Kehamilan kategori C.

Efek samping

Muntah, nyeri lambung, hipoglikemi

3. Metformin
Indikasi
Diabetes mellitus tipe 2
Dosis
500 mg, 2 x sehari setelah makan
Peringatan
dan Terapi metformin jangka panjang dapat menyebabkan malabsoprsi
perhatian

vitamin B12 dan asam folat di saluran GI. Oleh karena itu perlu diperiksa
kadar vitamin B12 dalam serum setiap tahunnya.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui (kategori B).
Penyesuaian dosis antikoagulan mungkin diperlukan karena adanya

Efek samping

kemungkinan interaksi dengan metformin dan antikoagulan tertentu.


Bersifat reversible pada saluran gastrointestinal termasuk anoreksia,
gangguan perut, mual, muntah, diare.

4. Furosemid
Indikasi
Edema, maintenance hipertensi
Dosis
40 mg/hari, diminum pagi hari untuk mencegah diuresis malam hari
Peringatan
dan Pemberian furosemida pada pasien diabetes melitus, gula darah dan urin
perhatian

harus diperiksa secara teratur.


Pemberian perlu pengawasan ketat dan dosis harus disesuaikan dengan
kebutuhan.
Dianjurkan untuk memulai dosis kecil.
Perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap susunan elektrolit untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan.
Pasien diharuskan melapor bila terjadi gejala penurunan level serum
kalium (diare, muntah, anoreksia).
Penderita

yang

diketahui

sensitif

terhadap

sulfonamida

dapat

menunjukkan reaksi alergi dengan furosemida.


Hindari penggunaan pada penderita edema paru paru dan tekanan
darah menurun sebagai akibat dari infark miokard, diuresis berlebih
Efek samping

karena dapat menimbulkan shock.


hiponatremia,
hipokalemia,
dan

hipomagnesemia,

alkalosis

hipokloremik, ekskresi kalsium meningkat, hipotensi, kurang lazim


mual, gangguan saluran cerna, kadar kolesterol dan trigliserida plasma

meningkat sementara; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas dan


depresi sumsum tulang (hentikan pengobatan), pankreatitis (dengan
dosis parenteral yang besar), tinnitus dan ketulian (biasanya karena
pemberian dosis parenteral yang besar dan cepat, serta pada gangguan
ginjal).
5. Neurotam (piracetam)
Indikasi
Pengobatan infark serebral
Dosis
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap piracetam, gangguan ginjal berat (creatinine
Peringatan

clearance < 20 ml/mnt)


dan Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, karena piracetam diekskresikan

perhatian

terutama melalui ginjal sehingga perlu pengamatan fungsi ginjal.

Efek samping
Mekanisme kerja

Kehamilan dan menyusui.


Ansietas, insomnia, rasa lelah, gangguan gastrointestinal
Piracetam adalah suatu nootropic agent dengan mekanisme kerja
memperbaiki fluiditas membran sel, meningkatkan deformabilitas

Informasi

eritrosit sehingga aliran darah otak meningkat.


Untuk pasien diberikan sebelum makan

6. Clopidogrel
Indikasi
Mengurangi kejadian aterosklerosis (infark miokard, stroke dan
Dosis
Peringatan

kematian vaskular) pada pasien stroke


75 mg/hari setelah makan
dan Pasien yang mengalami resiko pendarahan, pasein yang sedang

perhatian

menjalani terapi dengan salisilat, AINS, heparin. Lesi dengan

Efek samping

kemungkinan mengalami pendarahan


Nyeri dada, gejala flu, nyeri, sakit kepala, pusing, nyeri perut,
dispepsia, diare, mual, ruam kulit dan pruritus.

7. Lancid (lansoprazol)
Indikasi
Ulkus duodenum, ulkus gaster, refluks esophagitis
Dosis
30 mg, 2 x sehari sebelum makan
Peringatan
dan Hati-hati penggunaan jangka panjang, wanita hamil dan menyusui
perhatian
Efek samping

Sakit kepala, diare, edema, astenia.

8. Dulcolax suppo (Bisacodyl)


Indikasi
Konstipasi, untuk mempercepat proses defekasi
Dosis
Dewasa: 10 mg (jika perlu)
Peringatan
dan Tidak boleh digunakan secara terus-menerus dalam waktu yang lama.
perhatian

Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan

Efek samping

dan elektrolit dan hypokalemia


Nyeri perut, diare

c) Terapi Non Farmakologi


1. Konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol seperti oat dan kacang
2.
3.
4.
5.

kedelai yang dapat menurunkan risiko terkena serangan stroke


Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium
Mengikuti pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
Peningkatan aktivitas fisik seperti joging, jalan kaki, bersepeda
Penanganan stress dan beristirahat yang cukup

d) Monitoring dan evaluasi


-

Komplikasi

Efek samping

Tekanan darah

Gula darah

Kadar lipid
Kondisi pasein yang obesitas sangat memungkinkan kadar lipidnya tinggi,
namun saat perawatan pasein tidak mendapatkan pemeriksaan kadar lipid
dalam darah. Jika hasil tes lipid menunjukkan angka diatas normal, maka
dapat dipertimbangkan penanganannya dengan terapi antihiperlipidemia
golongan statin.

Infeksi

Monitoring kadar kalium untuk penggunaan furosemid

Monitoring efek samping bleeding pada penggunaan clopidogrel pada


pasien

Kondisi psikologis
Pasien stroke sering menderita depresi akibat perubahan lifestyle dan
kerusakan otak pada frontal. Kerusakan pada frontal menyebabkan 70 %

pasien stroke mengalami depresi. Biasanya depresi setelah perawatan di


RS, sehingga mungkin diperlukan obat antidepresan
e) Komunikasi, Informasi, dan Konseling
Kepada pasien:
Mengedukasi pasien terkait obat yang akan digunakan di rumah
Pengobatan Awal

Pengobatan Rekomendasi

Candesartan 8 mg

Candesartan 8 mg

Furosemed 40 mg

Furosemed 40 mg

Metformin 500 mg

Metformin 500 mg

Clopidogrel 75 mg

Clopidogrel 75 mg

Glimepirid 2 mg

Akarbose

Lancid 30 mg

Lancid 30 mg

Dulcolax sup

Dulcolax sup

Neurotam 1200 mg

Neurotam 1200 mg

Pemberian terapi metformin yang digunakan kombinasi dengan


glimepiride pada pustaka digunakan dengan dosis dan aturan pakai 3 x 500
mg. Sehingga pasien perlu mengontrol gula darahnya untuk menilai
keberhasilan terapi kombinasi yang digunakan saat ini dengan metformin
2 x 500 mg dan tindak lanjut apakah perlu penambahan dosis dari
metformin atau tidak.
Pemberian lansoprazol untuk pasien ini sudah tepat, karena sesuai
indikasi riwayat penyakit pasein sebelumnya yaitu sakit lambung. Sakit
lambung pasien ini kemungkinan dapat terjadi karena efek samping obat
diabetes mellitus dan hipertensi yang digunakan oleh pasien. Pasien
mendapatkan lansoprazol (lancid) dengan dosis 30 mg 2 x sehari
sedangkan pada pustaka dosis dan aturan pakai untuk lansoprazol adalah
30 mg 1 x sehari sampai 8 minggu. Sehingga kemungkinan dosis berlebih.
Kecuali terdapat kondisi hipersekretori pada GI pasien seperti ZollingerEllison Syndrome atau kondisi lain dapat diberikan lansoprazole dengan
dosis 60 mg sehari.

Tidak menambah dosis atau menghentikan obat secara mendadak tanpa


konsultasi dengan dokter

Melaporkan kepada tenaga kesehatan (dokter, perawat atau apoteker)


apabila terjadi efek samping (seperti hiperkalemia atau hipokalemia)

Memberikan pengertian kepada pasien bahwa obat hipertensi harus


diminum untuk mengontrol tekanan darah pasien

Konsekuensi yang serius dari tekanan darah yang tidak terkontrol

Memberitahu penanganan awal saat terjadi hipoglikemi karena efek


samping glimepiride dengan minum setengah atau satu gelas air gula
(gula murni sebanyak 3 sendok)

Kepada perawat:
-

Mengkomunikasikan

kepada

perawat

tentang

obat-obat

yang

digunakan pada terapi pasien saat di rawat, beserta dosis dan aturan
pemakaiannya sehingga pemantauan dapat lebih maksimal
-

Mengkomunikasikan kepada perawat terkait efek samping obat yang


mungkin terjadi

Monitor tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu pasien serta


perkembangan kesehatan pasien

Kepada dokter
-

Mengkomunikasikan terkait indikasi yang belum tertangani

Mengkomunikasikan

riwayat

penyakit

dan

obat-obatan

yang

digunakan pasien sebelumnya


-

Mendiskusikan terkait kemungkinan interaksi obat yang terjadi

Mendiskusikan efek samping yang mungkin terjadi dari obat yang


digunakan oleh pasien

4.1.5 Kesimpulan

Pasien mengalami DM tipe 2 karena hasil lab gula darah tinggi yaitu
GDP/G2PP sebesar 180/244 mg/dL. Penanganan untuk mengontrol kadar
gula darah pasien adalah dengan pemberian obat antidiabetes yakni

metformin sebagai pengobatan lini pertama dan acarbose sebagai terapi


tambahan karena pasien juga mengalami kondisi obesitas.

Pasien mengalami hipertensi dengan hasil lab menunjukkan tekanan darah


sebesar 160/90 mmHg. Penanganan untuk mengontrol tekanan darah
diperlukan untuk mencapai target tekanan darah yakni 130/80 mmHg.
Pemberian obat antihipertensi seperti candesartan menjadi terapi lini
pertama dan furosemide sebagai terapi tambahan.

Pasien didiagnosa mengalami akut hemiparesis ec susp stroke infark otak.


Penanganan untuk mencegah kondisi yang tidak diinginkan seperti
kekambuhan stroke dengan pemberian agen antiplatelet seperti clopidogrel
serta agen neuroprotektor seperti piracetam

DAFTAR PUSTAKA
APTFI. 2009. Kurikulum Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia. Asosiasi
Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia. Jakarta; Indonesia
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
1981. Keputusan
MenteriKesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
278/MENKES/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotek. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta;
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. PMK 35 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Jakarta; Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika
dan Prekursor Farmasi. Jakarta: Depkes RI; 2015.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/XI/1993 tentang
Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta..
Departemen Kesehatan RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
Depkes RI. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dipiro, J.T., et al. 2015. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 9 ed.
London: Mc. Graw Hill.
Irfan, Muhammad, 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi Pertama. Penerbit
Graha Ilmu:Yogyakarta.
Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 4. Alih bahasa :
Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Jakarta : EGC
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Lestari, C. S., Rahayu, S., Rya, H., Suhardjono, Maisunah, Soewarni, S., Sri
Sunarsih, E., 2002, Seni Menulis Resep, Teori dan Praktek, edisi revisi
I, penerbit P.T. Perca, Jakarta
McEvoy, G., et al, (Eds.), 2011, AHFS Drug Information Essentials, American
Society of Health-System Pharmacist, Bethesda Maryland.
McWright, Bogdan. 2008. Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher.
Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika
National Stroke Association. Risk factor of stroke; 2009.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. yogyakarta: nuha medika.
Siregar dan Amalia. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soegondo S. 1999. Diagnosis dan Klasifikasi DM Terkini dalam Pedoman
Diabetis Mellitus. Jakarta FKUI.
Suyono, Slamet dkk. 2005. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang
Diabetes. Jakarta : FKUI.
Tjokroprawiro A, 2006. Hidup Sehat Bersama Diabetes Mellitus, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Wirjoatmodjo, K., 1995, Menuju Penggunaan Obat Yang Lebih Rasional,
Pelaksanaan, di Rumah Sakit dalam kerangka Manajemen
Peningkatan Mutu, dalam Dwiprahasto, I., Kristin, E., dan Mustofa,
(eds), Penggunaan Antibiotik Rasional, 102, Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai