ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the level of economic growth, a description of the structure
of regional economy, and analysis of economic sectors of potential, the level of investment and economic
stability in DIY (Yogyakarta as Special Region). The results of this study can be used as input and
evaluation of regional development planning. The data used in the form of secondary data are analyzed
by descriptive statistics and quantitative analysis. Analysis tool with the Shift Share Analysis (SS),
Analysis of Location Quotient (LQ) which consists of the static location quotient (SLQ) and dynamic
location quotient (DLQ), and analysis of Incremental Capital Output Ratio (ICOR). The study concludes
DIY macroeconomic dynamics is in line with the national economic pattern, economic growth, inflation,
investment, exports and imports and consumption. Sectors that have the largest contribution are trade,
hotels and restaurants, whereas the potential to be developed is the agricultural sector, processing
industries and services.
Keywords: economic growth, potential sectors, economic stability.
PENDAHULUAN
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan yang mengarah ke
desentralisasi, maka proses pembangunan di daerah
hendaknya disesuaikan dengan potensi, kondisi dan
kemampuan masing-masing daerah, di samping
tidak terlepas dari kondisi makro ekonomi nasional
dan dinamika ekonomi internasional. Potensi, kondisi
dan kemampuan ekonomi regional untuk perencanaan pembangunan dapat dipetakan melalui analisis
kondisi makro ekonomi dan proyeksinya di masa
datang.
Pokok masalahnya adalah bahwa telaah atas
keseluruhan aspek (anatomi) makro ekonomi dapat
menunjukkan seberapa jauh keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu daerah, dalam studi ini
mengambil kasus Provinsi DIY. Pemahaman atas
kondisi makro ekonomi tersebut secara mendalam
dapat digunakan sebagai referensi kebijakan pembangunan suatu daerah. Beberapa indikator yang
digunakan dalam telaah ini antara lain: pertumbuhan
ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) baik dari sisi
produksi maupun pengeluaran; pergeseran struktur
ekonomi daerah dan perkembangan investasi.
Sementara itu, untuk mengetahui kondisi stabilitas
114
akan tersedia melalui proses peningkatan atau penurunan jumlah penduduk. Sementara itu, stok kapital
bersifat aktif dalam menentukan tingkat keluaran
produksi.
Selanjutnya, peranan akumulasi kapital dalam
proses pertumbuhan dijelaskan melalui teori spesialisasi dan pembagian kerja. Smith berpendapat
bahwa stok kapital (K) mempunyai dua pengaruh
terhadap tingkat keluaran produksi total (Q). Pengaruh pertama, pengaruh langsung yaitu K mempengaruhi Q secara langsung karena pertambahan K yang
diikuti pertambahan tenaga kerja akan meningkatkan
Q. Pengaruh kedua, pengaruh tidak langsung berupa
peningkatan produktivitas per kapita melalui tingkat
spesialisasi dan pembagian kerja yang lebih tinggi.
Semakin besar stok kapital, semakin besar kemungkinan dilakukannya spesialisasi dan pembagian kerja
sehingga produktivitas per pekerja pun semakin
meningkat.
Teori Pertumbuhan David Ricardo
Beberapa asumsi yang digunakan Ricardo
untuk menjelaskan teorinya adalah jumlah faktor
produksi (tanah) tidak bisa bertambah (terbatas
jumlahnya). Peningkatan (penurunan) tenaga kerja
ditentukan oleh tinggi-rendahnya upah minimal atau
tingkat upah alamiah (natural wage). Akumulasi
kapital terjadi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik kapital berada di atas tingkat keuntungan minimal. Adanya kemajuan teknologi. Sektor
pertanian menjadi sektor dominan.
Ketersediaan jumlah tanah yang terbatas berakibat pada menurunnya produk marginal yang
dihasilkan oleh masyarakat (sebagai salah satu
masukan produksi). Konsep ini disebut sebagai law
of diminishing return. Tingkat keluaran produksi
ditentukan oleh jumlah faktor produksi yang tersedia
yakni K0, L0, dan T0. Kemajuan teknologi dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja maupun
produktivitas kapital. Kemajuan teknologi merupakan
cara untuk menghambat law of diminishing return.
115
stok kapital pada akhir tahun tersebut akan bertambah sebesar K=I. Penambahan kapasitas ini akan
meningkatkan keluaran produksi potensial sebesar
Y=1/k . K=1/k.I. Persamaan tersebut merupakan
versi sederhana dari teori pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar yang menyatakan bahwa tingkat
pertumbuhan GNP (Y/Y) ditentukan oleh national
saving ratio (s) dan capital output ratio (k). Persamaan tersebut menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan
nasional akan berbanding lurus dengan rasio
tabungan dan berbanding terbalik dengan capitaloutput ratio dari suatu perekonomian.
Teori Pertumbuhan Solow-Swan
Pemikiran tentang fungsi produksi yang
dikembangkan oleh SolowSwan merupakan bentuk
pemikiran aliran Neoklasik. Dalam model/pemikiran
tersebut mengasumsikan adanya constant return to
scale, diminishing return untuk masing-masing
masukan produksi dan adanya elastisitas substitusi
antar masukan produksi. Investasi dan pertumbuhan
penduduk tidak dapat, dengan sendirinya, meningkatkan pertumbuhan pendapatan per kapita secara
berkelanjutan. Adanya faktor penemuan teknologi
baru yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga
kerja. Perkembangan teknologi tersebut berasal dari
luar model sehingga teori SolowSwan dikenal
dengan exogeneous growth model.
Dengan mengabaikan adanya teknologi, bentuk
fungsi produksi adalah sebagai berikut Y=F (K, L).
Fungsi produksi tersebut disebut Neoklasikal apabila
memenuhi tiga kriteria, yaitu: semua K>0 dan L>0, F
(K,L) adalah positif, dan menganut diminishing
marginal products terhadap masing-masing masukan
produksi. Fungsi produksi sederhana yang dianggap
representatif menggambarkan kondisi aktual perekonomian adalah fungsi produksi CobbDouglas
dengan spesifikasi sebagai berikut: Y=AK L1-
Dimana A>0 merupakan level teknologi dan
merupakan konstanta dengan 0<<1.
Teori Pertumbuhan Endogeneous
Pemikir teori ini adalah Lucas-Romer. Lucas
dan Romer tidak puas dengan teori dan penjelasan
SolowSwan mengenai kemajuan teknologi dan
116
Arus pendapatan itu menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi, yang pada akhirnya menaikkan pendapatan daerah dan kesempatan kerja.
SLQ dirumuskan sebagai berikut:
SLQ =
qi qr
Qi Qn
di mana:
SLQ j
Qi
qi
Qn
qr
Di mana :
DLQij = Indeks potensi sektor i di regional
gij
= Laju pertumbuhan sektor i di regional
= Rata-rata laju pertumbuhan sektor di
gj
regional
Gi = Laju pertumbuhan sektor i di nasional
G
= Rata-rata laju pertumbuhan sektor di
nasional
t
= Selisih tahun akhir dan tahun awal
IPPSij = Indeks Potensi Pengembangan sektor i
di regional
IPPSi = Indeks Potensi Pengembangan sektor i
di nasional
Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut: jika DLQ>1, maka potensi perkembangan
sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan
sektor yang sama di nasional. Namun, jika DLQ<1,
maka potensi perkembangan sektor i di regional lebih
117
I / PDRB.100%
PDRB
118
Selama tahun 20052008, pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Provinsi DIY cenderung fluktuatif.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi dan terendah masing-masing adalah sebesar 6,28% (2007)
dan 5,5% (2006). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY tertinggi dan terendah masingmasing yaitu 5,2% (2008) dan 3,7% (2006).
Nilai PDRB riil DIY selama tahun 2005-2008
cenderung meningkat. Nilai PDRB tertinggi dan
terendah masing-masing sebesar Rp19.209.746 juta
(2008) dan Rp16.910.877 juta (2005). Pada periode
tersebut sektor ekonomi yang mempunyai nilai PDRB
tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu, sektor ekonomi yang mempunyai nilai PDRB terendah adalah sektor penggalian.
Kecenderungan kenaikan nilai PDRB Provinsi DIY
lebih ditopang oleh empat sektor ekonomi utama,
yaitu: sektor perdagangan-hotel-restoran, pertanian,
jasa-jasa dan industri pengolahan.
Pertumbuhan PDRB sektoral Provinsi DIY
berdasarkan lapangan usaha selama tahun 2005
2008 tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sektor
konstruksi sebesar 13,28%. Pada tahun 2008,
pertumbuhan sektor konstruksi menunjukkan arah
yang berkebalikan -3,45%. Kondisi ini cukup realistis
karena pada tahun 2006 di Provinsi DIY terjadi
peningkatan aktivitas yang cukup signifikan untuk
membangun dan memperbaiki infrastruktur, terutama
rumah penduduk dan perkantoran, sebagai akibat
gempa bumi. Aktivitas tersebut pada tahun 2008
sudah tidak ada lagi sehingga pertumbuhan sektor
konstruksi cenderung minus.
Secara keseluruhan perekonomian DIY berkembang menuju kondisi yang lebih baik meskipun
masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan
yang bersumber baik dari sisi eksternal dan internal.
Dari sisi eksternal, pengaruh krisis global mulai
terasa dampaknya terhadap kinerja ekspor DIY yang
terindikasi dari berkurangnya order komoditas ekspor
dari DIY yang berampak pada pengurangan tenaga
kerja (Bank Indonesia Yogyakarta, 2009).
Sementara itu, sektor industri pengolahan mempunyai nilai tambah riil sebesar Rp2.566 miliar,
tumbuh 1,52%, cenderung melambat dibandingkan
dengan tahun 2007 (1,89%). Penyebab perlambatan
pertumbuhan sektor ini adalah naiknya harga produk
sebagai implikasi kenaikan harga bahan baku
semakin baik meski masih dibayangi oleh ketidakpastian harga komoditi internasional, gejolak harga
minyak mentah dunia, dan dampak krisis subprime
mortgage (Departemen Keuangan RI (2009)). Faktor
internal yang menjadi tantangan pokok dalam tahun
2009 antara lain: (1) masih relatif tingginya penduduk
miskin; (2) terbatasnya akses dan dana dalam sistem
perlindungan sosial bagi masyarakat miskin; (3)
relatif rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan
masyarakat; dan (4) masih lemahnya daya tarik
investasi dan sektor riil.
Secara tidak langsung, kondisi ekonomi terkini
Indonesia dimungkinkan berdampak pada peran/kontribusi ekonomi sektoral Provinsi DIY. Ada empat
sektor utama penyumbang PDRB Provinsi DIY, yaitu:
sektor perdagangan-hotel-restoran, pertanian, jasajasa dan industri pengolahan. Kontribusi keempat
sektor utama tersebut masing-masing adalah
20,36%-20,50% (sektor perdagangan, hotel dan
restoran), 18,22%-18,86% (sektor pertanian),
16,79%-16,91% (sektor jasa-jasa) dan 13,82%14,57% (sektor industri pengolahan). Sementara
sektor yang mempunyai kontribusi relatif rendah
adalah sektor listrik dan air bersih (0,87%0,93%)
dan sektor penggalian (0,70%0,76%).
Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan
ekonomi terutama didorong oleh konsumsi baik
konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, dan investasi. Hal ini tercermin dari nilai
komponen konsumsi rumah tangga yang meningkat
dari Rp8.132 miliar pada tahun 2007 menjadi
Rp8.397 pada tahun laporan atau tumbuh 3,25%
Tabel 1. Kontribusi PDRB Sektoral Provinsi DIY berdasarkan Lapangan Usaha (Harga
Konstan 2000), 20052008 (%)
Lapangan Usaha
2005
2006
1. Pertanian
18,84
18,86
2. Penggalian
0,72
0,72
3. Industri Pengolahan
14,57
14,15
4. Listrik & Air Bersih
0,91
0,87
5. Konstruksi
8,25
9,01
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
20,37
20,36
7. Pengangkutan & Komunikasi
9,90
10,05
8. Keu, Real Estat & Jasa Perusahaan
9,60
9,08
9. Jasa-Jasa
16,85
16,91
PDRB
100,00
100,00
Sumber: BPS Provinsi DIY dan Bapeda Provinsi DIY, Beberapa tahun (diolah).
2007
18,22
0,76
13,82
0,91
9,47
20,50
10,25
9,27
16,80
100,00
2008
18,74
0,70
13,83
0,93
8,71
20,38
10,38
9,54
16,79
100,00
119
2005
2006
2007
2008
1. Pengeluaran Konsumsi RT
46,41
45,39
44,46
44,45
1,45
1,68
1,88
2,06
18,09
18,77
19,34
20,61
26,46
27,74
27,32
25,68
5. Perubahan Stok
5,91
7,28
7,90
8,33
44,16
41,79
42,05
42,94
42,47
42,64
42,95
44,06
100,00
100,00
100,00
100,00
PDRB
Sumber: BPS Provinsi DIY dan Bapeda Provinsi DIY, Beberapa tahun (diolah).
Tabel 3. Nilai Shift-Share, SLQ dan DLQ PDRB Provinsi DIY Tahun 20032008
Lapangan Usaha
1. Pertanian
2. Penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik dan air bersih
5. Konstruksi
6. Perdagangan, hotel & restoran
7. Pengangkutan & komunikasi
8. Keuangan, real estat & jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
Shift-Share (SS)
SLQ
DLQ
2,31
16,25
-304,22
-11,15
130,63
-342,99
-528,45
-148,17
-326,45
1,29
0,08
0,53
1,35
1,37
1,23
1,65
1,02
1,88
1,04
1,71
0,66
0,80
1,42
0,73
0,38
0,74
0,69
Sumber: BPS Provinsi DIY (20032007); Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DIY (2008);
Bank Indonesia (2007), diolah.
121
Tabel 4. Pemetaan Sektor Ekonomi di Provinsi DIY Berdasarkan Analisis SLQ dan DLQ Tahun 2003 2008
DLQ
>1
Unggulan:
Pertanian
Konstruksi
>1
<1
Andalan:
Penggalian
SLQ
<1
Prospektif:
Kurang Prospektif:
Industri pengolahan
122
YSEKTOR YPDRB
Rerata Laju
Pertumbuhan Sektoral
rSEKTOR rPDRB
Sektor prima:
Perdagangan, hotel dan restoran
Sektor berkembang:
Listrik dan air bersih; konstruksi;
pengangkutan&komunkasi;
keu,real estat &jasa perushn
Sektor potensial:
Pertanian, industri pengolahan, jasajasa
123
barang dan jasa, kelompok bahan makanan mengalami perubahan indeks tertinggi, yakni sebesar
14,87% diikuti oleh kelompok perumahan, air, listrik,
gas & bahan bakar sebesar 13,60%. Selanjutnya
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau mengalami perubahan indeks sebesar 9,40%,
kelompok sandang sebesar 8,36%, kelompok kesehatan sebesar 8,23%, kelompok pendidikan, rekreasi
& olahraga sebesar 5,77% dan kelompok transpor,
komunikasi & jasa keuangan sebesar 2,97%.
SIMPULAN DAN SARAN
Bank Indonesia Yogyakarta, 2008, Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2007.
124
Bank Indonesia Yogyakarta, 2008, Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I-IV 2007.
Bank Indonesia Yogyakarta, 2008, Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa
Yogyakarta Triwulan I- IV 2008.
BPS Provinsi DIY, 2008, Berita Resmi Statistik, BPS
Provinsi DIY.
BPS Provinsi DIY, 2007. D. I. Yogyakarta dalam
Angka, 2006/2007.
BPS Provinsi DIY, 2007, Produk Domestik Regional
Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Menurut Penggunaan, 20022006.
BPS, 2007, SAKERNAS.
BPS Provinsi DIY dan Bapeda Provinsi DIY, 2008,
Analisis Produk Domestik Regional Bruto
Provinsi D. I. Yogyakarta, 2002-2007.
BPS Provinsi DIY, 2008, Berita Resmi Statistik
Provinsi DIY, No.17/05/34/Th.X, 15 Mei.
BPS Provinsi DIY, 2008, Berita Resmi Statistik
Provinsi DIY, No.25/07/34/Th.X, 01 Juli.
Departemen Keuangan RI, 2008, Nota keuangan
Dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor
16 tahun 2008: Tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2008.
Long, J. Bradford De and Lawrence H. Summers,
1990, Equipment Investment and Economic
Growth, August.
Maurseth, Per Botolf (undated), Growth Theory and
Philosophy of Science - A Comparison of NeoClassical and Evolutionary Perspectives, The
Norwegian Institute of International Affairs.
Paci, Raffaele, Francesco Pigliaru and Maurizio
Pugno, 2001, Disparities in Economic Growth
and Unemployment Across the European
Regions: A Sectoral Perspective. XLI Annual
Conference of the Societ Italiana degli
Economisti. March.
Pacia, Pierella, Marcin J. Sasinb and Jos Verbeekc,
2004. Economic Growth, Income Distribution
and Poverty in Poland During Transition.
ABCDE Conference in Washington DC. April.
125