Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Maternitas pada Program Profesi
Ners
Disusun Oleh:
FISKA OKTORI
220112160097
3.
C. Bentuk Persalinan
1.
Persalinan Spontan, persalinan yang berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri, dan melalui jalan lahir.
2.
Persalinan Bantuan, persalinan dengan rangsangan yang dibantu
dengan tenaga dari luar, ekstraksi dengan forcep atau dengan dilakukan sectio sesario.
3.
Persalinan Anjuran, persalinan yang tidak dimulai dengan
sendirinya, baru berlangsung setelah pemecahan ketuban.
D. Tanda-tanda Persalinan
1. Tanda permulaan terjadi beberapa minggu sebelum persalinan (tanda palsu)
a.
Lightening / settling / dropping yaitu
kepala turun memasuki pintu atas panggul. Pada primigravida terjadi saat 46
minggu terakhir kehamilan, sedangkan pada multigravida terjadi saat partus mulai.
kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul (PAP) yang disebabkan oleh kontraksi
Braxton hicks, ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum rotandum dan
gaya berat janin dimana kepala kearah bawah.
b.
Perut kelihatan lebih melebar, fundus
uteri turun.
c.
Perasaan sering atau susah kencing
(polakisuria), karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d.
Perasaan sakit perut dan dipinggang
karena kontraksi lemah dari uterus (His permulaan/Braxton hicks). Terjadi karena
perubahan keseimbangan estrogen, progesteron, dan memberikan kesempatan
rangsangan oksitosin. Dengan semakin tua hamil, pengeluaran estrogen dan
b.
c.
d.
e.
- H II
- H III
- H IV
2. Kala II
Persalinan kala II dimilai ketika pembukaan lengkap dan berakhir dengan
lahirnya seluruh janin
Tanda dan gejala :
Ibu ingin meneran
Perineum menonjol
Vulva dan anus membuka
Meningkatnya pengeluaran darah dan lendir
Kepala telah turun didasar panggul
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali,
kepala janin biasanya sudah masuk diruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan
pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
meneran. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 45 60 menit, dan multipara
15-30 menit.
3. Kala III (kala uri)
a. Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta.
b. Kontraksi dengan amplitudo sama dengan kala I dan II
c. Terjadi penciutan permukaan kavum uteri (tempat implantasi plasenta)
Pelepasan plasenta
a.
Menurut Matthew Duncan
b.
Menurut Schutze
c.
Kombinasi keduanya
Cara Menguji
a. Perasat Kustner
Tangan kanan : tali pusat, tangan kiri fundus uteri taki pusat masuk kembali
belum lepas, tetap/tidak masuk lepas
b.
Perasat Klein
Ibu dimnta mengedan tali pusat turun kebawah, berhenti mengedan tali
pusat tetap lepas tali pusat mesuk kembali belum lepas
c.
Peerasat Strassinan
Tangan kanan menarik sedikit tali pusat tangan kiri mengetok-ngetok
fundus uteri terasa getaran : belum lepas
Tanda pelepasan plasenta
a. Perubahan entuk uterus dan TFU
b.
c.
b)
c)
d)
e)
f)
g)
2.
3.
4.
5.
Menurut Cunningham (1995) letak belakang kepala (verteks) merupakan kurang lebih
95% dari proses persalinan. Verteks memasuki panggul dengan sutura sagitalis pada diameter
transversal pintu atas panggul.
Mekanisme persalinan normal yang terjadi adalah (Obstetri Fisiologi, 1983:234-243):
1.
Turunnya kepala
Turunnya kepala dapat dibagi dalam masuknya kepala dalam PAP dan melajunya
kepala. Pembagian ini berlaku terutama bagi primigravida yang menyebabkan majunya
kepala. Adanya tekanan cairan intra uterin, tekanan langsung oleh fundus pada bokong,
kekuatan mengejan, dan melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim.
2.
Flexi
Dengan majunya kepala biasanya juga flexi bertambah hingga UUK jelas lebih rendah
dari UUB. Keuntungan dari bertambahnya flexi adalah ukuran kepala yang lebih kecil
melalui jalan lahir diameter sub occipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter
sub occipito frontalis (11cm).
3.
Putaran paksi dalam
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga
bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan bawah sympisis.
4.
Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai ke dasar panggul, terjadilah ekstensi
atau defleksi dari kepala.
5.
Putar paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala akan memutar kembali ke arah punggung anak untuk
menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
6.
Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah sympisis dan menjadi
hypomoglion untuk keluaran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan posisi jalan lahir.
J. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Rekaman kardiotografi.
Pemantauan secara berkala denyut jantung janin dengan stetoskop leance atau doptone
yaitu sebuah alat elektronik untuk mendenganr denyut jantung janin. Dilakukan pada
kala 1 untuk mengetahui kekuatan dan sifat kontraksi rahim serta kemajuan persalinan.
2.
Partograf.
Adalah suatu alat untuk memantau kemajuan proses persalinan dan membantu petugas
kesehatan dan mengambil keputusan dalam penatalaksanaan pasien. Partograf
berbentuk kertas grafik yang berisi data ibu, janin dan proses persalinan. Partograf
dimulai pada pembukaan mulut rahim 4 cm (fase aktif).
3.
Ultrasonografi (USG).
Digunakan untuk mendeteksi keadaan dan posisi janin dalam kandungan
K. Enam Puluh Langkah Pertolongan Persalinan Normal
1.
Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.
a.
b.
c.
d.
Perineum menonjol.
Vulva-vagina dan
sfingter
anal
membuka.
2.
19.
Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa
yang bersih.
20.
Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
- Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala
bayi.
- Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan
memotongnya.
21.
Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Lahir
bahu
22.
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masingmasing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya.
Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke
arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
Lahir badan dan tungkai
23.
Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang
berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat
melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat
dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan
tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24.
Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior)
dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki lahir.
Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
25.
Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan
posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,
meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26.
Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian
pusat.
27.
Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan
urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari
klem pertama (ke arah ibu).
28.
Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29.
Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut
yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika
bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.
30.
Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya
dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
Oksitosin
31.
Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32.
Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33.
Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10
unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.
Penegangan tali pusat terkendali
34.
Memindahkan klem pada tali pusat
35.
Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36.
Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada
bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso
kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika
plasenta tidak lahir setelah 30 40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
- Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk
melakukan ransangan puting susu.
Mengluarkan plasenta.
37.
Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat
ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil
meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
- Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 10 cm
dari vulva.
- Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit :
- Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
- Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan
teknik aseptik jika perlu.
- Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
- Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
- Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.
38.
Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hatihati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan
melahirkan selaput ketuban tersebut.
- Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari
tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan
bagian selapuk yang tertinggal.
Pemijatan Uterus
39.
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar
dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
40.
Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus. Jika uterus tidak
berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik mengambil tindakan yang
sesuai.
41.
Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
42.
Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
43.
Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.
44.
Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat
sekitar 1 cm dari pusat.
45.
Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul
mati yang pertama.
46.
Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.
47.
Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk
atau kainnya bersih atau kering.
48.
Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49.
Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
- Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai
untuk menatalaksanaan atonia uteri.
- Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan
anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50.
Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
Mengevaluasi kehilangan darah.
51.
Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca
persalinan.
52.
Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca
persalinan. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Rasional : Memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan dan elekrolit, untuk mencegah
dehidrasi
4.
Gangguan eliminasi BAK
Tujuan : klien menunjukkan pola eliminasi BAK kembali normal
Intervensi
a. Catat tentang jumlah dan waktu berkemih
Rasional : Kandung kemih yang penuh menimbulkan ketidaknyamanan dan
turunnya bayi ke pelvis
b. Kosongkan kandung kemih setiap 2 jam
Rasional : Frekuensi lebih sering selama proses persalinan
c. Kolaborasi pemasangan kateter
Rasional : Membantu dalam pengosongan kandung kemih sehingga penurunan
kepala bayi ke pelvis tidak terhambat
5. Cemas berdasarkan ketidaktahuan tentang situasi persalinan, nyeri pada saat
persalinan
Tujuan : klien akan mengungkapkan cemas teratasi
Intervensi
a. Jelaskan prosedur sebelum memulai melakukan tindakan
Rasional : Mengingatkan pasien untuk mengendalikan dan mempersiapkan
mentalnya, hal ini mengurangi kecemasan yang dialami
b. Beri gambaran yang jelas tentang proses persalinan
Rasional : Dengan gambaran yang jelas tentang persalinan, ibu akan lebih
memahami dan mengerti tentang proses persalinan sehingga akan mengurangi
perasaan takut dan pasien akan tenang
6. Koping tidak efektif berdasarkan kelemahan dan ketidaknyamanan dari persalinan
Tujuan : klien menunjukkan koping efektif
Intervensi
a. Catat secara berkala tentang perubahan tingkah laku ibu sehingga memudahkan
dalam pemberian tindakan
Rasional : Untuk mengetahui perubahan tingkah laku ibu sehingga memudahkan
dalam pemberian intervensi
b. Anjurkan kepada ibu untuk konsentrasi dalam mengontrol dengan berkomunikasi
Rasional : Konsentrasi dan komunikasi yang baik akan membantu dalam intervensi
yang akan dilakukan
c. Menyarankan pada suami untuk memberi semangat atau dukungan moril
Rasional : Ibu membutuhkan seseorang untuk meminta bantuan dan dorongan.
Suami adalah seorang yang sangat penting
Kala II
1.
Gangguann rasa nyaman nyeri berdasarkan mengedan dan
meregangnya perineum
Tujuan : ibu dapat mengontrol rasa nyeri yang dialaminya dan meningkatkan rasa
nyaman
Intervensi
a. Anjurkan sebaiknya posisi miring kiri
Rasional : Menghindari penekanan pada vena cava, sehingga meningkatkan
sirkulasi ke ibu maupun janin.
b. Pertahankan kandung kemih tetap dalam keadaan kosong
Rasional : Kandung kemih yang kosong memperlancar penurunan bagian terendah
janin dan mengurangi tekanan sehingga sirkulasi lancar
c. Pertahankan alat tenun dalam keadaan bersih, rapi dan kering
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman ibu
d. Anjurkan ibu untuk kumur-kumur atau basahi bibir dengan lemon gliserin
Rasional : Ibu merasa segar dan nyaman
e. Jelaskan pada ibu bahwa relaksasi selama kontraksi sangat penting
Rasional : Ibu mengerti dan kooperatif
f. Anjurkan teknik nafas dalam dan ekspirasi melalui hidung
Rasional : Nafas dalam untuk mengisi paru-paru
g. Lakukan masasse
Rasional : Impuls rasa sakit diblok dengan memberikan rangsangan pada
syaraf berdiameter besar sehingga rangsangan sakit tidak diteruskan ke korteks
cerebra
h. Pertahankan rasa nyaman dengan pengaturan bantal untuk menyokong tubuh
Rasional : Memberikan posisi yang nyaman pada ibu dan mengurangi tekanan pada
daerah punggung yang dapat menghambat sirkulasi ke jaringan dan menimbulkan
nyeri
2.
Gangguan konsep diri b/d hilangnya kontrol tubuh BAB
Tujuan :
Persepsi ibu terhadap pengalamannya melahirkan akan bersifat positif
Ibu akan berhenti terhadap kemungkinan BAB selama melahirkan
Ibu menerima pergerakan bowel pada saat melahirkan sebagai suatu yang normal
Intervensi
a. Memberitahukan pada ibu, bahwa bukan merupakan suatu hal yang biasa bagi ibu
untuk memiliki pergerakan bowel selama melahirkan
Rasional : Motilitas gastro entestinal menurun dalam persalinan dan usaha yang
ekspulsif. Diiringi penurunan bagian terendah janin menyebabkan pengeluaran tinja
b. Bila tinja keluar, bersihkan secepatnya, sementara ibu memberikan timbal balik
yang positif dalam usaha mengedan
Rasional : Jika perawat tidak beraksi secara negatif, atensi ibu akan teralihkan
dari pergerakan bowelnya ke usaha mengedan
3.
Resiko tinggi cedera pada ibu dan janin berdasarkan penggunaan
secara tetap maneuver palpasi, posisi kaki tidak tepat, tindakan yang salah dari penolong
Rasional : Analgetik bekerja pada bagian atas otak untuk mengurangi rasa nyeri
d. Beri penjelasan mengenai rasionalisasi dari nyeri dan masage uterus dengan halus
Rasional : Penggunaan bantuan topikal meningkatkan kenyamanan di daerah
perianal
3.
Tidak efektifnya menyusui berdasarkan kurangnya pengalaman
Tujuan : Setelah kita memberikan intervensi klien dapat mengerti dan bisa
melaksanakan sesuai dengan cara menyusui yang baik
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan ibu mengenai cara menyusui yang baik
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan ibu dalam menyusui
bayinya sehingga kita dapat membantu tentang bagaimana teknik menyusui yang
baik
b. Kaji konsistensi payudara dan lakukan massage
Rasional : Apakah terjadi bendungan pada payudara dan untuk merangsang
pembentukan asi, sehingga mengatasi bendungan
c. Anjurkan ibu untuk menyusuai bayinya sesering mungkin
Rasional : Isapan bayi merangsang oksitosin sehingga merangsang refleks let down
yang menyebabkan ejeksi asi ke sinus alktiferus kemudian duktus yang ada
pada putting / areola
DAFTAR PUSTAKA
Muchtar, R. (2008). Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Sastrawinata, S. (2004). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC.