Anda di halaman 1dari 11

Definisi PPOK

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
PPOK adalah sebuah istilah keliru yang sering dikenakan pada pasien yang
menderita emfisema, bronkitis kronis, atau campuran dari keduanya. Ada banyak
pasien yang mengeluh bertambah sesak napas dalam beberapa tahun dan
ditemukan mengalami batuk kronis, toleransi olahraga yang buruk, adanya
obstruksi jalan napas, paru yang terlalu mengembang, dan gangguan pertukaran gas
(John B. West, 2010).
PPOK adalah penyakit pada pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan
aliran udara dengan manifestasi sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan (Amin,
1996).
PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan
dispnea dan terjadi obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat kronis
dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkitis kronik maupun asma, tetapi
dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan (Rab Tabrani,
2010).
Etiologi PPOK
Berbeda dengan asma, penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan yang bersifat ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya
terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiologi
PPOK yang utama adalah emfisema, bronkitis kronik, dan perokok berat. Yang
karakteristik dari bronkitis kronik adalah adanya penyempitan dari dinding bronkus
(diagnosis fungsional), sedangkan dari emfisema adalah diagnosis histopatologinya,
sementara itu pada perokok berat adalah diagnosis kebiasaan merokoknya (habit).
Diagnosis
1. Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan
gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan penyakit
paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan
diagnosis.
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah
sebagai berikut :
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun terakhir
yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang
hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang pasien
menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk
dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak

dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas
sesuai skala sesak.
Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat
pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat.
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari
80% kematian pada penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang
merokok memiliki resiko yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok.
Resiko untuk perokok aktif sekitar 25%.
Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam peningkatan kasus
PPOK. Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok pada pero kok pasif,
paparan kronis polutan lingkungan atau pekerjaan, penyakit pernapasan ketika masa
kanak-kanak, riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi 1- antitripsin.
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada
anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan
berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang
yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru
24

yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang
jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi
alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali
terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.Secara umum
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Inspeksi
-Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
-Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
-Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
Palpasi
Perkusi
- Hipersonor
Auskultasi
-Fremitus melemah
-Suara nafas vesikuler melemah atau normal
-Ekspirasi memanjang
-Bunyi jantung menjauh
-Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan
spirometri.The National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan
spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka yang
dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten. Meskipun spirometri
merupakan gold standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di

tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.


Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1 (Forced Expiratory
Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1 adalah
yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu

volume udara

detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari
usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum total udara yang
pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :
1. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 80%
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%

Pemeriksaan Penunjang lain

Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa tes
tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada harus
dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi
berulang atau tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-paru.
Hitung darah lengkap harus
dilakukan untuk menyingkirkan anemia atau polisitemia.Hal ini wajar untuk
melakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tanda- tanda
corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat
istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus dilakukan
untuk
mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan oksien tambahan.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi
gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan
komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka Kematian.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan
merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta
memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan penyakit.
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu.
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan
pada
derajat
ringan
sampai berat,
disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).
b. Golongan 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah
penggunaan
dapat
sebagai
monitor timbulnyaeksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi,
karena
keduanya
mempunyai
tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
d. Golongan xantin.
Dalam
bentuk
lepas
lambat
sebagai
pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Penyelesaian kasus
a 54 year old man with a past medical history of hypertension present to the clinic
complaining of shortness of breath that began about 4 to 5 years ago. his symptoms have
gradually gotten worse since then, he is now unable to walk 100 yards without having to
stop and rest. he also has a daily cough that is usually productive of yellowish sputum. he
smokes about 11/2 packs of cigarettes a day and has done so for the past 30 years. he also
drinks on average 6 to 7 beers a day. he does not have any significant occupational
exposures to dust, gases, or fumes.

seorang pria berusia 54 tahun dengan riwayat medis hipertensi hadir untuk klinik
mengeluh sesak napas yang mulai sekitar 4 sampai 5 tahun yang lalu. gejalanya telah
secara bertahap memburuk sejak saat itu, dia sekarang tidak mampu berjalan 100 yard
tanpa harus berhenti dan beristirahat. ia juga memiliki batuk sehari-hari yang biasanya
produktif sputum kekuningan. ia merokok sekitar 11/2 bungkus rokok sehari dan telah
melakukannya selama 30 tahun terakhir. ia juga minum rata-rata 6 sampai 7 bir sehari. ia
tidak memiliki eksposur pekerjaan yang signifikan terhadap debu, gas, atau asap.

Metoda penyelesaian kasus dengan metode SOAP


Informasi Umum
Nama: Pria
Umur : 54 tahun
Keluhan utama : sesak napas yang mulai sekitar 4 sampai 5 tahun yang
lalu.s Dia juga sering batuk sehari-hari yang biasanya produktif sputum
kekuningan.
Riwayat penyakit : hipertensi
a. Objektiv

b. Assessment
Berdasarkan data yang didapat dari data subjektif seorang pria berusia 54
tahun dengan keluhan awal sesak nafas 4- 5 tahun yang lalu, batuk setiap hari
yang disertai produkti sputum yang berwarna kuning. Pasien juga memiliki
riwayat penyakit hipertensi. Pasien mempunyai kebiasan yang buruk seperti
merokok sebnyak 11/2 bungkus perhari selama 30 tahun terakhir dan pasien
juga sehari-hariya juga mengkonsumsi 6-7 bir sehari. Pasien hanya dapat
berjalan dengan jarak 100 yard tanpa berhenti dan istirhat.
Dilihat dari keluhan utama pasien yaittu sesak nafas, sesak nafas
berhubungna dengan paru-paru. Dimana paru-paru mengalami infeksi sehingga
terjadi pengurangan fungsi paru-paru yang normal. Pada emfisema terjadi
kerusakan dinding dalam asinus sehingga permukaan untuk pertukaran gas
berkurang.
Asap rokok dan polusi udara dapat menyebabkan inflamasi paru-paru.
Inflamasi menyebabkan rekrutmen neutrofil dan makrofag ke tempat inflamasi
yang akan melepaskan enzim proteolitik (elastase, kolagenase). Pada orang
normal, kerja enzim ini akan dihambat oleh 1-antitripsin, namun pada
kondisi dimana terjadi defisiensi 1-antitripsin, enzim proteolitik akan
menyebabkan kerusakan pada alveous menyebabkan emfisema. Berdasarkan
mekanisme emfisema di atas bisa dihubungkan dengan kebiasan si pasien
yang suka merokok sebanyak 11/2 bungkus perhari, pasien disebut seorang
perokok aktif ,dimana di atas sudah dijelaskan bahwa asap rokok tersebut
dapat menyebabkan inflamasi pada paru-paru. Sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan pertukaran gas dan penurunan elastisitas paru-paru karna
itulah pasien mengalami sesak nafas.
Dari data subjektif juga diketehui bahwa si pasien ini mengalami batuk
setiap hari dan produktif sputum yang berwarna kuning. Gejala yang dialami
oleh pasien sama seperti tanda penyakit brongkitis kronik, dimnna bronkitis ini
Karena adanya mukus dan kurangnya jumlah silia dan gerakan silia
untuk membersihkan mukus maka pasien dapat menderita infeksi
berulang. Bakteri yang dapat menyerangnya yaitu Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza. Tanda-tanda infeksi adalah
perubahan sputum seperti meningkatnya volume mukus, mengental, dan
perubahan warna.
Dari teori terjadinya penyakit COPD/PPOK ini adalah sbb :
1. Merokok
2. Umur
3. Usia
4. Alkohol

Anda mungkin juga menyukai