Anda di halaman 1dari 13

REFARAT

DISMENORE
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Di SMF Obstetri & Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah jayapura

Oleh :
Julina Amamehi, S.Ked
Pembimbing :
Dr. dr. H. Suhartono, Sp.OG (K)

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD JAYAPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Kejadian dismenore cukup tinggi diseluruh dunia. Menurut data
WHO, didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) w a n i t a m e n g a l a m i

d i s m e n o r e , rata-rata insidensi terjadinya dismenore pada wanita muda antara


16,8 81%. Rata-rata di negara-negara Eropa dismenore terjadi pada 45-97%
wanita. Dengan prevalensi terendah di Bulgaria (8,8%) dan tertinggi mencapai
94% di negara Finlandia.
Menurut Singh (2008), di India ditemukan diantara wanita mahasiswa 31,67%
mengalami dismenore dan 8,68% diantaranya tidak dapat mengikuti perkuliahan
akibat gangguan menstruasi ini.
Di Indonesia angka kejadian dismenore juga cukup tinggi.Berdasarkan data di
Indonesia, angka kejadian dismenore sebesar 64,24% yang terdiri dari 54,89%
dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder (Info sehat,2008). Menurut
Novia (2012) 84,4% remaja usia 16-18 tahun mengalami dismenorea.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Yunani, diman dys berarti


gangguan /nyeri hebat / abnormalitas, meno berati bulan dan rrhea
berarti

aliran,

sehingga

dismenore

(dysmenorrhoea)

dapat

diartikan

dengan gangguan aliran darah haid.


Dismenore adalah nyeri di waktu haid. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah
atau di daerah bujur sangkar Michaelis.
Dismenore dibagi menjadi 2 yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder.
Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang
terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Dismenore
sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik
pada pelvis.

2.2 ETIOLOGI
2.2.1. Dismenore Primer
Etiologi nyeri

haid primer

belum jelas

tetapi umumnya

berhubungan dengan siklus ovulatorik. Beberapa faktor yang berperan


dalam timbulnya nyeri haid primer yaitu:

A. Prostaglandin
Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa
peningkatan kadar prostaglandin penting peranannya sebagai penyebab
terjadinya nyeri haid. Terjadinya spasme miometrium dipacu oleh zat

dalam darah haid, mirip lemak alamiah yang kemudian diketahui sebagai
prostaglandin, kadar zat ini meningkat pada keadaan nyeri haid dan
ditemukan di dalam otot uterus (Dawood, 2006). Ditemukan kadar PGE2
dan PGF2 sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan darah haid
wanita yang menderita nyeri haid primer (Pickles dkk, 1975).
B. Hormon steroid
Nyeri haid primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Nyeri haid
hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesteron.
Sedangkan sintesis prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium.
Kadar

progesteron

yang rendah

akan

menyebabkan

terbentuknya

prostaglandin dalam jumlah yang banyak.


C. Sistem saraf
Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari
sistim saraf simpatis dan parasimpatis. Nyeri haid ditimbulkan oleh
ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap miometrium. Pada
keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik
sehingga serabut-serabut sirkuler pada ismus dan ostium uteri internum
menjadi hipertonik (Akhtar, 2001).

Berdasarkan penelitian Ana (2015,) terdapat juga beberapa faktor


resiko

yang mempengaruhi

dismenore primer diantaranya usia

menarche < 12 tahun, perdarahan menstruasi yang lama, merokok,


malnutrisi dan Riwayat dismenore dalam keluarga.

2.2.2. Dismenore sekunder


Nyeri

haid

yang

disebabkan

oleh

kelainan

ginekologi

atau

kelainan secara anatomi. Gejala dismenore sekunder ini dapat


ditemukan pada wanita dengan endometriosis, adenomiosis, obstruksi
pada saluran genitaia, dan lain-lain.

2.3 PATOFISIOLOGI
Selama siklus menstruasi ditemukan peningkatan dari kadar
prostaglandin

terutama

PGF 2 dan PGE 2 . Pada fase proliferasi

konsentrasi kedua prostaglandin rendah, namun pada fase sekresi


konsentrasi PGF 2 lebih tinggi dibandingkan konsentrasi PGE 2. Reseptor
PGF 2 banyak ditemukan pada miometrium. Dengan adanya PGF 2 akan
menimbulkan efek vasokontriksi dan meningkatkan kontraktilitas otot
uterus. Semakin lamanya kontraksi otot uterus ditambah adanya efek
vasokontriksi akan menurunkan aliran darah ke otot uterus selanjutnya
akan menyebabkan iskemik pada otot uterus dan akhirnya menimbulkan
rasa nyeri. Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan
serabut- serabut s a r a f t e r m i n a l r a n g s a n g n y e r i . Kombinasi antara
peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium
menimbulkan tekanan intra uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan
kontraksi miometrium yang hebat. Atas dasar itu disimpulkan bahwa

prostaglandin yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan


hiperaktivitas miometrium. Kontraksi miometrium yang disebabkan oleh
prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia
sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika
prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran
darah, maka akan timbul efek sistemik seperti diare, mual, muntah (Harel,
2006).

Gambar 1. Patofisiologi Dismenore

2.4. DIAGNOSIS
Pada kebanyakan kasus wanita dengan gejala yang khas seperti rasa nyeri
pada perut bagian bawah yang muncul bersamaan saat haid dan menghilang

dengan pemberian terapi empirik dapat diduga dengan diagnosa


primer

(cunningham,

2008).

Menurut

dismenore

Lefebvre (2005), dikatakan bahwa

dismenore primer ditandai dengan adanya rasa nyeri pada daerah supra pubik
yang terjadi beberapa jam sebelum dan sesudah keluarnya darah haid, namun
terkadang rasa nyeri akan dapat dirasakan selama dua sampai tiga hari haid.
Dapat disertai dengan adanya keluhan-keluhan lain seperti diare, mual dan
muntah, rasa lemah, sakit kepala, pusing, bahkan dapat juga dijumpai demam
hingga hilangnya kesadaran.
Keluhan rasa nyeri pada saat haid dengan adanya temuan massa pada pelvik,
vaginal discharge yang abnormal, daerah pelvik yang tegang, wanita dengan
risiko terhadap penyakit radang panggul, adanya riwayat seksual aktif dengan
risiko penyakit menular seksual sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
seperti

skrining

untuk

adanya

penyakit

infeksi

menular,

pemeriksaan

ultrasonografi untuk melihat kelainan patologi pada pelvik dapat mengarahkan


kepada diagnosa dismenore sekunder.
Kelainan seperti endometriosis, adenomiosis sering dikaitkan dengan keluhan
nyeri haid yang berlebihan.
Rasa nyeri dapat bersifat individual dan subjektif sehingga tidak ada parameter
yang dapat digunakan untuk menilai rasa nyeri secara. Beberapa metode dapat
digunakan dalam menilai rasa nyeri seperti unidimensi dan multidimensi. Skala
Unidimensi merupakan metode sederhana dengan menggunakan satu variabel
untuk menilai intensitas rasa nyeri. Metode unidimensi yang biasa dipakai antara

lain Categorical Scale, Numerical Ratting Scale (NRS), Visual Analogue Scale
(VAS).
Metode sederhana ini biasanya digunakan secara efektik di rumah sakit dan
klinik. metode VAS berisi garis horizontal atau vertikal sepanjang 10 cm dengan
label pada awal 25 garis tidak nyeri dan pada akhir garis sangat nyeri. Pasien akan
memberi tanda pada garis tersebut sesuai tingkat nyeri yang mereka rasakan.
Panjangnya jarak dari awal garis sampai tanda yang diberikan oleh pasien
merupakan indeks derajat nyeri (Berry dkk, 2006). . Pasien akan memilih kriteria
nyeri yang sesuai dengan intensitas nyeri yang meraka rasakan.

Gambar 2 Visual analog Scale

2.5 PENANGANAN
Penanganan dismenore dapat dibagi dalam tiga bagian besar :
1. Farmakologis
Yaitu

penanganan

dismenore

dengan

pemberian

obat-obatan,

suplemen. Obat-obatan yang paling sering digunakan antara lain Non


Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID) yang bekerja dengan

menghambat aktivitas enzim siklooksigenase sehingga produksi dari


prostaglandin berkurang. COX II Inhibitor yang juga bekerja selektif
terhadap penghambatan biosintesis prostaglandin juga dapat digunakan
untuk menangani nyeri haid. Pemakain kontrasepsi hormonal
dilaporkan juga dapat mengurangi nyeri haid. Pemberian Vitamin B1,
Magnesium, Vitamin E, juga menunjukkan

efek

yang

dapat

mengurangi nyeri haid (dawood, 2006; Lefebvre, 2005; cunningham,


2008)
2. Non-Farmakologis
Penanganan non farmakologi yang dapat digunakan pada wanita yang
menderita dismenore antara lain : TENS (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation), Akupunktur, pemakaian herbal, relaksasi, terapi
panas, senam. Senam meningkatkan endorphin yang berfungsi sebagai
penghilang nyeri secara alami.
3. Pembedahan
Pembedahan seperti histerektomi.

BAB III
PENUTUP

3.1.

KESIMPULAN
Dismenore adalah nyeri di waktu haid. Nyeri ini terasa di perut
bagian bawah atau di daerah bujur sangkar Michaelis.
Dismenore dibagi menjadi 2 yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder.
Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang
yang terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada
pelvis. Dismenore sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari
oleh adanya kelainan patologik pada pelvis.
Dismenore terjadi ketika penurunan kadar progesterone dan
peningkatan

kadar

prostaglandin

berlebihan

menyebabkan

kontraktilitas uterus.
Penanganan dismenore ada 3 secara farmakologis dengan
pemberian analgetik dan suplemen, secara nonfarmakologis
dengan TENS, akupuntur, senam, terapi panas dan secara
pembedahan.
.

1
2

Anda mungkin juga menyukai