Anda di halaman 1dari 12

JUDUL : MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN DAN EVALUASI

KECUKUPAN NUTRIEN SAPI BRAHMAN CROSS DI PT.


KARYA ANUGERAH
RUMPIN KECAMATAN RUMPIN
KABUPATEN BOGOR
I.

LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk di Indonesia semakin banyak dari tahun ke tahun seiring

dengan timbulnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi.


menyebabkan meningkatnya konsumsi masyarakat.

Keadaan ini

Hal ini serta merta

meningkatkan kebutuhan nutrisi terutama protein hewani yang diperoleh dari hasil
peternakan.

Pengembangan

usaha

peternakan

harus

ditingkatkan

dan

dimaksimalkan agar kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan dapat


terpenuhi.
Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang memiliki potensi
besar dalam memenuhi kebutuhan daging di masyarakat di Indonesia,namun
jumlah daging yang ada tidak mampu mengimbangi kebutuhan daging yang ada
di masyarakat. Peningkatan jumlah daging sangat penting dilakukan agar
Indonesia tidak bergantung lagi pada impor daging sapi. Peluang sapi potong
dalam hal ini sangat besar oleh karena itu diperlukan pembangunan di bidang
peternakan yang efektif dan efisien agar hal ini dapat tercapai.
Keberhasilan usaha di bidang peternakan sangat dipengaruhi oleh aspek
pemuliaan (breeding), pakan (feeding), dan manajemen pemeliharaan. Aspek
pakan merupakan aspek yang sangat penting dalam menentukan produktivitas
ternak. Aspek pakan membutuhkan biaya yang paling besar yaitu sekitar 60-70%
dari total biaya produksi. Jumlah dan kandungan nutrisi dalam pakan harus
diperhatikan dengan baik sesuai kebutuhan nutrisi ternak tersebut agar ternak
dapat berproduksi dengan maksimal. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan
harus sesuai dan berkualitas baik. Ternak membutuhkan nutrisi untuk memnuhi
hidup pokok dan produksi nya dan kedua hal ini harus dapat terpenuhi untuk
memperoleh hasil yang maksimal. Apabila kebutuhan nutrisi pada ternak tidak

terpenuhi

maka

laju

pertumbuhan

sapi

tersebut

mengakibatkan masa pemeliharaan yang lebih lama.

akan

terhambat

dan

Hal ini menyebabkan

inefisiensi baik dari segi waktu maupun biaya yang dikeluarkan. Aspek pakan
perlu diperhatikan dengan benar sehingga diperlukan adanya evaluasi kecukupan
nutrisi yang bertujuan untuk mengetahui kecukupan nutrisi ternak dan mengetahui
biaya yang harus dikeluarkan untuk pakan. Kecukupan nutrisi sapi potong yang
harus diperhatikan adalah kebutuhan bahan kering, protein kasar, dan mineral.

II.

TUJUAN
Tujuan praktek kerja lapangan (PKL) ini adalah untuk mengetahui dan

mengamati pembeian pakan dan mengkaji kecukupan nutien sapi potong dan
kaitannya terhadap pertambahan bobot badan dan bobot akhir sapi potong di PT.
Karya Anugerah Rumpin Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

III.

MANFAAT
Manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan ( PKL) ini adalah

meningkatkan pengetahuan mahasiswa akan sapi potong terutama dalam aspek


pemberian pakan dan kecukupan nutrisi. Mahasiswa juga dapat memperoleh
pengalaman kerja di lapangan, serta dapat mengetahui dan membandingkan teori
yang di dapat di bangku kuliah dan penerapan langsung.

IV.

TINJAUAN PUSTAKA

4.1.

Sapi Potong
Sapi potong adalah sapi yang dipelihara dengan tujuan sebagai penghasil

daging, pemeliharaan sapi potong di khususkan untuk memperoleh bobot


maksimal dengan waktu yang efisien. Sapi potong merupakan komoditas yang

sangat baik untuk mendukung perkembangan ekonomi rakyat dan kecukupan


daging nasional. Usaha sapi potong merupakan usaha yang menjanjikan dan
cocok dipelihara di Indonesia, karena indonesia memiliki tanah yang subur dan
kaya akan bahan pakan alami yang dibutuhkan oleh sapi potong dan tidak banyak
penyakit ternak yang aneh jadi ideal untuk pemeliharaan hewan ternak seperti sapi
(Yulianto dan Saparinto, 2010). Populasi sapi potong di Indonesia masih rendah
dan tidak mampu memenuhi kebutuhan daging nasionl, oleh karena itu
dibutuhkan pemeliharaan yang baik agar kebutuhan daging dapat terpenuhi
(Sudarmono, dan Sugeng, 2008).

4.2.

Sapi Brahman Cross


Sapi brahman berasal dari india dan masuk dalam golongan sapi zebu (Bos

indicus). Pertumbuhan bobot badan pada sapi brahman cross sekitar 0,83 1,5
kg/hari dengan bobot badan awal antara 240 300 kg/ ekor (Siregar, 2002). Sapi
ini awalnya hanya dikembangkan di amerika serikat namun karena perkembangan
yang cukup pesat sapi ini kemudian di ekspor ke australia dan disilangkan dengan
sapi asal eropa yang kemudian disebut sebagai Australian Brahman cross dari
australia inilah sapi bakalan untuk digemukkan di Indonesia.

Sapi brahman

memiliki kemampuan untuk berkembang dengan baik pada pakan kualitas rendah
dan tahan terhadap panas serta gigitan caplak ( Fikar dan Ruhyadi, 2012). Sapi ini
memiliki ciri ciri kulit berwarna hitam, berpunuk, bertanduk serta gelambir
lebar tumbuh di bawah perut (Arifin, 2015).
4.3.

Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan yang baik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

produktivitas dan memaksimalkan performa ternak. Pemeliharaan yang baik dan


benar akan sangat mempengruhi keberhasilan usaha penggemukan hewan, dengan
sistem pemeliharaan yang baik akan diperoleh pertambahan bobot badan yang
maksimal serta performa ternak yang optimal (Abidin, 2002). Sistem

pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu sistem


pemeliharaan

intensif,

ekstensif,

dan semi

intensif

(mixed farming)

(Suryana, 2009).
Sistem pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan dimana ternak
berada di dalam kandang terus menerus selama masa penggemukan dengan diberi
pakan hijauan dan konsentrat sesuai kebutuhan ternak tersebut secara cut and
carry (Parakkasi, 1999).

Sistem pemeliharaan semi intensif adalah sistem

pemeliaraan dimana ternak di kandangkan pada malam hari dan di gembalakan di


padang

penggembalaan

sistem pemeliharaan

pada

pagi

dan

sore

hari

sedangkan

ektensif ternak dilepas di padang

pada

penggembalaan

(Sudarmono dan Sugeng, 2008). Sistem pemeliharaan untuk penggemukan sapi


potong dapat dibagi menjadi tiga metode yaitu dry lot fattening, pasture fattening,
dan kombinasi keduanya (Syafrial et al., 2007).
4.3.

Manajemen Perkandangan
Kandang merupakan sarana yang sangat diperlukan bagi ternak, karena

kandang berfungsi tidak hanya sebagai tempat berteduh tetapi juga sebagai tempat
beristirahat yang nyaman. Kandang untuk sapi potong dibuat dari bahan bahan
yang sederhana tetapi harus memiliki konstruksi yang kuat, atap yang memiliki
daya serap panas yang disesuaikan dengan lokasi pemeliharaan, dinding memiliki
ventilasi yang baik melindungi dari panas dan angin keras serta memiliki sistem
drainase yang baik. Kandang yang baik dilengkapi dengan sarana penunjang
seperti kandang ternak, gudang, mess, peralatan kandang, kantor dan sarana lain
yang dapat menunjang produktivitas ternak (Rianto dan Purbowati, 2009).
Kandang

sapi

potong

berdasarkan

bentuknya

dibagi

dua

yaitu

kandang tunggal dan kandang ganda. Kandang ganda terdiri dari satu baris
kandang yang dilengkapi lorong jalan dan parit. Kandang ganda dibagi dua yaitu
saling berhadapan (tail to tail) dan saling bertolak belakang (head to head)
(Ngadiyono, 2007). Lokasi kandang sebaiknya jauh dari pemukiman warga dan
sekurang kurangnya jarak antara peternakan dan pemukiman sekitar 10 meter,

limbah tersalurkan dengan baik, cukup air, dan jauh dari keramaian
(Wardoyo dan Risdianto, 2011).
4.4.

Manajemen Pemberian Pakan


Pakan adalah makanan yang diberikan kepada hewan untuk dimakan dan

dicerna yang mampu memberikan nutrien untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
produksi hewan tersebut mulai dari pertumbuhan, penggemukan hingga
reproduksi (Sarwono, 2002). Bahan pakan yang baik adalah yang mengandung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun
yang membahayakan tubuh hewan tersebut (Darmono, 1999).
Pakan utama ternak sapi adalah hijaun yang dapat berupa rumput,
leguminosa, limbah pertanian serta tanaman hijauan lainnya, namun karena
hijauan di darerah tropis memiliki kualitas yang kurang baik sehingga untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ternak diperlukan pemberian pakan konsentrat
(Siregar, 1994). Tujuan pemberian pakan adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok dan produksi. Kebutuhan ini tergantung pada bobot badan, usia
ternak, serta tujuan pemeliharaan ternak tersebut, sedangkan untuk produksi sapi
potong sendiri dihitung dari pertambahan bobot badannya semakin tinggi bobot
badan yang ingin dicapai semakin besar

juga

jumlah

pakan

yang

dibutuhkan ( Murtidjo, 1990).


Manajemen pemberian pakan meliputi penyediaan bahan pakan,
penyimpanan bahan pakan, jenis dan kualitas pakan, jumlah dan frekuensi
pemberian

pakan,

kebutuhan

nutrisi,

serta

pemberian

air minum

(Wardoyo dan Risdianto, 2011). Pakan mempengaruhi hingga 60% keberhasilan


usaha sapi potong. Bakalan yang baik tidak akan dapat berproduksi dengan
maksimal apabila pakan yang diberikan berkualitas jelek dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi sapi potong tersebut. Biaya pakan mencapai 60-80
% dari keseluruhan biaya produksi pada usaha peternakan (Astuti, 2010).
Pemberian pakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemberian dalam
jumlah yang tak dibatasi ( ad libitum) dan pemberian yang dibatasi ( restricted).

Pemberian pakan secara ad libitum sering kali tidak efisien karena banyak pakan
yang terbuang dan akhirnya berjamur (Santosa, 2002). Pakan sapi potong
umumnya diberikan dua kali sehari dalam bentuk segar maupun kering
(Pura, 2011). Tingkat konsumsi ternak ruminansia umumnya didasarkan pada
konsumsi bahan kering pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun konsentrat,
persentase
dengan

konsumsi

bahan

kering memiliki

grafik

pertambahan

berat

badan

tingkat

mengalam

penurunan. Kemampuan

sampai
konsumsi

meningkat

sejalan

tertentu, kemudian

bahan kering

adalah

sekitar 2,5 3,2 % (Sugeng, 2002).


Pemberian pakan hijauan biasanya diberikan 10% dari bobot badan sapi
tersebut. Pemberian hijauan dilakukan untuk merangsang keluarnya saliva yang
bertujuan menjaga pH rumen saat pemberian pakan konsentrat dan memenuhi
kebutuhan serat kasar pada sapi (Sugeng 2002). Jumlah pemberian konsentrat
adalah 1-2 % dari bobot badan sapi dan diberikan 3 jam sebelum pemberian
hijauan agar proses pencernaan terjadi secara optimal ( Siregar, 1994).
4.5.

Kebutuhan Nutrien Sapi Potong


Kebutuhan nutrisi sapi potong terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan

produksi yang harus terpenuhi agar hasil yang diperoleh optimal. Kebutuhan tiap
ekor sapi berbeda beda tergantung pada bobot badan, metabolisme tubuhnya,
status fisiologis, potensi genetiknya serta tingkat kesehatan ternak tersebut.
Semua zat pakan harus terpenuhi secara seimbang sesuai porsinya masing
masing. Zat pakan yang dibutuhkan sapi potong meliputi protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, mineral, dan air. (Fikar dan Ruhyadi, 2012). Faktor nutrisi
merupakan hal yang sangat pentng dalam usaha sapi penggemukan sapi potong,
semakin tinggi nilai nutrisi suatu ransum akan meningkatkan produktivitas sapi
tersebut dalam hal ini bobot badan sapi potong. Konversi pakan dipengaruhi oleh
ketersediaan zat-zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai
konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan
persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah (Siregar, 1994). Sapi

dewasa dapat mengkonsumsi bahan kering sekitar 1,4 % dari bobot badan/ hari.
Kebutuhan zat pakan sapi potong seperti bahan kering, energi, protein kasar, dan
mineral dipengaruhi oleh bobot badan dan pertambahan bobot badan. Kebutuhan
zat pakan pada sapi potong dapat dilhat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Sapi Potong


BB
PBBH
BK
TDN
-----------------------kg-----------------------300
.0
5.0
2.4
.25
6.0
3.0
.50
7.0
3.7
.75
7.4
4.3
1.00
7.5
5.0
1.10
7.6
5.3

PK
Ca
P
----------------g---------------385
10
10
588
15
11
679
19
14
753
23
18
819
28
21
847
30
22

350

.0
.25
.50
.75
1.00
1.10

5.7
6.8
7.9
8.3
8.5
8.5

2.6
3.3
4.1
4.8
5.6
5.9

432
635
731
806
873
899

12
16
20
25
30
31

12
14
16
18
21
23

400

.0
.25
.50
.75
1.00
1.10

6.2
7.5
8.7
9.1
9.3
9.4

2.9
3.7
4.6
5.4
6.2
6.6

478
664
772
875
913
942

13
16
21
26
31
32

12
15
18
21
24
25

6.8
8.2
9.5
10.0
10.2
10.2

3.2
4.1
5.0
5.9
6.8
7.2

528
703
805
911
952
975

14
18
22
26
29
30

14
17
20
23
26
27

450

.0
.25
.50
.75
1.00
1.10
Sumber : Kearl, 1982

4.5.1. Kebutuhan bahan kering


Bahan kering adalah komponen dari pakan ternak yang sudah tidak
mengandung air. Sapi potong mampu mengkonsumsi ransum sebesar 3-4 % dari
bobot badannya (Tillman et al., 1991). Konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh
beberapa faktor yakni faktor pakan yang meliputi daya cerna dan palatabilitas dan
faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan
ternak. Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung,
perangsang dinding saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim
(Lubis, 1992). Bahan kering paling banyak diperoleh dari konsentrat.
4.5.2. Kebutuhan total digestable nutrients (TDN)
Total digestable nutrients adalah jumlah energi yang terdapat dari pakan
yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Energi pada pakan umumnya berasal dari
karbohidrat dan lemak.

Sapi potong membutuhkan energi untuk memenuhi

kebutuhan hidup pokoknya, setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi ternak


akan

menggunakan

( Parrakasi, 1999).

energi

tersebut

untuk

pertumbuhan

dan

produksi

Kekurangan energi akan menyebabkan pertambahan bobot

badan terhambat, penurunan bobot badan serta berkurangnya semua fungsi


produksi karena sapi akan menggunakan cadangan lemak tubuhnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokoknya sehingga pemeliharaan menjadi tidak
efisien.
4.5.3. Kebutuhan Protein kasar
Protein adalah senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari unsur
unsur karbon, hidrogen, oksigen serta nitrogen dan mempunyai berat molekul
yang tinggi.

Ruminansia mendapatkan protein dari tiga sumber yaitu dari

mikrobia rumen,protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia dan sedikit
dari endogenus (Tillman et al., 1991). Protein dibutuhkan oleh tubuh untuk
memperbaiki dan menggantikan sel tubuh yang rusak serta membantu proses
produksi dan pertumbuhan tanduk, bulu, kuku serta bagian tubuh lain yang

membutuhkannya. Protein yang dibutuhkan oleh ruminansia adalah protein kasar


dan prdd. Prdd adalah protein yang dapat dicerna dan diserap dalam saluran
pencernaan. Kekurangan protein dapat menyebabkan menyebabkan sapi lambat
tumbuh

dan

mengalami

masalah

antibodi/mudah

terserang

penyakit

(Anggorodi, 1994).
4.5.4. Kebutuhan Mineral
Mineral

berfungsi

untuk

membentuk

jaringan

tulang

dan

urat,

mengaktifkan sistem enzim, mengatr keseimbangan asam basa dalam tubuh, dan
sebagai komponen dari suatu enzim (Tillman et al., 1991). Mineral harus
disediakan dalam jumlah cukup karena kelebihan jumlah mineral dapat
membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994).
4.6.

Pertambahan Bobot Badan


Indikator

keberhasilan

dalam

usaha

penggemukan

sapi

adalah

pertambahan bobot badan yang diperoleh. Pertambahan bobot badan sapi


ditentukan oleh jenis sap, jenis kelamin, umur, kecukupan nutrisi, dan manajemen
pemeliharaannya (Rianto dan Purbowanti, 2011).

Sapi yang kebutuhannya

nutriennya tidak terpenuhi tidak akan dapat berproduksi dengan maksimal karena
itu kebutuhan nutrisi seperti bahan kering, TDN, PK, serta mineralnya harus
terpenuhi dengan baik agar diperoleh hasil yang optimal (Arifin, 2015).
V.

MATERI DAN METODE


Praktek Kerja Lapangan ini direncanakan dilaksanakan pada tanggal 22

Februari 2016 31 Maret 2016 di PT. Karya Anugrah Rumpin Kecamatan


Rumpin Kabupaten Bogor.
5.1.

Materi
Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah sapi

potong jenis Brahman Cross yang terdapat di PT. Karya Anugrah Rumpin

Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Alat yang digunakan adalah timbangan


pakan, timbangan ternak, kamera untuk mendokumentasikan kegiatan, dan alat
tulis untuk mencatat data yang diperoleh.
5.2.

Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan PKL adalah metode observasi dan

partisipasi aktif dengan mengikuti seluruh kegiatan yang ada di peternakan


tersebut. Data yang dikumpulkan diperoleh dari dua sumber yaitu data primer dan
data sekunder.
Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
dengan pemilik peternakan, pengelola maupun pekerja kandang dengan
menggunakan kuisioner. Data primer meliputi bobot awal ternak, bobot akhir
ternak, jenis pakan, jumlah pemberian pakan, konsumsi pakan, dan sisa pakan,
Konsumsi pakan dihitung dari selisih antara bahan kering (BK) sampel jumlah
pemberian pakan yang diberikan dengan BK sampel sisa. Pengukuran BK
diperoleh dengan cara mengoven bahan pakan pada suhu 105 110 oC hingga
bobotnya konstan lalu dihitung dengan rumus
BK= 100 % - KA
Pengukuran konsumsi dilakukan dengan menimbang jumlah pakan yang
diberikan lalu dikurangi jumlah sisa kemudian dihitung dalam bentuk bahan
kering dengan rumus

Konsumsi BK Pemberian x % BK Pemberian - Sisa x % BK sisa


Data sekunder diperoleh dengan melihat catatan catatan dan arsip yang
tersedia di peternakan tersebut. Data yang diperoleh secara deskriptif kemudian
dibandingkan dengan data yang ada di pustaka kemudian hasilnya dibahas
menurut permasalahannya serta disusun sebagai laporan hasil praktek lapangan
( PKL).

VI.

JADWAL KEGIATAN
Januari

Kegiatan
Persiapan
Pelaksanaan
PKL
Analisis data
Penyusunan
laporan
Konsultasi
Ujian
VII.

Februari

Maret

April

Mei

Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
* * * * * *
* * * * * *
* * *
* * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
*

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi


Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Arifin, M. 2015. Kiat Jitu Menggemukkan Sapi Secara Maksimal. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Astuti, D. A. 2010. Petunjuk Praktis Menggemukkan Domba, Kambing, dan Sapi
Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta.
Fikar, S. dan D. Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Potong.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. PT. Pembangunan, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1990. Seri Budidaya Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing
Countries. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment
Station Utah State University, Logan Utah USA.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak sapi. Citra aji pratama, yogyakarta.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas


Indonesia press, Jakarta.
Pura, A. S. 2011. Analisis Pendapatan Usaha Sapi Potong Peranakan Frisien
Holstein (PFH) Rakyat Di Peternakan Rakyat Di Ampel Kabupaten
Boyolali. Fakultas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi)
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2009. Panduan Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2011. Panduan Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Santoso, U. 2002. Tatalakana Pemeliharaa Ternak Sapi.
Jakarta.

Penebar Swadaya,

Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.


Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar swadaya, Jakarta.
Siregar, S. B. 2002. Penggemukan Sapi. Penebar swadaya, Jakarta.
Sudarmono, A.S. dan Y. B. Sugeng. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suryana, 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi
Agribisnis dengan Pola Kemitraan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kalimantan Selatan.
Syafrial, E. Susilawati dan Bustami. 2007.
Manajemen Pengelolaan
Penggemukan Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada
University Pess, Yogyakarta.
Wardoyo dan A Risdianto. 2011. Studi manajemen pembibitan dan pakan sapi
peranakan ongole di loka penelitian sapi potong grati pasuruan. J. Ternak.
2(1) : 1-7.
Yulianto, P. dan C Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai