Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit
HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai
karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan.
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah
produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen,
melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau
cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian
hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik,
chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBV
persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara
Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina,
Vietnam, Korea, dimana 5070 % dari penduduk berusia antara 30 40 tahun
pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 15 % menjadi pengidap Hepatitis B
Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah
dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 20 %).
Hasil pengobatan Hepatitis B sampai saat ini masih mengecewakan,
sebagian berlanjut menjadi komplikasi. Vaksin memberikan harapan, tetapi
dampaknya bagi masyarakat baru akan terlihat sesudah puluhan tahun kemudian,
apalagi dengan biaya vaksinasi yang belum terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat kita.
1.2. Tujuan Penulisan
Penulisan Refrat ini bertujuan untuk mengetahui infeksi virus Hepatitis B
yang mencakup definisi, etiologi, patogenesis, klinis serta diagnosis. Selain itu
juga sebagai syarat untuk dapat mengikuti ujian kepanitaraan klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Solok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1. Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan
infeksi virus hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah
ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV.
Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang
dan kerusakan pada hepar.
2.2. Anatomi dan Fisiologi Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava
inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari
dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan
terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan
bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan
duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica,
v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut
membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka
:Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
2

5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria


anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada
pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dapat mencapai sela iga 4/ 5 tepat di
bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan
scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.
Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam
lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh
kapiler yang disebut sinusoid.6
Sinusoid-sinusoid

tersebut

berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian


tubuh yang lain, oleh karena lapisan
endotel yang meliputinya terediri dari
sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel
kupfer lebih permeabel yang artinya
mudah

dilalui

oleh

sel-sel

makro

dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.


Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan
sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli3

lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari


vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian
tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus
portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta,
A.hepatika, ductus biliaris.
Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya
langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari
canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran
empedu menuju kandung empedu.
2.3. Etiologi dan Patogenesis
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama
kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama
antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti
terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat
imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan
perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B
mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam
4

nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian
terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau
minimal maka terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah
sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati
disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi
hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan
fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan
terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak
teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan
septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.
2.4. Faktor Predisposisi
Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi
dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan
bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada
anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%. Hal ini berkaitan
dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari
hepatitis kronis.
5

b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama
pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem
imun belum berkembang sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas
seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan,
pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter,
dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan
penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam
penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype
ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia,
Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.
Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam

2.5. Sumber dan cara penularan


Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B
berupa:
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui
nyamuk atau serangga penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya
melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan
pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang
tercemar virus hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara
penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi
antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya:
melalui hubungan seksual.
2.6. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibagi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas :
a.
Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air
7

kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak


kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose
alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali
dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada
minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan
b.

laboratorium menjadi normal.


Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan
berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan
gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil
yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran
cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,

dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.


2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kirakira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik.
Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang
mantap.
2.7. Diagnosis
Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis
seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala
baru dapat diketahui pada waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk
pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
c.
HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)

Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein


yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg
positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita
hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu
infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih
dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien
d.

menjadi karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.


Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg
menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai
positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun
immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat
kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak
pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu

e.

tersebut pernah terinfeksi VHB.


HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai
positif

menunjukkan

virus

VHB

sedang

aktif

bereplikasi

atau

membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut.


Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut
menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam
keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang
lain maupun janinnya.

f.

Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh.
Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-

replikatif.
g.
HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam
inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan
h.

protein dari inti VHB.


Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)

Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe
yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan
infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif
menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut penah
terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif
dan terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan
perburukan penyakit semakin besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis
B-nya aktif dan memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah
protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging),
untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien
calon yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.
Perjalanan alami penyakit HBV sangat kompleks, dengan adanya
kemajuan dalam pemeriksaan HBV DNA, siklus HBV, respon imun dan
pemahaman mengenai genom HBV yang lebih baik, maka perjalanan alami
penyakit HBV dibagi menjadi 4 fase, yaitu
1. Immune tolerance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi,
kadar ALT yang normal dan gambaran histology hati yang normal atau
perubahan yang minimal. Fase ini dapat berlangsung 1-4 dekade. Fase ini
biasanya berlangsung lama pada penderita yang terinfeksi perinatal, dan
biasanya serokonversi spontan jarang terjadi, dan terapi untuk menginduksi
serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif. Fase ini biasanya tidak
memberikan gejala klinis.
2. Immune clearance

Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi
atau berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histology hati
menunjukkan keradangan yang aktif, hal ini merupakan kelanjutan dari fase
immune clearance. Pada beberapa kasus, sirosis hati sering terjadi pada fase
ini. Pada fase ini biasanya saat yang tepat untuk diterapi.
10

3. Inactive HBsAg carrier state

Fase ini biasanya bersifat jinak (70-80%), ditandai dengan HBeAg


negative, antiHBe positif (serokonversi HBeAg), kadar HBV DNA yang
rendah atau tidak terdeteksi, gambara histologi hati menunjukkan fibrosis hati
yang minimal atau hepatitis yang ringan. Lama fase ini tidak dapat dipastikan,
dan biasanya menunjukkan prognosis yang baik bila cepat dicapai oleh
seorang penderita.
4. Reactivation

Fase ini dapat terjadi pada sebagian penderita secara spontan dimana
kembalinya replikasi virus HBV DNA, ditandai dengan HBeAg negative, Anti
HBe positif, kadar HBV DNA yang positif atau dapat terdeteksi, ALT yang
meningkat serta gambaran histology hati menunjukkan proses nekroinflamasi
yang aktif.

11

12

Tabel Profil serologis yang dapat ditemukan pada pasien dengan hepatitis B

Tabel Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B

13

Tabel Evaluasi pasien hepatitis B kronis

14

2.8. Penatalaksanaan
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian
kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit.
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT-SGPT >10 kali nilai normal atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan.
Namun tidak demikian pada neonatus, bayi, dan anak dibawah 3 tahun dimana
infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan sebagian besar
(80%) akan menjadi kronis. Pengobatan hepatitis B kronis merupakan masalah
yang sulit dan sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, terutama pada anak.
Tujuan pengobatan hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari infeksi HBV
sehingga infeksi tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan
oleh reaksi imunologis didalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat
dicegah. Hanya penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HBeAg dan
DNA HBV serum positif) dan hepatitis kronis dengan peningkatan kadar
aminotransferase serum yang akan memberikan hasil baik terhadap pengobatan.
1. Interferon Alfa
Pengobatan dengan interferon-alfa 2b (IFN-2b) adalah pengobatan
standar untuk penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi hati
(asites, ensefalopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi
aktif (HBeAg dan DNA HBV) serta peningkatan kadar aminotransferase serum.
Kontraindikasi penggunaan interferon adalah neutropenia, trombositopenia,
gangguan jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan penyalahgunaan obat. Dosis
interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan tiga kali dalam seminggu, diberikan
selama 16 minggu. Efek samping interferon dapat berupa efek sistemik, autoimun,
hematologis, imunologis, neurologis, dan psikologis.
Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri perut, dan
rambut rontok.
Efek auto imun ditandai dengan timbulnya auto antibodi, antibody antiinterferon, hipertiroidisme, hipotiroidisme, diabetes, anemia hemolitik, dan
purpura trombositopenik.
Efek hematologis berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah
putih dan kadar hemoglobin.

15

Efek imunologis berupa mudah terkena infeksi bakrerial seperti bronchitis,


sinusitis, abses kulit, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan sepsis.
Efek neurologis berupa kesulitan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan
tidur, delirium dan disorientasi, kejang, koma, penurunan pendengaran, tinnitus,
vertigo, penurunan pengelihatan, dan perdarahan retina.
Sedangkan efek psikologis berupa gelisah, iritabel, depresi, paranoid,
penurunan libido, dan usaha bunuh diri.
2. Analog nukleosida
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida
yang menghambat replikasi HBV. Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan
efek samping daripada interferon: dosisnya 3mg/kgBB sekali sehari selama 52
minggu atau 1 tahun. Terjadi perbaikan gambaran histologis pada 52-67% kasus,
sedangkan hilangnya HBeAg dan timbulnya anti-HBe sebesar 17-18%. Penelitian
pada anak menunjukkan serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe sebesar 23%.
Pada penderita dekompensasi hati, lamivudin memperbaiki skor Child-Pugh.
Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi aktif dan
peningkatan kadar aminotransferase serum dengan spesifikasi: kontraindikasi
penggunaan interferon terutama penderita yang mengalami dekompensasi hati.
Penderta dengan mutasi pre-core HBV mendapat imunosupresif dalam jangka
lama dan kemoterapi. Pada penderita yang mengalami kegagalan pengobatan
dengan interferon dapat diberikan lamivudin. Apabila dengan pemberian
lamivudin terjadi mutasi YMDD pada HBV, maka dapat diberikan adefovir atau
gansiklovir. Penggunaan lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis
3mg/kgBB memberi respons yang signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi
antara interferon dengan lamivudin tidak lebih baik dibanding pengobatan
lamivudin saja.

2.9. Komplikasi
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus
hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi
bersama atau superinfeksi dengan virus hepatitis D. Mortalitas hepatitis fulminan
lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif;

16

perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara


memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu per satu.

2.10. Pencegahan
Imunisasi Pada Bayi
Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang HBsAg positif harus mendapat
vaksin pada saat lahir, umur 1 bulan dan 6 bulan. Dosis pertama harus diseertai
dengan pemberian 0,5 ml immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin
sesudah lahir (12 jam) karena efektivitasnya berkurang dengan cepat dengan
bertambahnya waktu sesudah lahir. AAP (American Academy of Pediatrics)
merekomendasikan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg negative
mendapat dosis vaksin pertama pada saat lahir, kedua pada umur 1-2 bulan, dan
ketiga
Indonesia adalah Negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 520% termasuk Negara dengan endemisitas sedang sampai dengan tinggi, dengan
transmisi verikal 48%. Oleh jarena itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia
adalah vaksinasi bayi secepat mungkin setelah dilahirkan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan
kekebalan seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara,
maka kekebalan aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan
berinteraksi dengan system imun dan umumnya menghasilkan respons imun yang
sama dengan yang dihasilkan oleh infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak
menjadi sakit atau terserang komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic
memory yang serupa dengan yang didapat dari infeksi alami.4
Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi,
antara lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara pemberian dan
adanya adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh antara lain, umur,
status nutrisi, genetik, dan penyakit yang sedang diderita.
Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari
bagian dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu, vaksin HB
tidak menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan penyakit. Ia
juga tidak dapat bermutasi kearah lebih pathogen. Vaksin HB merupakan HBsAg

17

murni yang terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah glikoprotein yang
membentuk selubung (envelope) luar dari virus HB. HBsAg bisa berasal dari
proses pemurnian plasma pengidap (plasma derived vaccine) atau diproduksi
dalam yeast atau sel mamalia menggunakan teknologi rekombinan (recombinant
vaccine).
Vaksin Derivat Plasma
Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan memproduksi HBsAg
secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membungkus partikel virus.
Kelebihan HBsAg ini adalah kemampuan untuk membentuk partikel sferis dan
tubular berukuran 22mm. vaksin HB dibuat dengan memurnikan partikel HBsAg
yang berasal dari plasma pengidap. Bahan vaksin diinaktivasi untuk menjamin
tidak ada lagi virus maupun mikro-organisme lain yang infeksius. Vaksin HB asal
plasma telah diberikan pada lebih dari 70 juta orang dengan kemanan dan
efektivitas yang luar biasa.
Program imunisasi nasional Indonesia menggunakan vaksin jenis ini yang
diproduksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC (Koren Green Cross
Corporation) sejak 1991 sampai dengan 1998.
Vaksin HB asal plasma ini memiliki beberapa keterbatasan bila digunakan
dalam program universal :
1. Terbatasnya darah pengidap HB yang sehat
2. Perlu ketelitian dalam proses pemurnian dan inaktivasi
3. Kekhawatiran akan kontaminasi pathogen yang berasal dari darah.
Keterbatasan ini menyebabkan harga vaksin asal plasma ini terlalu mahal
untuk Negara berkembang, sehingga para ahli mengembangkan vaksin dengan
teknologi rekombinan.
Vaksin Rekombinan HB
Vaksin HB ini dibuat dari yeast atau sel mamalia, sel-sel ini berisi plasmid
yang sudah disisipi gen HBsAg, sehingga dengan replikasi yeast maka plasmid
turut ber-replikasi dan menghasilkan HBsAg dalam jumlah banyak. Bentuk
HBsAg sferis yang dihasilkan serupa dengan partikel sferis 22 nm alami, baik
dalam hal komposisi kimia maupun imunogenisitasnya. Vaksin HB ini dapat
diproduksi dalam jumlah tidak terbatas di dalam fermentor, sehingga tak ada lagi

18

kekhawatiran akan habisnya bahan asal antigen sebagaimana halnya dengan


pemakaian vaksin asal plasma.
Sejak tahun 1998 program nasional telah menggunakan vaksin
rekombinan produksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC. Yeast yang
digunakan bukan Saccharomyces cerevisiae tetapi Hansenula polymorpha yang
memiliki banyak keunggulan antara lain plasmid yang stabil dan produktivitas
yang tinggi.
Efikasi vaksin HB rekombinan
Setelah 3 x suntikan IM, lebih dari 90 % orang dewasa sehat dan lebih dari
95 % bayi dan anak usia kurang dari 19 tahun akan memberikan repons imun
yang cukup. Walaupun terjadi penurunan imunogenisitas yang tergantung dari
faktor umur (setelah umur 40 tahun). Sejumlah 90 % penerima vaksin masih
memperlihatkan respons imun yang adekuat. Namun demikian, mendekati umur
60 tahun hanya 70 % yang menunjukkan respons imun.
Dosis vaksin yang direkomendasikan dapat berbeda tergantung dari umur
penerima vaksin, kondisi tertentu, dan tipe vaksin5
Kelompok
Recombivax

Vaksin
Engerix-B

Bio

HB

Dosis (ml)

Farma/KGCC

Dosis (ml)
Bayi + anak < 11 5 g (0,5)

10 g (0,5)

Dosis (ml)
10 g (0,5)

tahun
Anak 11-19 tahun
Dewasa > 20 tahun

10 g (0,5)
20 g (1,0)

20 g (1,0)
20 g (1,0)

5 g (0,5)
10 g (1,0)

Penyuntikan yang dianjurkan adalah intramuscular pada musculus


deltoideus untuk anak besar dan orang dewasa, sedangkan pada bayi sebaiknya
pada bagian anterolateral paha. Penyuntikan orang dewasa di bokong akan
mengurangi imunogenisitas vaksin.
Antibody yang ditimbulkan karena vaksinasi akan menurun dengan waktu,
tetapi immune memory akan menetap sampai kira-kira 13 tahun setelah imunisasi,
sehingga baik anak maupun dewasa denagn antibody yang menurun ini masih
terlindung terhadap infeksi HBV yang serius (klinis, antigenemia, kelainan fungsi
19

HB). Paparan dengan HBV akan menimbulkan respons anamnestik anti-HBs yang
akan mencegah timbulnya gejala klinis infeksi.
Vaksin HB dalam kemasan uniject
Uniject adalah alat suntik terbuat dari plastic yang disposable, pre-filled
dengan obat dosis tunggal. Obatnya tertutup rapat dalam blister, dengan jarum
yang terpasang permanent. Uniject ini dirancang untuk mencegah penggunaan
ulang alat suntik, sehingga menjamin safe infection, tidak ada risiko tertular
penyakit lain melalui suntik bekas yang terkontaminasi.
Di samping itu mengingat sifat vaksin HB yang relative stabil terhadap
perubahan suhu, yaitu hanya sedikit kehilangan potensi setelah penyimpanan pada
37c selama 6 bulan, maka WHO menganggap vaksin HB adalah calon vaksin
yang dalam kondisi tertentu dapat dipakai di luar rantai dingin.hal ini bertujuan
agar dapat memperluas cakupan imunisasi universal pada bayi.
Upaya pencegahan umum terhadap HBV yang seyogianya dilakukan pula adalah :
1.
2.
3.
4.

Uji tapis donor darah terhadap HBV


Sterilisasi alat operasi, alat suntik, peralatan gigi
Penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis
Mencegah kemungkinan terjadinya mikrolesi yang dapat menjadi tempat

masuknya virus, seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukur rambut pribadi
5. Untuk mencegah transmisi vertical, semua ibu hamil terutama yang berisiko
terinfeksi HBV sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa terhadap HBV. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan pada awal dan trimester ketiga kehamilan.

20

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hepatitis B adalah penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan
peradangan hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B. WHO memperkirakan
adanya 400 juta orang sebagai pengidap HBV pada tahun 2000. Di Indonesia pada
penelitian terhadap donor darah di beberapa kota besar didapatkan angka
prevalensi antara 2,5%-36,2% dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Virus
hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam family
Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus
bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA.

21

Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral)
yang terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal
terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat
antar keluarga / individu. Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan
virus nonsitopatik yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang
diperantarai imun. Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit
oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang
paling penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid,
HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg.
Gejala klinis hepatitis dibagi menjadi hepatitis akut, hepatitis kronis, gagal
hati fulminan, dan pengidap sehat. Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis
klinis dan serologis. Pada saat awal infeksi HBV terjadi toleransi imunologis,
dimana virus masuk kedalam sel hati melalui aliran darah. Dan dapat melakukan
replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis.
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian
kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit.
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT-SGPT >10 kali nilai normal atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan
kekebalan seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara,
maka kekebalan aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In
Harrisons : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division, 2005.
2. Mohammad Juffrie, dkk. Gastroenterologi-Hepatologi. Jilid 1. IDAI. 2011
3. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD,
Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition. Saunders
Elsevier. Canada. 2006
4. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B Tinjauan Komprehensif
Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000

23

6. Julfina Bisanto. Hepatitis virus Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak


dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Jakarta. 2007

24

Anda mungkin juga menyukai