Anda di halaman 1dari 17

LEGAL ASPECTS Of EDUCATION

(Aspek Legal dalam Pendidikan)

Dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Landasan Pedagogik

oleh
SARI LESTARI (1602809)
VINA APRILIANA (1602549 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kita hidayah dan rahmat-Nya agar senantiasa dekat dengan diri-Nya dalam
keadaan sehat walafiat. Serta salam dan shalawat kita kirimkan kepada
Muhammad SAW, dimana nabi yang membawa ummat-Nya dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang dan telah menjadi suri tauladan
bagi ummat-Nya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah mengenai aspek legal
dalam dunia pendidikan yang perlu diketahui.
Saran dan kritik

yang membangun tetap

kami nantikan

demi

kesempurnaan makalah ini.


Bandung, 01 Oktober 2016

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pengadilan ................................................................... 3
2.2 Hak dan Kewajiban Guru ......................................................... 4
2.3 Hak Legal Siswa ...................................................................... 7
2.4 Aktivitas Keagamaan di Sekolah ............................................. 10

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 13
3.2 Saran ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab. Untuk
menjawab tantangan ini, baik guru maupun siswa perlu mengetahui apa saja hak
dan tanggung jawab mereka di sekolah. Karna, jika hak dan kewajiban tidak
berjalan secara seimbang dalam praktik kehidupan, maka akan terjadi suatu
permasalahan yang akan menimbulkan gejolak masyarakat dalam pelaksanaannya
sehingga tujuan dari UU RI Tahun 1945 tidak dapat tercapai dengan baik.
Seorang guru memiliki peranan terpenting dalam dunia pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya pendewasaan terhadap peserta didik dengan bekal
ilmu, pengetahuan, dan pengalaman. Proses pendidikan merupakan proses
terpenting dalam suatu bangsa, karena dengan pendidik menjadikan suatu bangsa
itu menuju kemakmuran. Negara-negara maju sangatlah memperhatikan
pendidikan bagi setiap warganya. Didalam pendidikan terdapat komponen, seperti
kurikulum atau inti dari pendidikan, peranan guru, dan peserta didik.
Peranan guru sangatlah penting dalam pendidikan, terutama dalam sistem
pengajaran karena guru berposisi sebagai perantara sebuah ilmu untuk
disampaikan kepada peserta didik. Di Negara-negara maju kualitas guru sangat
diperhatikan demi kemajuan bangsanya. Dari pernyataan tersebut bahwa guru
sebagai akar dalam mengembangkan pendidikan, lalu merambah ke bidang
ekonomi, dan menuju dalam bidang sosial. Apabila dari akar sudah terkategori
baik, maka pendidikan terjamin, ekonomi maju, dan tidak ada kesenjangan sosial.
Usaha pemerintah dalam mensejahterakan guru sangat banyak melalui program-

program pengembangan profesi, hal ini juga harus sejalan dengan hak dan
kewajiban guru.

1.2

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa saja hak legal dan tanggung jawab yang dimiliki guru?
2. Apa saja hak legal yang dimiliki siswa?
3. Bagaimana aktivitas keagamaan dilakukan di sekolah umum?

1.3

Tujuan
Berikut ini merupakan tujuan pembahasanyang terdapat dalam makalah ini
yaitu:
1. Untuk mendeskrispikan hak legal dan tanggung jawab yang dimiliki
guru.
2. Untuk mendeskripsikan hak legal yang dimiliki siswa.
3. Untuk menjelaskan mengenai aktivitas agama di sekolah umum.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Sistem Pengadilan
Kasus yang melibatkan isu-isu yang berhubungan dengan pendidikan dapat

diketahui baik di pengadilan negara maupun pengadilan federal, tergantung pada


tuduhan penggugat (orang-orang yang menuntut). Pengadilan federal memutuskan
kasus yang melibatkan hukum dan peraturan federal atau masalah konstitusional.
Pengadilan negara mengadili kasus yang melibatkan undang-undang negara,
ketentuan konstitusional negara, kebijakan dewan sekolah, atau masalah
nonfederal lainnya. Sebagian besar kasus yang berkaitan dengan SD dan
pendidikan menengah diajukan di pengadilan negara. Namun, agar rekapitulasi
dokumen perkara tidak menumpuk, baik pengadilan federal dan negara biasanya
mengharuskan calon penggugat menyelesaikan semua berkas administrasi yang
ada untuk keputusan sebelum melibatkan sistem pengadilan. (Ornstin, 2008 : 243)

A.

Pengadilan Negeri
Rincian masing-masing sistem peradilan negara ditemukan dalam

konstitusinya. Pada tingkat terendah, sebagian besar negara memiliki sistem


peradilan negara yang orisinal (sering disebut pengadilan kota atau superior)
di mana kasus-kasus telah diselidiki. Fakta-fakta disusun, bukti disajikan,
saksi bersaksi dan diperiksa berulang-ulang, dan prinsip-prinsip hukum
yang tepat diterapkan dalam memberikan vonis.
Pihak yang kalah dapat mengajukan banding atas keputusan tersebut
ke tingkat yang lebih tinggi, biasanya antar pengadilan banding. Pengadilan
ini meninjau catatan pengadilan dari pengadilan yang lebih rendah dan
materi tertulis tambahan yang disampaikan oleh kedua belah pihak.
Pengadilan banding dibentuk untuk memastikan bahwa undang-undang
yang sesuai telah diterapkan sebagaimana mestinya, cocok dengan fakta
yang disajikan, dan bahwa tidak ada perampasan hak konstitusional yang
terjadi.

Jika satu sisi tetap tidak puas, pengajuan naik banding dapat dilakukan
kepada pengadilan tertinggi di negara yang sering disebut Mahkamah
Agung. Sisi yang ingin naik banding dapat mengajukan petisi kepada
Mahkamah Agung untuk mempertimbangkan kasus tersebut.

B.

Pengadilan Federal
Pengadilan federal disusun dalam sistem tiga tingkat: pengadilan

distrik, pengadilan banding daerah (sirkuit), dan Mahkamah Agung.


Kekuasaan hukum dan kekuasaan pengadilan ini diatur dalam Konstitusi
dan tunduk pada pembatasan kongres. Pada tingkat yang paling rendah,
yaitu pengadilan distrik, melakukan pemeriksaan pengadilan. Untuk
banding di tingkat federal berikutnya, rakyat dibagi menjadi dua belas
daerah yang disebut sirkuit. Setiap pengadilan daerah hanya menangani naik
banding dari pengadilan distrik dalam wilayah geografisnya. Penggugat
yang tidak berhasil dapat memohon kepada Mahkamah Agung untuk
meninjau kembali kasus mereka. Jika empat dari sembilan hakim setuju,
Mahkamah Agung akan membawa kasus ini; jika tidak, pengadilan banding
akan mengambil putusan sendiri.
Keputusan dari pengadilan di bawah Mahkamah Agung hanya
memiliki kekuatan di dalam wilayah geografis daerah yang dilayani oleh
pengadilan tertentu. Untuk alasan ini, mungkin saja untuk menemukan
putusan yang saling bertentangan di daerah yang berbeda.
Pada subab selanjutnya akan dijelaskan penggunaan dari konsep
hukum dan peradilan ini terhadap peraturan di sekolah.

2.2

Hak dan Kewajiban Guru


Guru sebagai sebuah profesi tenaga kependidikan memiliki hak dan

kewajiban yang menyangkut dunia pendidikan yang digeluti. Hak guru


merupakan apa-apa saja yang didapatkan oleh seseorang yang memiliki profesi
guru, dan kewajiban guru adalah apa-apa saja yang harus dilaksanakan seorang
guru dalam menjalankan profesinya. Hak dan kewajiban guru ini dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen sehingga

setiap guru mandapatkan perlindungan terhadap hak yang dimiliki dan kewajiban
yang harus dilaksanakan.

A.

Hak-Hak Guru
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen pasal 14 ayat 1 menyatakan, bahwa dalam melaksanakan tugas


keprofesionalan, guru memiliki hak sebagai berikut:
1.

Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan


jaminan kesejahteraan sosial.

2.

Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan


prestasi kerja.

3.

Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak


atas kekayaan intelektual.

4.

Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.

5.

Memperoleh

dan

memanfaatkan

sarana

dan

prasarana

pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.


6.

Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut


menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada
peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan.

7.

Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam


melaksanakan tugas.

8.

Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.

9.

Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan


pendidikan.

10. Memperoleh

kesempatan

untuk

mengembangkan

dan

meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau


11. Memperoleh

pelatihan

dan

bidangnya.

pengembangan

profesi

dalam

B.

Kewajiban Guru
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20,

bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:


1.

Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran


yang

bermutu,

serta

menilai

dan

mengevaluasi

hasil

pembelajaran.
2.

Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan


kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

3.

Bertindak

objektif

dan

tidak

diskriminatif

atas

dasar

pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik


tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran.
4.

Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan


kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika, dan

5.

Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Disamping itu, terdapat beberapa hak dan kewajiban lainnya yang


dikemukakan oleh Ornstein (2008), yaitu:
1.

Guru harus memiliki sertifikat mengajar yang diakui oleh negara.

2.

Guru harus berhasil lulus pada tes kompetensi untuk memperpanjang


masa jabatan.

3.

Sebelum

diterima

di

sekolah

untuk

mengajar,

guru

harus

menandatangani kontrak kerja yang berisi perjanjian antar guru dan


pihak sekolah, bahwa guru harus mengikuti kebijakan dan peraturan
sekolah.
4.

Guru diberikan kontrak masa jabatan untuk menghindari adanya


tindakan pemecatan tanpa alasan.

5.

Guru memiliki hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat


pekerja dan organisasi profesional lainnya.

6.

Seorang guru dapat menggunakan kekuatan yang masih dalam batas


dalam kewajaran untuk melindungi dirinya sendiri dari serangan, untuk

mencegah properti sekolah dari kerusakan dan / atau perusakan, dan /


atau untuk mencegah terjadinya cedera pada orang lain.
7.

Seorang siswa yang melakukan serangan fisik pada seorang guru yang
sedang melakukan tugas di wilayah kerja, termasuk kegiatan
ekstrakurikuler, harus segera diskors.

8.

Guru berhak mengunci loker di dalam kelas nya untuk melindungi


dirinya dari penggeledehan tak beralasan

9.

Guru berhak untuk mengekspresikan dirinya dalam mengemukakan


pendapat di tempat umum ataupun di sekolah, selama itu tidak dalam
bentuk penghinaan secara verbal maupun emosional kepada siswa.

10. Guru berhak untuk memilih materi pelajaran dan bahan pembelajaran
yang relevan untuk siswa tanpa campur tangan dari pengurus sekolah
ataupun orang luar.
11. Guru harus menjadi contoh teladan bagi siswa mulai dari sikap, cara
berpakaian, dan gaya berbicara.
12. Guru diwajibkan oleh hukum untuk melindungi siswa mereka dari
cedera atau bahaya.
13. Guru harus melaporkan kasus dugaan pelecehan terhadap siswa kepada
pihak yang berwenang.
14. Guru berhak mendapatkan perlindungan hak cipta terhadap materi ajar
yang diunggah secara online.

2.2

Hak Legal Siswa


Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan. Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya


untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. Berdasarkan UU Sisdiknas No.20
Tahun 2003 Pasal 12, setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan
mempunyai hak-hak dan kewajiban sebagai berikut.

A.

Hak-Hak Siswa
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
1. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
2. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya;
3. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya
tidak mampu membiayai pendidikannya;
4. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya
tidak mampu membiayai pendidikannya;
5. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan
lain yang setara;
6. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan
belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas
waktu yang ditetapkan.

B.

Kewajiban Siswa
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berkewajiban:
1. menjaga

norma-norma

pendidikan

untuk

menjamin

keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;


2. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi
peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, Ornstein (2008) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hak


legal siswa yang masih banyak terdapat pro dan kontra dalam pelaksanaannya,
hal-hal tersebut yaitu:
1.

Hak siswa dalam mengemukakan pendapat di ruang publik sekolah


dibatasi.

2.

Hak siswa dalam penggunaan layanan internet di sekolah dibatasi untuk


menghindari pengaksesan konten berbau pornografi, cabul, dan hal-hal
lain yang tidak pantas diakses oleh siswa.

3.

Siswa

laki-laki

dilarang

menggunakan

anting-anting

dan

memanjangkan rambut, dan siswa perempuan dilarang menggunakan


celana panjang ke sekolah, serta mewajibkan siswa memakai seragam
sekolah yang sudah ditetapkan.
4.

Jika

terjadi

tindak

skorsing,

siswa

berhak

untuk

membuat

pemberitahuan lisan atau tertulis yang menjelaskan kesalahan tersebut,


bukti dari tuduhan yang diberikan, pernyataan dari hukuman yang
direncanakan, dan kesempatan bagi siswa untuk menjelaskan atau
membantah fakta-fakta yang dinyatakan sebelumnya oleh orang pihak
netral.
5.

Pemberian hukuman terhadap siswa berkebutuhan khusus yang


mengganggu dan melakukan kekerasan terhadap siswa lain masih
belum jelas praktiknya di sekolah.

6.

Siswa harus dilindungi dari tindak kekerasan.

7.

Siswa dilarang membawa senjata dan benda tajam ke sekolah, apabila


membawa benda yang dilarang tersebut maka siswa akan secara
otomatis diskors.

8.

Penggeledehan terhadap siswa diperbolehkan asal mengikuti aturan


yang telah ditetapkan oleh hukum pengadilan setempat; penggeledehan
terhadap siswa dengan cara membuka seluruh pakaian siswa tidak
diizinkan secara hukum; sekolah berhak menyita barang-barang yang
dilarang untuk dibawa ke sekolah.

9.

Sekolah berhak untuk melakukan tes urine untuk mengetahui


penggunaan narkoba pada siswa yang menjadi atlet dalam sekolah
tersebut

10. Sekolah berhak memasang kamera pengawas (CCTV) di lingkungan


sekolah kecuali di ruang ganti atlet dan di toilet.
11. Siswa berhak melaporkan segala bentuk hukuman disipliner dalam
bentuk hukuman fisik kepada pihak yang berwenang.
12. Siswa tidak boleh menuntut ketika diberikan sanksi tegas atas perbuatan
mengganggu di kelas, dengan cara tidak diijinkan memasuki kelas
selama rentang waktu yang ditetapkan oleh guru.

13. Siswa berhak untuk melaporkan ke pihak yang berwenang atas segala
tindak perilaku pelecehan seksual di sekolah, baik dalam bentuk fisik
maupun verbal.
14. Sehubungan dengan penelitian atau proyek yang dilakukan guru kepada
siswa, siswa berhak untuk menolak dijadikan eksperimen jika
pertanyaan menyinggung hal-hal pribadi seperti afiliasi politik, perilaku
seksual atau sikap, masalah psikologis atau mental, pendapatan, dan
hal-hal pribadi lainnya.
15. Siswa berhak mendapatkan privasi mengenai catatan mereka di sekolah
seperti rapor, dan catatatn kriminal.
16. Siswa memiliki hak untuk memilih home-schooling ataupun sekolah
konvensional

Selama beberapa dekade, para orangtua menuntut adanya keseimbangan hak


dan kewajiban siswa. Para orangtua merasa bahwa hak-hak pada siswa terlalu
diintervensi dan dibatasi oleh pihak sekolah. Maka dalam hal ini, pengadilan
setempat memutuskan untuk memberi kepercayaan kepada sekolah untuk
menyelaraskan hak dan tanggung jawab siswa serta memberikan pengertian pada
siswa bahwa peraturan itu bukan hanya dibutuhkan di sekolah, tetapi juga harus
diterapkan untuk alasan-alasan yang masuk akal dalam menjaga kenyamanan dan
ketertiban di lingkungan sekolah (Ornstein, 2008: 274).

2.3

Aktivitas Keagamaan di Sekolah


Dalam perannya dalam kegamaan, pemerintah bersifat netral dan

melindungi para pemeluk agama dengan tidak memihak salah satunya, dan tidak
pula merendahkan. Selain itu juga pemerintah dilarang untuk ikut campur dalam
hak seseorang memilih keyakinan yang dianutnya, dan juga tidak ikut campur
terhadap berbagai aktivitas keagamaan (Ornstein, 2008: 275).
Namun, pada beberapa kasus seperti di New York, siswa dilarang oleh
hukum untuk melakukan aktivitas keagamaan di sekolah. Doa yang mereka
panjatkan dinilai akan memecah kesatuan karna berasal hanya dari satu sumber
kitab dari salah satu agama. Di sisi lain, pengadilan telah memutuskan bahwa

10

siswa diizinkan untuk memimpin atau berpartisipasi dalam doa-doa pada upacara
peringatan, asalkan keputusan untuk melakukan hal tersebut dibuat oleh siswa
tanpa keterlibatan ulama.
Menampilkan lambang atau simbol dari suatu agama tertentu juga dilarang
di sekolah karena tidak konstitusional. Namun, jika sekolah tersebut merupakan
sekolah yang menganut paham sekulerisme, menampilkan lambang atau simbol
kegamaan diperbolehkan.
Di Indonesia sendiri, pelaksanaan pelajaran agama di sekolah selama ini
sudah berjalan. Pendidikan agama disekolah sudah diatur sejak tahun UU No. 4
tahun 1950, kemudian UU No. 12 tahun 1954 hingga saat UU No. 20 Tahun 2003,
akan tetapi sering kali persoalan hak bergama bagi anak berbenturan dengan
persoalan sarak (Setyawan, 2014).
Seperti diungkapkan diatas, walaupun pendidikan agama telah diatur dalam
berbagai bentuk regulasi termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 55
Tahun 2007, tapi dalam prakteknya masih sering terjadi pelanggaran. Problem
yang sering muncul adalah, ada satuan pendidikan agama tertentu, yang menolak
untuk memberikan ajaran agama bagi siswa yang tidak seagama dengan lembaga
penyelenggara pendidikan berbasis agama tersebut. Seharusnya, sekalipun itu
adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) / MTs/MA, jika kemudian
mendeklarasikan sebagai sekolah terbuka dan kemudian ada siswa non muslim
(sesuai UU / Peraturan Pemerintah) yang masuk, maka dia wajib menyediakan
dan memberikan hak beragama bagi siswa yang berbeda agama tersebut.
Hukum di negara Amerika telah mengatur tentang aktivitas keagamaan di
sekolah bagi kelompok-kelompok religius. Aktivitas keagamaan yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok tertentu di sekolah tidak dilarang selama tidak
menganggu jam pelajaran. Sekolah juga telah dilarang oleh hukum setempat
untuk mensponsori kegiatan keagamaan tersebut, dan pihak luar juga dilarang
untuk mengelola kelompok keagamaan tersebut untuk mengatur pertemuan rutin
(Ornstein, 2008: 277).
Buku pelajaran juga tidak boleh mengandung materi tentang secular
humanism atau kepercayaan sekuler, dan juga tidak boleh mengandung unsur

11

mendukung satu agama tertentu saja. Buku pelajaran seharusnya mengandung


nilai-nilai toleransi terhadap berbagai macam jenis agama di seluruh dunia.
Sebuah kasus di Amerika Serikat menunjukkan bahwa paham religius
seorang murid dapat mempengaruhi materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Siswa tersebut menganut paham sesuai ajaran agamanya bahwa manusia
diciptakan oleh Tuhan, bukan seperti yang dijelaskan oleh teori evolusi. Siswa
tersebut meminta guru untuk memasukkan materi tentang teori penciptaan seperti
di bibel ke dalam setiap mata pelajaran evolusi di Biologi. Hukum setempat
menganggap hal ini melanggar amandemen pertama yang mengatur tentang
pelarangan doktrin keagamaan di sekolah.
Departemen Pendidikan telah menerbitkan pedoman mengenai doa dan
agama di sekolah pada tahun 2003, yang dirincikan sebagai berikut:
1. Siswa memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam individu atau
kelompok doa dan diskusi keagamaan selama hari sekolah seperti
halnya kegiatan ekstrakulikuler lainnya
2. Guru diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan keagamaan, misalnya
berdoa sebelum kelas dimulai atau sebelum makan siang
3. Jika sebuah sekolah memiliki tradisi hening cipta selama jam
belajar, siswa dibebaskan untuk berdoa dengan hening cipta ataupun
dengan doa yang diucapkan dengan verbal
4. Siswa diperbolehkan untuk mengekspresikan kepercayaan mereka
tentang agama yang dianut pada tugas sekolah yang diberikan oleh
guru

12

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
1. Kontrak kerja yang ditandatangani oleh guru dapat melindungi guru dari
pemecatan tidak beralasan.
2. Guru mempunyai hak untuk membentuk organisasi, namun beberpaa
negara melarang mereka untuk melakukan aksi demonstrasi.
3. Hak guru tentang kebebasan memberikan pendapat tergantung pada
kesepakatan individu dan pihak yang berwenang, dan kebijakan dari
sekolah.
4. Guru harus menjadi contoh teladan bagi siswa baik itu dari sikap maupun
cara berpakaian.
5. Sekolah harus membuat kebijakan mengenai perlindungan siswa dari
tindak pelecehan seksual dan kekerasan fisik di lingkungan sekolah.
6. Pembacaan doa di sekolah di atur oleh masing-masing kebijakan sekolah.

3.2

Saran
Sekolah harus membuat kebijakan terkait hak dan tanggung jawab siswa

tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Hal ini agar hak dan tanggung jawab
siswa menjadi selaras. Guru sebagai pendidik sudah seharusnya menjadi teladan
dan pelindung bagi siswa selama di sekolah. Pelecehan seksual dan pemberian
hukuman dengan kekerasan fisik merupakan hal yang tidak mematuhi norma
sosial sehingga guru harus benar-benar memperhatikan lingkungan sekitar siswa.

13

DAFTAR PUSTAKA

Ornstein, C. Allan. 2008. Foundations of Education. New York: Houghton Mifflin


Company.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Setyawan, Davit. 2014. Implementasi Pendidikan Agama di Sekolah dan Solusinya.
Terdapat pada http://www.kpai.go.id. Diakses pada Tanggal 05 Oktober 2016.

14

Anda mungkin juga menyukai